• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Karyawan Federal International Finance Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Karyawan Federal International Finance Medan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Budaya Organisasi

2.1.1 Pengertian Budaya Organisasi

Secara tidak sadar tiap-tiap orang di dalam suatu organisasi mempelajari

budaya yang berlaku di dalam organisasinya. Apalagi bila ia sebagai orang baru

supaya dapat diterima oleh lingkungann tempat bekerja, ia berusaha mempelajari apa

yang dilarang dan apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang

benar dan apa yang salah; dan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh

dilakukan di dalam organisasi tempat bekerja itu.

Budaya organisasi juga disebut sebagai budaya perusahaan, Budaya

organisasi menurut Edi Sutrisno (2011:2) dapat didefinisikan sebagai perangkat

system nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, asumsi-asumsi, atau norma-norma yang

telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai

pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasinya. Edy, (2011:2)

mengatakan dalam budaya organisasi terjadi sosialisasi nilai-nilai dan

menginternalisasi dalam diri parang anggota menjiwai orang per orang didalam

organisasi. Dengan demikian, maka maksud budaya organisasi menurut Kilmann

merupakan jiwa organisasi dan jiwa para anggota organisasi.

Berkaitan dengan budaya organisasi, Purnamie (2014:55) mengungkapkan bahwa

budaya organisasi mempunyai beberapa maksud yaitu :

(2)

2. Aturan-aturan

3. Perasaan atau iklim (suasana)

Jadi dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakanseperangkat

nilai-nilai dan norma-norma yang telah relatif lama berlaku serta dianut besama-sama

oleh setiap anggota organisasi (karyawan) sebagai norma perilaku dalam

bertindak dan menyelesaikan masalah-masalah organisasi (perusahaan).

2.1.2 Proses Terbentuknya Budaya Organisasi

Kenn dan Beech (2000:60) membagai budaya organnisasi perusahaan atas

beberapa komponen pembentuk yaitu :

1. Filosofi yang menjadi panduan penetapan kebijakan organisasi baik yang

berkenaan dengan karyawan ataupun klien.

2. Nilai – nilai dominan yang dipegang oleh organisasi

3. Norma – norma yang diterapkan dalam bekerja

4. Aturan main untuk berelasi dengan baik dalam organisasi yang harus

dipelajari oleh anggota baru dapat diteima oleh organisasi

5. Tingkah laku khas tertentu dalam berinteraksi rutin

2.1.3 Karakteristik Budaya Organisasi

Budaya yang diterapkan dalam PT Federal International Finance memiliki beberapa

karakteristik yang bisa dijadikan dimensi dalam penelitian ini. Adapun karakteristik

(3)

1. Inovasi dan pengambilan resiko

Sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan berani mengambil

resiko. Salah satu tagline FIFGROUP adalah Moving Forward yang mana

karyawan didorong agar peka terhadap perubahan serta berwawasan jauh ke

depan dalam merancang dan melakukan perubahan strategis. Tidak ada

metode yang paling baik, selalu ada metode yang lebih baik. Kemauan untuk

mencoba hal-hal baru disertai keberanian mengambil resiko yang telah

diperhitungkan untuk menumbuhkembangkankan budaya inovasi, suasana

kerja yang partisipatif, serta menciptakan iklim yang menunjang timbulnya

kreativitas.

2. Good Process Good Result

Karena bergerak di industri jasa, khususnya di jasa pembiayaan maka

perusahaan sangat fokus pada pelayanan yang unggul kepada konsumen

melalui proses yang sederhana, lugas, dan berkualitas. “Good Process Good

Result”, artinya proses dan hasil adalah 2 hal yang saling terkait. Semakin

baik proses yang berjalan di perusahaan, harusnya semakin bagus pula hasil

ataupun pencapaian terhadap tujuan/sasaran perusahaan. Ada proses

compliance, pengujian standar kepatuhan terhadap aturan perusahaan dalam

proses yang berjalan, secara berkala ataupun dadakan di perusahaan, untuk

melihat sejauh mana proses yang berjalan terhadap aturan main yang ada.

(4)

Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan dalam tim-tim kerja, bukannya

individu. Ada istilah yang sering disampaikan management FIFGROUP,

“Superteam lebih baik daripada Superman”. Di FIFGROUP, managemen

berusaha mendorong semangat semua insan untuk bersinergi yang didasari

oleh sikap saling menghargai, berpikir positif, serta mengutamakan

kepentingan perusahaan diatas kepentingan pribadi agar menghasilkan kinerja

yang optimal.

2.1.4 Manfaat Budaya Organisasi

Menurut Edy (2010:27), beberapa manfaat budaya organisasi adalah sebagai berikut :

1. Membatasi peran yang membedakan antara suatu organisasi denganorganisasi

lainnya. Setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda sehingga perlu

memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada dalam

organisasi.

2. Menimbulkan rasa memiliki sebagai identitas para anggota organisasi.Dengan

budaya organisasi yang kuat anggota organisasi akan merasa memiliki

identitas yang merupakan ciri khas organisasi.

3. Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu.

4. Menjaga stabilitas organisasi. Kesatuan komponen-komponen organisasi yang

direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuatkondisi

(5)

Ke-empat manfaat terserbut menunjukkan bahwa budaya organisasi dapat

membentuk perilaku dan tindakan karyawan dalam menjalani aktivitasnya di dalam

organisasi, sehingga nilai-nilai yang ada dalam budaya organisasi perlu ditanamkan

sejak dini pada setiap individu organisasi.

2.2 Kepuasan Kerja

2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Pada dasarnya kepuasan kerja (Job Satisfaction) merupakan hal yang bersifat

individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda

sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak

aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi

tingkat kepuasan yang dirasakan. Ada pernyataan yang mengatakan bahwa kepuasan

adalah suatu perasaan menyenangkan merupakan hasil dari persepsi individu dalam

rangka menyelesaikan tugas atau memenuhi kebutuhannya untuk memperoleh

nilai-nilai kerja yang penting bagi dirinya. Penjelasan kepuasan tersebut dipertegas oleh

Locke (dalam Sopiah, 2008:170) juga memberikan definisi bahwa kepuasan kerja

adalah suatu ungkapan emosional yang bersifat positif atau menyenangkan, sebagai

hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja. Locke juga

mencatat (dalam Sutarto, 2010:97) bahwa perasaan-perasaan yang berhubungan

dengan kepuasan atau ketidak puasan kerja cenderung lebih mencerminkan

(6)

pada waktu sekarang dan masa lalu dari pada harapan-harapan untuk masa yang akan

datang.

Kemudian Locke (1976) mendefinisikan bahwa kepuasan kerja sebagai suatu

tingkatan emosi yang positif dan menyenangkan individu. Dengan kata lain, kepuasan

kerja adalah suatu hasil perkiraan individu terhadap perkerjaan atau pengalaman

positif dan menyenangkan dirinya. Disini Lock (1976) juga membedakan kepuasan

kerja dari segi moral dan keterlibatan kerja. Ia mengategorikan moral dan kepuasan

kerja sebagai suatu emosi positif yang akan dilalui karyawan.

Selain Locke, Robbins & Judge (2007) juga menyebutkan bahwa Kepuasan kerja

adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan

antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini

seharusnya mereka terima.Sopiah (2008:170) menyimpulkan dari beberapa pendapat

para ahli mengenai kepuasan kerja bahwa:

1. Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap

situasi dan kondisi kerja.

2. Tanggapan emosional bias berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas

(negative). Bila secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan

sebaliknya bila tidak maka berarti karyawan tidak puas.

3. Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan tersebut

membandingkan antara apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil

(7)

2.2.2 Elemen Penentu Kepuasan Kerja

Tingkat kepuasan dipengaruhi oleh rentang yang luas dari variabel-variabel yang

berhubungan dengan faktor-faktor individu, sosial & organisasi,. Menurut sopiah

(2008:172) dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa dimensi dan

indikator kepuasan kerja adalah :

1. Promosi adalah tersedianya peluang – peluang untuk mencapai kemajuan

dalam jabatan. Promosi meliputi kesempatan untuk promosi, promosi pada

kemampuan.

2. Gaji atau upah adalah jumlah gaji atau upah yang diterima dan kelayakan

imbalan tersebut. Indikator gaji yaitu Adil dan dibayarkan dengan baik.

3. Pekerjaan itu sendiri adalah tingkat dimana hingga tugas-tugas pekerjaan

dianggap menarik dan memberikan peluang untuk belajar dan menerima

tanggung jawab. Indikator dari pekerjaan itu sendiri meliputi Pekerjaan yang

sesuai dengan kemampuan dan menantang.

4. Supervisi, secara umum supervisi dapat di artikan sebagai pengarah serta

pengendalian kepada tingkat karyawan yang berada di bawahnya dalam suatu

organisasi atau kelompok. Dalam supervisi ini, supervisor sebagai pelaksana

fungsi supervisi untuk melakukan pembimbingan mengenai fungsi dan tugas

karyawan serta mengevaluasi atau memberi pengendalian atas kinerja yang

(8)

2.2.3 Teori-Teori Kepuasan Kerja

Wexley dan Yukl (dalam Merry, 2013) menyatakan tentang teori-teori kepuasan

yang lazim dikenal yaitu:

1. Teori Perbandingan Intrapersonal (discrepancy Theory) dari porter (1961)

yaitu bahwa : kepuasan atau ketidak puasan yang dirasakan oleh individu

merupakan hasil dari perbandingan atau kesengkangan yang dilakukan oleh

diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari

pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan individu

tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu

dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidak puasan

akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara pribadai

individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar.

2. Teori Keadilan (Equity Theory) dari Zeleznik (1958) dan dikembangkan oleh

Adam (1963). Seseorang akan merasakan puas atau tidak puas tergantung

apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan

equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara

membandingkan dirinya dengan orag lain yang sekelas, sekantor, maupun

ditempat lain.

3. Teori Dua-Faktor (two Factor Theory) dari Hazberg (1969). Perinsip dari

teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidak puasan kerja merupakan dua hal

yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan

(9)

dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators. satisfier atau motivators

adalah factor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan

kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggung jawab dan

promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti

membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk

motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu

factor ini disebut sebagai pemuas. Hygiene factors adalah factor-faktir yang

terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan,

hubungan pribadi, kondisi kerja dan status.

2.2.4 Manfaat Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja sangatlah berpengaruh terhadap kondisi individu maupun

perusahaan. Menurut Indah (2014:233) Pengaruh tersebut diantaranya yaitu:

1. Terhadap Produktivitas

Kepuasan kerja mungkin akibat dari produktivitas atau sebaliknya.

Produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan kepuasan kerja hanya

jika tenaga kerja mempresepsikan bahwa apa yang telah dicapai perusahaan

sesuai dengan apa yang mereka terima (gaji/upah) yaitu adil dan wajar, serta

disosialisasikan dengan peforma kerja yang unggul.

2. Ketidak Hadiran

Ketidak hadiran bersifat lebih spontan dan kurang mencerminkan ketidak

(10)

hadiran. Sebab, ada dua faktor dalam perilaku hadir, yaitu motivasi dan

kemampuan untuk hadir. Dengan demikian, faktor ketidak hadiran pada

karyawan mungkin karena ketidak mampuan untuk hadir tetapi disisi lain

bisa dikarenakan kurangnya kepuasan kerja karyawan tersebut.

3. Keluarnya Pekerja(Turnover)

Keluarnya dari pekerjaan mempunyai akibat ekonomis yang besar, maka

besar kemungkinan hal ini berhubungan dengan ketidak puasan kerja.

Ketidak puasan kerja dapat diungkapkan dengan berbagai cara, misalnya

dengan meninggalkan pekerjaan.

2.3 Komitmen Organisasi

2.3.1 Pengertian Komitmen Organisasi

Secara sederhana, Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan sebagai

Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, Keinginan untuk

berusaha keras sesuai keinginan organisasi, Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai

dan tujuan organisasi.

Dengan kata lain, Luthans (2006) menyebutkan bahwa ini merupakan sikap yang

merefleksikan loyalitas pegawai pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana

anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan

keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.

Monday (dalam Sopiah, 2008:155) menyebut komitmen kerja sebagai istilah lain

(11)

perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecendrungan karyawan untuk

bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasi merupakan identifikasi

dan keterlibatan seseorang yang relative kuat terhadap organisasi. Komitmen

organisasi adalah keinginan anggota organisasi untuk tetap mempertahankan

keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan

organisasi. Newstrom (1989) melanjutkan bahwa secara konseptual, komitmen

organisasi ditandai oleh tiga hal:

1. Adanya rasa yang kuat dan penerimaan seseorang terhadap tujuan dan

nilai-nilai organisasi

2. Adanya keinginan seseorang untuk melakukan usaha secara sungguh-sungguh

dalam organisasi.

3. Adanya hasrat yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam suatu

organisasi.

Dari beberapa definisi tersebut, Sopiah (2008:157) menyimpulkan bahwa komitmen

organisasi adalah suatu ikatan psdikologis karyawan pada organisasi yang ditandai

dengan adanya :

1. Kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujun dan nilai-nilai organisasi

2. Kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi, dan

3. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota

(12)

2.3.2 Bentuk Komitmen Organisasi

Meyer, Allen, dan Smith (dalam Journal Arti Bakshi, dkk, 2011) mengemukakan

bahwa ada tiga komponen komitmen organisasi, yaitu :

1. Affectice commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bangian dari

organisasi karena adanya ikatan emosional anggota terhadap organisasinya,

dan keterlibatan anggota dengan organisasinya. Anggota yang memiliki

komitmen afektif akan tetap bertahan dalam perusahaan karena memang

berkehendak demikian. Komitmen afektif meliputi kesenangan karyawan

menghabiskan karir diorganisasi dan rasa memiliki terhadap organisasi.

2. Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu

organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau

karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. Anggota yang

memiliki komitmen berkelanjutan akan tetap menjadi anggota karena

memiliki kebutuhan terhadap organisasi. Komitmen berkelanjutan meliputi

perasaan yang tidak ingin meninggalkan organisasi, rasa tidak dapat

berkontribusi dalam organisasi dan didasarkan pada kerugian – kerugian

pegawai bila meninggalkan organisasi.

3. Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan.

Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran

bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang harusnya

dilakukan. Komitmen normative meliputi sikap yang tidak ingin

(13)

Dengan kata lain bahwa pegawai merasa wajib untuk tetap tinggal dalam

suatu organisasi karena adanya perasaan hutang budi pada organisasi sehingga

mereka mereka mempunyai kewajiban moral untuk melakukan tindakan imbal

balik pada organisasi tempat mereka bekerja.

2.3.3 Proses Terjadinya Komitmen Organisasi

Bashaw dan Grant (dalam Sopiah, 2008:159) menjelaskan bahwa komitmen

karyawan terhadap organisasi merupakan sebuah proses berkesinambungan dan

merupakan sebuah pengalaman individu ketika bergabung dalam sebuah organisasi.

Minner (dalam Sopiah, 2008:159) secara rinci menjelaskan proses terjadinya

komitmen organisasi, yaitu sebagai berikut :

1. Pada fase awal (initial commitment), factor yang berpengaruh terhadap komitmen

karyawan pada organisasi adalah :

1. Karekteristik individu,

2. Harapan-harapan karyawan, dan

3. Karakteristik pekerjaan

2. Fase kedua sebagai Commitment during early employment. Pada fase ini

kareyawan sudah bekerja beberapa tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap komitmen karyawan pada organisasi adalah pengalaman kerja yang ia

rasakan pada tahap awal dia bekerja, bagaimana pekerjaannya, bagaimana system

(14)

teman sejawat atau hubungan ia dengan pimpinannya. Semua faktor ini akan

membentuk komitmen awal dan tanggung jawab karyawan pada organisasi.

3. Tahapan yang ketiga yang diberi nama commitment during later career. Faktor

yang berpengaruh terhadap komitmen pada fase ini berkaitan dengan investasi,

mobilitas kerja, hubungan sosial yang tercipta di organisasi dan

pengalaman-pengalaman selama ia bekerja.

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

Faktor-faktor pembentuk komitmen organisasi akan berbeda bagi karyawan yang

baru bekerja, setelah menjalani masa kerja yang cukup lama, serta bagi karyawan

yang bekerja pada tahapan yang lama yang menganggap perusahaan tersebut sudah

menjadi bagian dalam hidupnya. Komitmen karyawan pada organisasi tidak terjadi

begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Misalnya, Steers

(dalam Sopiah, 2008:163) mengidentifikasikan ada tiga faktor yang mempengaruhi

komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:

1. Ciri pribadi pekerja, termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi

kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan.

2. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan

rekan sekerja.

3. Pengalaman kerja, seperti cara pekerja-pekerja mengutarakan dan

(15)

David(1997) juga mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen

karyawan pada organisasi, yaitu :

1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman

kerja, kepribadian, dll.

2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkungan jabatan, tantangan dalam

pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan kerja

3. Karakteristik struktur, misanya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi

seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja, dan tingkat

pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.

4. Pengalaman kerja, pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap

tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa

tahun bekerja dan karyawan yang sudah berpuluhan tahun bekerja dalam

organisasi tentu memiliki tingkatan komitmen yang berlainan.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen

organisasi adalah:

1. Faktor personal,

2. Faktor organisasi, dan

(16)

2.4 Organization Citizenship Behaviour (OCB)

2.4.1 Pengertian Organization Citizenship Behaviour (OCB)

Istilah Organization Citizenship Behavior (OCB) diperkenalkan oleh Organ

diawal 1980-an, namun jauh sebelum tahun terebut Barnard, (1938) telah

menggunakan konsep sejenis OCB dan menyebutnya sebagai kerelaan bekerja sama

(willing to cooperate). Pada tahun 1964, katz menggunakan konsep serupa dan

menyebutkan sebagai inovatif dan perilaku spontan (innovative and spontaneous

behaviors). Organ dan Ryan (dalam Herlina, 2013 : 8) mendefinisikan Organization

Citizensip Behavior sebagai perilaku-perilaku yang dilakukan oleh anggota organisasi

/ karyawan yang tidak secara tegas diberi penghargaan apabila mereka melakukan

dan juga tidak akan diberi hukuman apabila mereka tidak melakukannya, tidak

merupakan bagan dari deskripsi pekerjaan yang dimiliki oleh karyawan, dan

merupakan perilaku karyawan yang tidak membutuhkan latihan terlebih dahulu untuk

melaksanakannya.

Secara singkat, Organizational Citizenship Behaviour (OCB) menunjukkan

suatu perilaku sukarela individu (dalam hal ini karyawan) yang tidak secara langsung

berkaitan dengan system pengimbalan namun berkontribusi pada keefektifan

organisasi. Dengan kata lain, OCB merupakan perilaku seorang karyawan bukan

(17)

Menurut Greenberg dan Baron (dalam Herlina, 2013 : 10), Organizational

citizenship behavior adalah tindakan yang dilakukan anggota organisasi yang

melebihi dari ketentuan formal. Secara umum ada tiga komponen utama OCB yaitu :

1. Perilaku tersebut lebih dari ketentuan formall atau deskripsi pekerjaan yang

telah ditentukan.

2. Tindakan tersebut tidak memerlukan latihan (bersifat alami), dengan kata

lain, orang melakukan tindakan tersebut dengan sukarela.

3. Tindakan tersebut tidak dihargai dengan formal oleh organisasi.

2.4.2 Dimensi Organization Citizenship Behaviour (OCB)

Organ dan Ryan (dalam Herlina, 2013 : 10) mengintegrasikan berbagai

konstruk OCB menjadi lima dimensi konstruk sebagai berikut:

1. Altruism (Helping)

Merupakan suatu hal yang terjadi ketika seorang karyawan memberikan

pertolongan kepada karyawan lain untuk menyelesaikan tugas atau

pekerjaannya dalan keadaan tertentu atau tidak seperti biasanya. Selain itu

perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa

terhadap hal – hal yang mengedepankan kepentingan organisasi. Tidak

berkaitan langsung dengan system reward. Artinya, perilaku ekstra peran yang

yang dilakukan karyawan tidak mengharapkan imbalan dan bentuk ulang.

(18)

Mengacu pada seseorang karyawan dalam mengerjakan tugas – tugas yang

diberikan dan dilakukan dengan cara melebihi atau di atas apa yang telah

disyaratkan oleh organisasi / perusahaan. perilaku in-role yang memenuhi

tingkat di atas standart minimum yang disyaratkan, seperti bekerja dengan

teliti, kehadiran lebih awal, kepatuhan terhadap aturan, dan sebagainya.

Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan kinerja, dan tidak

diperintahkan secara formal.

3. Sportmanship (Sikap sportif)

Merupakan suatu sikap yang lebih menekankan pada aspek – aspek positif

organisasi dari pada aspek negative. Kemudian birisi tentang pantangan –

pantangan membuat isu yang merusak meskipun merasa jengkel. Memberikan

rasa toleransi terhadap gangguan – gangguan pada pekerjaan, yaitu ketika

seseorang karyawan memilkul pekerjaan yang tidak mengenakan tanpa harus

mengemukakan keluhan atau complain, pekerjaan mudah beradaptasi dengan

lingkungan perusahaan.

4. Courtesy (Kebaikan)

Merupakan perilaku – perilaku baik atau perilaku meringankan masalah –

masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain. Misalnya

perilaku membantu seseorang mencegah terjadinya suatu permasalahan atau

membuat langkah – langkah untuk meredakan atau mengurangi

(19)

pengajaran kepada orang lain sebelum dia melakukan tindakan atau membuat

keputusan yang berkaitan degan pekerjaannya.

5. Civic vitue

Merupakan tindakan yang dilakukan untuk ikut serta mendukung fungsi –

fungsi administrasi organisasi. Perilaku yang dapat dijelaskan sebagai

partisipasi aktif karyawan dalam hubungan koorganisasian, misalnya

Membuat pertimbangan dalam menilai (berpikir) tentang apa yang terbaik

bagi organisasi, Mengikuti perubahan - perubahan dan perkembangan dalam

organisasi.

2.4.3 Motif-Motif yang Mendasari Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Seperti halnya sebagaian besar perilaku yang lain, Organizational Citizenship

Behavior (OCB) ditentukan oleh banyak hal, artinya tidak ada penyebab tunggal

dalam Organizational Citizenship Behavior (OCB). Sesuatu yang masuk akal bila kita

menerapkan Organizational Citizenship Behavior (OCB)Secara rasional. Salah satu

pendekatan motif dalam perilaku organisasi berasal dari kajian McClelland dan

rekan-rekannya (1987). Menurut McClellan (1987), manusia memiliki tiga tingkatan

motif, yaitu:

1. Motif berprestasi, mendorong orang untuk menujukkan suatu standar

keistimewaannya (excellence), mencari prestasi dari tugas, kesempatan atau

(20)

2. Motif afiliasi, mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara dan

memperbaiki hubungan dengan orang lain.

3. Motif kekuasaan mendorong orang untuk mencari status dan situasi dimana

mereka dapat mengontrol pekerjaan atau tindakan orang lain.

2.5 Review Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai dasar pijakan dalam penyusunan

penelitian sekaligus sebagai bahan perbandingan dan gambaran untuk mendorong

kegiatan penelitian dapat dilihat Pada Tabel 2.1

Tabel 2.1

Review Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Alat Analisis Hasil Penelitian

1. Arti Bkhashi, dkk

(2011)

Organizational Commitment as predictor of Organizational Citizenshp Behavior

Independen :

1. Komitmen Organisasi

Dependen : memiliki hubungan yang signifikan.

2. Jagannath Mohanty,

Bhabani P. Rath (2012)

Influence of Oraganizational Culture on Organnizational Citizen Behavior: A three-sector Study.

Independen :

1. Budaya Organisasi

Dependen :

2. OCB

SPSS (Correlation Analysis)

Individu dalam hal ini karyawan dapat memiliki kecendrungan untuk melakukan perilaku OCB, tetapi apabila budaya yang diterapkan pada organisasi tidak siap untuk menyerap perilaku tersebut maka dapat

(21)

3. Swaminathan Samanvitha and P. David Jawahar

(2011)

A Study of Job Satisfaction as a Predictor of Organizational Citizenship Behavior

Independen :

1. Kepuasan kerja

Dependen : menegaskan bahwa OCB

adalah konsep multidimensi yang berhubungan positif dengan Kepuasan kerja, tetapi banyak faktor lain diluar OCB yang menyebabkan Kepuasan Kerja.

4. Dimas Satrio Wicaksono (2012)

Analisis pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja dengan mediasi organizational citizenship behavior (studi pada PT. BRP Nusamba Cepiring)

Independen :

1. Kepuasan kerja 2. Komitmen organisasi Dependen :

Hasil dari analisis menunjukkan bahwa, kepuasan kerja memiliki dampak positif dan tidak signifikan untuk OCB

yang kemudian

komitmen organisasi memiliki dampa positif

dan signifikan mendorong peningkatan

kinerja karyawan.

5. Dendy Hendarto (2013)

Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pegawai Negeri Sipil Dinas Perikanan dan Peternakan Pemerintah Kota Samarinda

Independen :

1. Kepuasan kerja

Dependen :

2. OCB

SPSS (Regresi Linier

Sederhana)

Pada penelitian ini, variable bebas berupa kepuasan kerja Pegawai Negri Sipil cukup kuat

dan signifikan mempengaruhi variable

(22)

6. Yohanes Oemar (2013)

Pengaruh Budaya Organisasi, Kemampuan Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB) Pegawai pada BAPPEDA Kota Pekan Baru

Independen :

1. Budaya Organisasi 2. Kemampuan Kerja 3. Komitmen Organisasi

Dependen :

4. OCB

SPSS (Multiple Regression)

Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa budaya organisasi, kemampuan kerja dan komitmen organisasi berdampak signifikan terhadap OCB karyawan BAPPEDA Kota Pekan Baru dan Budaya Organisasi lah yang mempunyai dampak yang paling dominan untuk OCB karyawan.

7. Sevrina Inovi (2012)

Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap OCB dan Kinerja Karyawan PT Kamaltex Kabupaten Semarang (Jawa Tengah)

Independen :

1. Kepuasan Kerja 2. Komitmen Organisasi Dependen :

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kepuasan kerja dan komitmen organisasi berdampak signifikan terhadap OCB sehingga

terimplikasi pula terhadap peningkatan kinerja karyawan PT Kamaltex.

8. Chairul Anwar (2014)

Pengaruh karakteristik indvidu, budaya organisasi dan motivasi kerja terhadap kinerja melalui OCB

Independen :

1. karakteristik indvidu 2. budaya organisasi 3. motivasi kerja dependen : analisis diketahui bahwa

variable budaya organisasi (X2) berpengaruh negatif dan

(23)

2.6 Kerangka Konseptual

2.6.1 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB)

Menurut Smith, et all. (Konovsky & Pugh, 2004) OCB adalah perilaku karyawan

berupa kerelaan mengerjakan tugas-tugas melebihi tugas pokoknya. Karyawan

memiliki kebebasan untuk bertindak dan tidak memperoleh reward, dalam konteks

struktur reward formal dari organisasi, atas perilakunya tersebut. Budaya

organisasional merupakan suatu sistem dari kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai

yang berkembang dalam organisasi dan mengarahkan perilaku anggotanya. Dalam

bisnis, sistem-sistem ini sering dianggap sebagai corporate culture. Tidak ada dua

pribadi yang sama, tidak ada budaya organisasi yang identik. Para ahli dan konsultan

mempercayai bahwa perbedaan budaya memiliki pengaruh yang besar pada kinerja

organisasional dan kualitas kehidupan kerja yang dialami oleh anggota organisasi

(Schemerhorn, et.all, 2004).

George dan Jones (1999) menemukan bahwa budaya organisasi dapat

meningkatkan perilaku Organizational Citizenship Behaviour karyawan. Semakin

baik budaya organisasi maka akan semakin tinggi Organizational Citizenship

Behaviour (OCB) karyawan. Hal ini juga didukung dengan hasil Appelbaum (dalam

Purnamie, 2014:45) yang menyatakan bahwa budaya organisasi antara lain orientasi

(24)

manajemen terbuka dan tertutup, evaluasi dan normatif. Hal ini juga sejalan dengan

penelitian Jagannath (2012) yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh

terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB).

2.6.2. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB)

Organizational Citizenship Behavior atau OCB atau peraturan “ekstra” yang tidak

dapat dijelaskan secara formal, tetapi ada dan berakar dalam suatu organisasi. Ostroff

(2002) menjelaskan bahwa karyawan yang merasa puas, berkomitmen dan dapat

menyesuaikan diri dengan baik untuk lebih bersedia bekerja guna memenuhi tujuan

organisasi dan memberikan pelayanan sepenuh hati pada organisasi dengan

meningkatkan kinerja dan karenanya akan mendukung efektifitas organisasi

dibandingkan dengan pekerja yang merasa tidak puas. Robbins (2006) menyatakan

bahwa karyawan yang puas berkemungkinan lebih besar untuk berbicara secara

positif tentang organisasi, membantu rekan kerja, dan membuat kinerja pekerjaan

mereka melampaui perkiraan normal, lebih dari itu karyawan yang puas mungkin

lebih patuh terhadap panggilan tugas, karena mereka ingin mengulang

pengalaman-pengalaman positif mereka. Penelitian terkini mengungkapkan bahwa kepuasan kerja

berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB) dan

Organizational Citizenship Behaviour (OCB) berpengaruh pada persepsi kualitas

(25)

2.6.3 Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB)

Organizational Citizenship Behavior dapat timbul dari berbagai faktor dalam

organisasi, di antaranya karena adanya kepuasan kerja dari karyawan dan komitmen

organisasi yang tinggi (Robbin dan Judge, 2007). Komitmen organisasi merupakan

persepsi tentang kebijakan, praktik-praktik dan prosedur - prosedur organisasional

yang dirasakan dan diterima oleh individu-individu dalam organisasi. Individu -

individu menganggap atribut - atribut organisasional sebagai pengakuan terhadap

keberadaan mereka. Penilaian atribut-atribut organisasional pada level individu

disebut sebagai komitmen psikologikal (psychological comitmen). Ketika penilaian

ini dirasakan dan diterima oleh sebagian besar orang dalam tempat kerja, hal ini

disebut sebagai komitmen organisasional (organizational comitment) Reichers &

Schneider (2005). Pada karyawan yang memiliki komitmen terhadap perusahaan,

maka karyawan tersebut merasa memiliki kepuasan dalam bekerja dan rela berbuat

untuk kemajuan perusahaannya tersebut (Chockalingan et. all, 2008).

Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk menguji hubungan antara

komitmen organisasi dengan Organizational Citizenship Behaviour (OCB) seperti

yang dilakukan oleh Arti Bakhshi, dkk (2011) yang menyatakan bahwa ketiga

komponen komitmen organisasi seperti komitmen afektif, komitmen berkelanjutan

dan komitmen normative memiliki hubungan positi terhadap Organizational

(26)

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat

dijelaskan pada Gambar 2.1 berikut ini :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Gambar 2.1 Kerangka Konse

Sumber : Sopiah (2008) dan Herlina (2013)

Keterangan :

X1,X2, dan X3 adalah variabel bebas. Terdapat 3 (tiga) variabel bebas dalam

penelitian ini yaitu Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi.

Sedangkan Y adalah variabel terikat. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

Organizational Citizenship Behavior (OCB). Budaya Organisasi

Organizational Citizenship

Behavior (Y)

Kepuasan Kerja (X2)

Komitmen Organisasi

H

Organizational Citizenship Behavior

(Y) H1

H2

H4

(27)

2.7Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang masih harus dibuktikan

kebenarannya melalui penelitian (Sugiyono, 2004). Hipotesis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

H1 : Budaya Organisasi berpengaruh signifikan terhadap Organizational

Citizenship Behavior (OCB) Karyawan Federal International Finance

(FIF) Cabang Medan

H2 : Kepuasan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Organizational

Citizenship Behavior (OCB) Karyawan Federal International Finance

(FIF) Cabang Medan

H3 : Komitmen Organisasi berpengaruh signifikan terhadap Organizational

Citizenship Behavior (OCB) Karyawan Federal International Finance

(FIF) Cabang Medan

H4 : Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi secara

bersama - sama berpengaruh signifikan terhadap Organizational

Citizenship Behavior (OCB) Karyawan Federal International Finance

Gambar

Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karna itu penulis menggunakan media Internet sebagai media promosi yang telah membawa perubahan besar bagi dunia komunikasi, internet dapat mempromosikan apa saja dan

Text yang digunakan diperoleh dari buku-buku Successfull Soccer yang berisikan informasi tentang teknik-teknik sepakbola tersebut kemudian dituliskan kedalam Visual Basic 6.0

Dari grafik hasil simulasi yang ditunjukkan pada Gambar 5, dipilih parameter yang digunakan untuk melakukan optimasi pada penguat hybrid , panjang EDF = 4 m dengan

FORMULIR PENGAJUAN SEMINAR PAKAR PROGRAM PENDIDIKAN DOKTOR KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2015 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2015

Pada pembukaan lembaga pengajaran Taman Siswa (3 Juli 1922), Ki Hadjar Dewantara mengemukakan tujuh azas pendidikannya yang kemudian dikenal dengan Azas Taman Siswa 1922. Ketujuh

Tampilan antarmuka dalam sistem pakar berbasis web untuk pembagian harta warisan menurut hukum Islam terdiri dari:. Antarmuka Beranda

Kecenderungan pada kedua grafik tersebut yaitu semakin bertambahnya kadar tannin dan semakin besarnya harga koefisien transfer massa pada pertambahan kecepatan