• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korps HMI-Wati (Kohati) Cabang Medan (1966 – 1998)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Korps HMI-Wati (Kohati) Cabang Medan (1966 – 1998)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

14

BAB II

LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA KORPS HMI-WATI (KOHATI)

CABANG MEDAN

2.1 Pemikiran dan Pergerakan Perempuan Indonesia

Sebelum Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, pemikiran serta pergerakan dari kaum perempuan sudah mulai tampak di permukaan dengan turut aktif dalam melawan penjajahan bangsa kolonial. Hal itulah menjadi dorongan kuat bagi para perempuan secara hati nurani melawan penindasan terhadap perempuan yang dianggap kaum lemah. Gerakan perempuan di Indonesia secara nasional ditandai dengan adanya Kongres Perempuan pertama yang diselenggarakan pada tanggal 22 Desember 1928 di Jakarta dengan dipelopori oleh Soejatin, Nyi Hajar Dewantoro, Siti Sundari, dan lain-lain.19 Hal ini menjadi tonggak sejarah bagi pergerakan perempuan Indonesia. Bahkan hari ulang tahun kongres tersebut dirayakan sebagai Hari Ibu dan sampai saat ini diakui sebagai lahirnya gerakan perempuan.20

Strategi perjuangan pergerakan Indonesia pada periode penjajahan saat itu adalah meningkatkan kedudukan perempuan Indonesia dan mencapai kemerdekaan

19

Gagasan untuk mengadakan Hari Ibu diusulkan dan diterima pada Kongres Perempuan tahun 1938. Hari Ibu menjadi hari besar nasional, sesudah Republik Indonesia terkonsolidasikan tahun 1950.

20

▸ Baca selengkapnya: formateur hmi

(2)

15

Indonesia. Beberapa organisasi perempuan mengadakan musyawarah untuk mempersatukan kekuatan dengan mendirikan satu wadah yang diberi nama KOWANI21 (Kongres Wanita Indonesia) sebagai wadah pemersatu dengan tujuan “Persatuan, Kebangsaan, dan Kemerdekaan”.22 Salah satu organisasi pelopor KOWANI adalah Aisyiyah23

Sebelum terbentuknya beberapa organisasi perempuan, telah muncul beberapa tokoh perempuan yang mempunyai aspirasi serupa terutama memajukan perempuan melalui pendidikan, seperti Kartini dan Dewi Sartika. Mereka sadar bahwa pendidikan sangat dibutuhkan agar dapat menjadi ibu dan istri yang baik. Untuk menjadi ibu memahami bahwa mereka memikul tanggung jawab yang besar dalam mendidik calon generasi masa depan.

merupakan organisasi tertua di Indonesia. Perjuangan perempuan Indonesia pada umumnya meliputi dua hal yang sangat utama, yaitu berjuang bersama laki-laki menuju cita-cita kemerdekaan dan meningkatkan kedudukan perempuan dalam bidang pendidikan, sosial dan kebudayaan.

24

21

KOWANI sebelumnya bernama Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia (PPPI), yang kemudian pada tahun 1929 berganti nama menjadi Perikatan Perkoempoelan Istri Indonesia (PPII) dan pada tahun 1935 berganti nama menjadi Kongres Perempoean Indonesia, dan terakhir pada tahun 1946 berganti nama menjadi Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). Badan ini lahir setelah diselenggrakan Kongres Perempuan Pertama Indonesia di Yogyakarta untuk menggalang persatuan organisasi-organisasi perempuan di Indonesia.

22

Ismah Salman, Op. Cit. hlm. 86.

23

Organisasi Aisyiyah merupakan sayap dari organisasi Muhammadiyah yang didirikan oleh Siti Walidah istri dari K. H. Ahmad Dahlan pada tahun 1917. Aisyiyah lahir pada situasi masyarakat Islam dan politik Indonesia dalam keadaan degradasi dalam bidang ilmu pengetahuan umum dan agama, sehingga banyak terjadi penyimpangan ajaran Islam dan perbuatan musyrik.

24

Cora Vreede-De Stuers, Sejarah Perempuan Indonesia: Gerakan dan Pencapaian, Jakarta: Komunitas Bambu, 2008, hlm. 83. (pengantar dari Ruth India Rahayu)

(3)

16

harus pintar dalam berbagai hal, seperti memasak, menjahit dan membuat keterampilan lainnya. Pada pendidikan, berupaya untuk mengenal huruf dan mempersiapkan perempuan sebagai calon ibu yang terampil. Artinya telah timbul pemikiran-pemikiran dalam diri mereka sebelum melakukan sebuah pergerakan sebagai bentuk aktualisasi. Berbeda dengan Cut Nyak Dien, bentuk pergerakan lebih menunjukkan kesetaraan dalam perjuangan fisik tanpa batasan gender. Dalam melakukan perjuangan untuk menggapai kemerdekaan Indonesia, perempuan asal Aceh ini rela berkorban melawan bangsa Belanda dengan ikut melakukan perang bersama pasukan laki-laki. Oleh karena itu, mereka menjadi motivator bagi pejuang-pejuang perempuan selanjutnya sehingga dapat dikatakan peletak dasar perjuang perempuan kini.

(4)

17

Secara umum pergerakan perempuan Indonesia sampai tahun 1950, sebagai kelanjutan dari pergerakan sebelumnya. Akan tetapi dalam hal wawasan dan lingkup perhatian organisasi perempuan telah meluas tidak hanya pada masalah dan isu perempuan saja, tetapi juga pada bidang-bidang lain seperti politik dan pemerintahan. Kemudian, muncul beberapa organisasi-organisasi sejenis yang berafiliasi pada partai politik dan berazaskan agama. Selain itu, muncul pula organisasi khusus ada kelompok sosial tertentu seperti di kalangan Istri Angkatan Bersenjata, dan organisasi profesi.

Sesudah tahun 1950, pergerakan perempuan dihadapkan pada persoalan politik, seperti masalah penyusunan kekuatan partai-partai politik dikarenakan pemilihan umum pertama yang diselenggarakan pada tahun 1955. Sehingga organisasi perempuan yang berafiliasi pada partai politik, sibuk dengan membantu partai induknya dalam mempersiapkan diri menghadapi pemilu. Hal ini tentunya mendorong pada kesadaran politik bagi perempuan.

(5)

18

bidang, HMI-Wati juga mendorong lahirnya Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI). Aisyah Aminy, seorang alumni HMI-Wati terpilih menjadi koordinator aksi tersebut. Keaktifan kader HMI-Wati di organisasi HMI ditandai sejak awal didirikannya HMI pada 5 Februari 1947. Bahkan dua orang perempuan merupakan pendiri organisasi HMI yaitu Maisyarah Hilal dan Siti Zainah. Dalam perkembangan selanjutnya muncullah Baroroh Baried25, Tujimah dan Tedjaningsih.26

2.2 Lahirnya KOHATI Pengurus Besar

Organisasi merupakan wadah bagi orang-orang untuk berproses agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pada umumnya, organisasi memiliki beberapa turunan bidang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing demi tercapainya tujuan organisasi tersebut. HMI sebagai organisasi mahasiswa juga memiliki beberapa turunan bidang yang dikatakan sebagai departemen awalnya. Dalam struktur kepengurusan HMI terdapat Departemen Keputrian, dimana memiliki peranan dalam mengelola masalah kewanitaan, sebagaimana dengan halnya bidang-bidang/kegiatan lain dalam HMI. Ada Departemen Kader, Departemen Kemahasiswaan, Departemen Hubungan Luar Negeri, dan lain-lain. Jadi Departemen

25

Bararah Baried adalah salah satu murid dari Siti Walidah yakni pendiri organisasi Aisyiyah.

26

(6)

19

Keputrian adalah bagian dari kepengurusan HMI, mulai dari tingkat komisariat sampai Pengurus Besar.27

Pada aspek eksternal, kesulitan HMI-Wati untuk menjalin kerjasama dengan organisasi perempuan lainnya menjadi terbatas. Departemen Keputrian bukanlah dipandang sebuah organisasi perempuan, melainkan bagian dari organisasi HMI. Sehingga tidak bisa menjalin kerjasama dengan organisasi perempuan lainnya, seperti BKOW dan KOWANI. Sementara itu, syarat-syarat sebuah organisasi ialah memiliki Komposisi pengurus HMI yang didominasi oleh laki-laki, membuat Departemen Keputrian ingin lebih memberdayakan perempuan untuk meningkatkan kualitas dan peranan HMI-Wati dalam aspek internal dan eskternal. Dalam internal, HMI-Wati sangat jarang mengisi posisi penting dalam kepengurusan seperti menjadi ketua bidang. Padahal tidak ada permasalahan mengenai status, hak, dan wewenang antara laki-laki dan perempuan karena semuanya sama di dalam Islam. Setelah ditelaah, yang menjadi akar permasalahan ialah kualitas dari kader HMI-Wati. Karena apabila kualitas kader HMI-Wati dapat bersaing dengan HMI-Wan akan bisa mengisi posisi penting di HMI, seperti Bararah Baried dan Tujimah. Sehingga butuh wadah khusus untuk lebih intensif dalam hal pembinaan kader HMI-Wati dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan peranan HMI-Wati sesuai dengan tujuan HMI.

27

(7)

20

struktur kepengurusan dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga sebagai pedoman pokok organisasi. Di sisi lain, para aktivis HMI menyadari sepenuhnya bahwa perempuan perlu diberdayakan untuk memperluas peranannya. Sehingga sebenarnya kata pemberdayaan terhadap perempuan sudah lama menjadi pembahasan di dalam tubuh HMI. Apabila dibentuk badan khusus perempuan, yaitu KOHATI maka dianggap seolah-olah organisasi perempuan yang bersifat penuh secara otonom sehingga dapat tercimpung dengan organisasi perempuan lainnya.28

Keinginan untuk mendirikan wadah khusus bagi perempuan memuncak ketika keikutsertaan HMI-Wati pada HMI yang bergabung dalam Aksi Pengganyangan PKI pada bulan Oktober 1965. Sesudah PKI bubar dan rasa percaya diri mahasisa Islam makin tinggi, maka terlihat meningkatnya minat mahasiswa untuk mendaftarkan dirinya menjadi anggota HMI, termasuk dengan HMI-Wati. Bahkan tingginya jumlah anggota HMI-Wan dan HMI-Wati sampai hampir di seluruh Cabang yang ada di Indonesia. Sehingga dikhawatirkan tidak akan mampu menampung semakin besarnya jumlah HMI-Wati yang berada di lingkungan HMI, maka direncanakan dibentuk KOHATI. Seperti Cabang Jakarta pada tahun 1957, jumlah anggota hanya 120 orang dan meningkat pada tahun 1965 menjadi 2.000 orang.29

28

Wawancara dengan Ida Ismail Nasution salah seorang Ketua pada periode pertama KOHATI PB dan menjadi Ketua Umum pada periode kedua setelah Anniswati Rochlan. Wawancara dilakukan melalui telepon pada tanggal 13 April 2016, pukul 14.00 WIB.

29

M. Alfan Alfian, Op.Cit., hlm. 132.

(8)

21

secara bertubi-tubi melalui media massa dan lain-lain dengan tujuan agar Presiden Soekarno dalam kapasitasnya sebagai Pemimpin Besar Revolusi membubarkan HMI. Bahkan jalan tengah yang diputuskan oleh Soekarno ialah memecat beberapa kader-kader HMI yang ekstrim, termasuk Usman Pelly dari Sumatera Utara. Namun kegagalan Gerakan 30 September 1965 serta kemenangan Orde Baru dimana komponen-komponan masyarakat menyambut baik perkembangan tersebut yang menandakan bangsa Indonesia memasuki era baru yang penuh dengan pengharapan.30

Tercetusnya ide pembentukan dan namaKOHATI timbul pertama kali di HMI Cabang Jakarta, yang dikukuhkan dalam Konferensi HMI Cabang Jakarta pada Desember 1965. Kata KOHATI secara spontan muncul dari Dahlan Ranuwihardjo. Ketika itu istilah yang sering digunakan ialah Wan dan Wati. Untuk Wati Dahlan Ranuwihardjo pernah berkata “ayo-ayo Wati, mana nih HMI-Watinya”, dan akhirnya secara spontan menjadi “ayo Corps HMI-Wati, Cohati !” .

Saat itu sedang hangatnya muncul berbagai “Corp” dalam angkatan bersenjata sebagai wadah khusus perempuan, seperti Angkatan Laut punya Corp Wanita Angkatan Laut (COWAL), Angkatan Darat punya Corp Wanita Angkatan Darat (COWAD), Angkatan Udara punya Corp Wanita Angkatan Udara (COWAU), dan angkatan kepolisian punya Polisi Wanita (POLWAN). Maka, Dahlan Ranuwiharja

30

(9)

22

mengatakan bahwa HMI memiliki Corps HMI-Wati yang kemudian disingkat dengan COHATI.31

Dimana dikatakan apabila “copilot” selalu berada di samping “pilot”, maka “COHATI” selalu berada di samping hati (HMI-Wan). Sedangkan istilah “korps” digunakan untuk menghindari digunakannya kata perhimpunan, asosiasi, ataupun organisasi, karena tidak mungkin ada organsasi di dalam organsasi. Semangat mendirikan korps ini adalah karena ia memiliki jiwa korps, yakni jiwa kebersamaan dan persaudaraan. Sifatnya semi otonom karena menjadi bagian dari HMI, organisasi induknya.

32

Saat HMI PB dipimpin oleh Sulastomo, sebagai hasil dari Kongres ke VII di Jakarta pada tahun 1963, dalam jajaran kepengurusan terdapat enam orang HMI-Wati yang duduk sebagai pengurus. Dua diantaranya, yaitu Eka Masni dan Lily Muslichah, duduk di Departemen Keputrian. Selain itu ada Zulaecha Yasin sebagai Ketua Departemen Hubungan Luar negeri serta Anniswati Rochlan, Siti Delfina, dan Rasmidar Aminy, yang menjabat sebagai staf bendahara. Setelah Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) pada tanggal 3 Januari 1963, PB HMI melakukan reshuffle33

31

Wawancara dengan Ida Ismail Nasution.

32

M. Alfan Alfian, Op.Cit., hlm. 133.

33 Reshuffle

(10)

23

dimana kepengurusan disederhanakan menjadi 24 orang. Sejak saat itu, Departemen Keputrian dipimpin oleh Anniswati Rochlan hingga Kongres ke VIII di Solo.34

Ketika Mukernas HMI dilaksanakan pada awal tahun 1966, HMI-Wati Panitia dari KOHATI Cabang Jakarta memakai jaket seragam berwarna biru benhur dan membuat tanda tanya kepada seluruh peserta Mukernas mengenai hal tersebut. Peserta Mukernas langsung diberi tahu bahwa sekumpulan perempuan yang menggunakan jaket biru itu adalahKorps HMI-Wati yang disingkat dengan KOHATI yang telah dibentuk oleh HMI Cabang Jakarta. Para peserta Mukernas terlebih lagi para HMI-Watinya terkesan melihat KOHATI. Hal ini menjadi pemicu terbentuknya KOHATI di beberapa cabang, dengan meniru dan mendirikan KOHATI pada cabangnya masing-masing. Bahkan di HMI Cabang Makassar telah membentuk hal yang serupa, hanya saja berbeda nama yakni “Corps Keputrian” yang disingkat dengan CK. Meskipun tidak diketahui secara jelas kapan dibentuk CK tersebut.

35

Pada 11 Juni 1966, PB HMI mengeluarkan Surat Keputusan dengan No: 2319/A/Se/1966 yang mengintruksikan agar KOHATI juga dibentuk di setiap cabang, komisariat, dan rayon dengan status semi otonom. Kemudian intruksi disusul pada 6 Juli 1966 yang diperkuat dengan tanda tangan Anniswati Rochlan sebagai Ketua Departemen Keputrian, agar segera dibentuk KOHATI.

34

M. Alfan Alfian, Op.Cit., hlm. 131.

35

(11)

24

Pada tahapan selanjutnya direncanakan untuk mengadakan Musyawarah Nasional (MUNAS) I KOHATI pada kongres ke VIII di Solo. Selanjutnya keputusan dikeluarkan saat diselenggarakan Kongres HMI Pengurus Besar ke VIII di Solo. Peserta kongres merupakan kader perwakilan dari setiap cabang HMI yang ada di seluruh Indonesia. Dalam mengambil keputusan mendirikan KOHATI, hampir tidak ada yang berkeberatan, mengingat peningkatan jumlah HMI-Wati yang signifikan di cabang-cabang. Hal ini disepakati dan disetujui bersama bahwa HMI butuh korps bagi perempuan agar lebih terarah dan terfokus. Dalam penamaan wadah HMI-Wati, sebelumnya muncul perdebatan cukup hangat bagi para peserta. Awalnya, kata “Corps HMI-Wati” yang disingkat dengan “COHATI” tidak disetujui oleh peserta kongres dari beberapa cabang di luar Jawa, terutama Cabang Makassar karena dianggap kurang cocok jika menggunakan kata “Wati”. Mereka mengusulkan untuk menggunakan kata “Putri”, sehingga menjadi HMI-Putri.36

KOHATI secara resmi didirikan pada Musyawarah Nasional (MUNAS) I, bertepatan dengan Kongres VIII HMI di Solo pada tanggal 10 sampai 17 September 1966.

Namun melalui perdebatan yang panjang, akhirnya terpilih dengan nama “Corps HMI-Wati” yang disingkat dengan COHATI.

37

36

Ida Ismail Nasution, Op. Cit., hlm.23.

37Ibid.,

hlm. 135

(12)

25

oleh Nurcholis Madjid sebagai Ketua Umum dan Anniswati Rochlan adalah salah seorang wakil ketua yang bertugas membawahi KOHATI Pengurus Besar. Dengan terbentuknya KOHATI, Departemen Keputrian dihapuskan dari susunan kepengurusan HMI. Anniswati Rochlan terpilih sebagai formateur pada MUNAS I KOHATI dengan dua orang mede formatur yaitu Ida Ismail dan Yulia Mulyati. Anniswati Ketua KOHATI Pengurus Besar pertama, kemudian menyusun KOHATI Pengurus Besar yang terdiri dari 18 orang HMI-Wati, dimana Ida Ismail Nasution menjadi salah seorang Wakil Ketua dan Yulia Mulyati sebagai Sekretaris Umum KOHATI Pengurus Besar. Karena bagus atau tidaknya suatu wadah atau organisasi tergantung dengan sikap dan tindakan dari seorang pemimpin.38

Di dalam MUNAS KOHATI I, memutuskan nama “COHATI”, Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) COHATI (sekarang bernama Pedoman Dasar KOHATI atau disingkat dengan PDK), Program Kerja dan Rekomendasi MUNAS KOHATI. Pada mukaddimah PD/PRT COHATI pada awal pendirian tanggal 17 September 1966 mengutip hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya, “Wanita adalah tiang negara, apabila baik wanitanya, baiklah negaranya, bila rusak wanitanya, rusaklah negara”. Hal inilah yang menjadi landasan utama

mengapa kualitas peranan HMI-Wati harus ditingkatkan di dalam HMI. Terkait dengan peningkatan Departemen Keputrian (Pemberdayaan Perempuan) menjadi korps yang berstatus semi-otonom, maka dalam melaksanakan kegiatannya keluar

38Ibid

(13)

26

HMI, KOHATI seolah-olah sebuah organisasi yang mewakili HMI pada kegiatan-kegiatan eksternal, khususnya pada forum organisasi wanita. Formulasi lengkap dari tujuan KOHATI pada saat pendiriannya adalah “Meningkatkan kualitas dan peranan HMI-Wati dalam usaha untuk mencapai tujuan HMI pada umumnya dan bidang

kewanitaannya pada khususnya”.39

2.2.1 Pengertian KOHATI

Hasil dari kongres inilah, membuat HMI yang tersebar luas di seluruh Indonesia, mulai dari Badan Koordinasi (BADKO) sampai ke tingkat komisariat membentuk KOHATI secara nasional.

KOHATI merupakan singkatan dari Korps HMI-Wati. Awalnya, ejaan nama KOHATI ialah “Corps HMI-Wati atau disingkat dengan COHATI”. Perubahan kata dari Corps hingga menjadi Korps dikarenakan penyerapan atau peminjaman bahasa asing menjadi bahasa Indonesia. Peralihan kata dari “COHATI” menjadi “KOHATI” terjadi pada tahun 1973, saat HMI Pengurus besar memutuskan untuk mengubah struktur dalam COHATI Pengurus Besar HMI menjadi Koordinator Nasional (KORNAS) KOHATI.40

39Ibid

., hlm. 135-136.

40

Agussalim Sitompul, Korps HMI-Wati dalam Sejarah 1966-1994, Jakarta: Misaka Galiza, 2008, hlm.23.

(14)

27

KOHATI merupakan sub-organisasi dari HMI dan menjadi bagian integral yang tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan Pedoman Dasar Kohati (PDK)41

2.2.2 Tafsir Tujuan, Status dan Sifat

, KOHATI merupakan badan khusus HMI yang bertugas membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi HMI-Wati dalam wacana dan dinamika gerakan perempuan secara akademis. Secara struktual, KOHATI sebagai sebuah badan khusus HMI yang bersifat semi otonom. KOHATI merupakan wadah untuk mengakomodir potensi dan menampung aspirasi para HMI-Wati. Sehingga para HMI-Wati yang ingin berkarya akan dibina untuk dikembangkan.

Sesudah Kongres terlaksana, di dalam kepengurusan HMI, KOHATI berada pada Departemen Keputrian (sekarang Bidang Pemberdayaan Perempuan). Ketika terjadi pemilihan ketua KOHATI setingkat, maka secara otomatis akan menjadi Ketua Departemen Keputrian. Istilah ini disebut dengan ex officio (jabatan seseorang pada lembaga tertentu).

Tafsir yang dimaksud dalam hal ini adalah menjelaskan alasan atau rumusan untuk sebuah tujuan, status maupun sifat yang telah dibuat. Ketiga tafsir ini dituangkan dalam lampiran Peraturan Dasar COHATI (sekarang Pedoman Dasar

41

(15)

28

KOHATI). Pada awal terbentuknya, tujuan KOHATI adalah “Untuk meningkatkan kualitas dan peranan HMI-Wati dalam perjuangan untuk mencapai tujuan HMI pada

umumnya dan bidang kewanitaan pada khususnya”. Namun seiring dengan

perkembangan zaman dan menyesuaikan dengan HMI, tujuan KOHATI berubah menjadi “Terbinanya Muslimah (HMI-Wati) berkualitas insan cita”.

Untuk status KOHATI pada awalnya merupakan semi otonom dalam HMI dialihkan pada tambahan sifat KOHATI, sehingga KOHATI bersifat semi otonom. Sedangkan untuk statusnya KOHATI merupakan salah satu badan khusus HMI dan secara struktural, pengurus KOHATI berstatus ex-offcio pimpinan HMI, diwakili oleh Ketua Umum, Sekretaris Umum, Bendahara Umum dan Ketua Bidang”.

2.2.2.1Tafsir Tujuan

Setiap manusia yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama, menciptakan sebuah wadah atau badan dimana mereka saling berusaha untuk mewujudkan tujuan tersebut. Dan hal ini yang menjadi sebab adanya tujuan dari sebuah organisasi ataupun perkumpulan.

(16)

29

KOHATI merupakan bagian intern yang tidak dapat dipisahkan dalam tujuan HMI yaitu terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi oleh Allah SWT.

KOHATI sebagai badan khusus HMI yang ide dasar pembentukannya dilandaskan pada kebutuhan akan pengembangan misi HMI secara luas, serta kebutuhan akan adanya pembinaan untuk HMI-Wati yang lebih inspiratif, memandang penting bahwa kualitas dan peranan HMI-Wati perlu terus dipacu dan ditingkatkan.

Dalam rangka itu KOHATI merumuskan tujuannya sebagai berikut:

Membina muslimah (HMI-Wati) berkualitas insan cita dengan meningkatkan kualitas dan peranan HMI-Wati pada umumnya dan bidang keperempuanan pada khususnya. Dengan rumusan tujuan tersebut KOHATI memposisikan dirinya sebagai bagian yang ingin mencapai tujuan HMI, tetapi berspelialisasi pada pembinaan anggota HMI-Wati untuk meningkatkan kualitas dan peranan HMI-Wati pada umumnya dan bidang keperempuan pada khususnya.

(17)

30

Sesuai dengan ide dasar pembentukannya, maka proses pembinaan di KOHATI ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan peranannya sebagai bagian dari HMI. Ini dimaksudkan bahwa aktifitas HMI-Wati tidak saja di KOHATI dan HMI, tetapi juga dalam dunia mahasiswa, juga masyarakat luas, terutama dalam merespon dan mengantisipasi masalah keperempuanan. Dengan demikian, maka jelas bahwa tugas KOHATI adalah melakukan akselerasi pada pencapaian tujuan HMI.

Untuk dapat menjalankan peranannya dengan baik maka KOHATI harus membekali dirinya dengan meningkatkan kualitasnya karena anggota KOHATI adalah HMI-Wati yang memiliki watak dan kepribadian yang teguh, kemampuan intelektual, kemampuan profesional serta mandiri.42

42

Tertera dalam Pedoman Dasar KOHATI, pada BAB III mengenai Tujuan, Status dan Sifat.

Dari tafsir yang sudah dijelaskan sebelumnya, merupakan pemaparan alasan secara nyata dari tujuan KOHATI. Kemudian, KOHATI Pengurus Besar (PB) membuat sebuah skema mengenai analisis tujuan KOHATI agar lebih mendalam terhadap pembahasan tujuan KOHATI.

(18)

31

SKEMA ANALISIS TUJUAN KOHATI

Analisa Tujuan KOHATI

Mengenai analisa, KOHATI PB produk Munas I menyusun Analisa Tujuan KOHATI untuk lebih memahami dalam upaya pencapaian tujuan HMI dalam kerangka tatanan HMI yang sudah semakin besar. Dengan seperti itu sangat memudahkan untuk memahami peta secara menyeluruh sehingga setiap pendukung organisasi dapat mengembangkan kreatifitasnya untuk mengisi kegiatan masing-masing wadah, tanpa ada perbenturan.

Dari bagian di atas langsung dapat terbaca, bahwa peran ke empat adalah peran yang pembinaan dan peningkatan kualitasnya ada di lingkup kegiatan HMI untuk menjadi professional dalam bidang studinya, dalam usaha mencapai tujuannya.

Meningkatkan

Kualitas dan Peranan HMI-Wati

(19)

32

Sedangkan tiga peran pertama adalah peran yang mengarah pada masalah yang sesuai dengan fitrahnya sebagai perempuan.43

2.2.2.2Tafsir Status

Status sebuah lembaga merupakan pengakuan dan petunjuk tentang eksistensi lembaga tersebut. Lahirnya sebuah status didasarkan pada kebutuhan akan pengembangan organisasi dan mempermudah pencapaian tujuan organisasi. Status juga merupakan petunjuk dimana sebuah lembaga berspesialiasi. Korps-HMI-Wati (KOHATI) adalah badan khusus HMI yang bergerak dalam wacana dan dinamika gerakan keperempuanan.

Rumusan ini menjelaskan bahwa status KOHATI adalah badan khusus HMI dengan spesialisasi membina anggota HMI-Wati untuk menjadi muslimah yang berkualitas insan cita. Spesialisasi di bidang keperempuanan menunjukkan bahwa perkembangan permasalahan keperempuanan di masyarakat perlu di respon HMI. Respon ini menempatkan kaum perempuan pada posisi periferal dan defensif. Sebagai organisasi kader, HMI bertanggung jawab untuk menciptakan iklim yang kondusif dan harmonis dalam upaya pemberdayaan kaum perempuan, melalui proses perkaderannya. Dalam perkaderan HMI, KOHATI ditempatkan sebagai ujung

43

(20)

33

tombak untuk mengantisipasi dan mempelopori terjawabnya persoalan-persoalan tersebut.

Dalam kerangka tersebut, maka yang menjadi sasaran pemberdayaan KOHATI adalah anggotanya yakni HMI-Wati, dengan diselenggarakannnya berbagai aktivitas maupun pelatihan khusus bagi HMI-Wati. Aktivitas ini tentunya tidak terlepas dari rangkaian aktivitas perkaderan HMI. Adapun wujud dan aktivitas tersebut dibicarakan tersendiri dalam pedoman pembinaan KOHATI.

Ex-officio menjelaskan bahwa karena jabatannya, pengurus KOHATI yaitu

Ketua Umum, Sekretaris Umum, Bendahara Umum dan Ketua Bidang merupakan pengurus HMI setingkat yang menempati posisi Ketua Bidang, Wakil Sekretaris, Wakil Bendahara dan Departemen. Sehingga ketua KOHATI yang terpilih pada rapat tertinggi HMI setingkat, maka secara otomatis akan mengisi posisi salah seorang Ketua HMI, yaitu sebagai Wakil Ketua yang membidangi Pemberdayaan Perempuan.44

2.2.2.3Tafsir Sifat

Sifat dalam sebuah organisasi menunjukkan watak atau karateristik. Hal ini mengandung makna bahwa sifat adalah pembeda antar lembaga. Perbedaan ini dimaksudkan sebagai salah satu strategi dan taktik dalam perjuangan sebuah

(21)

34

organisasi. Sebagai badan khusus HMI, KOHATI bersifat semi-otonom. Dengan sifat ini menunjukkan keberadaan KOHATI sebagai sub-sistem dalam perjuangan HMI yang ke dalam HMI dia adalah berfungsi sebagai sebuah Bidang, tetapi ke luar organisasi HMI, KOHATI adalah sebuah organisasi.

Adapun latar belakang munculnya sifat ini, karena pada dasarnya anggota HMI mengakui adanya kesamaan kemampuan dan kesempatan antara anggota, baik laki-laki maupun perempuan. Namun suprastruktur masyarakat kita nampaknya masih menempatkan organisasi sebagai alat yang efektif untuk menyahuti berbagai persoalan dalam upaya pencapaian tujuannya. Dalam operasionalisasi mekanisme organisasi, sifat semi-otonom ini mengandung arti bahwa KOHATI memiliki keleluasaan dan kewenangan dalam beraktivitas dan berkreativitas di dalam (intern) HMI, terutama dalam pembinaan potensi HMI di dalam wacana keperempuanan dalam mengembangkan kualitas kader HMI-Wati, baik dalam pengembangan wawasan maupun keterampilan yang sesuai dengan konstitusi HMI dan KOHATI yaitu AD dan ART HMI maupun Pedoman Dasar KOHATI serta kebijaksanaan umum HMI lainnya. Adapun dalam melakukan kegiatan yang bersifat luar (ekstern) HMI, KOHATI merupakan perpanjangan tangan HMI di semua tingkatan.

(22)

35

diekspresikan dalam struktur organisasi HMI, dimana KOHATI diwakili oleh presidium KOHATI yang menjadi bagian dari kepengurusan HMI ditingkatannya. Inilah yang dinamakan pengurus KOHATI ex officio pengurus HMI. Konsekuensi struktur tersebut, menjadikan keberadaan KOHATI sangat jelas sebagai badan khusus HMI. Karena setiap pengambilan keputusan maupun kebijaksanaan HMI dan KOHATI diputuskan secara bersama dalam mekanisme HMI.

Otonomisasi KOHATI di bidang intern hanya pada bentuk aktivitas pengembangan kualitas kader HMI-Wati. Oleh karena itu dengan sifat semiotonom ini, menunjukkan bahwa kebesaran KOHATI memiliki saling ketergantungan pada sejauh mana interaksi, koordinasi dan komunikasi antara seluruh jajaran kepengurusan HMI di semua tingkatan. Dengan sifatnya ini KOHATI dapat memasuki dan berinteraksi dengan organisasi-organisasi perempuan yang ada baik secara lokal, regional, nasional maupun internasional.45

2.2.3 Tafsir Fungsi, Usaha dan Peran

Penafsiran juga dilakukan pada fungsi, usaha dan peran KOHATI dengan tujuan mengetahui secara detail mengenai rumusan ataupun penjabaran. Ketiga tafsir ini juga terdapat dalam lampiran Pedoman Dasar KOHATI (PDK). Di dalam Pedoman Dasar KOHATI, dijelaskan bahwa fungsi KOHATI sebagai Bidang

(23)

36

Pemberdayaan Perempuan dan sebagai organisasi mahasiswi. Sementara itu adapun usaha-usaha yang dilakukan KOHATI ialah untuk membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi HMI-Wati dalam wacana gerakan keperempuanan, berperan aktif dalam dunia kemahasiswaan dan kemasyarakatan, dan usaha-usaha lain yang tidak bertentangan sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peran KOHATI guna mencapai tujuan HMI”. Sedangkan mengenai peran KOHATI ialah sebagai pembina dan pendidik HMI-Wati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.

2.2.3.1Tafsir Fungsi

Berdirinya suatu organisasi atau wadah, memiliki fungsinya masing-masing. Sehingga alasan tersebut menjadi alasan agar tetap utuh dan pastinya berguna baik di dalam maupun di luar. Korps-HMI-Wati (KOHATI) sebagai badan khusus HMI, mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mengkoordinir potensi HMI dalam melakukan akselerasi tercapainya tujuan HMI dalam mengembangkan wacana keperempuanan. Adapun fungsi KOHATI adalah sebagai wadah peningkatan dan pengembangan potensi kader HMI di dalam wacana keperempuanan.

(24)

37

Maksud pembinaan tersebut adalah mempersiapkan kader HMI agar mampu berperan secara optimal sebagai pencetak muslimah yang memperjuangkan nilai-nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan. Oleh karena itu, KOHATI berfungsi sebagai akselerator perkaderan bagi HMI-Wati. Sebagai wadah tentunya KOHATI hanya merupakan alat pencapaian tujuan HMI. Oleh karenanya keberhasilan KOHATI sangat ditentukan oleh anggotnya, dengan didukung perangkat dan mekanisme organisasi HMI. Oleh karena itu sebagai strategi perjuangan HMI, KOHATI berfungsi sebagai organisasi perempuan. Sebagai fasilitator, KOHATI memiliki perangkat-perangkat pembinaan berupa pedoman dan jaringan informasi. Pemanfaatan perangkat-perangkat tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas aparat pengurusnya.

Atas dasar itu, maka KOHATI mempunyai tanggung jawab moral yang besar dalam menjabarkan dan menyahuti komitmen HMI di bidang keperempuanan. Dalam arti yang luas yaitu menyangkut aspek pengembangan potensi perempuan dalam konteks sosial kemasyarakatan seperti potensi intelektual, potensi kepemimpinan, potensi moral dan potensi lainnya. Operasionalisasi dan fungsi tersebut diwujudkan dalam dua aspek pembagian kerja KOHATI yaitu:

1. Aspek Internal

(25)

38

bidang keperempuanan khususnya menyangkut kodrat kemanusiaannya, dan bidang sosial kemasyarakatan umumnya melalui pendidikan, penelitian dan pelatihan serta aktivitas-aktivitas lain dalam kepengurusan HMI.

2. Aspek Eksternal

Dalam hal ini KOHATI merupakan pembawa misi HMI di setiap forum-forum keperempuanan. Kehadiran KOHATI dalam forum-forum itu tentunya semakin mempeluas keberadaan HMI di semua aspek kehidupan. Secara khusus bagi kader HMI-Wati, keterlibatan pada dunia eksternal merupakan pengembangan dari kualitas pengabdian masyarakat yang dimilikinya. Dengan kata lain fungsi KOHATI adalah wadah aktualisasi dan pemacu selutuh potensi perempuan khususnya HMI-Wati, untuk mengejar kesenjangan yang ada serta mendorong HMI-Wati untuk berinteraksi secara optimal dalam setiap aktivitas HMI serta menjadikan ruang gerak HMI dalam masyarakat menjadi lebih luas.46

2.2.3.2Tafsir Usaha

Dalam pelaksanaan roda organisasi, KOHATI memiliki usaha untuk para anggotanya. KOHATI akan melakukan pembinaan pada potensi-potensi terpendam dari anggotanya, bahkan bisa menular pada anggota lainnya. Tidak hanya pada

46

(26)

39

pembinaan saja, potensi yang telah dibina akan dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan kreatifitas untuk menyalurkan potensi. Bahkan potensi yang sudah dikembangkan akan lebih ditingkatkan lagi pada kegiatan-kegiatan berkelanjutan. Selain kreatifitas, potensi lainnya dalam bentuk menanggapi isu-isu perempuan juga dilakukan sehingga pengetahuan akan lebih meluas dan akan segera ditanggapi dengan cepat.

2.2.3.3Tafsir Peran

(27)

40

cepat diselesaikan. Kemudian juga mengubah pola yang salah agar menjadi yang lebih baik dari yang sebelumnya.47

2.2.4 Lambang dan Lagu KOHATI

Lambang KOHATI merupakan tanda identitas diri dari KOHATI yang proses penciptaan memiliki bentuk dan makna tersendiri. Meskipun KOHATI telah terbentuk pada tahun 1966, lambang KOHATI baru ada pada tahun 1968, digagas dan dirancang oleh Ida Ismail Nasution.48 Bentuk lambang KOHATI hampir sama dengan lambang HMI dengan beberapa tambahan dan perbedaan nama. Adapun lambang HMI dan KOHATI ialah tergambar sebagai berikut:

Gambar 1. Lambang HMI dan KOHATI

47

Pedoman Dasar KOHATI, Op.Cit. 48

(28)

41 Adapun makna lambang HMI sebagai berikut:

a. Bentuk Alif sebagai huruf hidup berarti lambang optimisme kehidupan HMI. Huruf alif merupakan angka satu sebagai lambang .

b. Bentuk Perisai berarti lambang kepeloporan HMI.

c. Bentuk Jantung berarti jantung sebagai pusat kehidupan manusia, lambing fungsi perkaderan.

d. Bentuk Pena melambangkan HMI sebagai organisasi mahasiswa yang selalu haus akan ilmu pengetahuan.

e. Gambar Bulan Bintang sebagai lambang keimanan dan kemakmuran. f. Warna Hijau sebagai lambang keimanan dan kemakmuran.

g. Warna Hitam sebagai lambang Ilmu Pengetahuan.

h. Keseimbangan Warna Hitam dan Hijau sebagai lambang keseimbangan esensi kepribadian HMI.

i. Warna Putih sebagai lambang Kemurnian dan Kesucian. j. Puncak Tiga berarti:

- Lambang Iman, Islam dan Ihsan - Lambang Iman, Ilmu dan Amal.

(29)

42

Sementara itu, adapun bentuk dan lambang KOHATI sebagai berikut :

Makna lambang KOHATI

a. Bulan bintang, warna hijau, warna hitam, keseimbangan warna hijau dan hitam, warna putih, puncak tiga. Maknanya sebagaimana yang tercantum dalam lambang HMI.

b. Melati berarti lambang kasih sayang yang suci dan tulus. c. Penyangga berarti lambang perempuan sebagai tiang Negara. d. Buku terbuka berarti lambang Al-Quran sebagai dasar utama. e. Tiga kelopak bunga berarti lambang tri darma perguruan tinggi. f. Tulisan KOHATI berarti singkatan Korps HMI-Wati.

Penggunaan Lambang

a. Lambang KOHATI digunakan untuk badge/lencana KOHATI yang pemakaiannya di baju dengan perbandingan 2:3.

b. Badge KOHATI digunakan pada acara-acara seremonial KOHATI dan acara resmi organisasi di luar KOHATI.

c. Lambang KOHATI tidak dipergunakan sebagai lambang pada bendera, kop surat dan stempel KOHATI.

(30)

43

bendera, kop surat dan stempel dikarenakan KOHATI merupakan sub-organisasi atau badan khusus daripada HMI, sehingga segala aktivitas yang dilakukan tetap merupakan bagian HMI yang tidak dapat terpisahkan.

Sementara itu lagu mars KOHATI, liriknya diciptakan oleh Ida Ismail Nasution dan lagunya dibuat oleh M. Syafei ATM, penggubah Hymne IPB, ketika dalam kongres VIII di Solo sedang berlangsung pada tanggal 17 September 1966.49 Lazimnya lagu mars KOHATI dilantunkan pada saat acara formal dan training KOHATI. Adapun mars KOHATI sebagai berikut:

Wahai HMI-Wati semua Sadarlah kewajiban mulia Pembina, pendidik tunas muda Tiang negara jaya

Himpunkan kekuatan segera Jiwai semangat pahlawan Tuntut ilmu serta amalkan Untuk kemanusiaan

Jayalah KOHATI Pengawal panji Islam

Derapkan langkah perjuangan Kuatkan iman

Majulah tabah HMI-Wati Harapan bangsa

Membina masyarakat Islam Indonesia

49

(31)

44

2.3 HMI Cabang Medan

(32)

45

pada tanggal 26-28 Desember 1952, HMI Komisariat Medan/Sumatera Utara mengajukan diri untuk menjadi cabang HMI karena telah memungkinkan persyaratan konstitusinya. Ketika itu, OK Achmad Bakrie terpilih menjadi ketua HMI Cabang Medan selama satu periode berdasarkan konstitusi HMI.50

“...Karena aktifitasnya banyak, dan kami melihat dimana-dimana selalu ikut malamnya juga dan di siang hari, dan itu memang di tempat bahaya, maka kami berpikir bagaimana mereka sendiri gitu kan, sehingga pembinaan itu jadi langsung...”.

Tahun 1965 sampai 1966, HMI Cabang Medan dipimpin oleh Zakaria Siregar dari Fakultas Kedokteran USU. Dalam berbagai kegiatan HMI, para HMI-Wati selalu dilibatkan dan memiliki loyalitas sama seperti HMI-Wan lainnya. Melihat keaktifan kader Hmi-Wati dalam mengikuti aktifitas HMI secara rutin dari tingkat komisariat sampai BADKO, para HMI-Wan mendukung secara penuh pembentukan wadah khusus perempuan, agar diberikan kewenangan sendiri dalam melakukan pembinaan kader HMI-Wati khususnya, dengan tujuan meningkatkan kualitas anggota HMI-Wati. Hal tersebut tergambarkan dari cerita Usman Pelly saat di wawancarai sebagai berikut:

51

50

Daru Irawadi, Op. Cit. hlm 3.

51

(33)

46

2.3.1 Peningkatan Kader HMI-Wati

Secara nasional, salah satu alasan terbentuknya KOHATI ialah untuk menampung aspirasi anggota HMI-Wati yang secara kuantitas meningkat sangat signifikan, sehingga Departemen Keputrian sulit mengontrol pasca keikutsertaan HMI dalam Kesatuan Aksi Penggayangan PKI (KAPI) yang dimulai pada bulan Oktober 1965. HMI menjadi organisasi mahasiswa Islam yang dipercayakan oleh masyarakat Islam. Hal tersebut juga terjadi pada HMI Cabang Medan, yaitu meningkatnya jumlah anggota HMI baik HMI-Wan dan HMI-Wati di berbagai Institut dan Perguruan Tinggi yang teradapat basis HMI, seperti USU, IKIP, UISU, dan lainnya. Banyak mahasiswa Islam yang mendaftar menjadi anggota HMI, termasuk Wati sehingga tidak dapat menampung seluruh aspirasi kader HMI-Wati pada Departemen Keputrian HMI Cabang Medan. Mahasiswi yang mendaftarkan dirinya menjadi anggota HMI-Wati dimulai pada jenjang komisariat sebagai tingkatan awal berproses di KOHATI. Sebelum peristiwa terjadi, proses rekruitmen terhadap kader sangat sulit dilakukan, mengingat keapatisan dari mahasiswi. Secara gender, perempuan yang dianggap tidak perlu ikut dalam kegiatan organisasi dan hanya melakukan aktivitas di rumah saja. Dalam usaha menampung aspirasi anggota baru yang merupakan mahasiswa Islam, membutuhkan wadah khusus agar pembinaan kader lebih intensif dan terkontrol.

(34)

47

Ketua Departemen Keputrian bernama Djanius Djamin yang berasal dari HMI Komisariat Fakultas Hukum USU. Ketika itu, jumlah kader HMI-Wati yang menjadi pengurus pada Cabang Medan sudah mencapai lebih dari 15 orang, yang berasal dari HMI-Wati komisariat sekawasan Cabang Medan. Kemudian untuk di tingkat komisariat secara keseluruhan terjadi peningkatan, meskipun untuk data jumlah angka tidak ditemukan.52

52

Wawancara dengan Djanius Djamin merupakan seorang yang pernah menjabat sebagai rektor IKIP/UNIMED dalam 2 periode, dan sekarang menjadi komisaris utama BPR Gebu Prima. Wawancara dilakukan pada tanggal 11 April 2016, pukul 15.00 WIB di Kantor BPR Gebu Prima (Jalan A. R. Hakim).

2.3.2 Keaktifan Kader HMI-Wati

(35)

48

Di Cabang Medan, kader HMI-Wati ikut melakukan aksi dengan berada pada barisan depan bersama dengan HMI-Wan yang tergabung dalam Komando Aksi Penumpasan (KAP) G 30 S/PKI di Sumatera Utara yang dipimpin oleh M. Noernikmat dari Ikatan Pemuda Tanah Rencong (IPTR). KAP terdiri dari beberapa organisasi pemuda seperti Pemuda Pancasila (PP), Al Washliyah, Nadhatul Ulama (NU), Pelajar Islam Indonesia (PII), Ikatan Pemuda Tanah rencong (IPTR), P31 SOKSI, Anshor, dan lainnya.

Pasca Gerakan 30 September, keadaan Kota Medan semakin mencekam, terjadi aksi demonstrasi yang dimulai pada bulan Oktober. Semulanya terjadi pembakaran di kantor Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) yang merupakan underbrow PKI terletak di Jalan Iskandar Muda (tepat di depan Medan Plaza sekarang) oleh HMI bersama organisasi masyarakat Islam lainnya. Kejadian ini menyebabkan tewasnya ketua SOBSI yang juga merupakan anggota DPRD Kota Medan.53 Sementara itu, Radhiah Muchtar yang berasal dari anggota biasa di HMI Komisariat IKIP, ikut dalam melakukan demonstrasi dalam barisan depan ambil bagian dalam memegang bendera HMI.54

53

Wawancara dengan Usman Pelly.

54

(36)

49

Ketika aksi perlawanan dilakukan di Lapangan Merdeka, Djanius Djamin menjadi incaran bagi PKI, karena salah satu orang yang ekstrim di HMI Cabang Medan merupakan musuh utama PKI. Saat kericuhan terjadi, tusuk-menusuk dengan menggunakan pisau dilakukan oleh PKI. Salah seorang PKI berusaha menusuk bagian perut Djanius Djamin. Namun upaya tersebut gagal dikarenakan tali pinggang bekas pengikat dengan drum yang masih melekat di perut Djanius Djamin dan aksi penyelamatan dari kader HMI lainnya berusaha membela sehingga lepas dari targetan. Kemudian aksi kejar-kejaran di lakukan. Melihat hal tersebut, Djanius Djamin di posisikan dirinya di bagian tengah barisan untuk dilindungi dari serangan orang-orang PKI.55

Pada tanggal 10 Desember 1965 diselenggarakan Rapat Akbar di Gedung Olahraga (GOR) mengundang seluruh massa KAP dengan tujuan untuk mengerahkan massa dengan tertib dan teratur (foto dapat dilihat pada gambar 10 di hlm. 117). Pada kesempatan itu pihak Komando Aksi Sumatera Utara mempercayakan M. Noernikmat untuk membacakan surat pernyataan yang akan disampaikan kepada Konsulat RRT (Repulik Rakyat Tiongkok) di Medan. Selanjutnya pernyataan tersebut dibawa ke Konsulat RRT untuk diserahkan. Namun keadaan disini menjadi berubah sehingga timbul sebuah insiden yang membawa korban. Kericuhan pun terjadi, para demonstran berusaha merangsek masuk kedalam Konsulat, namun dihadang pihak keamanan internal Konsulat sehingga terjadi penembakan dan jatuhlah korban jiwa

55

(37)

50

bernama Ibrahim Umar yang merupakan salah satu anggota IPTR (foto dapat dilihat pada gambar 11 hlm. 118). Ibrahim Umar tertembak pada bagian kepala dan otaknya tergurai. Kemarahan memuncak, sehingga kantor RRT dibakar oleh orang-orang yang tergabung KAP dan demonstrasi semakin anarkis. Korban-korban lainnya yang mengalami luka ringan, dibantu oleh kader HMI-Wati untuk dibawa ke tempat yang aman. Kemudian para HMI-Wati tidak hanya ikut melakukan demonstrasi saja, melainkan berupaya mencari beberapa nasi bungkus ke rumah-rumah makan Minang dan orang-orang yang percaya terhadap HMI.

Ketika merencanakan sebuah aksi, pemikiran-pemikiran kader HMI-Wati pengurus Cabang Medan dibutuhkan dan menjadi penyeimbang sehingga aksi kelak tidak membuahkan hasil yang konyol. Bahkan seperti dengan HMI-Wan lainnya, kader HMI-Wati terus berjuang menumpas PKI dari pagi ke pagi. Dalam keikutsertaan melakukan aksi bersama HMI, jumlah kader HMI-Wati yang turut gerak mencapai kurang lebih 100 orang berasal dari komisariat hingga pada BADKO Sumatera Bagian Utara.56

56

Wawancara dengan Usman Pelly.

(38)

51

gerbong Kereta Api menyebabkan kacanya pecah. Untuk mengamankan kader HMI, dengan spontanitas memberikan intruksi untuk menunduk kepala agar tidak terkena lemparan batu di sepanjang jalan. Sesampainya di Kerasaan, orang-orang PKI tetap berusaha menyerang HMI, namun dilindungi oleh Kepala Desa, salah satu desa di Kerasaan dengan memberikan tempat tinggal di Rumah Warga sekitar selama SWC berlangsung.

2.4 Proses Pembentukan KOHATI Cabang Medan

Dalam proses pembentukan KOHATI Cabang Medan, tidak serta merta terjadi dengan begitu saja. Sejak dikeluarkan Surat Keputusan dari PB HMI yang juga ditandangani Anniswati Rochlan sebagai Ketua Departemen Keputrian untuk membentuk KOHATI di tingkat cabang, maka isu hangat munculnya KOHATI di permukaan membuat semangat euforia para HMI-Wati, khususnya yang berada pada Departemen Keputrian. Perencanaan mengadakan Musyawarah Nasional I KOHATI sebagai tanda dibentuknya KOHATI secara nasional, membuat keinginan HMI-Wati untuk ikut dalam menghadiri kongres ke VIII di Solo. Kongres tersebut dihadiri dengan 3.000 peserta dari seluruh cabang HMI di Indonesia terdiri dari HMI-Wan dan HMI-Wati.57

57

(39)

52

Pada setiap Departemen Keputrian yang berada pada tingkat cabang, diharuskan memiliki perwakilan untuk menjadi peserta Musyawarah I KOHATI . Musyawarah tersebut menjadi salah satu bagian sidang komisi, diantara sidang komisi lainnya yang juga membentuk beberapa lembaga khusus HMI.

Pada pengurus HMI Cabang Medan juga mengirimkan beberapa peserta dari pengurus HMI-Wan dan HMI-Wati, termasuk dari Bidang Departemen Keputrian. Untuk melihat dan menjadi bagian peserta saat proses pembentukan KOHATI PB dan secara nasional berlangsung, dengan tujuan untuk lebih memahami deskriptif dari lembaga khusus KOHATI yang berbeda diantara lembaga khusus lainnya yang juga dibentuk.58

2.4.1 Kader HMI-Wati sebagai Perwakilan Kongres

Ketika kongres sudah mendekati, pengurus HMI Cabang Medan mengupayakan untuk sebanyak-banyaknya kader yang dapat menjadi bagian peserta kongres. Kedekatan emosional antara pengurus dengan Gurbernur Sumatera Utara yaitu P.R Telaumbanua, Manaf Lubis, dan KOWILHAN (Komando Wilayah Pertahanan), maka HMI tidak segan untuk meminta bantuan dana dan dengan mudah didapatkan.

58

(40)

53

Dana yang terkumpul, berhasil memberangkatkan kurang lebih 40 orang yang terdiri dari pengurus HMI komisariat, cabang dan (BADKO) Sumatera Bagian Utara ke Solo untuk menjadi bagian peserta kongres. Untuk menuju ke Solo, para peserta kongres dari Sumatera Utara menaiki kapal sebagai alat transportasi yang memungkinkan ketika itu dengan menempuh perjalanan selama 3 hari lamanya.59 Di luar Jawa, kader HMI asal Sumatera Bagian Utara memiliki jumlah massa sangat banyak dibanding dengan daerah lainnya. Diantara 40 orang peserta, maka 8 orang peserta berasal dari HMI-Wati diantaranya Nurhadidjah Lubis, Djanius Djamin, Siti Tirena, Riati dan lainnya.60 Nurhadjijah Lubis merupakan perwakilan dari BADKO dan menjadi salah satu pimpinan sidang MUNAS I KOHATI.61

Ketika di forum, terjadi perdebatan-perdebatan sangat panjang sehingga pada akhirnya Pimpinan Sidang jatuh ke tangan Ida Ismail Nasution hingga selesai. Diantara perdebatan tersebut, diantaranya meresmikan nama antara “Corps HMI-Wati” (COHATI) atau “Corps HMI-Putri (COHATRI)”. Peserta asal luar Pulau Jawa lebih memilih untuk “COHATRI” termasuk diantara Cabang Makassar.

Sementara itu, Djanius Djamin dan lainnya menjadi bagian peserta musyawarah.

62

59

Wawancara dengan Djanius Djamin.

60

Wawancara dengan Usman Pelly. Usman Pelly juga merupakan salah satu dari 40 peserta yang diberangkat dari Medan ke Solo.

61

Wawancara dengan Ida Ismail Nasution.

62

Wawancara dengan Ida Ismail Nasution.

(41)

54

penamaan menjadi “Corps HMI-Putri (COHATRI).63 Karena kata “Wati” hanya terkenal di Pulau Jawa dan menjadi asing di telinga bagi daerah lainnya di luar Pulau Jawa. Namun adanya rasionalisasi yang sangat jelas dari salah seorang peserta mengenai penggunaan kata “Wati” dengan alasan bahwa penyebutan anggota di HMI lazimnya ialah HMI-Wan dan HMI-Wati serta kata “Wati” sudah menjadi bagian kosa kata Bahasa Indonesia, maka seluruh peserta musyawarah menerima dengan nama “Corps HMI-Wati (COHATI)”.64

2.4.2 Pembentukan KOHATI Cabang Medan

Setelah kongres selesai, dan dimantapkan tanggal 17 September 1966 sebagai hari kelahiran KOHATI secara nasional, maka peserta utusan dari kader HMI Sumatera Utara bertolak ke Medan dengan menggunakan transportasi yang sama, yakni kapal dengan kembali menempuh perjalanan selama 3 hari lamanya. Diantara hasil MUNAS I KOHATI yang telah dilaksananakan pada kongres tersebut ialah mengintruksikan agar segera dibentuk KOHATI pada setiap cabang HMI yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam proses perjalanan terjadi diskusi untuk segera membentuk KOHATI Cabang Medan. Selang beberapa hari, setelah keadaan para peserta kongres sudah mulai membaik, diadakan rapat HMI di sekretariat yang berada di Jalan Selamat. Ketika itu ketua HMI Cabang Medan dipimpin kembali oleh

63

Wawancara dengan Djanius Djamin.

64

(42)

55

Zakaria Siregar. Dalam rapat tersebut forum memutuskan membentuk KOHATI Cabang Medan sebagai sub-organisasi perempuan HMI di Cabang Medan dengan tujuan pembinaan terhadap kader HMI-Wati lebih terfokus dan diharapkan terjadinya peningkatan kualitas dan peranan HMI. Selain itu sebagai perpanjangan HMI Cabang Medan untuk menanggapi wacana dan isu perempuan yang terjadi di Kota Medan. Maka Djanius Djamin yang sudah menjadi Departemen Keputrian sejak tahun 1963, secara otomatis menjadi Ketua KOHATI Cabang Medan untuk pertama kali dan disetujui oleh forum mengingat jasa dan potensi pada dirinya. Selanjutnya, Djanius Djamin memilih beberapa pengurus KOHATI berupa presidium dan departemen yang akan menemaninya sampai di akhir kepengurusan.65

65

Gambar

Gambar 1. Lambang HMI dan KOHATI

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul: Kaderisasi Kepemimpinan Perempuan Dalam Kohati (Korps HMI-Wati) Cabang Bandar Lampung.1. vii

Hal-hal jang belum diatur dan tertjantum dalam Peraturan Dasar Corps HMI- Wati dan keterangan chusus ini disesuaikan dengan AD/ART HMI dan diatur lebih lanjut oleh Cohati PB..

terkontrol, semakin memahami aktifitas belajar mahasiswa, 3) dengan lesson study dosen merasa terbantu dalam memecahkan masalah ketepatan pencapaian tujuan,