• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Koleksi Buku Pada Perpustakaan Pusat Universitas Medan Area (UMA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Koleksi Buku Pada Perpustakaan Pusat Universitas Medan Area (UMA)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida

Pada umumnya pengertian pestisida sangatlah luas sekali karena meliputi produk-produk yang digunakan di bidang pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan/kesehatan hewan, perikanan, dan kesehatan masyarakat. Dalam pembahasan kali ini akan dijelaskan tentang pestisida yang digunakan dalam bidang pertanian (termasuk kehutanan dan perkebunan), lebih khusus lagi pestisida-pestisida yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman/tumbuhan (OPT).

Pestisida (Inggris: pesticide) secara harfiah pestisida berarti pembunuh hama (pest: hama; cide: membunuh). Menurut pasal 1 (a) Peraturan Pemerintah Republik indonesia Nomor 7 tahun 1937 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida; Pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk :

1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman,bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian

2. Memberantas rerumputan

3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan

4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk

(2)

6. Memberantas atau mencegah hama-hama air

7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang atau jasad-jasad renik dalam rumah tangga,bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan

8. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman,tanah atau air (Djojosumatro,2000).

Penggunaan racun yang tidak tepat tentu dapat menimbulkan hal – hal yang tidak diinginkan, seperti seperti jasad pengganggu yang akan diberantas tidak mati karena salah jenis pestisida yang digunakan. Oleh sebab itu sebelum menggunakan pestisida, harus dipilih jenis dan merek dagang pestisida yang sesuai dengan hama dan penyakit tanaman, formulasi yang sesuai dengan peralatan yang tersedia, alat apa yang digunakan, bagaimana menggunakan pestisida secara efektif dan efisien, dan bagaimana cara mengaplikasikan pestisida tersebut untuk memberantas jasad pengganggu.

Memilih bentuk atau formulasi pestisida juga sangat penting dalam penggunaan pestisida. Formulasi pestisida yang bagaimana yang harus kita pilih, apakah cairan, butiran, atau bentuk lainnya. Kalau dilihat dari bahaya pelayangan di udara, pestisida berbentuk butiran paling sedikit kemungkinannya untuk melayang. Pestisida yang bebentuk cairan, bahaya pelampung. Disamping itu pertimbangan lain dalam memilih formulasi pestisida adalah alat yang akan digunakan untuk menyebarkan pestisida tersebut (Widianto,1999)

(3)

Tabel 2.1: Penggelompokan Pestisida Menurut Jenis OPT Sasaranya Pestisida OPT sasaran Contoh

Insektisida

Hama : serangga

Hama : tungau Hama : siput Hama : tikus

Penyakit : jamur

Penyakit : bakteri Penyakit: nematoda Gulma (tumbuhan Penggangu) Sumber : Djojosumatro (2000)

2.1.2 Insektisida

Salah satu contoh dar pestisida adalah insektisida, Insektisida juga dapat meracuni dan membahayakan makhluk hidup lainnya, yang meliputi serangga bermanfaat (benefical insect), hewan peliharaan dan manusia.

(4)

Dilihat dari cara kerjanya,insektisida dibedakan atas peracun fisik,

peracun protoplasma,dan peracun pernapasan:

a) Insektisida peracun fisik akan menyebabkan dehidrasi,yaitu keluarnya cairan tubuh dari dalam tubuh serangga

b) Insektisida peracun protoplasma dapat mengendapkan protein dalam tubuh serangga

c) Insektisida peracun pernapasan dapat menghambat aktifitas enzim pernapasan (Wudianto,1997).

Insektisida terdiri dari beberapa golongan yaitu, (1) golongan benzoilurea, (2) golongan karbamat, (3) golongan organoklorin, (4) golongan organofosfat, dan (5) golongan piretroid. Sebagian besar golongan benzoilurea merupakan insektisida dengan atom fluor dan memiliki berat molekul tinggi, contoh: diflubenzuron, heksabenzuron. Contoh insektisida golongan karbamat adalah adicarb, karbaril, karbofuran.

(5)

2.1.3 Insektisida Organofosfat

Insektisida organofosfat atau lebih dikenal senyawa OP pada saat inii hampir mencapai lebih dari 50% dari yang terdaftar. OP adalah insektisida penghambat cholinesterase dan bekerja melalui perut, racun kontak, sistematik atau fumigasi.Spektrum dari insektisida ini bermacam-macam seperti Parathion dan TEPP berspektrum luas, sedangkan Malathion dan Ronel merupakan insektisida selektif. Senyawa OP berupa aril atau alifatik (Baehaki, 1993).

Insektisida organofosfat dikembangkan di jerman pada masa Perang Dunia II sebagai pengganti insektisida nikotin yang saat itu merupakan insektisida pertama untuk pengendalian kumbang kentang colorado (leptinotarsa decemlineata). Penemuan sifat insektisida dari kelompok organofosfat berkaitan erat dengan penelitian jenis-jenis gas syaraf seperti sarin, soman, dan tabun (Sudarsono,2015).

(6)

(termakan) dan LD50

Tabel 2.2 Toksisitas Insektisida Organofosfat Terhadap (mg/kg of body weight) Secara Oral Maupun Dermal

akut dermal (terserap kulit) insektisida organophosfat dapat dilihat pada Tabel 2.2

Nama Umum Rat oral LD 50

(mg/kg of body weight)

Rabbit dermal LD 50 (mg/kg of body weight)

Acephate 1,030 - 1,447 >10,250

Azinphos-methyl 4 150 – 200 (rat)

Chlorpyrifos 96 – 270 2,000

Diazinon 1,250 2,020

Dimethoate 235 400

Disulfoton 2 – 12 3.6 – 15.9

Ethoprop 61.5 2.4

Fenamiphos 10,6 – 24,8 71.5 – 75.7

Malathion 5,500 >2,000

Methamidophos

13 (female only) 25 – 44

122

Methidathion 200

Methyl parathion 6 45

Naled 191 360

Oxydemeton-methyl 50 1,350

Phorate 2 – 4 20 – 30 (guinea pig)

Phosmet 147 – 316 >4,640

(7)

Organofosfat dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan tergantung dari kombinasi unsur oksigen, karbon, sulfur, dan nitrogen. Namun, dalam perkembangannya dan untuk lebih menyederhanakannya, insektisida organofosfat dikelompokkan hanya menjadi 3 grup yaitu :

1. Derivat alifatik 2. Derivat fenil

3. Derivat heterosiklik (Hasibuhuan,2015)

2.1.3.1 Profenofos

Profenofos merupakan insektisida yang berspektrum luas sehingga dapat mengendalikan berbagai jenis hama. Profenofos merupakan insektisida yang berdaya racun sedang dengan nilai LD50 oral akut 358-502 mg/kg. Profenofos bersifat insektisida dan akarisida. Insektisida profenofos telah dikembangkan secara luas dan dipasarkan dengan berbagai merk dagang seperti : Prahar, Romifos, Sanofos, Polycron, Selecron, cga 15324, Fornofos, Curacon. Rumus kimia insektisida profenofos tertera pada gambar berikut (Hasibuhuan,2015).

Gambar 1. Rumus struktur Profenofos

(8)

cabai merah di Indonesia diaplikasikan dengan konsentrasi penyemprotan 0,025-0,15 kg ai/hL dengan waktu aplikasi sesuai kebutuhan (Irie,2007).

Sifat-sifat kimia senyawa profenofos dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut : Tabel 2.3 Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Profenofos

Kriteria Hasil

Kemurnian Minimum 91,4%

Bentuk Cair

Warna Coklat terang

Bau Bau lemak,seperti bawang yang

dimasak Kelarutan dalam pelarut organik

pada suhu 25o

n-heksan : larut sempurna C n-oktanol : larut sempurna

toluena : larut sempurna etanol : larut sempurna

diklorometana : larut sempur na etil asetat : larut sempurna aseton : larut sempurna metanol : larut sempurna

Sumber : Irie (2007)

2.1.3.2 Khlorpirifos

Bahan aktif khlorpirifos diperdagangkan sebagai Drusban� dan

(9)

Gambar 2. Rumus struktur Khlorpirifos

Khlorpirifos berupa kristal putih dikembangkan oleh Dow Chemical Company 1996. Insektisida ini dipergunakan untuk mengendalikan Atherigona exigua, spodoptera mauritia, Agromyza phaseoli, Agrotis sp, dan lain lain.

Formulasi yang diperdagangkan yaitu Drusban 20 EC mengandung 200 gr khlorpirifos/l, Drusban 15/5E mengandung 150 gr khlorpirifos dan 50 gr BPMC/l dan Basmidan 200EC mengandung 200 gr khlorpirifos/l.

Sifat-sifat fisik dan kimia senyawa khlorpirifos dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut :

Tabel 2.4 Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Klorpirifos

Kriteria Hasil

Kemurnian Minimum 85 %

Bentuk Butiran Kristal

Warna Putih hingga kecoklatan

Bau Merkaptan lembut

Kelarutan dalam pelarut organik dan anorganik pada suhu 20o

Acetone >400 g/L

C Dichloromethane >400 g/L Ethyl Acetate >400 g/L Methanol 250 g/100mL Toluene >400 g/L n-Hexane >400 g/L Air 1.05 ppm (w/v)

(10)

2.1.3.3 Metidation

Metidation merupakan insektisida dan akarisida OP sebagai racun kntak. Insektisida ini dikembangkan untuk mengendalikan Parlatoria proteus, aphis tavaresii, empoasca sp, phaedonia inclusa, setora nitens, coccus viridis, pseudococcus citri dan lain – lainnya. Formulasi yang diperdagangkan di Indonesia yaitu Supracide 40EC mengandung 420 gr metidation/l.

Metidation ini berupa Cairan emulsi (emulsifiable concentrates/emulsible concentrates) Pestisida yang berformulasi cairan emulsi meliputi pestisida yang di belakang nama dagang diikuti oleb singkatan ES (emulsifiable solution), WSC (water soluble concentrate). B (emulsifiable) dan S (solution). Biasanya di muka singkatan tersebut tercantum angka yang menunjukkan besarnya persentase bahan aktif. Bila angka tersebut lebih dari 90 persen berarti pestisida tersebut tergolong murni. Komposisi pestisida cair biasanya terdiri dari tiga komponen, yaitu bahan aktif, pelarut serta bahan perata. Pestisida golongan ini disebut bentuk cairan emulsi karena berupa cairan pekat yang dapat dicampur dengan air dan akan membentuk emulsi.

Metidation ini diperdagangkan sebagai Supracide dengan struktur kimia sebagai berikut :

O

P

S

R= (C

2

H

5

O)

2

(11)

Sifat-sifat fisik dan kimia senyawa metidation dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut ini:

Tabel 2.5 Sifat fisika dan kimia Senyawa Metidation

Kriteria Hasil

Nama kimia O,O-dimetil-S-(2-metoksi-1,3,4- thiadiazol-5(4H)-onyl-(4)-metil)-ditiopospat

Kemurnian minimum 95 %

Bentuk Butiran Kristal bubuk

Warna Putih

Bau Merkaptan lembut

Titik lebur 39-400 C

Tekanan uap 1.0 x 10−6

mm Hg pada 200C

Massa jenis 1.495 g/cm3

pada 200C

Kelarutan pada air 240 ppm = 0.024% pada 200

C,tidak larut pada metanol, aseton, benzena

Kestabilan relatif stabil pada pH netral dan unsur yang bersifat Asam lemah, tidak ada perubahan selama 3 hari didalam penyangga pospat atau dalam larutan HCl 0,01 N. Kestabilan pada unsur alkali sangat rendah

Sumber : Irien,2007

2.1.3.4 Fention

Bahan aktif fention diperdagangkan sebagai LebaycidR, Baytex, Entex,

Tiguvon, Mercaptophos, Queletox, dan Baycid. Yang memiliki struktur kimia sebagai berikut :

(12)

Fention adalah fosfat organik insektisida dan akarisida mempunyai aktivitas residu yang panjang, merupakan racun perut dan racun kontak. Insektisida ini berupa cairan tidak berwarna, bila digunakan menurut anjuran tidak menimbulkan fitotoksik, zat ini dikembangkan oleh Bayer A.G. German tahun 1962. Insektisida fention dapat digunakan untuk mengendalikan Helopeltis sp., plusia chalcites, empoasca sp, ulat sinanangkeup paralebeda plagifera, dan lain – lain. Formulasi yang diperdagangkan yaitu Lebaycid 550EC mengandung 540 gr fention/l dan Lebaycid 1000ULV mengandung 1.011 gr fention/l.

Sifat fisik dan kimia senyawa fention dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut : Tabel 2.6 Sifat fisik dan kimia fention

Kriteria Hasil

Nama kimia O,O-Dimethyl

O-[3-methyl-4-(methylsulfanyl)phenyl] phosphorothioate Rumus Kimia C10H15O3PS

Kemurnian

2

minimum 95-98%

Bentuk Butiran Kristal bubuk

Warna Putih

Bau Merkaptan lembut

1,25 g/cm³

Titik didih 87 °C (189 °F; 360 K) at 0.01 mmHg

Massa jenis 278.33 g/mol

Kelarutan Kelarutan dalam minyak gliserida,

metanol, etanol, eter, aseton, dan sebagian besar pelarut organik, hidrokarbon terutama chlorinated

(13)

2.1.4 Residu Pestisida

Masalah residu pestisida pada hasil pertanian merupakan isu penting dan mendapat perhatian serius baik secara nasional maupun internasional. Bahan pangan dapat menjadi tidak aman untuk dikonsumsi apabila tercemar oleh pestisida terutama dengan adanya residu pestisida pada komoditas pangan. Bahaya residu pestisida yang dapat membahayakan kesehatan konsumen meliputi: timbulnya reaksi alergis, keracunan dan karsinogenik (Hasibuhuan,2015).

Residu pestisida adalah sisa pestisida, termasuk hasil perubahannya yang terdapat pada atau dalam jaringan manusia, hewan, tumbuhan, air, udara atau tanah (Deptan,2007). Beberapa yang mengidentifikasikan batas residu, digunakan untuk memprediksi pemasukan residu pestisida. Batas maksimum residu (BMR) adalah salah satu indeks konsentrasi maksimum dari residu pestisida (ditetapkan dalam mg/kg) yang direkomendasikan sebagai batasan yang diijinkan secara legal pada komoditas makanan dan daging hewan.

(14)

Tabel 2.7 Batas Maksimum Residu Pestisida golongan organofosfat pada Makanan

No Nama/Jenis Pestisida Komoditas/Bahan

Makanan BMR (mg/kg)

1 Fention Anggur 0,5

Apel 2

Beras 0,1

Jeruk 2

Jus jeruk 0,2

2 Klorporipos Anggur 1

Apel 1

Beras 0,1

Jamur 0,05

Jeruk 1

3 Metidation Advokat 0,2

Anggur 0,2

Apel 0,5

Jagung 0,13

Jeruk 0,12

4 Profenofos Tomat 10

Kentang 0,05

Cabai 5

Manggis 10

Jeruk 1

Sumber : FAO dan WHO (2010); Deptan (2009)

(15)

dievaluasi. Berdasarkan FAO dan WHO, ADI untuk profenofos adalah 0-0,03 mg/kg berat badan (FAO dan WHO,2010)

2.1.5 Analisis Residu Pestisida dengan Menggunakan alat Kromatografi Gas Cair atau Gas Liquid Chromatography (GLC)

Analisis residu pestisida dapat dilakukan dengan berbagai metode dan alat antara lain Kromatografi Cair, Elektroporesis Kapiler, Metode Bioteknologi, dan Kromatografi Gas, dimana dari semua metode yang disebutkan Kromatografi Gas Cairan atau yang sering disebut dengan Gas Liquid Chromatography (GLC) merupakan teknik penentuan yang paling sering digunakan untuk analisis pestisida terutama pestisida golongan organofosfat. Dengan menggunakan kromatografi gas, pestisida dapat dideteksi pada tingkat konsentrasi yang sangat rendah dengan selektivitas yang tinggi, hal tersebut disebabkan oleh detektor selektif GC seperti electron-capture detector (ECD), flame photometric detector (FPD), dan nitrogen phosphorus detector (NPD). Metode ini cepat dan menyediakan resolusi yang baik untuk penentuan residu multikomponen, dan penggunaan dengan sensitivitas yang tinggi dan detektor yang spesifik, residu diukur dengan perbandingan presisi dan akurasi yang tinggi (Mc Nair,1998).

(16)

Analisis dengan Kromatografi Gas Cair atau GLC tidak selalu mudah untuk menghasilkan kromatogram yang baik. Banyak faktor yang harus dipilih secara tepat, seperti pemilihan ase stasioner, penentuan suhu kolom dan kecepatan aliran gas pembawa, disamping kecermatan preparasi sampel, pembuatan kolom dan conditioningnya. Hal – hal yang seterusnya akan diuraikan dalam naskah ini akan dapat dipakai untuk membantu memecahkan masalah – maslah yang dihadapi dalam menoperasikan alat GLC.

2.1.6 Susunan Alat dan Cara Operasinya

Keuntungan penggunn GLC selain kecepatan dan variasi penggunaannya yang luas, juga karena dengan cara ni hanya dibutuhkan jumlah sampel relatif snagat kecil. Meskipun dengan sampel yang sangat kecil, komponen yang jumlahnya banyak dalam bentuk kromatogram yang dapat memberikan informasi tidak hanya kuantitasnya, tetapi jugab identitasnya. Selain berbeda dengan kromatografi lain, kolom yang digunakan dalam GLC secara kontinyu dapat mengalami regenerasi, sehingga praktis dapat digunakan dalam waktu yang tidak terbatas asalkan persyaratan yang diminta selalu dapat dipenuhi.

Tidak seperti pada kromattografi cairan, kromatografi gas cairan merupakan sistem yang tertutup. Komponen dasarnya terdiri dari tangki gas pembawa, pengatur tekanan/aliran gas, injektor, kolom, detektor, oven pemanas, amplifier, dan rekorder. Untuk masing – masing penjelasannya dapat diuraikan sebagai berikut ini.

1. Gas Pembawa

(17)

berbahaya kecuali gas hidrogen yang mudah terbakar. Oleh karena itu, harus hati – hati bila menggunakan hidrogen, terutama harus dijagag jangan sampai ada kebocoran. Karena gas pembawa terssebut tidak reaktif, interaksi antara senyawa – senyawa dalam sampel denga gas pembawa tidak terjadi.

Gas pembawa yang dipakai harus sesuai dengan jenis detektornya, misalnya Thermal Conductivity Detector cocok bila digunakan gas Hidrogen dan Helium. Selain itu gas pembawa juga harus mempunyai kemurnian yang tinggi, karena kontaminasi dalam jumlah yang kecilpun dapat menyebakan noise pada signal yang dikirimkan oleh detektor, sehingga dapat memberikan garis dasar yang tidak baik/tidak lurus.

2. Injektor

Injektor yang digunakan sama seperti pada kromatografi yang lainnya, injektor tersebut haruslah dipanaskan terlebih dahulu agar sampel yang berupa cairan dapat menguap. Selain itu desain injektor harus sedemikian, sehingga sampel yang telah menguap tersebut dapat langsung masuk kolom dengan perantaraan gas pembawa. Pada beberapa alat, sampel tersebut dapat diinjeksikan langsung ke dalam kolom (on column injection), terutama untuk menghindari kelemahan tadi. Hal ini juga lebih disukai khususnya untuk sampel yang titik didihnya tidak terlalu tinggi.

3. Kolom

(18)

stasionernya melapisi permukaan dinding kolom. Oleh karena itu gas pembawa dapat mengalir tanpa terjadi penurunan tekanan dan hal inilah yang memungkinkan kolom jenis ini dapat dipakai lebih panjang. Panjang kolom isisan biasanya hanya antara 0,7 sampai 2 m, sedangkan kolom pipa terbuka dapat bervariasi antara 30 sampai 300 m.

4. Penyangga Padat

Zat padat penyangga (solid support) mempunyai fungsi agar fase cair atau fase stasioner dapat terdistribusi dengan rata pada permukaan yang luas. Penyangga padat tersebut harus tidak reaktif agar tidak terjadi adsorbsi pada senyawa – senyawa yang dipisahkan. Selain itu harus mempunyai ukuran yang seragam, tidak mudah pecah karena tekanan, tahan terhadap suhu tinggi, dan mempunyai permukaan yang luas.

Penyangga padat umumnya dibuat dari tanah diatome, yang tersusun dari senyaw silikat yang porous. Tanah diatome, yang tersusun dari senyaw silikat yang porous. Penyangga padat yang dihasilkan dengan cara ini disebut Chromosorb-P, karena warnanya jingga (pink). Bahan tersebut mempunyai permukaan kira – kira 4 �2/g dan masih aktif pada senyawa polar.

5. Fase Stasioner (Liquid Phase)

(19)

Pada umumnya fase stasioner yang nonpolar bersifat nonselektif. Hal ini berarti bahwa bila tidak terdapat daya tarik menarik antara senyawa yang dainalisis dengan fase stasioner, volatilitas senyawa tersebut terutama akan ditentukan oleh tekanan uapnya. Sebaliknya dalam fase stasioner yanh bersifat polar, volatilitasnya sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi antara senyawa yang dianalisis dengan fase stasioner.

6. Detektor

Komponen zat – zat yang terrdapat dalam sampel yang telah dipisahkan oleh kolom harus dapat di deteksi dan akhirnya digambarkan dalam bentuk kromatogram. Mengingat bahwa masing – masing komponen tersebut dalam konsentrasi yang sangat rendah dalam gas pembawa, detektor harus mempunyai kepekaan yang sangat tinggi.

Berdasarkan jenis respon yang diberikan, detektor dapat digolongkan menjadi detektor integral dan detektor diferensial. Pada detektor integral besarnya signal bersifat kumulatif, sedangkan pada detektor diferensial besarnya signal bersifat individual dari masing – masing komponen senyawa yang melalui detektor tersebut.

(20)

2.2 Jeruk

Jeruk merupakan buah unggulan yang memiliki berbagai jenis. Di Indonesia, ada tiga jenis jeruk unggul yang dikomersialkan, yaitu jeruk besar (citrus maxima Merr), jeruk keprok, dan jeruk siem (Citrus nobilis var microcarpa). Dari ketiga jenis tersebut telah dihasilkan banyak varietas jeruk keunggulan yang mampu menyaingi jeruk impor. Hingga kini, ada 41 varietas jeruk yang sudah dilepas oleh pemerintah melalui Mentri Pertanian RI.(Agromedia,2011).

2.2.1 Sejarah Perkembangan Jeruk

Tanaman jeruk (Citrus sp. ) adalah tanaman tahunan berasal dari Asia Tenggara, terutama Cina. Sejak ratusan tahun yang lampau, tanaman ini sudah terdapat di Indonesia, sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman di pekarangan. Di Indonesia jeruk merupakan komoditas buah-buahan terpenting ketiga setelah pisang dan mangga bila dilihat dari luas pertanaman dan jumlah produksi per tahun (Soelarno,1996).

2.2.1.1 Klasifikasi dan Kualitas/Kandungan Gizi

Dalam sistem klasifikasi, tanaman jeruk manis dapat digolongkan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

(21)

Sub divisio : Angiospermae

Clasis : Dicotyledoneae

Ordo : Rutales

Famili : Rutaceae

Genus : Citrus

Spesies : Citrus sp. (Soelarno,1996)

Varietas jeruk pada umumnya haruslah memiliki standar pemakaian yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Para konsumen pasti akan memilih varietas buah jeruk yang bebas penyakit dan memiliki kandungan gizi yang baik serta memiliki harga yang terjangkau.

Kandungan gizi dari varietas jeruk itu sendiri dapat dilihat dari karakteristik jeruk pada umumnya, yaitu berdasarkan sifat fisik buah (ukuran, warna dan rasa) dan sifat kimia (kandungan gula total, kandungan asam dan vitamin C). Beberapa sifat fisik dan sifat kimia dapat dilihat pada Tabel 2.8 dan tabel 2.9.

(22)

Tabel 2.8 Sifat fisik buah varietas jeruk pada saat dipetik (physical characteristic of each variety atticking time).

Varietas Berat /

Sumber : Bambang, 1996

(23)

Tabel 2.9 Sifat kimia setiap varietas jeruk saat dipetik (Chemical Characteristics of each variety at picking time)

(24)

2.3.Dampak Negatif Pestisida/Insektisida

Secara umum dampak negatif penggunaan insektisida dapat dikelompokkan ke dalam dua aspek, yaitu aspek kesehatan dan lingkungan hidup dan aspek pengendalian hama dalam kegiatan usaha tani.

Dampak terhadap lingkungan hidup dan kesehatan :

a) Jika seseorang mendapat kontak secara terus-menerus dengan insektisida

apabila keadaan ini berlangsung dalam waktu yang lama. Penyakit kanker,

gangguan pernafasan, gangguan saraf, dan kelainan-kelainan lain dapat

muncul setelah waktu yang agak lama

b) Jika seseorang memakan hasil-hasil pertanian yang mengandung residu

insektisida. Jika tumpukan residu tersebut tersimpan didalam tubuh manusia

maka dalam waktu lama pasti akan menimbulkan kelainan didalam tubuh

c) Apabila terjadi limpahan insektisida/pestisida ke lingkungan dalam jumlah

besar, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dapat menewaskan penduduk

yang berada disekitarnya

Dampak negatif terhadap lingkungan dan pengelolaan hama :

a) Menekan populasi hama sasaran

b) Menimbulkan seleksi hama resisten

c) Menghancurkan populasi musuh alami

− Menekan populasi musuh alami secara langsung

− Mereduksi populasi inang atau mangsa dari musuh alami

(25)

d) Menimbulkan resurjensi dan hama sekunder

e) Membunuh serangga penyerbuk

f) Mencemari jaringan makanan

g) Menyebabkan ekotoksisitas umum

Gambar

Tabel 2.1: Penggelompokan Pestisida Menurut Jenis OPT Sasaranya
Tabel 2.2 Toksisitas Insektisida Organofosfat Terhadap (mg/kg of body weight)
Gambar 1. Rumus struktur Profenofos
Tabel 2.4 Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Klorpirifos
+7

Referensi

Dokumen terkait

Falsafah keperawatan yaitu memandang bahwa pasien sebagai manusia yang utuh (holistik) yang harus dipenuhi segala kebutuhannya baik kebutuhan biologis, psikologis,

Pengendalian kecepatan putar motor DC (direct curent) dengan metode pengaturan lebar pulsa atau PWM (Pulse Width Modulation) juga dapat dibangkitkan melalui perubahan nilai

This study was focused on the short term memory and the achievement of athletes due to a relationship between athletes who endure loads of exercise and the increase of cognitive

The exclusion criteria of this study was based on previous studies in Birmingham and Israel which included only people who were at least 18 years old.. 6,7 The total number

Pada penelitian ini upaya yang akan dilakukan untuk mengurangi harmonisa adalah dengan menggunakan filter pasif.. Jenis filter pasif yang akan digunakan adalah jenis

The most influenced factor in the treatment seeking behavior is healthcare service itself by the delay in performing blood examination, bed unavailability for the

HARGA SATUAN (PEMPROV) MABES POLRI PULDATA SELURUH JAJARAN POLDA BAPENNAS PAGU INDIKATIF: DASAR SUSUN RENJA RENJA POLDA : DISUSUN BERDASARKAN: SKALA PRIORITAS R K

[r]