• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Organologi Surdam Belin (Tangko Kuda) Buatan Bapak Pauji Ginting

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Organologi Surdam Belin (Tangko Kuda) Buatan Bapak Pauji Ginting"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Di dalam Bab II ini penulis akan menerangkan gambaran lokasi penelitian dengan spesifikasi objek penelitian surdam belin (tangko kuda) yang terdapat di Desa Hulu, yang dibuat oleh Bapak Pauji Ginting, sebagai latar belakang budaya Karo yang diinternalisasikannya. Begitu juga dengan gambaran masyarakat Karo pada umumnya yang memiliki kebudayaan tersebut. Sehingga dalam tulisan ini penulis juga memaparkan setiap kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat Karo dengan rincian terkait kesenian tradisional dalam masyarakat Karo pada khususnya. Dengan melihat gambaran lokasi penelitian maka pembaca diharapkan mengerti dan paham dengan kesenian tradisional yang terdapat dalam masyarakat Karo pada umumnya.

2.1 Sejarah Berdirinya Kabupaten Deli Serdang

(2)

oleh Front Nasional. Negara-negara bagian dan daerah-daerah istimewa lain di Indonesia kemudian bergabung dengan NRI, sedangkan Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur (NST) tdak bersedia. Akhirnya Pemerintah NRI meminta kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk mencari kata sepakat dan mendapat mandat penuh dari NST dan NIT untuk bermusyawarah dengan NRI tentang pembentukan Negara Kesatuan dengan hasil antara lain Undang-Undang Dasar Sementara Kesatuan yang berasal dari UUD RIS diubah sehingga sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945

Atas dasar tersebut terbentuklah Kabupaten Deli Serdang seperti tercatat dalam sejarah bahwa Sumatera Timur dibagi atas 5 (lima) Afdeling, salah satu diantaranya Deli en Serdang, Afdeling ini dipimpin seorang Asisten Residen beribu kota Medan serta terbagi atas 4 (empat) Onderafdeling yaitu Beneden Deli beribu kota Medan, Bovan

(3)

Tahun 1956. Untuk merealisasikannya dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Pertimbangan Daerah (DPD). Namun, tahun demi tahun berlalu setelah melalui berbagai usaha penelitian dan seminar-seminar oleh para pakar sejarah dan pejabat Pemerintah Daerah Tingkat II Deli Serdang pada waktu itu (sekarang Pemerintah Kabupaten Deli Serdang), akhirnya disepakati dan ditetapkanlah bahwa Hari Jadi Kabupaten Deli Serdang adalah tanggal 1 Juli 1946.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1984, ibu kota Kabupaten Deli Serdang dipindahkan dari Kota Medan ke Lubuk Pakam dengan lokasi perkantoran di Tanjung Garbus yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara tanggal 23 Desember 1986.

2.1.1 Letak Geografis Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’ Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari wilayah pada

posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah 2.497,72 Km2 Dari luas Propinsi Sumatera Utara, dengan batas sebagai berikut:

(a) Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Melaka, (b) Sebelah Selatan berbatasan dergan Kabupaten Karo,

(c) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai, dan

(4)

Berdasarkan hasil sensus penduduk 2013, penduduk Kabupaten Deli Serdang mayoritas bersuku bangsa Jawa (51,77 %), Karo (10,84 %), Toba (10,78 %), Mandailing (6,71%), Melayu (6,22 %), Minangkabau (2,91%) Simalungun (1,68 %), dan lain lain (1,24 %). Sedangkan Agama yang dianut oleh masyarakat Deli Serdang beragama Islam paling besar (78,22%), Kristen (19,30 %), Budha (2,03 %), Hindu (0,17 %), dan lainnya (0,29 %).

2.1.2 Letak Lokasi Penelitian

Kecamatan Pancur Batu merupakan tempat tinggal Bapak Pauji Ginting, Secara administratif kecamatan Pancur Batu mempunyai luas wilayah 122.53 km2 yang terdiri atas 26 Desa. Adapun batas-batas wilayah kecamatan Pancur Batu adalah sebelah utara berbatasan dengan Kota Medan, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sibolangit, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Katalimbaru, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe. Dari 26 desa tersebut, beliau tinggal di Desa Hulu , tepatnya berada di Jalan Rambung Merah - Perumahan Salam Tani Blok E No. 40. Di lokasi tersebutlah beliau membuka bengkel alat musik Karo dan tinggal bersama keluarganya.

2.2 Penduduk dan Sistem Bahasa

(5)

Karo yang mendiami daerah kabupaten Karo sering disebut sebagai Karo Gugung yang artinya adalah masyarakat Karo yang mendiami dataran tinggi (pegunungan), dan masyarakat Karo yang menempati Kabupaten Langkat disebut sebagai Karo Jahe yang artinya adalah sebagian masyarakat Karo yang mendiami dataran rendah wilayah Langkat dan Deli Serdang.

2.2.1 Kependudukan

Penduduk dalam desa Hulu mayoritas suku Karo Jahe dan terkadang ada sebagian suku lain yang sudah bertempat tinggal di daerah tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa Desa Hulu merupakan desa yang termasuk dalam wilayah yang pada umumnya mayoritas masyarakat Karo Jahe. Pada tahun 2014, penduduk di desa Hulu sebanyak 1563 jiwa dengan jumlah 315 keluarga. Komposisi penduduk dilihat dari jenis kelamin, tingkat umur, agama, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian.

(6)

2.2.2 Bahasa

Masyarakat Karo Jahe memiliki bahasa yang biasanya digunakan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam upacara adat yaitu bahasa Karo. Selain memiliki bahasa sendiri, masyarakat Karo Jahe juga memiliki aksara Karo. Aksara Karo ini merupakan aksara Kuno yang dipergunakan oleh masyarakat Karo, akan tetapi saat ini penggunaannya terbatas sekali dan bahkan hampir tidak pernah dipergunakan lagi. Berikut aksara Karo yang digunakan oleh masyarakat Karo dari dulu.

Gambar 1 : Aksara Karo

2.3 Sistem Kekerabatan

(7)

kehidupan sehari-hari pada masyarakat Karo dalam hubungan bermasyarakat dan berbudaya.

2.3.1 Merga Silima

Masyarakat Karo memiliki sistem marga atau dalam bahasa Karo disebut dengan merga untuk laki - laki dan beru untuk perempuan. Merga/beru merupakan sebuah identitas bagi masyarakat Karo di mana setiap masyarakatnya memiliki merga/beru tersebut. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok yang disebut dengan merga silima yang berarti marga yang lima. Kelima merga tersebut adalah Karo-Karo, Tarigan, Ginting, Sembiring, dan Perangin-angin. Merga atau beru ini digunakan sebagian nama belakang, misalnya Marthin merga Tarigan, ditulis Marthin Tarigan.

Merga ini diwarisi dari ayah, karena masyarakat Karo menganut garis keturunan patrilineal (garis keturunan bapak/laki-laki). Kalau laki-laki bermerga yang sama maka akan disebut ersenina yang artinya bersaudara dan begitu juga sebaliknya untuk perempuan yang memiliki beru yang sama. Namun untuk laki-laki dengan perempuan yang memiliki merga/beru yang sama maka mereka disebut erturang (keluarga), sehingga dilarang untuk melakukan perkawinan secara adat.

2.3.2 Sangkep Si Telu

(8)

kelompok ini yaitu kalimbubu sebagai keluarga pemberi istri, anak beru sebagai keluarga yang mengambil atau menerima istri, dan senina sebagai keluarga yang seketurunan (semerga) dengan keluarga inti. Sangkep Si Telu dalam masyarakat Karo merupakan simbol atau lambang yang memiliki makna. Jika dilihat dari sisi etimologis katanya, bahwa daliken sitelu merupakan ―tungku yang tiga‖ yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat Karo sehari-hari sebagai penopang untuk memasak, daliken sitelu dalam hubungan kekerabatan masyarakat Karo juga mempunyai peran sebagai penopang sukut (yang menyelenggarakan pesta) dalam upacara adat.

2.3.3Tutur Siwaluh

Untuk menunjukkan tingkat kekerabatan di dalam masyarakat Karo dikenal istilah ertutur. Ertutur adalah salah satu ciri orang Karo untuk berkenalan. Biasanya dengan menanyakan merga, kemudian bere-bere (marga ibu), bahkan mungkin menanyakan terombo (silsilah) untuk mengetahui tingkatan kekerabatan tersebut. Tutur siwaluh terdiri dari delapan golongan yaitu (1) kalimbubu, (2) puang kalimbubu, (3)

senina, (4) sembuyak, biak sembuyak, (5) senina sipemere, senina siparibanen, senina sipengalon, (6) senina sedalanen, (7) anak beru, dan (8) anak beru menteri.

2.4 Musik Tradisional Masyarakat Karo

(9)

2.4.1 Ensambel Tradisional Karo

Dalam penyebutan ensambel musiknya, masyarakat Karo menggunakan kata

gendang. Ada dua jenis ensambel musik Karo yaitu gendang lima sedalenan dan

gendang telu sedalenan. Namun ensambel musik Karo Jahe yang ada di Kabupaten Deli Serdang disebut dengan Gendang Binge. Adapun contoh persamaan dalam kebudayaan musik Karo Jahe dan Karo Gugung antara lain adalah gendang patam-patam. Gendang patam-patam merupakan sebuah istilah musikal dalam kebudayaan musik Karo. Selain pada kebudayaan musik Karo istilah patam-patam ini juga dapat ditemukan dalam kebudayaan musik Melayu. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang penulis lakukan,

gendang patam-patam merupakan judul sebuah komposisi instrumental musik tradisional Karo. Pada masyarakat Karo Jahe gendang patam-patam awalnya digunakan untuk upacara penyembuhan baik secara fisik maupun psikis oleh guru perdewel-dewel

(dukun). Gendang patam-patam dalam konteks kebudayaan musik Karo Jahe, selalu disajikan dengan ensambel gendang binge. Komposisi yang dimaksud di sini adalah melodi dan juga ritem yang dihasilkan dari permainan gendang lima sedalanen. Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara dengan Natangsa Barus mengatakan bahwa terdapat beberapa nama dari gendang patam-patam pada musik tradisional Karo Jahe yaitu patam-patam cemet, patam-patam rambung mbungkar, patam-patam bunga ncole, patam-patam gendang sikat, patam-patam anak munte, patam-patam pudi terang,

patam-patam malem ate, patam-patam sereng, patam-patam pak-pak, patam-patam

(10)

ke dalam kebudayaan musik Karo Gugung, seperti patam bunga ncole, patam-patam sereng, patam-patam-patam-patam cemet, patam-patam-patam-patam rambung mbungkar, patam-patam-patam-patam

kabang kiung, dan patam-patam pudi terang. Pada perkembangannya gendang patam-patam yang berada dalam kebudayaan Karo Gugung ini hanya sedikit yang masih sering disajikan salah satunya adalah gendang patam-patambunga ncole. Gendang patam-patam bunga ncole inilah yang akan menjadi fokus dalam mendeskripsikan struktur musiknya dalam kajian fungsional yang ditawarkan Susumu Kashima. Dari berbagai

gendang patam-patam yang disebutkan di atas yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah gendang patam patam yang terdapat pada masyarakat Karo Gugung.

Berbeda dari Karo Jahe, pada masyarakat Karo Gugung komposisi gendang patam-patam disajikan sebagai hiburan. Gendang patam patam ini berawal dan berkembang dalam gendang guro-guro aron, sebagi salah satu komposisi dalam mengiringi aron menari. Gendang patam-patam yang berkembang di Karo Gugung pada awalnya dimainkan dengan ensambel gendang lima sedalanen. Namun pada tahun 1991 instrumen keyboard masuk ke dalam kebudayaan musik Karo. Beberapa seniman Karo mengasumsikan bahwa hadirnya instrumen keyboard dalam kebudayaan musik Karo diperkenalkan oleh Djasa Tarigan yang merupakan salah satu seniman dan musisi tradisional Karo yang cukup berpengaruh dalam perkembangan musik Karo khususnya

gendang kulcapi, gendang kibod ,dan juga dalam memprogram gendang patam-patam.

2.4.1.1 Gendang Lima Sedalenan

(11)

yang merupakan sekumpulan instrumen terdiri dari satu buah sarune sebagai pembawa melodi, dua buah gendang yaitu gendang anak dan gendang indung (gendang berarti sebagai instrumen) sebagai instrumen ritmis, serta gung dan penganak sebagai pengatur tempo. Kelima instrumen tersebut dimainkan secara bersama-sama sebagai sebuah ensambel. Gendang lima sedalenan sering juga disebut sebagai istilah gendang sarune.

Adapun yang menjadi perbedaan pada gendang binge adalah terlihat pada ukuran gendang, gung dan sarune yang lebih besar dan panjang dari yang ada di

gendang lima sedalenan. Di kalangan musisi tradisional Karo istilah gendang sarune lebih sering digunakan sementara itu di berbagai tulisan tentang kebudayaan musik Karo lebih banyak menggunakan istilah gendang lima sedalenan.

Orang yang memainkan kelima instrumen musik ini dalam gendang lima sedalenan masing-masing memiliki sebutan sesuai dengan alat musik atau instrumen yang dimainkan. Untuk pemain sarune disebut sebagai panarune, pemain gendang anak

dan pemain gendang indung disebut sebagai penggual, pemain gung disebut sebagai

simalu gung dan pemain penganak disebut sebagai simalu penganak. Sekumpulan pemain musik ini sering disebut sebagai sierjabaten (yang memiliki jabatan) atau

penggual ketika bermain mengiringi upacara adat masyarakat Karo. Dalam konteks upacara adat sierjabaten atau penggual yang memainkan gendang lima sedalenan /telu sedalanen diberikan tempat yang khusus dengan beralaskan amak mbentar (tikar anyaman berwarna putih) sebagai kehormatan. Walaupun sekarang gendang lima sedalenan atau telu sidalenan.

(12)

2.4.1.2 Gendang Telu Sidalenan

Sama halnya dengan gendang lima sedalenan, secara harafiah gendang telu sidalenan memiliki pengertian ―tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan

bersamaan.‖ Ketiga alat musik tersebut adalah kulcapi/balobat, keteng-keteng, dan

mangkuk mbantar. Dalam ensambel ini ada dua instrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu kulcapi dan balobat. Sedangkan mangkuk dan keteng-keteng

merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola rritem yang bersifat konstan dan repetitif. Pemakain kulcapi dan balobat sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda tergantung kebutuhan. Prinsipnya sebenarnya sama hanya saja instrumen pembawa melodinya saja yang berbeda. Jika kulcapi

digunakan sebagai pembawa melodi maka disebut sebagai gendang kulcapi, dan jika menggunakan balobat sebagai pembawa melodi maka disebut sebagai gendang balobat.

2.4.2 Instrumen Musik Tradisional Karo non-Ensambel

Selain dari ketiga ensambel di atas, masih banyak instrumen Karo non-ensambel yang dapat dimainkan secara tunggal tanpa diiringi alat musik lainnya, namun hanya beberapa yang masih dapat ditemukan. Adapun instrumen tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Kulcapi

(13)

Senarnya terbuat dari metal namun dulunya terbuat dari akar pohon aren atau enau. Kulcapi memiliki lubang resonator yang memberi efek suara.

2. Balobat

Balobat merupakan alat musik tiup yang mirip dengan alat musik rekorder yang terbuat dari bambu dan dapat dimainkan secara ansambel dan secara tunggal, balobat juga dapat dimainkan dimana dan kapan saja.

3. Surdam

Sesuai dengan objek penelitian utama penulis bahwa surdam merupakan alat musik tiup yang berjenis end blown flute yang terbuat dari bambu. Cara memainkan surdam tidaklah mudah karena tidak terdapat sekat pembelah udara yang mau ditiup sehingga untuk memainkannya harus menggunakan teknik khusus. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa surdam ini terdiri dari surdam rumamis, surdam tangko kuda, surdam pingko-pingko, dan surdam puntung.

4. Murbab

(14)

5. Embal-embal

Embal-embal merupakan alat musik yang biasanya dapat ditemukan di sawah atau pada saat ladang padi sedang menguning. Instrumen ini digunakan atau dimainkan sebagai alat musik hiburan pribadi di ladang ketika menjaga padi dari gangguan burung. Embal -embal ini terbuat dari satu ruas bambu yang dibuat lubang-lubang penghasil nada. Sebagai alat musik tiup, lidah (reed) embal-embal dibuat dari badan alat musik itu sendiri.

6. Empi-empi

Empi-empi (multiple reed) terbuat dari batang padi yang telah menguning. Lidah (reed) empi-empi dibuat dari batang padi itu sendiri dengan cara memecahkan sebagian kecil dari salah satu ujung padi yang memiliki ruas. Akibatnya terpecahnya ruas batang padi maka ketika ditiup akan menimbulkan bunyi. Sebagian yang tidak terpecah kemudian dibuat lubang-lubang untuk menghasilkan nada-nada yang berbeda. Biasanya

empi-empi memiliki empat buah lubang nada. Empi-empi merupakan alat musik yang biasanya dapat ditemukan di sawah atau pada saat ladang padi sedang menguning. Instrumen ini digunakan atau dimainkan sebagai alat musik hiburan pribadi di ladang ketika menjaga padi dari gangguan burung.

2.4.3 Musik Vokal

(15)

(A) Musik vokal dalam konteks seni pertunjukan

Musik vokal dalam konteks seni pertunjukan merupakan nyanyian disebutkan

enden-enden yaitu nyanyian yang biasanya dibawakan oleh perkolong-kolong dalam seni pertunjukan gendang guro-guro aron.

(B) Musik vokal dalam konteks ritual

Musik vokal dalam konteks ritual terdiri dari tujuh nyanyian yaitu: (1) didong doah, adalah nyanyian untuk menidurkan anak, (2) ndilo wari udan adalah nyanyian untuk mengundang atau mendatangkan hujan, (3) mangmang, adalah nyanyian untuk memanggil roh atau meminta kekuatan gaib untuk dapat menjalankan upacara ritual, (4)

nendong, adalah nyanyian untuk meramal suatu kejadian, (5) ngeria, adalah nyanyian untuk menyadap atau mengambil nira dari pohon aren, (6) perumah begu, adalah nyanyian untuk berkomunikasi dengan arwah orang yang sudah meninggal dunia, dan (7) tabas, adalah nyanyian yang berisi mantra.

(C) Musik vokal dalam konteks adat

Musik vokal dalam konteks adat dapat dibagi menjadi dua yaitu katoneng-katoneng dan pemasun-masun yaitu nyanyian bercerita yang disajikan dalam upacara perkawinan yang di nyanyikan oleh bibi dari pengantin wanita. Selain dalam upacara perkawinan katoneng-katoneng juga disajikan dalam upacara kematian.

(D) Musik vokal dalam konteks hiburan pribadi

(16)

2.4.4 Penggunan Instrumen Keyboard

Pada saat ini hampir semua upacara adat maupun ritual dan hiburan pada masyarakat Karo dapat diiringi dengan gendang kibod. Pengguna gendang kibod pada masyarakat Karo sama seperti ensambel musik tradisional yaitu gendang sedalanen dan telu sedalanen. Ini akan di jelaskan upacara apa saja yang menggunakan instrumen

keyboard dalam mengiringi jalanya upacara.

2.4.4.1 Upacara Perkawinan (Kerja Nereh-empo)

Setelah instrumen keyboard dapat diprogram dan disesuaikan dengan bunyi dari

gendang lima sedalanen, upacara perkawinan pada masyarakat Karo lebih sering diiringi dengan gendang kibod lebih sering digunakan secara tunggal untuk mengiringi jalanya upacara adat. Pengguna gendang kibod dalam upacara perkawinan dulunya disajikan mulai dari malam hari yakni pada acara ngantik manuk dan keesokan paginya pada acara pesta adat. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Jhon Bregmen Ginting (2000:22) yang mengatakan bahwa: penyajian gendang kibod pada rangkaian upacara perkawinan pada masyarakat Karo dapat terjadi pada rangkaian acara nganting manuk

dan pelaksanaan pesta. Dari kedua bagian tersebut pengguna gendang kibod lebih dominan dimainkan pada saat nganting manuk. Hal ini disebabkan karena pada saat upacara nganting manuk, setelah acara musyawarah adat, penyajian keyboard

(17)

kerabat mempelai, namun pada akhirnya ngerana sering di buat menari yang diiringi

keyboard.

Namun sekarang ini acara nganting manuk dalam masyarakat Karo sudah jarang sekali dilaksanakan. Walaupun demikian sesi untuk rende (bernyanyi) dan landek

(menari) untuk pengantin dan juga kedua orang tua pengantin tetap dilaksanakan dengan iringan gendang kibod namun tidak dilaksanakan pada saat acara nganting manuk lagi. Sesi untuk rende (bernyanyi) dan landek (menari) untuk pengantin dan kedua orang tua dari pengantin bisa saja di lakukan pada saat mbaba belo selambar

(acara pertunangan) atau dalam kerja adatnya. Selain untuk mengiringi pengantin,

gendang kibod juga berfungsi untuk mengiringi acara ngerana (memberikan petuah/pesan),dan juga landek (menari).

2.4.4.2 Upacara Kematian

Kemajuan teknologi serta kreatifitas seniman Karo dalam membuat beberapa program musik yang sesuai dengen stlye musik tradisional Karo membuat gendang kibod kini dapat dimainkan dalam upacara kematian stlye musik tersebut antara lain adalah gendang simalungen rayat, gendang odak- odak dan gendang patam-patam oleh karena itu gendang kibod dalam upacara adat kematian masyarakat Karo dapat diwakili kehadiran gendang lima sedalanen sebagai pengiring jalanya upacara. Gendang kibod

(18)

2.4.4.3 Upacara Erpangir Ku Lau

Selain gendang telu sedalanen upacara erpangir ku lau kini menggunakan alat musik modern seperti insterumen keyboard. Menurut Julianus Limbeng, selain teknologi instrumen keyboard perkembangan yang terjadi sekarang ini adalah pemakaian kaset atau perekaman musik dalam musik iring untuk upacara erpangir ku lau, dimana musik-musik yang dimainkan dikaset tersebut dapat dipilih sesuai dengan repetoar-repetoar yang biasanya digunakan dalam upaca erpangir ku lau. Hal ini tentunya lebih mengirit biaya pelaksanaan upacara. Namun dalam bentuk pola pikir dalam konsep erpangir pada penganut tidak ada perubahan yang progresif. Erpangir masih tetap dilakukan dalam konteks dan makna yang tidak jauh berubah dari ―aslinya.‖

2.4.4.4 Mengket Rumah

Gendang kibod kini sering kali digunakan untuk mengiringi acara mengket rumah (non-adat). Gendang kibod dalam mengket rumah pada saat ini hanya berfungsi sebagai hiburan. Jadi tidak ada lagi hubunganya dengan ritual yang bisa dilakukan pada saat memasuki rumah adat tradisional masyarakat Karo. Pengguna gendang kibod

dalam acara mengket rumah biasanya dapat dilakukan mulai dari malam sebelum acara dan keesokan harinya, acara pada malam hari merupakan suatu hiburan untuk penghuni rumah maupun tamu-tamu yang sudah hadir dirumah sehari sebelum acara masuk rumah baru di mulai.

2.4.4.5 Gendang Guro-guro Aron

Melalui gendang guro-guro aron masyarakat Karo mulai mengenal instrumen

(19)

oleh masyarakat sehingga tercipta suatu perogram ritem yang menyerupai musik tradisional Karo. Gendang kibod merupakan sebutan atau istilah yang sering di gunakan oleh masyarakat Karo terhadap jenis ritem yang diperogram secara khusus dalam

keyboard. Ritem musik masyarakat Karo yang telah diperogram ini selalu disajikan dalam gendang guro-guro aron. Gendang kibod memiliki peran yang cukup besar dalam jalanya acara gendang guro-guro aron yang mana mengandung unsur musik, tari, dan nyanyian.

2.4.4.6 Acara Hiburan Lainnya

Segala kegiatan masyarakat Karo dapat diiringi dengan gendang keyboard

seperti arisan, syukuran, ulang tahun, naik jabatan, acara kerja (natal dan tahun baru), dan masih banyak lagi acara masyarakat Karo yang dapat diiringi dengan menggunakan

Gambar

Gambar 1 : Aksara Karo

Referensi

Dokumen terkait

Daryanto. Malang: Gunung Samudera, hlm. Komunikasi Pembelajaran, Interaksi Komunikatif dan Edukatif di dalam Kelas. Bandung: Simbiosa Rekatama Utama, hlm.. a) Menurut Berlo

Berdasarkan Hasil Evaluasi Kualifikasi yang tertuang dalam Berita Acara Evaluasi Kualifikasi Nomor : 09/POKJA-ULP/GDG-KNTR/SAR-MKW/VII/2015 tanggal 26 Juli 2015 dinyatakan

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaikbaiknya. HESTI OKTAVIA

Iman kepada hari kiamat/akhir adalah rukun iman ke..... Sikap berani bertanggung jawab dan resiko

In the classroom there are kinds of things the watch is green and the chalk is colourful the ruler is brown.. In the classroom there are kinds

Kelengkapan yang harus dibawa pada saat pembuktian kualif ikasi adalah “Berkas Asli” Seluruh file dokumen Penawaran yang telah dimasukan/diunggah melalui Sistem Pengadaan

KEGIATAN BELAJAR 5: KONSEP DAN LATIHAN TINDAKLANJUT HASIL SUPERVISI AKADEMIK TERHADAP GURU ..... Skenario Proses

Merumuskan฀ butir–butir฀ materi฀ pembelajaran:฀ setelah฀ melakukan฀ perencanaan฀ aplikasi,฀ langkah฀ selanjutnya฀ yaitu฀ merumuskan฀ butir-butir฀