• Tidak ada hasil yang ditemukan

Guru dalam Bayangbayang HAM. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Guru dalam Bayangbayang HAM. docx"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Guru dalam Bayang-bayang HAM Oleh; BAEHAQI*

Guru saat ini ada dibawah bayangbayang HAM, kreativitasnya mendidik siswa seolah terkebiri oleh rasa takut dan waswas. Nyubit, ngejewer dan marah ke siswa takut dilaporkan ke polisi karena dianggap diskriminatif dan menyiksa siswa. Beda dengan peran guru di masa lalu, sikap kerasnya mendisiplinkan siswa mendapat dukungan semua komponen masyarakat.

Fokus tulisan ini ingin menyikapi kelekatan azas HAM terhadap dunia pendidikan. Esensi HAM adalah usaha menempatkan posisi manusia sebagai ciptaan Allah Subhanu Wa Ta’ala sesuai dengan derajat kemanusiaannya. Semua hal yang dimiliki manusia wajib dilindungi oleh negara, tanpa dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Antara lain, hak untuk hidup, hak berpikir, hak memeroleh pengakuan, hak mendapatkan perlindungan, termasuk hak memeroleh pendidikan.

Hak memeroleh pendidikan kemudian dipertegas dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bagian kesatu pasal 5 ayat (1), bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

(2)

Komponen-komponen pendorong tersebut menuntut perjuangan keras dari guru sebagai elemen penting pendidikan, guru diwajibkan memenuhi tuntutan Undang-undang sisdiknas yang tertera pada bab II pasal 3. Tentu dalam hal ini guru memiliki peran ganda, yaitu sebagai pengajar dan sebagai pendidik. Selain bertanggung jawab mentransformasi ilmu pengetahuan, guru juga dituntut membimbing anank didik agar mencapai taraf hidup yang lebih baik.

Dalam konteks pendidikan modern sekarang ini peran guru bertambah sebagai administrator, guru diwajibkan menuntaskan laporan berkala dari aktivitas kegiatan belajar mengajar di kelas, termasuk beban laporan yang bersifat mengikat. Maka menjadi guru adalah sebuah pilihan, bukan karena tuntutan ekonomi atau tuntutan hidup lainnya.

Karena pilihan tersebutlah dapat dipastikan bahwa setiap guru memiliki nurani yang sama, yaitu menyayangi anak didik nya dengan sepenuh hati. Kompetensi kepribadian ini menunjukkan bahwa guru mampu bersikap adil, bijaksana, teladan, kreatif dan disiplin. (lihat. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal pasal 10 ayat 2). Dalam hal ini, oknum guru yang a-moral tidak bisa dijadikan teladan.

(3)

gangguan kelas, Salah satu caranya adalah dengan menerapkan disiplin kepada ana didik.

Mengelola kelas dengan karakter anak yang bervariasi bukan hal mudah dilakukan, terkadang guru perlu sikap tegas guna menciptakan iklim kelas yang kondusif. Makna tegas bisa berbentuk verbal (katakata yang bernada menekan) atau non-verbal (tindakan berupa hukuman untuk menimbulkan efek jera bagi anak didik), sikap guru ini pastilah didasari rasa sayang tanpa pamrih..

Tetapi sangat disayangkan, upaya guru mendidik anak agar disiplin dalam belajar masih banyak disalah artikan oleh sebagian masyarakat, khususnya orang tua murid. Ketika guru menegur anak didik nya dengan katakata keras, orang tua tidak menerima perlakuan seperti itu dan melaporkan guru karena dianggap sudah berlaku diskriminatif. Ketika guru menghukum anak didik nya dengan tindakan tegas seperti mencubit, menjewer, memukul anggota badan anak didik yang sesungguhnya tidak membahayakan dan masih dalam taraf wajar, lagilagi melaporkan guru karena dianggap telah melakukan penganiayaan.

Sangat ironi jika kita bernostalgia tentang guru di masa lalu, guru sangat dihormati dan guru sangat berani menghukum siswa yang nakal tanpa resiko ancaman hukuman setelahnya. Saat itu guru menempati posisi yang sangat istimewa di hati anak didik, sehingga caracara nya mempraktikkan nilai kedisiplinan dalam belajar tidak dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia,

(4)

tentang HAM, akhir nya guru kehilangan orientasi dalam menngajar dan mendidik. Guru seolah tidak mampu mengemban amanat Undangundang secara profesional, baik amanat yang terulis dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 bab II pasal 3 maupun amanat Undangundang Nomor 14 Tahun 2005 pasal 10 ayat 2.

Peran guru perlahan tapi pasti mulai melemah seiring dengan bayangbayang hukum, di dalam kelas guru hanya terfokus pada penuntasan pengajaran nya saja (instruksional oriented). Di luar kelas, guru seolah dikejar waktu untuk menyelesaikan beban administrasi seperti, membuat RPP (rencana pengajaran), membuat program tahunan, program semester, membuat analisis mata pelajaran dan silabus, menginput nilai (ulangan harian dan EHB/raport) plus membuat pelaporan penilaian yang harus diserahkan ke orang tua murid, belum lagi pelaporan wajib yang berhubungan dengan kedinasan.

Terbayang betapa letihnya menjadi guru, setiap harinya berhadapan dengan anak didik selama 4 jam pelajaran atau bahkan hingga 8 jam pelajaran, kemudian ditambah dengan mengejar target adminstrasi, lebih rumit lagi guru harus mampu keluar dari bayangbayang hukum.

Sadar bahwa upaya nya mendidik siswa agar memiliki akhlak mulia, mandiri, dan bertanggung jawab dapat beresiko terkena pelanggaran hak asasi manusia, guru lebih memilih menyerahkan persoalan mendidik (educational) anak kepada orang tua nya masing-masing.

(5)

(power sekking behavior) sehingga selalu membuat gaduh kelas, dan ada siswa yang bertipikal pendendam (revenge sekking behavior), tidak mao mengerjakan beban tugas sekolah dan terparah mengancam guru karena diberi hukuman oleh guru nya. Guru semakin tersiksa karena harus selalu menekan hasrat dan keinginannya mendidik anak agar disiplin, mandiri dan bertanggung jawab.

Untuk itu, perlu kearifan dalam memaknai tindakan guru terhadap anak didk nya. Harkat dan martabat guru telah dilengkapi oleh nilai kompetensi dan nilai profesionalitas, mendidik semata ingin mengembangkan potensi diri anak didik tanpa niatan yang destruktif. Maka sudah seharusnya profesi guru dilindungi oleh Undang-undang HAM, bukan malah sebaliknya, HAM terkesan mengkebiri kreativitas guru dalam menjalankan profesi mulia nya.

Lalu kenapa jika guru bertindak mendisiplinkan siswa, selalu dianggap menabrak nilai-nilai HAM sementara perilaku siswa yang destruktif tidak dianggap melanggar HAM?. Padahal sesuai ketentuan umum pasal 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM bahwa, “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

(6)

Semoga bermanfaat.

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah tentang perbedaan konsep diri remaja sebelum dan sesudah diberikan konseling kelompok yang ada di Panti Asuhan

To answer both research questions, the writer used library research as the method of this study. Psychological approach was applied in this study because it focuses on the

Telah dilakukan penelitian tentang fotodegradasi terhadap zat warna Rhodamine B menggunakan komposit TiO 2 -zeolit dengan penambahan

Masalah keperawatan yang ditemukan, pada kasus kien halusinasi pendengaran ada empat diagnosa keperawatan yaitu : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Tingkat pemahaman pedagang makanan tradisional di wilayah Gunung kidul terhadap pemakaian bahan tambahan makanan sudah cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian

Menu pemakaian bahan baku yang dimiliki divisi logistik digunakan untuk melihat pemakaian bahan baku yang telah dilakukan oleh pihak produksi beserta jumlah pemakaian

Pengkajian merupakan tahap terpenting dalam proses keperawatan, mengingat pengkajian sebagai awal bagi keluarga untuk mengidentifikasi data yang ada pada keluarga.

Bumi merupakan salah satu planet yang bergerak mengitari Matahari. Pergerakan Bumi mengitari Matahari disebut dengan revolusi Bumi. Dalam revolusinya, posisi Bumi