• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penghentian Pemenuhan Prestasi dalam Suatu Kontrak Bisnis Akibat Terjadinya Keadaan Sulit (Hardship)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penghentian Pemenuhan Prestasi dalam Suatu Kontrak Bisnis Akibat Terjadinya Keadaan Sulit (Hardship)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Masyarakat modern adalah masyarakat bisnis. Dalam satu atau lain cara,

semua manusia, baik di kota maupun desa, punya hubungan dengan bisnis. Tidak ada

orang modern yang tidak tersentuh kegiatan bisnis, termasuk kegiatan bisnis

perusahaan-perusahaan besar dan multinasional, bahkan bisnis internasional. Karena

itu secara tak terelakkan bisnis menjadi bagian hidup manusia modern.

Sebagaimana halnya realita pada dunia masyarakat modern sekarang ini,

ketika

World Trade Organization

(WTO) berdiri beberapa tahun lalu, orang tidak

menyangka bahwa sejak saat itu dunia telah dikatakan menjadi

the global village

.

Global Village

adalah suatu kondisi mengenai perkembangan teknologi komunikasi

dimana dunia dapat dianalogikan menjadi sebuah desa yang sangat besar dan luas.

Marshall Mcluhan lah yang memperkenalkan konsep ini pada awal tahun 60 dalam

tulisan-tulisan bukunya yang berjudul

Understanding Media: Extension of A Man.

1

Pertanyaan kemudian muncul apakah globalisasi merupakan suatu fenomena

ekonomi, sosial ataukah fenomena budaya. Apakah globalisasi itu identik dengan

kolonialisme atau kapitalisme. John Flood dari

University of Westminister

, London

menegaskan bahwa globalisasi tidak saja membuat bisnis mendunia, tetapi juga telah

1

(2)

membuat hukum dan kehidupan sosial-budaya mendunia. Untuk itu globalisasi,

tidak saja membawa manfaat dan perubahan yang besar bagi dunia bisnis, tetapi

juga membawa pengaruh yang besar bagi pertumbuhan dan perubahan kehidupan

politik, hukum, sosial, dan budaya suatu negara.2

Agus Yudha Hernoko berpendapat bahwa pada dasarnya kontrak berawal

dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan di antara para pihak. Perumusan

hubungan kontraktual tersebut pada umumnya senantiasa diawali dengan proses

negosiasi antara para pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan

bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan

(kepentingan) melalui proses tawar-menawar. Dengan demikian maka dapat

disimpulkan, pada umumnya kontrak bisnis justru berawal dari perbedaan

kepentingan yang ingin dipertemukan melalui kontrak. Melalui kontrak perbedaan

tersebut diakomodasi dan selanjutnya dibingkai dengan perangkat hukum

sehingga mengikat para pihak. Dalam kontrak bisnis pertanyaan mengenai sisi

kepastian dan keadilan justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada di antara

para pihak terakomodasi melalui mekanisme hubungan kontraktual yang bekerja

secara proporsional.3

Adapun yang perlu diperhatikan dalam memenuhi suatu keadilan dan

keseimbangan suatu kontrak, maka terdapat beberapa asas dalam hukum kontrak

di Indonesia yang relevan dengan arbitrase internasional, khususnya beberapa

aspek dari hukum Indonesia dalam perjanjian-perjanjian komersial yang tunuduk

2

Wukir Prayitno, Modernitas Hukum Berwawasan Indonesia (Semarang : CV.Agung, 1991), hlm. 48.

3

(3)

pada hukum Indonesia. Salah satunya adalah asas itikad baik yang sangat penting

dalam pelaksanaan suatu kontrak menurut sistem civil law, namun dalam sistem

common law, tidak di kenal asas itikad baik dalam melaksanakan suatu kontrak.4

Apabila dilihat hubungan berkontrak, khususnya kontrak perdagangan,

para pihak yang terikat dalam kontrak tentunya menginginkan agar kontrak

berjalan lancar dan terpenuhi kewajiban dan hak masing-masing pihak. Oleh

karena itu, pembuatan kontrak selain mencantumkan kesepakatan-kesepakatan,

juga berisi klausul yang berguna untuk mengatasi masalah yang mungkin terjadi

di kemudian hari. Umumnya klausul yang sering dicantumkan dalam suatu

kontrak adalah klausul asas keadaaan darurat (force majeur), klausul pilihan

hukum (choice of law), dan klausul penyelesaian sengketa diantara para pihak.

Perkembangan doktrin baru terkait dengan hambatan atau kendala

pelaksanaan kontrak yang cukup penting dan mendasar untuk diperhatikan adalah

doktrin hardship (keadaan sulit). Berbeda dengan wanprestasi dan overmacht

yang telah diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(selanjutnya disebut KUHPerdata), maka hardship belum ada pengaturannya dan

dalam hal terjadi kasus-kasus terkait dengan hardship, pada umumnya hakim akan

memutus berdasarkan overmacht (menyamakan hardship dengan overmacht).5

Mengenai peristilahan hardship di Indonesia diterjemahkan “keadaan sulit” atau

“kesulitan” atau “beban”.

Pengaturan kontrak dalam praktik bisnis adalah untuk menjamin

pertukaran kepentingan yang berupa hak dan kewajiban berlangsung secara

4

Ibid.

5

(4)

proporsional bagi para pihak yang membuat kontrak, sehingga dengan demikian

terjalin hubungan kontraktual yang adil dan saling menguntungkan. Bukan

sebaliknya, merugikan salah satu pihak atau bahkan pada akhirnya justru

merugikan para pihak yang berkontrak. Para pihak yang terikat dalam perjanjian

senantiasa berupaya menjalankan apa yang menjadi kewajibannya dengan sebaik

mungkin hingga perjanjian tersebut berakhir. Tidak ada maksud untuk merugikan

pihak lainnya. Atau dengan kata lain mereka mendasari pelaksanaan perjanjian

dengan itikad baik (good faith), terlebih lagi perjanjian tersebut mengikat

layaknya undang-undang bagi mereka.

Roscoe Pound menyatakan bahwa “memenuhi janji” adalah sesuatu yang

penting dalam kehidupan sosial. Hukum kontrak yang berkaitan dengan

pembentukan dan melaksanakan suatu janji. Suatu janji adalah suatu pernyataan

tentang sesuatu kehendak yang akan terjadi atau tidak terjadi pada masa yang

akan datang.6 Namun dalam pelaksanaannya, terdapat hal-hal tertentu, seperti

perubahan-perubahan keadaan yang dijadikan alasan salah satu pihak menjadi

lebih berat atau dirugikan atas pelaksanaan perjanjian tersebut yang disebut

dengan istilah keadaan sulit (hardship). Keadaan sulit atau lebih dikenal dengan

istilah hardship adalah suatu perubahan keadaan yang diterapkan jika

ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat dalam kontrak berubah bukan karena

ketidakmungkinan dalam pelaksanaan kontrak tersebut, namun dikarenakan oleh

kesulitan yang sangat ekstrim bagi salah satu pihak untuk memenuhi kontraknya.7

6

Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama)(Yogyakarta : FH UII Press, 2013), hlm. 57.

7

(5)

Menyikapi hal tersebut tentunya diperlukan sikap dan pemahaman yang

obyektif dalam menilai isi kontrak, terutama terkait dengan klausul-klausul

kontrak yang dianggap berat sebelah. Seringkali terjadi kesalahan persepsi

mengenai eksistensi kontrak, khususnya mengenai pertanyaan, apakah suatu

kontrak itu seimbang atau tidak seimbang (berat sebelah). Banyak pihak dengan

mudah terjebak untuk menyatakan suatu kontrak itu berat sebelah atau tidak

seimbang, hanya mendasarkan pada perbedaan status masing-masing pihak yang

berkontrak. Praktik bisnis kiranya perlu mempertimbangkan penggunaan klausul

hardship untuk mengatasi masalah pelaksanaan kontrak mereka. Klausulhardship

dapat dijadikan ‘escape clause’ untuk memecahkan masalah jika muncul

peristiwa yang secara fundamental mempengaruhi keseimbangan kontrak. Seperti

pada sengketa 8kasus jual beli besi krum antara Nouva Fucinati S.P.A dengan

International A.B. yang menolak melaksanakan kontraknya dikarenakan naiknya

harga besi krum di pasar internasional yang menyebabkan pihak Nouva sangat

berat untuk melaksanakan kontrak yang telah disepakati sebelumnya dimana para

pihak tidak menemukan jalan keluar sehingga pihak penjual meminta pengadilan

Italia untuk memutuskan kontrak dengan alasan suspending excessice onerous

yang berarti suatu keadaan dimana pemenuhan kontrak menjadi sulit bagi salah

satu pihak yang mengadakan perjanjian. Alasan ini merupakan alasan yang sama

dengan hardship. Namun, dalam putusannya, hakim berpendapat bahwa

perubahan keadaan yang terjadi tidak membuat penjual terlepas dari kewajibannya

dan membatalkan kontrak serta menghukum pembayaran ganti rugi.

8

(6)

Tanpa disadari bahwa dalam perjalanannya sebuah kontrak, tidak semua

peristiwa yang menyebabkan wanprestasi dapat didalilkan dengan alasan keadaan

darurat, karena dalam sistem common law, dikenal juga dengan adanya asas

keadaan sulit (hardship) yang merupakan suatu klausul yang seyogyanya

dicantumkan dalam sebuah kontrak demi mengantisipasi terjadinya pemutusan

kontrak secara sepihak. Banyak masalah dapat terjadi dalam pemenuhan sebuah

kontrak baik disengaja atau akibat dari suatu keadaan yang tidak dapat diprediksi.

Seperti pada sengketa 9kasus jual beli besi krum antara Nouva Fucinati S.P.A

dengan International A.B. yang menolak melaksanakan kontraknya dikarenakan

naiknya harga besi krum di pasar internasional yang menyebabkan pihak Nouva

sangat berat untuk melaksanakan kontrak yang telah di sepakati sebelumnya

dimana para pihak tidak menemukan jalan keluar sehingga pihak penjual meminta

pengadilan Italia untuk memutuskan kontrak dengan alasan suspending excessice

onerous. Alasan ini merupakan alasan yang sama dengan hardship. Namun dalam

putusannya, hakim berpendapat bahwa perubahan keadaan yang terjadi tidak

membuat penjual terlepas dari kewajibannya dan membatalkan kontrak serta

menghukum pembayaran ganti rugi.

Berdasarkan pemaparan dan contoh kasus diatas, dapat diketahui bahwa

terdapat suatu asas hardship yang sangat berpengaruh dalam pembuatan suatu

kontrak bisnis. Oleh karena itu diangkatlah judul “Penghentian Pemenuhan

Prestasi Dalam Suatu Kontrak Bisnis Akibat Terjadinya Keadaan Sulit

(Hardship).”

9

(7)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah akibat hukum cidera janji (wanprestasi) dalam hukum

perjanjian di Indonesia?

2. Bagaimanakah kedudukan suatu keadaan sulit (hardship) sebagai alasan

penghentian prestasi berdasarkan hukum?

3. Bagaimanakah penyelesaian sengketa kontrak apabila terjadi keadaan sulit

(hardship)?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi

persyaratan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan

yang ingin dicapai adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang cidera janji atau wanprestasi

yang berkembang saat ini menurut aturan hukum perjanjian yang ada dan

berlaku di negara Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaturan hukum di tentang klausul Hardship dalam

suatu kontrak bisnis yang berkembang saat ini dan banyak digunakan oleh

pengusaha internasional dalam membuat kontrak-kontrak bisnisnya.

3. Untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan

(8)

Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah :

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan

dalam pengaturan untuk membuat kontrak-kontrak terutama dalam berbisnis yang

dapat menjamin kepastian hukum di Indonesia. Selain itu hasil penulisan ini juga

akan menambah pengetahuan serta informasi mengenai aturan-aturan hukum

keadaan sulit (hardship) yang sedang berkembang di dunia saat ini.

2. Manfaat praktis

Hasil dari penulisan skripsi ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi

para pembuat kontrak-kontrak, legislativedan pemerintah dalam hal merancang,

menyusun dan membuat suatu kontrak yang berkenaan dengan keadaan sulit

(hardship) di Indonesia, juga bagi masyarakat umum, mengenai problematika

praktis yang dihadapi dalam menyelesaikan sengketa apabila terjadi suatu keadaan

sulit pada saat proses pelaksanaan suatu kontrak bisnis.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skipsi berjudul “Penghentian Pemenuhan Prestasi Dalam Suatu

Kontrak Bisnis Akibat Terjadinya Hardship”. Setelah melakukan berbagai

penelusuran ke perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, judul

ini belum pernah diangkat dan ditulis, kalaupun ada beberapa kesamaan di

dalamnya namun substansi pembahasannya berbeda dengan pembahasan yang

dipaparkan dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini

(9)

melalui referensi buku-buku, skripsi-skripsi, media cetak dan elektronik serta

bantuan dari berbagai pihak.

E. Tinjauan Pustaka

1. Perjanjian/kontrak

Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Pasal 1313

KUHPerdata tersebut berbunyi perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana

satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Menurut

Sudikno, perjanjian merupakan suatu hubungan hukum yang didasarkan atas kata

sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Hubungan hukum tersebut terjadi

antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lainnya, dimana

subyek hukum yang satu berhak atas suatu prestasi dan begitu juga subyek hukum

yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah

disepakati.10

Istilah perjanjian sering disamakan dengan istilah kontrak. Meskipun ada

beberapa pakar hukum yang membedakan dua istilah tersebut. Apabila kembali

kepada peraturan perundang-undangan seperti yang tercantum dalam Bab II Buku

Ketiga KUHPerdata yang berjudul “perikatan yang lahir dari kontrak atau

perjanjian” secara jelas terlihat bahwa undang-undang memberikan pengertian

yang sama antara kontrak dan perjanjian. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat

dikatakan bahwa antara perjanjian dan kontrak diartikan lebih kurang sama.

10

(10)

Dengan demikian segala ketentuan yang terkait dengan hukum perjanjian juga

berlaku dalam hukum kontrak.11

2. Prestasi dan wanprestasi

Prestasi merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam suatu perikatan.12

Pemenuhan prestasi merupakan hakikat dari suatu perikatan. Kewajiban

memenuhi prestasi dari debitur selalu disertai dengan tanggung jawab (liability),

artinya debitur mempertaruhkan harta kekayaannya sebagai jaminan pemenuhan

hutangnya kepada kreditur. Menurut ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132

KUHPerdata, semua harta kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak,

baik yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi jaminan pemenuhan

hutangnya terhadap kreditur, jaminan semacam ini disebut jaminan umum.13

Semua subjek hukum baik manusia ataupun badan hukum dapat membuat

suatu persetujuan yang menimbulkan perikatan di antara pihak-pihak yang

membuat persetujuan tersebut. Persetujuan ini mempunyai kekuatan yang

mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian tersebut sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Di dalam perjanjian selalu ada dua subjek

yaitu pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi dan pihak yang

berhak atas suatu prestasi. Di dalam pemenuhan suatu prestasi atas perjanjian

yang telah dibuat oleh para pihak tidak jarang pula debitur lalai melaksanakan (selanjutnya disebut dengan Mariam Darus Badrulzaman I), hlm. 8.

13

(11)

kewajibannya atau tidak melaksanakan kewajibannya ataupun tidak melaksanakan

seluruh prestasinya. Hal ini disebut wanprestasi.14

3. Penghentian/pemutusan kontrak

Berdasarkan Pasal 35 Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 Tentang

Pengadaan Barang dan Jasa (selanjutnya disebut Perpres No. 4 Tahun 2015) berisi

tentang penghentian dan pemutusan kontrak yakni penghentian kontrak dilakukan

bilamana terjadi hal-hal di luar kekuasaan para pihak untuk melaksanakan

kewajiban yang ditentukan dalam kontrak yang disebabkan oleh timbulnya

perang, pemberontakan sepanjang kejadian tersebut berkaitan dengan negara

kesatuan republik Indonesia, kekacauan, huru-hara serta bencana alam yang

dinyatakan resmi oleh pemerintah, atau keadaan yang ditetapkan dalam kontrak.

Pemutusan kontrak dapat dilakukan bilamana para pihak cidera janji dan/atau

tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur di dalam

kontrak. Pemutusan kontrak ini juga dapat dilakukan secara sepihak apabila denda

keterlambatan pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan penyedia barang/jasa sudah

melampaui besarnya jaminan pelaksanaan. Kontrak batal demi hukum dengan

sendirinya apabila isi kontrak melanggar ketentuan perundang-undangan yang

berlaku.15

4. Hardship/keadaan sulit

Hardship yaitu suatu peristiwa yang secara fundamental telah mengubah

keseimbangan kontrak yang disebabkan biaya pelaksanaan kontrak telah

14

Muhammad Febriansyah Putra, Eksekusi Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan

Hutang Akibat Wanprestasi Debitur (Studi Mengenai Penetapan Nomor

31/Eks/HT/2008/PN.Mdn), (Medan : Skripsi FH USU, 2011), hlm. 24.

15

(12)

meningkat sangat tinggi atau karena nilai pelaksanaan kontrak bagi pihak yang

menerima telah sangat menurun, sementara itu :16

a. Peristiwa itu terjadi atau diketahui oleh pihak yang dirugikan setelah

pembuatan kontrak.

b. Peristiwa itu tidak dapat diperkirakan secara semestinya oleh pihak yang

dirugikan pada saat pembuatan kontrak.

c. Peristiwa itu terjadi diluar kontrol dari pihak yang dirugikan .

d. Risiko dari peristiwa itu tidak diperkirakan oleh pihak yang dirugikan.

Keadaan sulit adalah suatu kejadian atau peristiwa yang diketahui oleh

para pihak setelah pembuatan kontrak jangka panjang dan terjadinya kejadian atau

peristiwa itu diluar kontrol (tidak diduga atau tidak diperkirakan sebelumnya) oleh

mereka, yang menimbulkan risiko berubahnya keseimbangan secara mendasar

dalam suatu kontrak yang masih berlaku, karena meningkatnya biaya pelaksanaan

kontrak, sehingga membebani pihak yang wajib melaksanakan prestasi dalam

kontrak itu (misalnya debitur dan pembeli), atau sebaliknya, menurunnya biaya

pelaksanaan kontrak, sehingga menghilangkan keuntungan bagi pihak yang

berhak menerimanya (misalnya kreditur dan debitur).17 Konsep klausulahardship

menentukan bahwa jika pelaksanaan kontrak menjadi lebih berat bagi satu

diantara dua pihak lainnya, maka pihak tersebut tetap terikat untuk melaksanakan

perikatannya dengan tunduk pada ketentuan hukum tentang keadaan sulit.

16

Taryana Soenandar, Prinsip-Prinsip Unidroit, Sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional(Jakarta : Sinar Grafika,2006), hlm. 72.

17

(13)

F. Metode Penelitian

Setiap penelitian haruslah menggunakan metode penelitian yang sesuai

dengan bidang yang diteliti. Adapun penelitian yang dilakukan adalah sebagai

berikut :

1. Spesifikasi penelitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek

yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.18 Sedangkan

penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan

kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.19 Penelitian hukum

merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan

pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala

hukum tertentu dengan cara menganalisanya,20 serta menganalisis fakta-fakta

secara cermat dengan aturan hukum positif yang telah ada.

Berdasarkan perumusan masalah dalam menyusun skripsi ini, jenis

penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian

hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti bahan pustaka yang ada. Tahapan

pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk

mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan

penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif

18

Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris (Jakarta: Indonesia Hillco, 1990), hlm. 106.

19

Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat(Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2001), hlm. 1.

20

(14)

adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan

kewajiban).21

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif. Deskriptif artinya bertujuan

untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu,

kelompok, atau keadaan), dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi22

baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Penelitian deskriptif

merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan

sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang,

proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang

kecenderungan yang tengah berlangsung.23

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian normatif ini

menggunakan metode pendekatan yuridis berupa pendekatan hukum dan

perundang-undangan yang bertujuan untuk mengerti dan memahami gejala yang

diteliti.

2. Data penelitian

Materi dalam skripsi ini diambil dari data-data sekunder. Adapun data-data

sekunder yang dimaksud adalah:

a. Bahan hukum primer

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma atau kaidah

dasar dimana yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 1999 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa, Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Dagang, Het Herzienne

21

Ibid., hlm. 7. 22

Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum(Jakarta : Garanit, 2004), hlm. 58. 23

(15)

Indonesisch Reglement, Rechtsreglement vood de buitengewesten, Peraturan

Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Ekseksi

Putusan Arbitrase Asing, ICSID (International Convention on Settlement

Investment Dispute), Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2006 Tentang

Pengadaan Barang dan Jasa, PECL (Principles of European Contract Law)

UNIDROIT (Principles of International Commercial Contracts, Harvard

Research in International Law , Law of Treaties, AJIL29/1965, Guide to Draft

Articles on the Law of the Treaties Adopted by ILC, UN Doc. A/C.6/376,May

11,1967, AJIL, Putusan Mahkamah Agung No. 704K/Sip/1972 tertanggal 21 Mei

1973.

b. Bahan hukum sekunder

Merupakan bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer yang meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum

dan komentar-komentar atau putusan-putusan pengadilan yang terkait dalam

penelitian ini.24

c. Bahan hukum tersier

Merupakan bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan

penjelasan lebih mendalam terhadap bahan hukum sekunder seperti kamus umum,

kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah25 yaitu semua dokumen yang berisi

tentang konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan

24

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum(Jakarta : Prenada Media, 2005) hlm. 141. 25

(16)

hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia dan

sebagainya.26

3. Teknik pengumpulan data

Adapun cara untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan

skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi

kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis digunakan

buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan

perudang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas

dalam skripsi ini.27 Mengingat bahwa jumlah materi kepustakaan yang berkaitan

dengan judul yang diangkat dalam penulisan skripsi ini lumayan sedikit, maka

penulisan skripsi ini lebih banyak menggunakan media elektronik.

4. Analisis data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif

28

, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya

dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas

dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif

dilakukan guna mendapatkan data yang deskriptif, yaitu data-data yang akan

diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

26

Ibid.

27

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum(Jakarta : UI Press, 1986), hlm. 24. 28

(17)

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar dalam penulisan skripsi ini dibagi atas lima bab dan

masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab sesuai dengan kebutuhannya.

Adapun gambaran dari isi atau sistematika dari skripsi ini adalah sebagai berikut :

Bab I (Pendahuluan) merupakan bab yang memuat tentang latar belakang,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan

kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II (Cidera janji / wanprestasi dalam hukum di Indonesia) yang

merupakan bab membahas tentang cidera janji (wanprestasi) dalam hukum

perjanjian di Indonesia, pengertian dan bagaimana terjadinya cidera janji

(wanprestasi), bentuk-bentuk cidera janji (wanprestasi) dan pelaksanaan prestasi,

serta akibat hukum apabila terjadinya cidera janji (wanprestasi).

Bab III (Kedudukan asas keadaan sulit / hardship berdasarkan hukum)

yang menjelaskan perkembangan keadaan sulit (hardship) kedalam berbagai

hukum positif di dunia, prasyarat terjadinya keadaan sulit (hardship) dalam

kontrak bisnis, dan akibat hukum terjadinya keadaan sulit (hardship).

Bab IV (Penyelesaian sengketa dalam hal terjadi keadaan sulit / hardship

dalam suatu kontrak bisnis) adalah bab yang merupakan inti dari pembahasan

skripsi ini yaitu penyelesaian sengketa wanprestasi pada umumnya baik melalui

lembaga litigasi maupun non-litigasi, serta penyelesaian sengketa kontrak akibat

adanya keadaan sulit (hardship) baik melalui proses litigasi maupun non-litigasi,

(18)

Bab V (Kesimpulan dan saran) merupakan bab kesimpulan sekaligus

Referensi

Dokumen terkait