DISAMPAIKAN PADA :
RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012
TANGGAL, 1-2 FEBRUARI 2012
DAFTAR ISI
I.
PENDAHULUAN
II.
KINERJA INDUSTRI AGRO
III.
SASARAN PENGEMBANGAN
IV.
PERMASALAHAN
V.
DASAR PENGEMBANGAN
VI.
PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN
2012
VII. FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO
I. PENDAHULUAN
1. Industri Agro merupakan industri andalan masa depan, karena
didukung oleh sumber daya alam yang cukup potensial yang
berasal dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan,
perkebunan dan kehutanan, produksi minyak sawit mentah
(CPO dan CPKO) pada tahun 2011 lebih dari 25 juta ton, kakao
sekitar 0,6 juta ton dan karet sekitar 2,8 juta ton.
2. Pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku industri
agro akan mempunyai efek berganda yang luas, seperti : 1).
penguatan struktur industri, 2). Peningkatan nilai tambah, 3).
pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya, 4). pengembangan
wilayah industri, 5). proses alih teknologi, 6). perluasan
lapangan kerja, 7). penghematan devisa, 8). perolehan devisa,
9). peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah.
1. Realisasi Pertumbuhan PDB Sub Sektor Industri Pengolahan Atas Dasar
Harga Konstan 2000 Kumulatif tahun 2006-2011 (Tw.III)
II. KINERJA INDUSTRI AGRO
No
2006 2007 2008 2009 2010 2011 (TW III)
INDUSTRI PENGOLAHAN 4,59 4,67 3,66 2,11 4,52 5,93
a. Industri Migas (1,66) (0,06) (0,34) (2,21) (2,30) (0,71)
b. Industri bukan Migas 5,27 5,15 4,05 2,52 5,13 6,49
Industri Agro 5,51 4,38 1,92 9,21 1,94 6,02
1 Makanan, Minuman dan Tembakau 7,21 5,05 2,34 11,29 2,67 7,29
2 Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. (0,66) (1,74) 3,45 (1,46) (3,42) 0,88
3 Kertas dan Barang cetakan 2,09 5,79 (1,48) 6,27 1,71 2,26
Industri Pengolahan Lainnya 5,13 5,61 5,31 (1,31) 7,16 6,76
4 Pupuk, Kimia & Barang dari karet 4,48 5,69 4,46 1,51 4,81 4,18
5 Semen & Brg. Galian bukan logam 0,53 3,40 (1,49) (0,63) 2,29 6,12
6 Tekstil, Brg. Kulit & Alas Kaki 1,23 (3,68) (3,64) 0,53 1,81 8,63
7 Logam Dasar Besi & Baja 4,73 1,69 (2,05) (4,53) 2,85 15,03 Realisasi Pertumbuhan (%)
2. Kontribusi Industri Agro Pada PDB Sektor Industri Non Migas
Pada Tahun 2010 dan Tahun 2011 (s/d TW III)
Kontribusi Cabang-cabang Industri Terhadap PDB sektor Industri Non Migas Tahun 2011 (s/d TW III)
Industri Agro; 44,7%
Barang lainnya; 0,8%
Alat Angk., Mesin & Peralatannya;
27,7%
Semen & Brg. Galian bukan logam; 3,3% Pupuk, Kimia & Barang dari karet;
12,3% Tekstil, Brg. kulit &
Alas kaki; 9,3%
Logam Dasar Besi & Baja; 2,0%
- Mamintem; 34,6% - Brg. Kayu & Hasil
hutan lainnya; 5,5% - Kertas & Barang
Cetakan; 4,5%
Kontribusi Industri Agro Pada PDB Industri Non Migas Tahun 2010
Industri Semen
3. Target dan Realisasi Pertumbuhan Industri Agro
Tahun 2010 - 2014
( % )
Rata-rata, %
2012
2013
2014
2010-2014
Target Realisasi Target
Realisasi
TW I-III
Target Target Target
Target
Makanan, Minuman dan Tembakau
6,64
2,67
7,92
7,29
8,15
8,90
10,40
8,40
Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
1,75
-3,42
2,75
0,88
2,79
3,40
3,70
2,88
Kertas dan Barang Cetakan
4,20
1,71
4,50
2,26
4,80
5,30
5,50
4,86
Tahun
2010
2011
4. Kinerja Ekspor Industri Agro dan
Penyerapan Tenaga Kerja
Perkembangan Nilai Ekspor Industri Agro 2010-2011 (Oktober)
Nilai : US$ Juta
% 2010
(Okt)-2010
2010 (Okt)
2011 (Okt)
2011 (Okt)
1 Industri Hasil Hutan dan Perkebunan
17.654,69
14.288,65
19.583,12
37,1
Perkembangan Tenaga Kerja Industri Agro 2010-2011
(Orang)
Sumber : BPS diolah
a. Memperkuat struktur industri dengan mendorong
investasi di bidang industri hilir agro, melalui promosi
investasi dan pemberian insentif & disinsentif;
b. Meningkatkan daya saing industri agro melalui Fasilitasi
penyediaan infrastruktur baik fisik (seperti pelabuhan,
jalan dan rel KA) maupun non fisik (seperti Pusat Reset
dan sekolah khusus) serta infrastruktur khusus (seperti
terminal kayu dan tangki timbun)
c. Meningkatkan pemanfaatan kapasitas produksi melalui
fasilitasi penyediaan bahan baku, pasokan listrik dan
gas bumi untuk industri agro;
d. Meningkatkan penguasaan pasar dalam negeri dan
ekspor, melalui pameran/promosi;
e. Mengembangkan keragaman produk seperti diversifikasi
produk bahan baku pangan untuk substitusi gandum
(Mocal/mocaf);
f.
Meningkatkan mutu produk industri agro dengan
melakukan pelatihan/workshop cara produksi yang baik,
HACCP serta meningkatkan jumlah produk industri agro
untuk diberlakukan SNI wajib. Di samping itu, melakukan
lomba desain untuk produk furniture;
g. Mengembangkan R & D baik di bidang teknologi proses,
teknologi produk dan rancang bangun peralatan pabrik.
a. Produktivitas on farm masih rendah
b. Kompetisi alokasi komoditi dasar untuk domestik - ekspor
c. Ketergantungan terhadap bahan baku impor
d. Belum berkembangnya industri hilir agro bernilai tambah
tinggi
e. Sistem logistik belum memadai
f.
Ketergantungan pada mesin/peralatan impor
g. Masih minimnya R&D di bidang industri pengolahan agro
dan SDM yang sesuai dengan kebutuhan industri
RENCANA AKSI
TERCAPAINYA SASARAN PERTUMBUHAN
12 Klaster
Industri Agro
FOKUS
Perpres No. 28 Tahun 2008 Kebijakan Industri Nasional
(Industri Agro merupakan Salah Satu Industri Andalan Masa Depan)
 Strategi : Hilirisasi
 Fokus : Kebijakan Fiskal dan
- Pengembangan Mesin Pengolahan
VI. PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO
TAHUN 2012
1. Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Hasil Hutan dan
Perkebunan
2. Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Minuman dan
Tembakau
3. Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Makanan, Hasil Laut
dan Perikanan
NO KEGIATAN SUB KEGIATAN OUTPUT LOKASI
1 Revitalisasi Industri Gula (prioritas nasional)
• Audit Teknologi untuk
mengetahui tingkat efisiensi PG
• Pemberian Keringanan Pembeian mesin Peralatan Pabrik Gula
• Bantuan Langsung mesin peralatan industri pabrik gula
• Bimbingan konsultansi sistem manajemen mutu
2 Pengembangan Klaster Industri Berbasis
Pertanian, Oleochemical
(prioritas nasional)
• Pengembangan Klaster Industri Berbasis Pertanian, Oleochemical di Sumatera Utara, Riau dan Kalimantan Timur.
• Fasilitasi dan koordinasi dalam pengembangan infrastruktur melalui: promosi investasi
• Studi pengembangan tangki timbun di Maloy.
3 kawasan Seimangke,
NO KEGIATAN SUB KEGIATAN OUTPUT LOKASI
3 Pengembangan klaster Industri Agro
Fasilitasi pengembangan klaster industri agro melalui dana dekonsentrasi di 12 lokus pengembangan
11 klaster industri agro (CPO, kakao, kopi, gula, buah, susu, kelapa, hasil laut, furniture, kertas, dan tembakau
4 Peningkatan Standar dan Mutu Industri
• Menyusun dan merevisi SNI produk industri agro khususnya yg lebih dari 5 thn.
• Fasilitasi Penerapan CPPOB pada industri agro
• Penyusunan dan revisi 25 SNI komoditi IA dan 6 SNI Wajib
• Meningkatnya mutu produk industri agro
5 Fasilitasi Pembinaan serta Pemanfaatan Teknologi Industri
• Fasilitasi Pengembangan Industri Karet Hulu, pengolahan kopi, es balok, Pengolahan Buah,
Pengolahan coklat, pengolahan
7 unit mesin Sumsel, Jabar,
Sumbar, NTB, Bengkulu, Lampung
NO PROGRAM KEGIATAN OUTPUT LOKASI
• Peningkatan Mutu Susu Olahan Berbasis Susu Segar Dalam Negeri
8 cooling unit Jabar, Jateng dan Jatim
• Peningkatan efisiensi pengolahan tembakau virginia flue cured dengan bahan bakar selain minyak tanah
36 buah tungku pengering tembakau
NTB
6 Peningkatan iklim usaha industri
• Pilot Proyek Antenna Shop Produk daerah Sulawesi Selatan di Jakarta
1 pilot proyek Jakarta
7 Peningkatan
penggunaan produksi DN
Sosialisasi P3DN produk IA Peningkatan pemahaman dalam penggunaan produk industri khususnya produk industri agro
8 Pengembangan SDM Industri
• Kajian Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia pada Industri Agro
• Pengembangan SKKNI (industri pulp & kertas, dan industri hasil tembakau)
1 paket kajian
2 paket
NO PROGRAM KEGIATAN OUTPUT LOKASI
• Peningkatan kompetensi SDM furniture
• Peningkatan kompetensi SDM Industri Pulp & Kertas
• Peningkatan SDM Percetakan, desain grafis
• Pelatihan kompetensi SDM Industri AMDK tenaga Lab. dan ISO 9001-2008.
• Pelatihan deboning bahan baku industri pengolahan
No
Kelompok Industri
Jenis Industri
1
Industri Padat Karya
Furniture
2
IKM
-
3
Industri Barang Modal
-
4
Industri berbasis SDA
Makanan dan Minuman, CPO, Kakao, dan
Rumput Laut
5
Industri Pertumbuhan tinggi
-
6
Industri Prioritas Khusus
Industri Gula
A. Industri Berbasis Padat Karya
1. FURNITURE
Industri furniture di Indonesia tersebar hampir di seluruh propinsi, dengan
sentra-sentra yang cukup besar terletak di Jepara, Cirebon, Sukoharjo, Surakarta, Klaten,
Pasuruan, Gresik, Sidoarjo, Jabodetabek, dan lain-lain.
Upaya-upaya strategis dalam rangka meningkatkan kembali kinerja industri furniture,
agar mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan mampu memberikan
peningkatan kontribusi dalam perolehan devisa (ekspor), melalui :
- Pengembangan daerah penghasil bahan baku
- Peningkatan produksi
Industri furniture merupakan salah satu industri berbasis kayu/rotan yang memiliki
nilai tambah paling tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja serta memberikan
kontribusi yang cukup penting terhadap perekonomian, baik dalam bentuk kontribusi
pada PDB maupun dalam perolehan devisa (ekspor). Walaupun daya saing industri ini
pada tahun-tahun terakhir mengalami penurunan, namun industri ini cukup strategis
untuk dikembangkan.
•
Masih lemahnya kemampuan SDM dibandingkan dengan negara pesaing terutama di
bidang desain dan teknik produksi (termasuk finishing).
•
Masih lemahnya daya saing produk furniture Indonesia yang disebabkan antara lain oleh
tingginya bunga bank, infrastruktur kurang memadai dan masalah permodalan.
b. Permasalahan
Terbatasnya pasokan bahan baku kayu/rotan dengan harga yang relatif mahal, yang
disebabkan oleh : semakin menurunnya kemampuan pasok bahan baku kayu/rotan dari
hutan alam, masih terbatasnya pasokan bahan baku dari hutan tanaman, pengaturan
birokrasi peredaran dan tataniaga kayu/rotan yang belum optimal, masih maraknya
praktek illegal logging dan illegal trade, dll.
Bahan baku
Produksi
•
Makin membanjirnya furniture impor di pasar dalam negeri, sebagai akibat berlakunya
pasar bebas AFTA dan CAFTA.
•
Tuntutan masalah lingkungan yang makin ketat di negara-negara tujuan ekspor, seperti
: sertifikasi bahan baku, The USA Lacey Act di USA, REACH di negara-negara Uni Eropa,
dan lain-lain.
c. Hal-hal yang dilakukan :
•
Bersama dengan instansi terkait lainnya, melakukan promosi pasar produk furniture
baik di dalam maupun di luar negeri.
•
Bahan baku
•
Pemberlakuan larangan ekspor bahan baku rotan.
•
Pengoptimalan/pemanfaatan terminal bahan baku kayu di Kendal - Jawa Tengah dan
Bitung
–
Sulawesi Utara, serta penyusunan FS pembangunan terminal kayu di Jawa
Timur
•
Kerjasama antara pelaku bisnis di bidang bahan baku dengan industri pengolahan
rotan dalam rangka penyerapan dan pemenuhan bahan baku rotan
Pengamanan pasokan bahan baku kayu dan rotan, diantaranya melalui :
Produksi
•
Pelatihan SDM bidang furniture, meliputi desain, finishing dan teknik produksi.
•
Fasilitasi pusat desain furniture kayu dan rotan.
•
Pendirian pusat inovasi berbasis kayu dan rotan
B. Industri Berbasis SDA
1. KELAPA SAWIT
•
Indonesia merupakan negara produsen Minyak Mentah Sawit (CPO & CPKO)
terbesar di dunia, dengan produksi minyak sawit mentah (CPO dan CPKO)
pada tahun 2011 lebih dari 25 juta ton dan pada tahun 2020 ditargetkan
akan mencapai 40 juta ton;
•
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008, tentang Kebijakan
Industri Nasional, industri pengolahan kelapa sawit (turunan MSM)
merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai
tambah yang lebih tinggi, seperti industri
oleofood
,
oleochemical,
energi dan
pharmaceutical
.
•
Pemanfaatan CPO selama ini digunakan oleh industri dalam negeri
sebagai bahan baku industri turunan CPO yang hanya 18 jenis produk
yaitu industri pangan (antara lain minyak goreng, margarin,
shortening, CBS, Vegetable Ghee) dan industri non pangan yaitu
oleokimia (antara lain
fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin)
dan
biodiesel.
a. Permasalahan
Infrastruktur
•
Belum memadainya infrastruktur secara umum seperti pelabuhan,
jalan dan transportasi, termasuk energi (gas bumi dan listrik)
Produksi
•
SDM di bidang pengembangan industri hilir CPO masih kurang
b. Hal-hal yang dilakukan :
•
Pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit khususnya di 3 lokasi utama yaitu
Sei Mangke, Dumai, dan Maloy melalui fasilitasi dan koordinasi dengan instansi
terkait dalam rangka pembangunan infrastruktur termasuk penyusunan Feasibility
Studi pembangunan tanki timbun di Maloy.
•
Pengembangan pusat inovasi industri hilir kelapa sawit.
Infrastruktur
•
Promosi Investasi Industri Hilir Kelapa Sawit baik di dalam negeri maupun luar negeri
dengan menyampaikan fasilitas insentif fiskal seperti tax allowance (PP No. 52/2011).
•
Mengusulkan untuk Penetapan Sei Mangke sebagai Kawasan Ekonomi Khusus.
•
Mendorong pengembangan industri permesinan.
2. KAKAO
Ekspor kakao setiap tahunnya mencapai sekitar 75% dari
total produksi nasional. Pada tahun 2020 jumlah produksi
industri kakao diprediksi akan mencapai 2 juta ton.
Produk turunan kakao yang potensial untuk dikembangkan
di masa mendatang adalah :
cocoa liquor, cocoa cake,
cocoa butter, cocoa powder,
makanan olahan dan
minuman cokelat.
Indonesia merupakan produsen nomor 3 di dunia dengan
total produksi pada tahun 2010 mencapai 0,6 juta ton atau
+ 15% dari produksi kakao dunia (4 jt ton).
a. Permasalahan
Bahan baku
•
Beberapa industri pengolahan kakao masih kekurangan bahan baku yang
diakibatkan sebagian besar biji kakao diekspor.
•
Produktivitas on farm masih rendah (rata-rata 600 kg/Ha)
•
Sistem perdagangan biji kakao di tingkat petani dikuasai eksportir asing
•
Mutu biji kakao masih rendah (kadar kotoran, jamur, serangga) dan tidak
difermentasi.
Pasar
Rendahnya konsumsi coklat di dalam negeri 60 gram/kapita/tahun sedangkan negara
lain seperti Malaysia dan Singapura sudah mencapai diatas 500 gram/kapita/tahun.
Produksi
•
Kurangnya pembangunan infrastruktur di sentra-sentra produksi biji kakao (akses
jalan dan pelabuhan) seperti : Mamuju, Pantoloan, Kolaka dan Palopo.
c. Hal-hal yang Dilakukan :
Peningkatan konsumsi cokelat nasional melalui pameran maupun pelaksanaan cocoa
day.
Bahan baku
•
Meneruskan kebijakan penerapan Bea Keluar Biji Kakao
•
Mendorong industri pengolahan kakao untuk membeli biji kakao yang sudah
difermentasi.
Pasar
Produksi
•
Promosi investasi Industri pengolahan kakao baik di dalam negeri maupun luar
negeri dengan menyampaikan fasilitas insentif fiskal seperti tax allowance (PP
No. 52/2011).
•
Pilot project pengembangan industri pengolahan kakao melalui bantuan mesin
peralatan pengolahan kakao di Sulteng dan Sulsel.
•
Penerapan secara wajib SNI bubuk kakao.
C. Industri Prioritas Khusus
1. G U L A
Gula merupakan komoditi penting dalam perekonomian nasional yang dibutuhkan
masyarakat sebagai konsumsi langsung dan sebagai bahan baku industri makanan dan
minuman
Tahun 2003 hingga 2009 kebutuhan gula semakin meningkat baik Gula Kristal Putih
(GKP) dari 2,5 menjadi 2,7 juta ton dan Gula Kristal Rafinasi (GKR) dari 1,7 menjadi 2,15
juta ton. Tahun 2014 diproyeksikan kebutuhan gula nasional mencapai 5,7 juta ton.
Jumlah Pabrik Gula saat ini 61 PG dengan kapasitas existing 226.000 TCD dan realisasi
produksi tahun 2009 sebesar 2,62 juta ton, sedangkan jumlah Pabrik Gula Rafinasi
sebanyak 8 perusahaan dengan kapasitas terpasang 2,43 juta ton dan realisasi produksi
tahun 2009 sebesar 1,9 juta ton.
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan gula nasional, maka perlu dilakukan
revitalisasi pabrik gula, dengan tujuan :
•
Meningkatkan kapasitas giling
•
Meningkatkan efisiensi pabrik
•
Meningkatkan produksi dan produktivitas
•
Meningkatkan kualitas produk
•
Menurunkan harga pokok produksi
•
Bertambahnya umur pabrik terjadi penurunan efisiensi pabrik yang
memerlukan penggantian peralatan yang terkendala oleh terbatasnya
ketersediaan dana investasi.
•
Tingkat efisiensi permesinan dan mutu gula masih rendah.
a. Permasalahan
Bahan baku
•
Sulitnya mempertahankan areal yang ada dan penambahan areal baru
•