• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL SKRIPSI YURINA M (G1F108017)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JURNAL SKRIPSI YURINA M (G1F108017)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Pemetaan Perubahan Garis Pantai di Pantai Angsana Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2010 – 2014

Yurina Mandasari1, Baharuddin2, Hamdani2 1

Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambug Mangkurat Banjarbaru,

Jl. Akhmad Yani km 36 Banjarbaru 70714 2

Dosen Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambug Mangkurat Banjarbaru,

Jl. Akhmad Yani km 36 Banjarbaru 70714

ABSTRAK

Pantai Angsana senantiasa mengalami proses penyesuaian yang terus menerus menuju keseimbangan alami terhadap dampak dari pengaruh eksternal dan internal baik yang bersifat alami terutama kondisi hidrooseanografi Laut Jawa dan pengaruh daratan sesuai dengan perubahan musim maupun campur tangan manusia. Penelitian ini bertujuan memetakan bentuk dan perubahan garis pantai berdasarkan hasil overlay

antara analisis citra ALOS perekaman tahun 2010 dan pengukuran lapangan tahun 2014. Pengukuran lapangan berupa kedalaman, topografi secara terestris dan analisis citra ALOS yang dikoreksi terhadap pasang surut dengan referensi MSL.

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bentuk Pantai Angsana membujur dari arah barat ke timur menghadap Laut Jawa, memiliki tingkat kemiringan rata/hampir datar sampai landai dengan kisaran pasang surut 1 – 2 m atau termasuk pantai low-mesotidal. Substrat sedimen pantai di sebelah timur Sungai Angsana berupa pasir bercampur kerikil sedangkan di sebelah barat sungai didominasi oleh pasir halus. Hasil overlay

antara pengukuran bulan Maret – April 2014 dan analisis Citra ALOS bulan Mei 2010 sepanjang 3,25 km, diperoleh luas pantai terabrasi sebesar 1,692 ha dan tersedimentasi 5,998 ha. Wilayah yang tersedimentasi dominan berada pada muara Sungai Angsana sampai wilayah timur, sedangkan wilayah barat dominan terabrasi.

Kata Kunci : garis pantai Angsana, citra ALOS, pengukuran terestris, abrasi, sedimentasi. PENDAHULUAN

Pantai merupakan suatu zona yang dinamik karena merupakan zona persinggungan dan interaksi antara udara, daratan dan lautan. Pantai Angsana merupakan pantai yang ada di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, posisinya membujur dari arah barat ke timur dan berhadapan langsung dengan laut Jawa. Secara fisik, morfologi pantai ini sangat dipengaruhi oleh energi pasang surut, gelombang dan arus. Selain itu aliran dari sungai yang membawa sedimen dari kawasan hulu turut mempengaruhi morfologi pantai Angsana yang dinamikanya berubah berdasarkan pola musim.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Tanah Bumbu Tahun 2012 dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2012 pantai Angsana ditetapkan sebagai kawasan wisata dan pemukiman nelayan. Sebelum pemanfaatan kawasan tersebut semakin

berkembang maka diperlukan kajian secara holistic

karena pengembangan dan pemanfaatan kawasan pantai merupakan aktivitas yang bersifat eksploitasi ruang.

Untuk mendukung upaya pengelolaan dan pemanfaatan kawasan tersebut diperlukan penggalian data dan informasi terkait dengan karakteristik, kondisi dan dinamika oseanografi pantai pada suatu kawasan yang hendak dikembangkan.

Penggalian data dan informasi tersebut dapat diperoleh dengan adanya teknologi pemetaan. Menurut Danson, 1995 dan Miller 1996, menyatakan teknologi pemetaan yang digunakan antara lain teknologi penginderaan jauh (remote sensing), fotogrametri, GPS dan total station telah meningkatkan efisiensi waktu, biaya dan akurasi informasi kenampakan fisik dalam peta.

(2)

digunakan untuk mengidentifikasi variabel perubahan garis pantai diperoleh berdasarkan analisis citra satelit ALOS dengan tingkat resolosi 2,5 x 2,5 perekaman 10 Mei 2010 dan data pengukuran lapangan tahun 2014.

METODE PENELITIAN

Pengambilan data lapangan dilaksanakan pada bulan Maret – April tahun 2014, di Pantai Angsana Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan disajikan pada Gambar 1.

Metode yang digunakan dalam perolehan data meliputi :

- Pembuatan Bench Mark (BM) sebagai titik ikat dan titik kontrol di darat yang memiliki posisi/koordinat lokal atau geografis/UTM. - Pengukuran pasang surut dilakukan selama 15

hari di lokasi studi dengan waktu tolok GMT (Greenwich Mean Time) +08.00, menggunakan metode non registering.

- Pemetaan Topografi dan garis pantai dengan metode poligon terbuka menggunakan theodolit. - Pengukuran Batimetri melalui jalur tegak lurus dan sejajar garis pantai, dengan alat GPS Map

Sounder tipe 585.

- Citra Satelit ALOS dengan jenis Prism dan Avnir-2, perekamannya tanggal 10 Mei 2010.

Analisis data pasang surut dilakukan dengan metode Admiralty (Ongkosongo dan Suyarso, 1989) untuk mendapatkan nilai konstanta harmonik pasang surutnya (So, K1, S2, M2, O1, N2, M4, dan MS4). Tipe pasut ditentukkan berdasarkan kriteria

Courtier guna memperoleh bilangan Formzal (F) pasang surut harian utama;

2

Amplitudo komponen pasang surut ganda utama. dengan ketentuan : F≤0,25 = Pasang surut tipe ganda (semidiurnal) 0,25<F≤1,5= Pasang surut tipe campuran condong keharian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal) 1,5<F≤3,0 = Pasang surut tipe campuran condong keharian tunggal (mixed tide prevailing diurnal) F>3.0 = Pasang surut tipe tunggal (diurnal)

Tabel 2. Perhitungan tunggang air pasang surut untuk tipe pasang surut mixed tide prevailing semi diurnal

(3)

Analisis topografi dan garis pantai dengan metode poligon terbuka (Baharuddin, 2010), dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Semua sisi poligon dihitung azimuthnya dengan data _awal dan sebagai berikut:

αab = αawal + 1 pula dengan ordinat (d cos α).

4. Dari koordinat titik A (xa, ya) dan G (xg, yg),

5. Menghitung masing-masing koreksi absis dan koreksi ordinat :

vxi = (di . vx) / d vyi = (di . vy) / d

6. Menghitung koordinat titik B, C, D, …. xb = xa + xab

yb = ya + yab xc = xb + xbc yc = yb + ybc

Untuk mengetahui / menghitung beda tinggi digunakan persamaan berikut :

1. Beda tinggi BM terhadap nol palem pada rambu pasut :

1

2

Ba Bb

sin 2

m

(

ta Bt

)

 

2. Ketinggian BM terhadap MSL HBM= ∆H – MSL

dimana :

= Beda tinggi titik BM (bench mark) dengan nol palem pada rambu pasut; Ba = Benang atas; Bb = Benang bawah; Bt = Benang tengah; ta = Tinggi alat theodolit ; b = Bacaan benang/rambu belakang; m =Bacaan benang/ rambu muka; HBM = Ketinggian BM terhadap

surut terendah.

Penentuan kedalaman sesungguhnya direduksi berdasarkan elevasi dengan referensi MSL:

Pemetaan garis pantai diperoleh dengan menggabungkan (overlay) posisi/titik batimetri (kedalaman) dengan posisi kelerengan (topografi), menggabungkan data tersebut menggunakan program surfer untuk dilakukan interpolasi.

Analisis Citra ALOS digunakan untuk mengetahui garis pantai melalui Koreksi Radiomertik; koreksi geometrik; pemotongan citra

(image cropping) dan digitasi, selanjutnya hasil

digitasi garis pantai dikoreksi terhadap kemiringan pantai dan pasang surut :

tan β = d/m dilakukan dengan mengetahui selisih posisi muka air (η) pada saat perekaman citra terhadap MSL (Dewi, 2011)

Analisis perubahan garis pantai di peroleh berdasarkan analisis dan overlay dari data citra satelit ALOS perekaman 10 Mei 2010 dengan pengukuran lapangan Maret - April 2014.

Secara rinci metode perolehan dan analisis data disajikan pada Gambar 2.

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Gambar 2. Bagan alir pengumpulan dan pengolahan data perubahan garis pantai

HASIL DAN PEMBAHASAN

a.

Pasang Surut

(4)

Berdasarkan Tabel 1 di atas menunjukkan nilai amplitudo pasut komponen diurnal tides

akibat pengaruh matahari (K1 dan O1) lebih besar yakni 30,85 cm dan 10,41cm, dibandingkan dengan nilai komponen semi diurnal tides akibat pengaruh bulan (M2 dan S2) lebih kecil yakni 19,29 cm dan 12,92 cm.

Berdasarkan penjumlahan antara nilai amplitudo O1 dan K1 yang dibagi dengan nilai M2 dan S2 diperoleh bilangan Formzahl (F) sebesar 1,28 maka berdasarkan kriteria courtier range nilai tersebut termasuk dalam tipe pasut campuran condong keharian ganda (mixed tide prevailing

semi diurnal), yakni dalam satu hari pengamatan

terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut (Gambar 3).

Tipe pasang surut di wilayah ini

merupakan perbatasan antara pasut campuran

condong keharian ganda di wilayah perairan

Laut Jawa dan pasut campuran condong

keharian tunggal di wilayah perairan Selat

Makassar, sebagaimana yang digambarkan

oleh Wyrtki (1961); Pariwono (1989)

dalam

Ongkosongo dan Suyarso (1989).

Analisis tunggang air pasang surut pada penelitian ini menggunakan datum referensi terhadap MSL artinya kedalaman MSL adalah 0 (nol), sehingga nilai kedalaman yang diperoleh akan disurutkan (dikoreksi) terhadap datum referensi tersebut. Pada Tabel 2 disajikan tunggang air pasang surut untuk tipe pasang surut mixed tide

prevailing semi diurnal.

Nilai tunggang air pasang tertinggi (HAT) Sebesar 227,59 cm atau sebesar 73,47 di atas MSL sedangkan untuk pasang surut terendah (LAT) sebesar 80,65 cm atau sebesar -73,47 cm di bawah MSL. Nilai tunggang pasut antara MHHWS dan MLLWS (tidal range) adalah 64,42 cm, sedangkan menurut hasil penelitian UNLAM tahun 2011 diperoleh nilai MSL sebesar 164,21 cm dan Tidal

Range sebesar 98,78 cm. Perhitungan data pasang

surut ini sangat penting dilakukan untuk mencari nilai MSL untuk mengkoreksi data perhitungan kedalaman, topografi maupun untuk koreksi citra satelit.

Kisaran pasang surut di pantai Angsana berkisar antara 1 – 2 m, kisaran pasang surut tersebut menurut Davis (1964) termasuk kedalam kategori bentuk pantai low-mesotidal.

So M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1

A (cm) 154,12 19,29 12,92 4,26 30,85 10,41 2,31 3,19 3,49 10,18

g (°) 121,76 234,36 6,57 316,43 309,56 207,02 309,12 234,36 316,43

Sumber : Hasil analisis dengan menggunakan metode admiralty, 2014

Tabel 1. Hasil analisis konstanta harmonik pasang surut di perairan Pantai Angsana

(5)

Hasil analisis pasang surut dari pengukuran 2014 digunakan untuk meramalkan pasang surut pada saat perekaman citra yakni pada tanggal 10 Mei 2010, hasil MSL perekaman pada tanggal tersebut sebesar 154,13 cm. Data pasang surut tahun 2010 ini digunakan untuk mengkoreksi garis pantai berdasarkan analisis citra.

b.

Posisi Garis Pantai Berdasarkan Hasil Pengukuran

Posisi garis pantai berdasarkan pengukuran diperoleh dengan menggabungkan (overlay) posisi/titik dari pengukuran topografi dengan batimetri (kedalaman) yang dikoreksi terhadap MSL sebagai titik referensi.

Data topografi

merupakan hasil pengukuran theodolite dengan

menggunakan metode poligon terbuka dan

tachymetri/titik detail.

Hasil pengukran theodolit. dari patok 1- 43 yang jaraknya kurang lebih 3,25 kilometer ini diperoleh masing- masing posisi/titik baik titik utama maupun titik detail,

selanjutnya dilakukan perhitungan atau analisis beda tinggi antar patok yang dikoreksi terhadap MSL sebagai titik acuan sebagaimana disajikan pada Gambar 4. Hasil analisis dan interpolasi antara data topografi dengan data batimetri diperoleh posisi garis pantai pada saat pengukuran disajikan pada Gambar 5.

c.

Posisi Garis Pantai Berdasarkan Citra ALOS Posisi garis pantai perekaman dapat diketahui dengan cara mendeliniasi pertemuan antara batas daratan dengan laut dilakukan secara langsung (digitizing on screen) terhadap citra dengan menggunakan komposit 321 dan penajaman kontras. Fungsi dari penentuan garis pantai perekaman adalah sebagai garis awal untuk perbandingan mendapatkan garis pantai terkoreksi. Berdasarkan (Gambar 6) dapat dilihat garis pantai hasil digitasi sebelum di koreksi dengan MSL. Untuk mendapatkan posisi garis pantai citra ALOS MSL terlebih dahulu dilakukan analisis kelerengan pantai untuk mengetahui pergeseran garis pantai sebelum dan sesudah dikoreksi.

Tabel 2 .Tunggang air pasang surut untuk tipe pasang surut mixed tide prevailing semi diurnal pada referensi MSL dan palem pasut

Sumber : hasil analisis, 2014.

(6)

Gambar 5. Posisi garis pantai berdasarkan pengukuran tahun 2014

Gambar 6. Posisi garis pantai perekaman citra ALOS 10 Mei 2010 Kelerengan adalah kenampakan

permukaan alam yang disebabkan adanya beda tinggi. Kelerengan pantai dapat diketahui dengan mengetahui jarak antara ketinggian di darat dengan kedalaman di laut. Untuk memudahkan dalam analisis kemiringan pantai maka dibuat 3 sel yakni sel 1 , sel 2 dan sel 3, masing - masing sel dibagai menjadi 6 profil pantai disajikan pada Gambar 7, sedangkan kenampakan profil pantai 2 demensi disajikan pada Gambar 8.

Berdasarkan hasil tersebut kelerengan pantai Angsana dapat dikelompokkan berdasarkan klasifikasi persentase kelerengan pantai. Dari hasil analisis tersebut pada sel 1 kelerengannya berkisar antara (1,82 – 3,11 %) pada sel 2 kelerengannya berkisar antara (2,05 – 3,29 %) kelerengan pada sel 3 dan 2

(7)

Gambar 7. Profil pantai

P1 P2 P3 P4 P6 P5 P7 P8 P9 P10

P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18

-4.0 -3.0 -2.0 -1.0 0.0 1.0

0 20 40 60 80 100 120 140 160

K

ed

al

aman

(

m

)

Jarak ke Lepas Pantai (m)

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18

Gambar 8. Bentuk ke 18 (delapan belas) profil pantai di lokasi penelitian d. Posisi Garis Pantai Terkoreksi

Berdasarkan hasil analisis pasang surut tahun 2010 posisi MSL didapatkan 154, 13 cm, sedangkan tinggi pasut pada perekaman citra jam 13.00 adalah 166,2 cm. Setelah garis pantai citra dianalisis dengan MSL didapatkan garis pantai terkoreksi.

Hasil koreksi garis pantai citra ALOS tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 9.. Berdasarkan gambar tersebut terlihat jelas bahwa garis pantai sebelum dikoreksi dan setelah dikoreksi dengan MSL garis pantainya bergeser. Hal ini terjadi karena perekaman citra di atas MSL, sehingga apabila dikoreksi terhadap MSL maka garis pantai harus digeser ke laut sejauh r.

Garis pantai pada saat MSL adalah garis pantai yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerancuan karena garis pantai akan selalu berubah akibat pengaruh pasang surut air laut.

(8)

Gambar 9. Posisi garis pantai perekaman citra ALOS 10 Mei 2010 yang telah dikoreksi dengan MSL

Gambar 10. Garis pantai citra setelah koreksi MSL di Sel 1, 2 dan 3

Berdasarkan Gambar 10 dapat terlihat dengan jelas posisi garis pantai pada sel 1 dan sel 3 sebelum dan sesudah dikoreksi pergeserannya tidak terlalau jauh pergeserannya berkisar antara 1,48 m – 11,40 m ke arah darat dan polanya hampir sama. Sedangkan pada sel 2 polanya berbeda sebelum dan sesudah dikoreksi terutama pada muara sungai, pergeseran terpanjang ke arah darat kurang lebih 59,07 m dan yang terpendek yakni 1,81 m.

e. Perubahan Garis Pantai

Berdasarkan hasil analisis overlay citra ALOS tahun 2010 dan pengukuran lapangan tahun 2014 sepanjang 3,25 km, menunjukkan bahwa wilayah Pantai Angsana mengalami abrasi dan sedimentasi.

Garis pantai yang mengalami abrasi sepanjang 1,31, km atau 40,3% dengan luas 1,692 ha sedangkan yang tersedimentasi sepanjang 1,94 km atau 59,7% dengan luas 5,988 ha, sehingga diperoleh selisih sedimentasi sebesar 4,296 ha, sebagaimana disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perubahan garis pantai yang terjadi di Pantai Angsana

(9)

Wilayah yang dominan mengalami sesuai dengan penelitian Unlam tahun (2011) bahwa curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret yakni 408 mm dengan jumlah hari hujan 24 hari.

Sedimentasi di sel 3 terjadi karena pengaruh energi dari laut lebih besar dibandingkan energi dari sungai sehingga sedimen yang dibawa sungai sebagian dibelokkan ke arah timur (sel 3). Hal tersebut diduga terjadi karena pengaruh angin dan arus dari tenggara maupun barat daya yang membawa sedimen, sesuai dengan data angin maksimum harian dari BMKG bahwa untuk wilayah Tanah Bumbu bagian selatan (Pantai Angsana). Pada musim peralihan I, selama tahun 6,67% . Sesuai dengan Buku Rencana Zonasi WP-3-K Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2012 bahwa pada saat musim peralihan I (bulain Maret - Juni) arus dan transpor sedimen sudah berubah dan lebih bervariasi dari arah barat daya lebih banyak yakni 34,62% dengan kecepatan dan transpor sedimen berkisar pada 0,12 – 0,17 m/s dan 1.759 – 11.534 m3/bln bergerak ke timur. Sedangkan garis pantai yang terabrasi terjadi di sebelah barat (sel 1) atau bagian kanan pantai (pengamat menghadap ke arah laut).Hal tersebut diduga karena pengaruh angin dan arus dari tenggara maupun barat daya yang membawa sedimen ke arah timur sehingga terjadinya penggerusan di wilayah sisi barat.

KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan

Posisi Pantai Angsana membujur dari arah barat ke timur dan menghadap Laut Jawa. Tingkat kemiringan pantainya tergolong rata/hampir datar sampai landai dengan kisaran pasang surut 1 – 2 m. Dari kisaran pasang surutnya merupakan pantai yang tergolong low-mesotidal. Substrat sedimen pantai di sebelah timur Sungai Angsana berupa pasir bercampur kerikil sedangkan di sebelah barat sungai didominasi oleh pasir halus.

Hasil overlay antara pengukuran bulan Maret – April 2014 dan analisis Citra ALOS perekaman bulan Mei 2010 sepanjang 3,25 km diperoleh perubahan garis pantai yang terabrasi sebesar

1,692 ha dan tersedimentasi 5,998 ha, sehingga diperoleh selisih sedimentasi sebesar 4,296 ha. Wilayah pantai yang dominan mengalami abrasi terjadi pada wilayah sebelah barat Sungai Angsana yakni sepanjang 1,31 km. Sebaliknya kondisi di wilayah muara Sungai Angsana sampai wilayah timur lebih dominan mengalami sedimentasi yakni sepanjang 1,94 km. Hal tersebut berkaitan dengan adanya pengaruh masukan sedimen dari Sungai Angsana dan pengaruh gelombang dari arah barat dan barat daya yang menyebabkan transpor sedimen bergerak ke arah timur Pantai Angsana.

b. Saran

- Untuk mengetahui penyebab perubahan garis Pantai Angsana diperlukan kajian hidrooseanografi dan pengaruh sungai pada kurun waktu yang lama (minimal 10 tahun). - Perlu adanya upaya mitigasi bagi penanganan

abrasi maupun sedimentasi di wilayah Pantai Angsana

DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin. 2010. Bahan Ajar Pemetaan

Sumberdaya Hayati. Laut Program Studi

Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kab.Tanah Bumbu. 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kabupaten

Tanah Bumbu. Provinsi Kalimantan Selatan.

Danson, F.M. 1995, Red-edge response to forest

leaf area index. International Journal of

Remote Sensing, 16, pp. 183–188.

Dewi Puspita, 2011. Perubahan Garis Pantai dari Pantai Teritip Balikpapan sampai Pantai Ambarawang Kutai Kertanegara Kalimantan

Timur. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana ITB.

Bogor.

Miller, J.R. 1996, Quantitative Characterization Of

The Red Edge Reflectance. An

inverted-Gaussian reflectance model. International Journal of Remote Sensing, 11, pp. 1755– 1773.

Ongkosongo O.S.R., dan Suyarso, 1989, Pasang Surut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI), Pusat Pengembangan Oseanologi,

Jakarta.

Sastroprawiro, S. dan Yudo, W., 1996,

Geomorfologi, Laboratorium Geomorfologi,

(10)

Gambar

Tabel 2. Perhitungan tunggang air pasang surut untuk tipe pasang surut mixed tide   prevailing semi diurnal
Gambar   2.  Bagan alir pengumpulan dan pengolahan             data perubahan garis  pantai
Tabel 1.  Hasil analisis konstanta harmonik pasang surut di perairan Pantai Angsana
Tabel  2 .  Tunggang air pasang surut untuk tipe pasang surut mixed tide prevailing semi diurnal   pada                 referensi MSL dan palem pasut
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan diagram 1, diperoleh gambaran pengetahuan Tentang Pemeriksaan Pap Smear Pada Pasangan Usia Subur di Desa Sungai Cemara Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung

 Pengembangan FE &amp; Ketahanan Pangan: jika pemerintah tidak mampu mengontrol distribusi produksi hasil dari FE, maka para pemodal akan menjadi penentu harga pasar -

Saldo Peralatan dan Mesin pada Laporan Barang Kuasa Pengguna periode Semester I Tahun Anggaran 2019 adalah sebesar Rp.. milyar delapan ratus tiga belas juta

Perancangan desain interior gedung A kantor pusat PT Pelindo 3 (Persero) dapat mecapai tujuan yaitu mendorong efisiensi kerja pengguna kantor dengan pendekatan penyelesaian

Dapat dilihat bahwa di setiap saat, grafik amplitudo sel[1,1] pada simulasi tanpa anomali (warna merah) selalu lebih tinggi daripada grafik simulasi dengan anomali.

Kurikulum ialah keseluruhan rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan belajar mengajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

Blok diagram sistem pendeteksi murmur regurgitasi ditunjukkan oleh Gambar 3.1 dimana sistem ini terdiri dari hardware yang berfungsi menangkap sinyal akustik dari

KESATU : Menyetujui Perubahan Anggaran Dasar - PT ANEKA TAMBANG Tbk disingkat PT ANTAM Tbk - dengan NPWP 010016632051000 yang berkedudukan di JAKARTA SELATAN karena telah sesuai