• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Ikan di Sungai Silang, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Ikan di Sungai Silang, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Sungai

Sungai merupakan perairan terbuka yang mengalir (lotik) yang mendapat masukan dari semua buangan berbagai kegiatan manusia di daerah pemukiman, pertanian, dan industri dari daerah sekitarnya. Masukan buangan ke dalam sungai dapat mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan biologi di dalam perairan. Perubahan ini dapat menghasilkan bahan-bahan yang esensial dalam perairan sehingga menggangu lingkungan perairan ( Nontji 1986).

Sungai memiliki beberapa ciri antara lain: memiliki arus, resident time (waktu tinggal air), organisme yang ada memiliki adaptasi biota khusus, substrat umumnya berupa batuan, kerikil, pasir dan lumpur, tidak terdapat stratifikasi suhu dan oksigen, serta sangat mudah mengalami pencemaran dan mudah pula menghilangkannya (Odum, 1996).

Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamian, mulai dari bentuk kecil dibagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah dalam perjalanannya sebagian kecil menguap dan sebagian besar mengalir dalam bentuk alur-alur kecil, kemudian menjadi alur-alur sedang seterusnya mengumpul menjadi satu alur besar (Loebis et.al., 1993).

Selain berfungsi sebagai media kehidupan, sungai juga berperan sebagai tempat pembuangan dari semua limbah kegiatan manusia seperti limbah dari daerah pemukiman, pertanian, perikanan, pariwisata dan industri yang ada di sekitarnya (Mahida, 1984). Adanya masukan dari limbah di atas akan dapat merubah sifat fisika, kimia dan biologi dari ekosistem sungai. Perubahan tersebut dapat menurunkan kualitas air dan mengganggu tatanan kehidupan organisme di dalam sungai (Odum, 1998).

(2)

sehingga komponen jaring-jaring makanannya sebagian berasal dari luar dan lebih bervariasi dan (c) sungai memiliki tekanan oksigen yang lebih seragam dengan sedikit atau bahkan tidak ada stratifikasi termal ataupun kimia (Odum, 1996).

Pada perairan sungai biasanya terjadi percampuran massa air secara menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan lentik. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola aliran air. Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut (Effendi, 2003).

Sungai merupakan perairan mengalir (lotik) yang dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar 0,1-1,0 m/detik, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, bentang alam (topografi dan kemiringan), jenis batuan dasar dan curah hujan. Semakin tinggi tingkat kemiringan, semakin besar ukuran batuan dasar dan semakin banyak curah hujan, pergerakan air semakin kuat dan kecepatan arus semakin cepat (Mulyanto, 2007).

2.2 Ekologi Ikan

Ikan merupakan hewan vertebrata dan dimasukkan ke dalam filum Chordata yang hidup dan berkembang di dalam air dengan menggunakan insang. Ikan mengambil oksigen dari lingkungan air di sekitarnya. Ikan juga mempunyai anggota tubuh berupa sirip untuk menjaga keseimbangan dalam air sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh angin (Sumich, 1992).

Raharjo (2011), menyebutkan beberapa habitat ikan pada umumnya yaitu habitat air tawar dan air laut. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi 2, yaitu air tergenang atau disebut habitat lentik dan habitat lotik. Habitat lentik berasal dari kata lenis yang berarti tenang, contohnya danau, kolam dan rawa. Habitat lotik atau air mengalir, berasal dari kata lotus yang berarti tercuci, contohnya mata air, aliran air atau sungai.

(3)

sungai. Secara ekologi diasumsikan bahwa keanekaragaman spesies yang tinggi menunjukkan keseimbangan ekosistem yang lebih baik dan memiliki elastisitas terhadap berbagai bencana, seperti penyakit, predator, dan lainnya. Sebaliknya keanekaragaman yang rendah (jumlah spesies sedikit) menunjukkan sistem yang stress atau sistem yang sedang mengalami kerusakan, misalnya bencana alam, polusi, dan lain-lain.

2.3 Pengelompokan Ikan

Ikan merupakan vertebrata yang paling banyak jumlahnya yang menghabiskan seluruh hidupnya pada perairan. Sekarang ini ada sekitar 20.000 sampai 30.000 spesies yang telah diketahui, hampir setengah dari jumlah vertebrata. Kebanyakan ikan adalah ikan bertulang sejati terutama teleostei dan sisanya 50 spesies ikan jawless dan 800 spesies ikan bertulang rawan (Marshall & Bone, 1982).

Menurut Eschmeyer (1998), ikan dikelompokkan dalam 6 kelas. yaitu: a. Kelas Myxini memiliki ciri-ciri bentuk seperti ular, tidak mempunyai tulang

belakang (vertebra), tidak mempunyai rahang mata rudimenter. Tidak ada sirip berpasangan dan tidak ada sirip dorsal. Bertulang rawan. Lubang hidung pada bagian kepala. Nostril di bagian depan kepala. Terdapat 5-15 kantung insang pada setiap sisi. Sistem garis sisi mengalami degenerasi. Semua anggota kelas Myxini hidup di laut. sebagian besar di zona intertidal pada dasar berlumpur lunak dan berpasir.

b. Kelas Cephalaspidomorphi memiliki ciri-ciri bentuk seperti ular. Vertebrae terdiri atas tulang rawan. Ikan ini tidak mempunyai rahang. Mata berkembang baik. Nostril di bagian atas kepala, tidak ada lengkung insang sejatiuntuk menyokong dan melindungi insang, dan sebagai gantinya terdapat suatu kantung yang terletak di luar insang, arteri insang dan saraf terletak di dalamnya, satu lubang hidung. Sirip berpasangan tidak ada. Sirip dorsal satu atau dua. Usus bersilia. Telur kecil dengan kait. Salah satu spesies ikan anggota kelas ini adalah ikan lamprey (Lampreta planeri, Petromyzon marinus).

(4)

pasang dan celah insang satu pasang. Tanpa sisik pada ikan dewasa. Tidak punya spirakel dan tidak ada kloaka. Ikan yang jantan mempunyai alat penyalur sperma disebut tenakulum, yang terletak di kepala bagian depan. d. Kelas Elasmobranchii ikan ini mempunyai rahang. Jumlah insang dan celah

insang berkisar antara 5-7 pasang, yang setiap pasangnya mempunyai sekat pelat insang. Spirakel terletak di depan celah insang. Ikan mempunyai sirip yang berpasangan. Terdapat sepasang nostril (dirhinous). Bersisik plakoid atau tidak bersisik. Ikan jantan biasanya mempunyai alat penyalur sperma yang dinamakan klasper (miksopterigium). Bentuk sirip ekor tidak simetris (heteroserkal).

e. Kelas Sarcopterygii, sebagian dari kelas ini sudah punah dan tinggal fosil. Salah satu anggota kelas ini adalah coelacanth yang berupa fosil dan diperhitungkan hidup pada kurun waktu antara masa pertengahan Devonian (350 juta tahun yang lalu) sampai akhir Cretaceous (66 juta tahun yang lalu). f. Kelas Actinopterygii merupakan kelas yang dominan di bumi. Kelas ini

mempunyai ciri-ciri lengkung insang merupakan tulang sejati, yang terletak di bagian tengah insang, mengandung arteri dan saraf. Notokorda seperti rangkaian manik, atau seperti manik-manik yang terpisah mempunyai rahang (maksila dan premaksila) rangka terdiri atas tulang sejati. mempunyai sirip yang berpasangan (sirip dada dan sirip perut) mempunyai sepasang lubang hidung mempunyai sisik yang umumnya bertipe sikloid dan stenoid, tetapi ada juga yang bersisik tipe ganoid dan beberapa kelompok tanpa sisik biasanya mempunyai gelembung gas tidak ada kloaka.

2.4Karakteristik Ikan

(5)

Ikan mempunyai otak yang terbagi menjadi region-region, dan dibungkus dalam cranium berupa kartilago. Telinga hanya terdiri dari telinga dalam, berupa saluran semikularis, sebagai organ keseimbangan. Jantung berkembang baik, sirkulasi mengangkut aliran darah dari jantung melalui ingsang kaki ke seluruh tubuh bagian lain. Tipe ginjal pronerfos dan mesonepros (Brotowidjoyo et al., 1995).

Menurut Rifai et al., (1983), ciri-ciri umum ikan adalah mempunyai rangka tulang sejati dan tulang rawan, terdapat sirip tunggal dan berpasangang mempunyai operculum sebagai penutup ingsang, tubuh bersisik dan memiliki lendir serta bagian tubuh sudah jelas antara kepala, badan dan ekor.

Menurut Radiopoetro (1990), bentuk, ukuran dan jumlah sisik ikan dapat memberikan gambaran bagaimana kehidupan ikan tersebut. Sisik ikan mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka macam, yaitu sisik ganoid merupakan sisik besar dan kasar, sisik sikloid dan stenoid merupakan sisik yang kecil, tipis atau ringan serta sisik placoid merupakan sisik yang lembut.

2.5 Faktor Fisik Kimia Perairan Sungai

Kualitas air sungai juga dapat mempengaruhi kehidupan biota dalam ekosistem tersebut. Sifat-sifat fisika dan kimia yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan diantaranya :

2.5.1 Suhu

Suhu merupakan faktor lingkungan yang utama pada perairan karena merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan penyebaran hewan (Michael, 1994). Secara umum kenaikan temperatur perairan akan mengakibatkan kenaikan aktivitas fisiologis organisme (Asdak, 1995).

(6)

2.5.2. pH (potential of Hydrogen)

Potential of Hydrogen (pH)merupakan suatu ukuran keasaman air yang dapat mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan hewan perairan (Odum, 1996). Ini dikarenakan sungai bagian hulu masih belum tercemar. pH juga merupakan derajat keasaman yang menyatakan keasaman atau kebasaan dalam suatu larutan. Adanya pengaruh pembuangan limbah dari penduduk dapat menurunkan pH air di Sungai. pH ideal untuk ikan hidup berkisar 7-8,5 ( Effendi, 2003 dalam Ansori, 2008).

Sastrawidjaya (1991), mengatakan pH air turut mempengaruhi kehidupan ikan, pH air yang ideal bagi kehidupan ikan berkisar antara 6,5 – 7,5. pH air kurang dari 6 atau lebih dari 8,5 perlu diwaspadai karena mungkin ada pencemaran, hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi ikan.

2.5.3 Intensitas Cahaya

Cahaya merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan ikan dan berperan secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya dibutuhkan ikan untuk mengejar mangsa, menghindarkan diri dari predator dan dalam perjalanan menuju suatu tempat. Secara tidak langsung peranan cahaya matahari bagi kehidupan ikan adalah melalui rantai makanan. Ikan yang mendiami daerah air yang dalam pada siang hari akan bergerak menuju ke daerah yang lebih dangkal untuk mencari makanan dengan adanya rangsangan cahaya (Goldman & Horne, 1983).

2.5.4 Penetrasi Cahaya

(7)

2.5.5 Kekeruhan air

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan larut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain. Selanjutnya Dongkyun et al., (2011) menjelaskan bahwa kekeruhan dapat mempengaruhi habitat organisme perairan. Tingginya tingkat kekeruhan dapat menyebabkan stress bahkan kematian pada ikan.

2.5.6 Arus air

Arus air merupakan pergerakan massa air dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah sesuai dengan sifat air. Aliran sungai sangat fluktuatif dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Beberapa variabel penting dalam dinamika sungai adalah debit air, kecepatan, gradient, muatan sedimen dan base level (level terendah sungai). Menurut Sudarto (1993), debit adalah jumlah air yang melalui suatu titik tertentu dengan interval waktu tertentu (m3/s). Sedangkan kecepatan tidak sama sepanjang kanal sungai hal ini tergantung dari bentuk, kekasaran kanal sungai dan pola sungai. Kecepatan air mengalir secara proporsional terhadap kemiringan kanal sungai (Odum, 1996).

Arus air sangat membantu pertukaran air, membersihkan tumbuhan sisa metabolisme ikan dan membawa oksigen terlarut yang sangat dibutuhkan. Namun, harus dicegah arus yang terlalu berlebihan karena menyebabkan ikan stress, energi banyak yang terbuang dan selera makan berkurang, kecepatan arus yang ideal sekitar 0,2- 0,5 m/s (Kordi, 2004). Mulya (2004), menjelaskan semakin ke hilir kecepatan arus air biasanya semakin lambat, selain itu panjang dan lebar sungai juga akan berpengaruh terhadap kecepatan arus.

2.5.7 Kedalaman sungai

(8)

merupakan wadah penyebaran atau faktor fisik yang berhubungan dengan banyak air masuk kedalam suatu sistem perairan, karena semakin dalam suatu sungai akan semakin banyak pula jumlah ikan yang menempati (Kottelat et al., 1993).

2.5.8 Disolved Oxygen (DO)

Oksigen terlarut atau kebutuhan oksigen merupakan salah satu parameter dalam menentukan kualitas air. Nilai DO yang semakin besar pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Oksigen terlarut pada air yang ideal ikan adalah 5-7 ppm, jika kurang dari itu maka resiko kematian akan semakin tinggi. Salmin (2005) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air akan bertambah dengan rendahnya suhu. Pada permukaan sungai kadar oksigen cenderung lebih tinggi karena adanya difusi dari udara bebas dan fotosintesis dibandingkan dengan dasar sungai yang proses fotosintesis berkurang akibat kekurangan intesitas cahaya (Odum, 1996).

2.5.9 Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Biochemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik di dalam air lingkungan untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut. Angka BOD yang tinggi menunjukkan terjadinya pencemaran organik di perairan. Simamora (2009), menyatakan nilai konsentrasi BOD menunjukkan kualitas suatu perairan masih tergolong baik apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar 5 mg/l.

2.5.10 Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar

Referensi

Dokumen terkait

Contoh sikap percaya diri yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari hari adalah.... Rajin belajar dan tekun

This study takes a first step in addressing these questions by developing a measure of gatekeeping trust, distinguishing it from two other media trust constructs, experimentally

Sehubungan dengan pentingnya marketing mix terhadap keputusan konsumen melakukan guna meningkatkan penjualan perusahaan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

Adanya gugus fungsional yang tertanam pada permukaan nanopartikel tersintesis dalam etanol/urea mengakibatkan nanopartikel tersebut memiliki dispersi yang lebih baik

Puji syukur peneliti ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan

Berdasarkan hasil analisa data kepadatan serangga tanah pada Tabel 4.3 dapat diketahui dari 23 genus serangga tanah yang ditemukan, pada perkebunan konvensional yaitu genus

Penilaian atas risiko kecurangan dianggap sebagai alat yang efektif untuk pencegahan fraud dan karena dengan sarana ini dapat meningkatkan kompetensi auditor dalam

Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah pengaruh etika auditor dan kompleksitas tugas terhadap kualitas audit pada 9 Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ada