BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.4 Premenstruasi Sindrom
Remaja adalah periode pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi
setelah masa kanak - kanak dan sebelum masa dewasa. Masa remaja merupakan masa peralihan yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. Batasan usia remaja menurut WHO adalah usia 12 – 18
tahun. Selama periode reproduksi kehidupan, seorang wanita akan mengalami haid atau menstruasi.
Salah satu gangguan yang berhubungan dengan haid adalah sindroma prahaid. Menurut International Classification of Diseases (ICD)10 yang
dikeluarkan WHO, sindroma prahaid tercantum sebagai kelainan ginekologi yang terkait dengan organ kelamin wanita dan siklus haid. Gejala - gejala sindroma prahaid terdiri dari gejala emosional, gejala fisik dan gejala perilaku serta dapat
bervariasi berdasarkan intensitas. Keluhan yang muncul di antaranya adalah cemas, lelah, susah konsentrasi, susah tidur, hilang energi, nyeri kepala, nyeri
perut dan nyeri pada payudara. Sindroma prahaid memiliki tingkat morbiditas tinggi dan mengurangi kualitas hidup usia reproduksi. Walaupun sindroma prahaid tidak mengancam nyawa, namun dapat memengaruhi produktivitas dan
kesehatan mental seorang wanita.
Premenstruasi sindrom adalah keluhan-keluhan yang dirasakan seperti rasa
timbul sekitar 7-10 hari sebelum datangnya haid dan memuncak pada saat haid timbul (Bardosono, 2006).
Premenstruasi Sindrom (PmS) secara luas diartikan sebagai gangguan siklik berulang berkaitan dengan variasi hormonal perempuan dalam siklus
menstruasi, yang berdampak pada emosional dan kesejahteraan fisik dari jutaan perempuan selama masa reproduksi seorang perempuan. Sindrom ini ditandai dengan kelompok tanda dan gejala yang kompleks, yang terjadi selama fase luteal
dari siklus menstruasi dan berkurang segera setelah menstruasi. Gejala ini umumnya akan muncul kembali pada menstruasi yang akan datang (Jacobs-Thys,
2000).
Premenstruasi sindrom ini meliputi gangguan mental dan somatik yang
berat yang muncul secara siklik terutama pada fase premenstruasi yang secara signifikan menghambat aktivitas sehari-hari. Kumpulan dari gejala gejala tersebut muncul pada fase luteal pada siklus menstruasi (1 sampai 2 minggu sampai
terjadinya menstruasi) dan gejala tersebut hilang setelah terjadinya menstruasi. Penelitian yang dilakukan oleh Borenstein J et al pada wanita di Amerika
Serikat menunjukkan hubungan antara sindrom premenstruasi dan tingkat ketidak hadiran pekerja meningkat pada waktu kerja, sehingga menurunkan efisiensi produktifitas pada waktu bekerja dan pada akhirnya akan menjadi masalah dalam
pembayaran gaji para wanita dengan sindrom premenstruasi.
Kemungkinan penyebab dari sindrom ini yaitu gangguan pada
abnormalitas pada regulasi kalsium dan vitamin D (kalsium, magnesium, dan vitamin D terkait dengan siklus menstruasi secara dinamis).
2.4.3 Faktor-faktor yang Meningkatkan Resiko
Adapun faktor-faktor yang meningkatkan resiko premenstruasi sindrom
(Joseph, 2010), yaitu : 1. Diet
Faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat,
minuman bersoda, produk susu dan makanan olahan dapat memperberat gejala PmS (Rayburn, 2001). Penurunan asupan garam dan karbohidrat dapat
mencegah edema (bengkak). Penurunan konsumsi kafein juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan dan insomnia. Pola makan disarankan
lebih sering namun dalam porsi kecil karena berdasarkan bukti bahwa selama periode premenstruasi terdapat gangguan pengambilan glukosan untuk energi. Pola konsumsi atau intake karbohidrat yang berlebihan dapat meningkatkan
resiko terjadinya PmS , penelitian Masho al et ( 2005 ) menyebutkan intake karbohidrat yang berlebihan dapat meningkatkan resiko kejadian PmS.
Karena
dengan kelebihan karbihidrat akan mengalami kenaikan berat badan, sehingga rentan terkena PmS.
2. Defisiensi zat gizi makro dan mikro
Defisiensi zat gizi makro (energi, protein) dan zat gizi mikro, seperti kurang
vitamin B (terutama B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng,
digemari tidak hanya sebagai makanan utama namun juga sebagai makanan selingan. Makanan ini mudah diperoleh dan disamping itu juga lebih
bergengsi karena pengaruh iklan, disebut sampah karena kandungan lemak jenuh, kolesterol dan natrium tinggi serta junk food ini juga rendah akan zat
gizi. Proporsi lemak lebih dari 50% total kalori yang terkandung dalam makanan itu (Arisman, 2007).
3. Status perkawinan
Status perkawinan dan status kesehatan juga mempunyai keterkaitan. Wanita yang telah menikah pada umumnya mempunyai angka kesakitan dan
kematian yang lebih rendah dan biasanya mempunyai kesehatan fisik dan mental yang lebih baik daripada wanita yang tidak menikah (Burman &
Margolin dalam Haijiang Wang, 2005).
Sebuah penelitian pada tahun 1994 yang berjudul Biological, Social and Behavioral Factors Associated with Premenstrual Syndrome yang melibatkan
874 wanita di Virginia menemukan fakta bahwa mereka yang telah menikah cenderung mempunyai resiko yang lebih kecil untuk mengalami PmS (3,7%)
dari pada mereka yang tidak menikah (12,6%) (Deuster, 1999 dalam Maulana, 2008).
4. Usia
PmS semakin mengganggu dengan semakin bertambahnya usia, terutama antara usia 30-45 tahun. Faktor resiko yang paling berhubungan dengan PmS
30 tahun (Cornforth, 2000 dalam Maulana). Walaupun ada fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejala-gejala yang sama
dan kekuatan PmS yang sama sebagaimana yang dialami oleh wanita yang lebih tua (Freeman, 2007 dalam Maulana, 2008).
5. Stres
Stres dapat berasal dari internal maupun eksternal dalam diri wanita . Stres merupakan predisposisi pada timbulnya beberapa penyakit, sehingga
diperlukan kondisi fisik dan mental yang baik untuk menghadapi dan mengatasi serangan stres tersebut. Stres mungkin memainkan peran penting
dalam tingkat kehebatan gejala premenstrual syndrome (PmS) (Mulyono dkk, 2001 dalam Maulana, 2008).
6. Kebiasaan merokok dan minum alkohol 7. Kurang berolah raga dan aktivitas fisik
2.4.4 Gejala Premenstruasi Sindrom
Terdapat banyak gejala yang dihubungkan dengan sindrom premenstruasi. Namun, gejala yang paling sering adalah gejala iritabilitas ( mudah tersinggung)
dan disforia (perasaan sedih ). Gejala mulai dirasakan 7- 10 hari menjelang menstruasi berupa gejala fisik maupun psikis yang mengganggu aktifitas sehari-hari dan menghilang setelah menstruasi .
Menurut Andrews (2010) gejala PmS (premenstruasi sindrom) sangat banyak dan bermacam-macam serta dapat mempengaruhi hampir semua sistem
1. Gejala Fisik
Gejala fisik yang khas yang dialami wanita ketika PmS yaitu diantaranya :
a. Nyeri tekan dan pembengkakan payudara b. Perut kembung
c. Edema perifer
d. Sakit kepala dan migrain
e. Rasa panas dan kemerahan pada wajah serta leher
f. Limbung g. Palpitasi
h. Gangguan penglihatan i. Ketidaknyamanan panggul
j. Perubahan pola buang air besar k. Perubahan nafsu makan
l. Mual
m. Jerawat atau lesi kulit n. Penurunan koordinasi
2. Gejala Psikologis
Banyak wanita merasa bahwa manisfestasi psikologis PmS merupakan gejala yang paling sulit ditoleransi karena mereka sering merasa diluar
kendali, dan sangat bingung dengan perilakunya sendiri. Gejala Psikologis yang paling umum diantaranya yaitu :
c. Depresi
d. Perubahan alam perasaan
e. Ansietas f. Gelisah
g. Letargi
h. Penurunan libido i. Penurunan konsentrasi
3. Gejala Perilaku
Berbagai perubahan perilaku dilaporkan bertambah selama fase PmS.
Perubahan itu meliputi agoraphobia, bolos, kehilangan konsentrasi, penurunan penampilan kerja, dan penghindaran aktivitas sosial.
2.1.3 Tipe-tipe Premenstruasi Sindrom
Menurut Guy E Abraham et al gejala-gejala klinis yang di jumpai pada sindrom premenstruasi di bagi menurut gejala yaitu : tipe A, H, C dan tipe D.
Sekitar 80 % merupakan gangguan premenstruasi sindrom tipe A, sedangkan tipe H sekitar 60%, premenstruasi sindrome tipe C sebanyak 40 % dan premenstruasi
sindrom tipe D sebanyak 20 % kadang-kadang seorang wanita mengalami gejala gabungan misalnya tipe A dan D secara bersamaan.
Adapun gejala dari setiap tipe premenstruasi sindrom, yaitu :
1. Tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai
seimbangnya hormon estrogen dan progesteron, dan dijumpai kadar estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan progesteron.
2. Tipe H ( hyperhydration ) memiliki gejala edema (pembengkakan, perut kembung nyeri pada payudara, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan
berat badan sebelum haid). Gejala dari tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe sindrom premenstruasi tipe lain. Pembengkakan ini terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel (ekstrasel) karena
tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Terapi untuk tipe ini yaitu pemberian obat diuretik untuk mengurangi retensi (penimbunan) air dan
natrium pada tubuh hanya mengurangi gejala yang ada.
3. Tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar ingin mengonsumsi makan yang
manis-manis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar,
pusing kepala yang terkadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Rasa ingin
mengkonsumsi makanan manis disebabkan stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak essensial (omega 6) atau kurangnya magnesium.
4. Tipe D (depression) ditandai dengan gejala depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata
bersamaan dengan sindrom premenstruasi tipe A, hanya sekitar 3 % dari seluruh tipe sindrom premenstruasi benar-benar murni tipe D. Sindrom
premenstruasi tipe D murni disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, dimana hormon progesteron dalam siklus haid
terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya. Kombinasi sindrom premenstruasi tipe D dengan tipe A dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine, penyerapan dan penimbunan
timbal di tubuh, atau kekurangan magnesium dan vitamin B terutama B6.
2.1.4 Penanganan Premenstruasi Sindrom
Adapun cara penanganan yang dapat dilakukan, yaitu : 1. Edukasi dan konseling
Tatalaksana pertama kali adalah meyakinkan seorang wanita bahwa wanita lainnya pun ada yang memiliki keluhan yang sama ketika menstruasi. Pencatatan secara teratur siklus menstruasi setiap bulannya dapat memberikan
gambaran seorang wanita mengenai waktu terjadinya pre-menstrual syndrome. Sangat berguna bagi seorang wanita dengan pre-menstrual
syndrome untuk mengenali gejala yang akan terjadi sehingga dapat mengantisipasi waktu setiap bulannya ketika ketidakstabilan emosi sedang terjadi.
2. Modifikasi gaya hidup
Wanita dengan gejala ini sebaiknya mendiskusikan masalahnya dengan orang
atau pertengkaran dapat dihindari apabila pasangan maupun teman mengerti dan mengenali penyebab dari kondisi tidak stabil wanita tersebut.
3. Diet
Penurunan asupan garam dan karbohidrat (nasi, kentang, roti) dapat
mencegah edema (bengkak) pada beberapa wanita. Penurunan konsumsi kafein (kopi) juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan dan insomnia (sulit tidur). Pola makan disarankan lebih sering namun dalam porsi kecil
karena berdasarkan bukti bahwa selama periode premenstruasi terdapat gangguan pengambilan glukosa untuk energi. Menjaga berat badan, karena
berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita premenstruasi sindrom (PmS).
4. Obat-obatan
Apabila gejala premenstruasi sindrom begitu hebatnya sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, umumnya modifikasi hidup jarang berhasil dan perlu
dibantu dengan obat-obatan.
a. Asam mefenamat (500 mg, 3 kali sehari) berdasarkan penelitian dapat
mengurangi gejala premenstrual syndrome seperti dismenorea dan menoragia (menstruasi dalam jumlah banyak) namun tidak semua. Asam mefenamat tidak diperbolehkan pada wanita yang sensitif dengan aspirin
atau memiliki risiko ulkus peptikum.
b. Kontrasepsi oral dapat mengurangi gejala premenstrual syndrome seperti
namun mengalami gejala premenstruasi sindrom sebaiknya pil KB tersebut dihentikan sampai gejala berkurang.
c. Obat penenang seperti alparazolam atau triazolam, dapat digunakan pada wanita yang merasakan kecemasan, ketegangan berlebihan, maupun
kesulitan tidur.
d. Obat anti depresi hanya digunakan bagi mereka yang memiliki gejala premenstrual syndrome yang parah
Cara pencegahan premenstruasi sindrom yang dapat dilakukan menurut Kinanti (2009), yaitu :
1. Melakukan diet yang sehat, mengkonsumsi buah dan sayuran atau mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung cukup vitamin dan
mineral seperti vitamin A, B6, E serta kalsium.
2. Melakukan olahraga dan aktifitas secara teratur 3. Menghindari dan mengatasai stres
4. Menjaga berat badan, karena berat badan yang berlebih dapat meningkatkan resiko menderita PmS
5. Mencatat jadwal siklus haid serta kenali gejala PmS
6. Memperhatikan apakah sudah dapat mengatasi PmS pada siklus-siklus datang bulan berikutnya.
Menurut Barizad (2005) dampak gejala PmS, yang tidak tertangani dengan baik dapat mengakibatkan :
Deplesi ini dapat mengakibatkan kerapuhan tulang dan meningkatnya resiko osteoporosis. Jika hal ini terjadi maka resiko patah tulang akibat tulang yang
keropos menjadi lebih besar.
2. PmS yang sudah parah dan tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut
menjadi Pra Menstrual Dysphoric Disorder (PMDD) menyatakan bahwa wanita yang mengalami PMDD mengalami kegagalan penyesuaian sosial dan pengurangan kualitas kehidupan. Kegagalan ini berupa gangguan pada diri
wanita itu sendiri yang berupa emosi yang tidak stabil dan rasa cepat marah. Kondisi ini menyebabkan wanita tersebut menjadi lebih sering marah ketika
mengalami menstruasi sehingga membuat orang lain tidak nyaman untuk berinteraksi.
Menurut Joseph (2010) pendekatan terapi untuk mengatasi PmS (Pre Menstrual Syndrome) dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Terapi non hormon
a. Anjuran untuk sering mengkonsumsi karbohidrat b. Pemberian vitamin B6
c. Evening primrose oil (untuk gejala pada payudara) d. Mineral (Ca dan Mg) mungkin bermanfaat
e. Terapi alternative (olahraga dan relaksasi)
f. Psikoterapi g. Obat psikotropik
h. Diuretik (spironolakton)
2. Terapi hormon
a. Progesteron/progestogen
b. Estrogen c. Danazol
d. Analog agonis GnRH e. Bromokriptin
f. Pil kontrasepsi oral
Selain pendekatan terapi, Joseph (2010) juga menyebukan ada pendekatan bedah yaitu dengan dilakukannya histerektomi atau ooforektomi.
2.2 Asupan makanan
Asupan makanan adalah semua jenis makanan dan minuman yang
dikonsumsi tubuh setiap hari. Umumnya asupan makanan di pelajari untuk di hubungkan dengan keadaan gizi masyarakat suatu wilayah atau individu. Mengetahui asupan makanan suatu kelompok masyarakat atau individu
merupakan salah satu cara untuk menduga keadaan gizi kelompok masyarakat atau individu yang bersangkutan. (Sumarno, dkk dalam Gizi
Indonesia 1997).
Kekurangan beberapa zat gizi baik zat gizi makro maupun zat gizi mikro dapat menyebabkan premenstruasi sindrom. Beberapa zat gizi yang berpengaruh
terhadap kejadian premenstruasi sindrom (Redei, 1995) adalah : 1. Karbohidrat
mempertahankan kadar serotonin sehingga dengan memakan makanan yang mengandung karbohidrat akan lebih dapat mengendalikan perubahan mood.
Sekitar 80% dari total serotonin dalam tubuh manusia terdapat pada sel enterochromaffin di usus yang digunakan untuk mengatur gerakan usus. Sisa yang
20% disintesis dalam neuron serotonergik dalam sistem saraf pusat dimana serotonin memiliki banyak fungsi. Fungsi tersebut daintaranya mengatur mood, nafsu makan, tidur, serta kontraksi otot.
2. Kalsium
Kalsium membantu tubuh melepaskan hormone endorphin selama masa
menstruasi. Hormon endorphin adalah senyawa kimia yang membuat seseorang merasa senang atau nyaman (Hankinson, 2005). Endorfin diproduksi oleh tubuh
kita (kelenjar pituitary) yaitu pada saat kita merasa bahagia dan pada saat kita istirahat yang cukup. Karena endorphin diproduksi oleh tubuh manusia sendiri, maka hormon ini dianggap sebagai zat penghilang rasa sakit yang terbaik. Selain
itu, kalsium juga memiliki peran untuk mengatur kontraksi otot. 3. Mineral
Mineral seperti seng dan magnesium dapat membantu meringankan gejala PmS seperti sakit kepala, sakit pinggul, dan ketegangan. (Jasons, 2008). Magnesium dapat membantu meringankan gejala premenstruasi sindrom seperti
sakit kepala, dan pinggul. Magnesium juga berfungsi untuk membantu dalam proses penyerapan kalsium. Magnesium merupakan faktor protektif terhadap
aktivitas enzim glucuronyl transferase yaitu suatu enzim yang terlibat dalam proses glukuronidasi hepatik estrogen. Pada saat kadar magnesium dalam darah
rendah maka proses ini tidak berjalan dengan baik. Selain berfungsi pada proses glukuronidasi, magnesium juga berfungsi dalam mengaktivasi piridoksin ke
bentuk aktifnya yaitu pyridoxal phosphate. Menurut Bolte et al (2001), metabolisme dari magnesium yang abnormal berhubungan dengan gangguan neuropsikiatri tampak dari gangguan mood dan gejala fisik yang tampak seperti
migraine, epilepsy, nyeri kronik. Dikarenakan magnesium mempunyai hubungan secara langsung dengan fungsi sel yang normal, maka jika terjadi penurunan
kadar magnesium akan menimbulkan gejala-gejala premenstruasi sindrom. 4. Vitamin B6
Vitamin B6 memiliki dampak modulatori yang signifikan pada produksi
pusat neurotransmitter (misalnya serotonin, GABA) yang mengendalikan ansietas, depresi, dan persepsi nyeri dan juga berperan dalam biosintesis steroid, yaitu
serotonin. Vitamin B6 berperan sebagai koenzim dan metabolisme protein
termasuk di dalamnya adalah asam amino triptofan yang berkaitan dengan
serotonin. Serotonin berperan penting pada kejadian premenstruasi sindrom. Saat kadar vitamin B6 dalam darah rendah, maka biosintesis serotonin terganggu,
sehingga memicu ovulasi terlalu awal dan terjadi pergantian pola estrogen dan
progesterone. Vitamin B6 memberikan efek rileks dan tenang menjelang
menstruasi dan mengontrol produksi serotonin yang penting dalam
mengendalikan perasaan seseorang. Kekurangan vitamin B6 dapat menyebabkan
sulit berkonsentrasi dan bahkan anemia. Beberapa penelitian menunjukkan dosis vitamin B6 hingga 200 mg/hari kemungkinan besar bermanfaat untuk mengobati
gejala-gejala premenstruasi. 5. Vitamin E
Vitamin E dapat berguna dalam mengurangi ketegangan pada payudara yang merupakan salah satu gejala PmS (Jacobs, 2000).
6. Sodium dan kafeine
Makanan yang mengandung banyak garam dapat menyebabkan retensi cairan dan memperburuk gejala PmS (Karyadi, 2008). Sedangkan kafeine dapat
menimbulkan kecemasan atau depresi (Rasheed, 2003). 7. Lemak
Dengan mengkonsumsi rendah lemak dan tinggi karbohidrat akan mengurangi pembengkakan payudara (Paath, 2006).
2.2.2 Angka Kecukupan Gizi bagi Remaja
Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada
Recommended Daily Allowances (RDA). Untuk praktisnya, RDA disusun
berdasarkan perkembangan kronologis bukan kematangan. Karena itu, jika konsumsi energi remaja kurang dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya belum tercukupi. Status gizi remaja harus dinilai secara perorangan,
berdasarkan data yang diperoleh dari pemeriksaan klinis, biokimiawi, antropometris, diet, serta psikososial.
merupakan komponen penting pembentuk tulang dan otot. Peningkatan kebutuhan akan energi dan zat gizi sekaligus memerlukan tambahan vitamin di atas
kebutuhan semasa bayi dan anak. Asupan thiamin, riboflavin, dan niacin harus ditambah sejajar dengan pertambahan energi. Vitamin diketahui berperan dalam
proses pelepasan energi dari karbohidrat. Percepatan sintesis jaringan mengisyaratkan pertambahan asupan vitamin B6, B12, dan asam folat. Asupan
vitamin A, C, dan E juga perlu ditingkatkan selain vitamin D karena perannya
dalam proses pembentukan tulang.
Angka kecukupan gizi (AKG) berguna sebagai patokan dalam penilaian
dan perencanaan konsumsi pangan, serta basis dalam perumusan acuan label gizi. Angka kecukupan gizi mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan
Iptek gizi dan ukuran antropometri penduduk.
Remaja yang kurang gizi atau terlalu kurus (KEK), anemia, kekurangan kalsium, vitamin D, yodium, seng dan kekurangan vitamin, serta mineral lainnya
akan mempengaruhi proses menstruasi dan juga proses reproduksi. Kebutuhan gizi remaja relatif besar, karena masih mengalami pertumbuhan. Selain itu, remaja
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi 2013
Salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya PmS
adalah diet. Adapun makanan yang harus dihindari dan juga lebih banyak dikonsumsi saat menjelang haid agar meringankan atau mengurangi risiko PmS
adalah sebagai berikut :
a. Makanan yang harus dihindari
Makanan yang harus dihindari ataupun dikurangi ini dilakukan untuk
meringankan gangguan PmS, seperti :
1. Mengurangi makanan gurih. Lebih baik hindari makanan yang bersifat gurih
2. Kurangi konsumsi makanan tinggi kalium. Kalium ditemukan dalam makanan seperti ubi jalar yang dapat meningkatkan kemungkinan wanita
mengalami PmS. Mineral ini juga dapat meyebabkan gejala-gejala fisik dan emosional lainnya seperti kembung, depresi dan mudah tersinggung.
b. Makanan yang harus dikonsumsi
Suatu penelitian telah menunjukkan bahwa pemilihan asupan makanan mempengaruhi perkembangan PmS atau bisa jadi mengurangi keparahan
gejalanya. Misalnya, makanan yang kaya kalsium terbukti dapat menurunkan resiko PmS.
1. Menambah konsumsi serat. Serat dari sayuran dan buah-buahan bisa membantu mengurangi keluhan PmS. Misalnya, pisang mengandung vitamin
B6 yang mampu mengurangi gejala PmS seperti payudara yang menegang,
retensi air, dan mood yang berubah-ubah. Sedangkan nenas, kaya akan vitamin A, B, dan C, serta mangan. Mineral ini telah terbukti mampu
meningkatkan mood dan mengurangi retensi air, sehingga terbebas dari masalah perut kembung.
2. Memperbanyak minum air putih. Hindari minum terlalu banyak gula, kafein, cokelat, dan es. Kondisi dingin dalam tubuh tidak baik untuk aliran darah. Sebaiknya minum air putih hangat untuk memperlancar aliran darah.
3. Mengonsumsi zat besi. Saat menstruasi, kita kehilangan 12-15 mg elemen zat besi. Karena itu, saat menstruasi dianjurkan mengonsumsi vitamin penambah
makanan yang mengandung zat besi adalah daging sapi, kambing, ayam, ikan, ikan tuna, telur, oatmeal, serta berbagai sayuran berwarna hijau. Para
peneliti di Universitas Massachusetts di Amherst menemukan bahwa wanita dengan asupan zat besi lebih dari 20 miligram per hari ternyata beresiko 35
persen lebih rendah terdiagnosis PmS dibandingkan dengan mereka yang hanya mengkonsumsi 10 mg per hari.
Menurut Elizabeth Bertone-Johnson, penulis studi juga seorang profesor
epidemologi di UMass Amherst mengatakan bahwa tidak semua bentuk zat besi sama untuk mengatasi PmS. Ini terutama besi yang ditemukan dalam
makanan dan supemen, besi non-heme yang dapat mengurangi potensi PmS. Besi heme berasal dari sumber hewani seperti daging merah dan unggas tidak
memiliki efek yang sama. Bertone-Johnson menduga bahwa besi non-heme memiliki hubungan yang lebih kuat dengan PmS karena lebih mudah untuk makan makanan yang kaya sumber tanaman dan suplemen. Misalnya, tiga
perempat cangkir sereal yang diperkaya memiliki 18 mg besi non-heme. Sementara secangkir kacang memiliki 3 sampai 7 mg. Sementara 3 ons
daging sapi hanya memiliki 2 sampai 3 mg zat besi heme. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan harian zat besi jika hanya dengan mengonsumsi daging sapi maka haruslah konsumsi daging sapi dalam porsi yang besar.
Selain itu, konsumsi daging sapi dalam jumlah yang banyak tidak dianjurkan karena mengingat kandungan lemak jenuhnya.
nenas, mangga, atau pepaya, sumber vitamin C ada pada strawberry, brokoli, semangka, kembang kol, kubis, dan tomat.
5. Konsumsi kalsium. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susan Thys-Jacobs seorang pakar endokrinologi dari St. Luke, S- Roosevelt
Hospital Center di New York, kalsium juga dapat berperan dalam meringankan sindrom premenstruasi (PmS). Menurut laporan Archives of Internal Medicine, diet kaya kalsium dapat menekan risiko terkena PmS
sampai 40%. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa kalsium dan vitamin D yang membantu absorbsi kalsium dapat mengurangi nyeri hebat pada saat
PmS. Hasil yang didapat menyimpulkan bahwa diet tinggi kalsium dan vitamin D dapat menolong para wanita terbebas dari PmS. Peningkatan
asupan kalsium mempengaruhi kadar hormon estrogen selama masa menstruasi. Hal ini dapat mempengaruhi siklus menstruasi. Penemuan ini menjelaskan bahwa konsumsi kalsium sangat dianjurkan bagi wanita dengan
atau tanpa PmS.
2.3 Kerangka Teori
Diet yang tidak tepat pada remaja dapat menyebabkan kurangnya asupan zat gizi yang dibutuhkan. Dalam hal ini yaitu kurangnya asupan zat gizi mikro seperti kalsium, magnesium dan vitamin B6. Asupan zat gizi mikro memiliki
keterkaitan terhadap premenstruasi sindrom (PmS). Menurut Saryono dan Sejati (2009), salah satu penyebab PMS adalah kurangnya asupan kalsium, magnesium,
Kalsium berfungsi dalam mengatur fungsi sel (transmisi saraf, kontraksi otot, dan pengumpulan darah), mengatur kerja hormon, dan faktor pertumbuhan
(Almatsier, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Thys-Jacob (2010) diketahui bahwa kalsium merupakan salah satu mineral yang terbukti secara
signifikan menghasilkan 50% pengurangan gejala premenstruasi sindrom seperti gangguan mood, dan perilaku yang berlangsung selama sindrom premenstruasi, kegelisahan, depresi, dan mual.
Magnesium bertindak sebagai katalisator di dalam sel jaringan lunak, dan juga termasuk metabolisme zat gizi makro (Almatsier, 2010). Magnesium sangat
baik bagi tubuh, yaitu untuk mengendorkan otot, melemaskan saraf, dan juga mencegah kerusakan gigi (Almatsier, 2010). Berdasarkan literature review,
didapat bahwa dengan mengkonsumsi 400-800 mg/hari magnesium dapat mencegah dan menurunkan risiko terjadinya PmS (Lustyk dan Gerrish, 2010).
Vitamin B6 memiliki peran dalam pembentukan serotonin yang berkaitan
dengan gejala PmS. Kekurangan vitamin B6 dapat menyebabkan berbagai
permasalahan seperti sulit berkonsentrasi, depresi, kelemahan otot, mudah lelah
yang merupakan gejala dari PmS (Almatsier, 2010).
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Saryono dan Sejati (2010)
Almatsier (2010)
Asupan Makanan
Kalsium
Magnesium Vitamin B6
Perubahan kadar serotonin
Gejala PmS
2.4 Kerangka Konsep
Premenstruasi sindrom meliputi gangguan mental dan somatik yang berat
yang muncul secara siklik terutama pada fase premenstruasi yang secara signifikan menghambat aktivitas sehari-hari.
PmS adalah keluhan-keluhan yang dirasakan seperti rasa cemas, depresi, suasana hati yang tidak stabil, kelelahan, pertambahan berat badan, rasa malas, sakit pada payudara, kejang dan nyeri punggung yang dapat timbul sekitar 7-10
hari sebelum datangnya haid dan memuncak pada saat haid timbul (Bardosono, 2006).
Salah satu faktor yang menyebabkan premenstruasi sindrom adalah asupan makanan remaja yang rendah akan kandungan zat gizi. Perilaku makan remaja
umumnya mengkonsumsi makanan dengan kadar zat gizi mikro yang rendah. Untuk lebih jelasnya tentang hubungan asupan makanan dengan kejadian PmS, maka dapat dirumuskan dalam kerangka konsep penelitian berikut :
Variabel Independent Variabel Dependent
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
Asupan makanan pada siswi Kelas XI SMA Negeri 1 Perbaungan diduga dapat menyebabkan premenstruasi sindrom.