• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN SATU KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAGIAN SATU KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

BAGIAN SATU

KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Pendidikan Anak Usia Dini sangat penting untuk membangun karakter anak sejak dini. Untuk mengetahui lebih jauh tentang Pendidikan Anak Usia Dini kita perlu mengetahui konep dasar Pendidikan Anak Usia Dini . Berikut ini adalah konsep-konsep dasar Pendidikan Anak Usia Dini.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, pasal 1, butir 14 dinyatakan bahwa “Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan ruhani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.

Sedangkan pada pasal 28 tentang pendidikan anak usia dini dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan atau informal.

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. (Adalilla, S, 2010)

(2)

daya cipta, emosi, spiritual, berbahasa/komunikasi, dan social (Hasan, 2009).

Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan melibatkan seluruh anak mencakup kepedulian akan perkembangan fisik, kognitif, dan social anak. Pembelajaran diorganisasikan sesuai dengan minat-minat dan gaya belajar anak (Santrock, 2007)

Secara umum, tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pendidikan anak pun bisa dimaknai sebagai usaha mengoptimalkan potensi-potensi luar biasa anak yang bisa dibingkai dalam pendidikan, pembinaan terpadu, maupun pendampingan.

Fungsi pendidikan anak usia dini secara umum adalah :

a. Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin pada anak b. Mengenalkan anak pada dunia sekitar

c. Menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik

d. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi e. Mengembangkan keterampilan, kreativitas, dan kemampuan yang

dimiliki anak

f. Menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan selanjutnya.

Dibanding dengang perkembangan model dan jenis PAUD di berbagai negara maju dan berkembang lainnya, PAUD di Indonesia memiliki keunikan khusus yang agak berbeda dengan di luar negeri. Karena di luar negeri PAUD pada umumnya hanya dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu Kindergarden atau Play Group dan Day Care, sedang di Indonesia menjadi 4 (empat) macam yaitu :

(3)

c. Taman Penitipan Anak (Day Care) d. PAUD sejenis (Similar with Play Group)

(4)

1. PERANAN PAUD SEBAGAI SATUAN PENDIDIKAN NON-FORMAL DALAM MEMBENTUK KARAKTER ANAK

Pendidikan Anak Usia Dini yang merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan non formal dengan menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa, dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Oleh karena itu, Pendidikan Anak Usia Dini memegang peranan penting dalam pendidikan anak. Melalui Pendidikan Anak Usia Dini, anak dapat dididik oleh gurunya dengan metode dan kurikulum yang jelas. Mereka dapat bermain dan menyalurkan energinya melalui berbagai kegiatan fisik, musik, atau keterampilan tangan. Dapat belajar berinteraksi secara interpersonal dan intrapersonal. Kepada mereka secara bertahap dapat dikenalkan huruf atau membaca, lingkungan hidup, pertanian, dan bahkan industri. Pengenalan itu tidaklah berlebihan, karena dalam penyampaiannya disesuaikan dengan dunia anak, yakni dunia bermain sehingga proses belajarnya menyenangkan. Anak memang seringkali mengeskpresikan ide dan perasaannya melalui permainan, sehingga ketika mereka merasa menikmati dan senang dengan apa yang diajarkan itu, maka dengan sendirinya akan bermanfaat bagi perkembangannya.

(5)

kualitas pada sektor pendidikan, banyak pihak di negara ini justru menempatkan pendidikan sebagai suatu komoditas yang memiliki nilai jual yang tinggi. Tak mengherankan bahwa ketika banyak pihak mengejar pendidikan dari sisi kuantitas, tentu menimbulkan berbagai macam konsekuensi logis seperti terabaikannya faktor kualitas pendidikan.

Parahnya lagi, belakangan kita juga telah disadarkan bahwa banyak lulusan pendidikan formal tidak memiliki spesifikasi keahlian yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Menanggapi kondisi yang seperti ini, Paulus Wisnu Anggoro, Direktur UAJY-Delcam Traning Center, menuturkan bahwa banyak dari kalangan industri yang menjadi kliennya mengeluhkan keterbatasan skill yang dimiliki oleh para lulusan perguruan tinggi, sehingga mau tidak mau seorang fresh graduate harus dilatih dari awal lagi. Ini pemborosan untuk pihak perusahaan sebagai user lulusan perguruan tinggi.

Indonesia mengalami krisis SDM sebenarnya berpangkal pada buruknya kualitas pendidikan yang dilaksanakan. Untuk menghadapi krisis, sistem pendidikan memerlukan bantuan dari semua sektor kehidupan domestik dan pada beberapa kasus, juga memerlukan sumber-sumber di luar batas nasional. Pendidikan memerlukan dana, namun anggaran pendidikan sulit bertambah. Pendidikan memerlukan sumber daya, khususnya sumber daya insani nasional yang terbaik untuk meningkatkan kualitas, efisiensi, dan produktivitas. Pendidikan memerlukan prasarana dan sarana, materi pengajaran yang baik dan lebih baik.

(6)

Berkaitan dengan frasa “sistem pendidikan”, lebih lanjut diungkapkan bahwa sistem pendidikan tidak hanya mengacu pada tingkat dan tipe pendidikan formal seperti sekolah kejuruan, umum dan spesialisasi, tetapi juga seluruh program dan proses sistematik pendidikan di luar pendidikan formal yaitu yang dikenal dengan pendidikan non formal. Sistem pendidikan yang di dalamnya terdapat kegiatan pendidikan formal maupun non formal memiliki sejumlah input, yang diproses untuk memperoleh output untuk memenuhi tujuan tertentu. Mengacu pada sistem pendidikan selanjutnya diungkapkan bahwa pendidikan dengan demikian merupakan suatu proses yang berinteraksi dengan lingkungannya. Output yang ingin dihasilkan dari suatu sistem pendidikan ditentukan oleh tujuan yang dikehendaki oleh lingkungan atau masyarakat. Manusia yang terdidik hendaknya diperlengkapi untuk melayani masyarakat dan mengurus dirinya sendiri sebagai individu dan anggota masyarakat, pekerja ekonomi, pemimpin dan inovator, warga negara dan warga dunia dan penyumbang kebudayaan. Untuk itu, pendidikan harus mampu meningkatkan basic knowledge (pengetahuan dasar) intellectual and manual skills (keterampilan manual dan intelektual); power of reason critism (daya nalar/kritik); values, attitudes and motivation (nilai-nilai, sikap dan motivasi); power of creativity and innovation (daya kreatif dan inovsi); cultural appreciation (apresiasi kebudayaan); sense of social responsibillity (tanggung jawab sosial); dan understanding of the modern world (memahami dunia modern).

Peran Pendidikan Non Formal

(7)

ketiga. (Purwanto, 1986 : 148). Peranan penting pendididkan pada lingkungan ketiga yang dikenal dengan lingkungan masyarakat atau pendidikan non formal dikarenakan manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia menjadi bagian dari pelbagai golongan dalam masyarakat, baik dengan sendirinya maupun dengan sengaja. Manusia dengan sendirinya adalah bagian dari keluarga, kota, negara dan kelompok agama. Tapi ada juga golongan yang dengan sengaja dimasuki seperti perkumpulan olah raga, serikat pekerja, koperasi, organisasi politik, perkumpulan kesenian dan lain-lain. Melalui kelompok-kelompok inilah pendidikan non formal dilakukan. Pendidikan non formal dapat menjadi pelengkap dari pendidikan formal, terlebih jika dikaitkan dengan keterbatasan-keterbatasan yang diakibatkan karena adanya krisis.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sejalan dengan itu, sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajamen pendidikan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global sehinga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan.

(8)

magang, kelompok belajar usaha), serta (7) pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Dalam situasi demikian, makna dibalik fenomena bermunculannya lembaga pendidikan non formal sebenarnya lebih ingin memberikan ruang kesadaran baru pada masyarakat, bahwa upaya pendidikan bukan sekedar kegiatan untuk meraih sertifikasi atau legalitas semata. Lebih daripada itu, upaya pendidikan sejatinya merupakan kegiatan penyerapan dan internalisasi ilmu, yang pada akhirnya diharapkan mampu membawa peningkatan taraf kehidupan bagi individu maupun masyarakat dalam berbagai aspek.

Keunggulan lain yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan non formal sebenarnya ada pada fleksibilitas waktu yang dimiliki. Selain bisa dijalankan secara manunggal, pendidikan non formal bisa dijalankan pula secara berdampingan dengan pendidikan formal. Tak mengherankan apabila belakangan lembaga pendidikan non formal tumbuh dengan pesat, berbanding lurus dengan tingginya minat masyarakat terhadap jenis pendidikan tersebut. Tidak hanya itu, lembaga pendidikan non formal juga berpeluang untuk menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai. Hal ini terbukti dari banyaknya lembaga pendidikan non formal seperti ADTC dan Macell Education Center (MEC) yang siap menyalurkan lulusan terbaiknya ke berbagai perusahaan rekanan. Ini merupakan tawaran yang patut dipertimbangkan ditengah sulitnya mencari lapangan pekerjaan seperti sekarang ini.

(9)

terbarunya hanya tersedia dalam bahasa asing. Selanjutnya keunggulan tersebut dapat pula memperluas peluang individu dalam menangkap berbagai kesempatan. Hebatnya lagi, tersedia pula lembaga pendidikan non formal yang tidak hanya membekali lulusannya dengan ilmu, namun juga membekali sikap kemandirian yang mendorong terciptanya kesempatan untuk berwirausaha. Ini merupakan bukti nyata upaya memperkuat struktur riil perekonomian masyarakat yang belakangan makin terpuruk. Disaat banyak orang kebingungan mencari pekerjaan, banyak lulusan lembaga pendidikan non formal yang menciptakan lapangan pekerjaan. Namun dibalik semua keunggulan dan variasi lembaga pendidikan non formal yang tersedia, kejelian masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan non formal sebagai wahana untuk mengasah keterampilan dan menyiapkan diri dalam menghadapi persaingan penting untuk dipertahankan. Indikator yang paling sederhana adalah seberapa besar kesesuian bidang pelatihan yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan non formal dengan minat maupun bidang yang saat ini kita geluti.

Tujuannya, tentu tidak lain supaya keahlian yang didapatkan dari pelatihan lembaga pendidikan non formal dapat berjalan beriringan dan saling melengkapi minat dan dunia yang kita geluti, serta meningkatkan keunggulan kompetitif yang kita miliki. Lebih lanjut, kejelian dalam memilih juga berfungsi pula agar investasi finansial yang telah ditanamkan tidak terbuang percuma karena program yang sedang dijalani "terhenti di tengah jalan".

(10)

problematika yang di hadapi, dan tidak kalah pula pesatnya dibandingkan dengan laju kemajuan yang dicapai oleh negara-negara lain”. Pendidikan melalui lingkungan masyarakat atau pendidikan non formal memiliki berbagai nama, seperti adult education (pendidikan orang dewasa), continuing education (pendidikan lanjutan), on-the-job training (latihan kerja), accelerated training (latihan dipercepat), farmer or worker training (latihan pekerja atau petani), dan extension service (pelayanan pendidikan tambahan) dan dianggap sebagai sistem bayangan (shadow system).

Pelaksanaan pendidikan non formal dapat dilihat perbedaannya pada kasus negara industri dan negara berkembang. Pada negara maju seperti di Eropa dan Amerika Utara pendidikan non formal dipandang sebagai pendidikan lanjutan bagi kehidupan seseorang. Pendidikan seumur hidup sangat berarti dalam memajukan dan mengubah masyarakat karena tiga alasan : (1) untuk memperoleh pekerjaan ; (2) menjaga ketersediaan tenaga kerja terlatih dengan teknologi dan pengetahuan baru yang diperlukan untuk melanjutkan produktivitas; (3) memperbaiki kualitas dan kenyamanan hidup individu melalui pengayaan kebudayaan dengan memanfaatkan waktu luang. Dalam perspektif ini, maka pendidikan lanjutan bagi guru memiliki arti strategis, jika gagal memberikan mereka pengetahuan yang mutakhir, maka mereka akan “memberikan pendidikan kemarin bagi generasi esok”.

(11)

berperan untuk menyelamatkan investasi pendidikan dari mereka yang tamat sekolah maupun drop out dari sekolah menengah, namun tidak memperoleh pekerjaan, dengan memberikan kepada mereka pelatihan-pelatihan khusus (Coombs, 1968 : 143). Di Indonesia pendidikan non fornal mencakup pendidikan orang dewasa yang bertujuan agar bangsa Indonesia kenal huruf; dapat memenuhi kewajibannya sebagai orang dewasa; mempergunakan segala sumber penghidupan yang ada; berkembang secara dinamis dan kuat; serta tumbuh atas dasar kebudayaan nasional . Tujuan yang sudah digariskan pada peta pendidikan sejak 27 Desember 1945 oleh BPKNIP ini (Poerbakawatja dan Harahap, 1981:270) masih memiliki relevansi hingga kini apalagi dalam menghadapi menghadapi globalisasi.

Konsep awal dari Pendidikan Non Formal ini muncul sekitar akhir tahun 60-an hingga awal tahun 70-an. Philip Coombs dan Manzoor A., P.H. (1985) dalam bukunya The World Crisis In Education mengungkapkan pendidikan itu pada dasarnya dibagi menjadi tiga jenis, yakni Pendidikan Formal (PF), Pendidikan Non Formal (PNF) dan Pendidikan In Formal (PIF). Khusus untuk PNF, Coombs mengartikannya sebagai sebuah kegiatan yang diorganisasikan diluar system persekolahan yang mapan, apakah dilakukan secara terpisah atau bagian terpenting dari kegiatan yang lebih luas dilakukan secara sengaja untuk melayani anak didik tertentu untuk mencapai tujuan belajarnya.

(12)

adalah jalur pendidikan diluar PF yang dapat dilaksanakan secata terstruktur dan berjenjang. Sedangkan PIF merupakan jalur pendidikan keluarga dan lingkungan,” terang Syukri (1997:34).

Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 26 ayat 1 dijelaskan bahwa Pendidikan Non Formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap PF dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Lebih lanjut dalam ayat 2 dijelaskan Pendidikan Non Formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik (warga belajar) dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional. Sementara di ayat 3, disana disebutkan bahwa Pendidikan Non Formal meliputi pendidikan kecakapan hidup (life skills); pendidikan anak usia dini; pendidikan kepemudaan; pendidikan pemberdayaan perempuan; pendidikan keaksaraan; pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja; pendidikan kesetaraan; serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

(13)

Sasaran dan Karakteristik Pendidikan Non Formal

Sasaran Pendidikan Non Formal dapat ditinjau dari beberapa segi, yakni pelayanan, sasaran khusus, pranata sistem pengajaran dan pelembagaan program. Ditilik dari segi pelayanan, sasaran Pendidikan Non Formal adalah melayani anak usia sekolah (0-6 tahun), anak usia sekolah dasar (7-12 tahun), anak usia pendidikan menengah (13-18 tahun), anak usia perguruan tinggi (19-24 tahun). Ditinjau dari segi sasaran khusus, Pendidikan Non Formal mendidik anak terlantar, anak yatim piatu, korban narkoba, perempuan penghibur, anak cacat mentau maupun cacat tubuh. Dari segi pranata, penyelenggaraan kegiatan pembelajaran dilakukan dilingkungan keluarga, pendidikan perluasan wawasan desa dan pendidikan keterampilan. Di segi layanan masyarakat, sasaran Pendidikan Non Formal antara lain membantu masyarakat melalui program PKK, KB, perawatan bayi, peningkatan gizi keluarga, pengetahuan rumah tangga dan penjagaan lingkungan sehat. Dilihat dari segi pengajaran, sasaran Pendidikan Non Formal sebagai penyelenggara dan pelaksana program kelompok, organisasi dan lembaga pendidikan, program kesenian tradisional ataupun kesenian modern lainnya yaitu menjadi fasilitator bahkan turut serta dalam program keagamaan, seperti mengisi pengajaran di majelis taklim, di pondok pesantren, dan bahkan di beberapa tempat kursus. Sedangkan sasaran Pendidikan Non Formal ditinjau dari segi pelembagaan, yakni kemitraan atau bermitra dengan berbagai pihak penyelenggara program pemberdayaan masyarakat berkoordinasi dengan desa atau pelaksana program pembangunan.

(14)

belajar tertentu yang fungsional bagi kehidupan masa kini dan masa depan, dimana dalam pelaksanananya tidak terlalu menekankan pada ijazah. Dalam waktu pelaksanannya, Pendidikan Non Formal terbilang relatif singkat, menekankan pada kebutuhan di masa sekarang dan masa yang akan datang serta tidak penuh dalam menggunakan waktu alias tidak terus menerus.

(15)

2. PENTINGNYA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER ANAK

Pendidikan merupakan investasi terpenting yang dilakukan orang tua bagi masa depan anaknya. Sejak anak lahir ke dunia, ia memiliki banyak potensi dan harapan untuk berhasil di kemudian hari. Pendidikanlah yang menjadi jembatan penghubung anak dengan masa depannya itu. Dapat dikatakan, pendidikan merupakan salah satu pembentuk pondasi bagi tumbuh dan berkembangnya seorang anak untuk memperoleh masa depan yang lebih baik. Sebagai “buah hati”, maka dengan penuh rasa kasih sayang para orang tua rela berkorban demi anaknya, karena masa depan anak juga merupakan masa depan orang tua. Keberhasilan ataupun kegagalan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya akan terlihat dari perasaan hatinya manakala menyaksikan kehidupan anaknya ketika dewasa. Pada hakikatnya masa depan anak juga merupakan masa depan bangsa dan negara. Masa depan itu akan terlihat dua puluh atau tiga puluh tahun ke depan, di saat mana jutaan anak yang ada sekarang ini memasuki usia remaja dan dewasa. Merekalah nantinya yang menjadi pelaku pembangunan di berbagai sektor kehidupan. Kelak diantara mereka ada yang berperan sebagai pemimpin-pemimpin bangsa yang kebijakannya akan turut menentukan arah perjalanan bangsa dan negara ini.

(16)

mendatang harus memiliki kecerdasan, keterampilan, produktivitas kerja yang tinggi, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, ahli dan profesional minimal di bidangnya masing-masing.

Dunia pendidikan memang sangat diperlukan untuk membentuk generasi seperti itu. Akan tetapi, pendidikan sebagai proses berkelanjutan tidak semata diarahkan kepada hal yang bersifat “reaktif” atau untuk kepentingan jangka pendek, ia juga harus bersifat “proaktif” yang artinya pendidikan juga harus berorientasi kepada kemampuan untuk mengantisipasi permasalahan yang lebih luas dan mampu menjawab tantangan yang lebih kompleks di masa yang akan datang. Untuk membentuk generasi yang demikian itu, maka calon-calon generasi mendatang itu harus dipersiapkan pertumbuhan dan perkembangannya sedini mungkin, yakni sejak mereka lahir sampai berusia enam tahun, sehingga mereka memiliki akar yang kuat sebagai pondasi untuk memasuki pendidikan yang lebih tinggi.

Arti pentingnya pendidikan dini pada anak telah menjadi perhatian internasional. Dalam pertemuan Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 di Dakkar, Senegal, telah menghasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan untuk semua yang salah satu butirnya menyatakan: “memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini (PAUD), terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung.

(17)

Artinya bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal maka otak anak tidak akan berkembang secara optimal. Hasil penelitian di Baylor College of Medicine menyatakan bahwa lingkungan memberi peran yang sangat besar dalam pembentukan sikap, kepribadian, dan pengembangan kemampuan anak secara optimal. Anak yang tidak mendapat lingkungan baik untuk merangsang pertumbuhan otaknya, misal jarang disentuh, jarang diajak bermain, jarang diajak berkomunikasi, maka perkembangan otaknya akan lebih kecil 20 - 30% dari ukuran normal seusianya (Depdiknas, 2003:1).

Secara keseluruhan hingga usia delapan tahun, 80% kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk, artinya kapasitas kecerdasan anak hanya bertambah 30% setelah usia empat tahun hingga mencapai usia delapan tahun. Selanjutnya kapasitas kecerdasan anak tersebut akan mencapai 100% setelah berusia sekitar 18 tahun (Abdulhak, 2002). Oleh sebab itu masa kanak-kanak dari usia 0 - 8 tahun disebut masa emas yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga sangatlah penting untuk merangsang pertumbuhan otak anak melalui perhatian kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan pendidikan.

Menurut psikologi perkembangan dan berdasarkan riset neurologi tentang pertumbuhan otak, usia dini meliputi anak yang berusia 0 - 8 tahun. Dalam hal ini, pendidikan anak usia dini merupakan konsep tentang perlakuan dini terhadap anak yang berada pada usia prasekolah atau usia sekolah yaitu di kelas-kelas awal SD (kelas 1, 2 dan 3) (Supriadi, Pikiran Rakyat).

(18)

jenjang pendidikan dasar.

Sedemikian vitalnya anak usia dini, maka sangat dianjurkan kepada orang tua untuk memberikan vaksinasi dan selalu memberikan nutrisi lengkap dan seimbang kepada anaknya, agar anak mempunyai tubuh yang sehat, kuat dan otak yang cerdas. Orang tua juga harus memperlakukan anak secara hati-hati dan benar, agar anak memiliki karakter dan kepribadian yang tepat untuk perkembangannya lebih lanjut. Anak usia dini dapat digolongkan ke dalam anak usia prasekolah yang pertumbuhannya terbagi dalam dua tahap, yakni: (1) Usia sejak lahir s.d. usia 2 tahun. Pada usia ini pertumbuhan anak lebih mengarah kepada fungsi-fungsi biologis. Ia menggunakan mulut sebagai sarana terpenting; (2) Usia antara 2-6 tahun. Pada usia ini perkembangan panca indera sangat menonjol, sehingga dalam proses belajarnya pun mereka menggunakan panca indera. Ada tiga macam perkembangan yang terjadi pada usia ini, yakni perkembangan motorik (fungsi gerak), perkembangan bahasa dan berpikir, dan perkembangan sosial.

(19)

Seperti halnya jenjang pendidikan lainnya, jenjang PAUD merupakan tanggung jawab pemerintah, masyarakat dan orang tua. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, dikenal adanya tiga bentuk jalur pelaksanaan PAUD, yakni; Pertama adalah PAUD jalur pendidikan formal yakni pendidikan yang terstruktur untuk anak anak berusia empat tahun sampai enam tahun seperti Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), dan bentuk lain yang sederajat. Kedua, PAUD jalur pendidikan nonformal, yakni pendidikan yang melaksanakan program pembelajaran secara fleksibel untuk anak sejak lahir (usia tiga bulan) sampai berusia enam tahun, seperti Taman Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (Play Group), dan bentuk lain yang sederajat. Ketiga, PAUD jalur pendidikan informal sebagai bentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan untuk pembinaan dan pengembangan anak sejak lahir (usia tiga bulan) sampai berusia enam tahun.

(20)

bersama, ternyata angka partisipasi pendidikan di Indonesia di berbagai jenjang pendidikan masih tergolong rendah, termasuk dalam hal ini rendahnya partisipasi anak balita untuk memasuki PAUD.

Minimnya pengetahuan orang tua tentang pentingnya PAUD, keterbatasan ekonomi keluarga, dan keterbatasan anggaran biaya pemerintah untuk alokasi penyelenggaraan PAUD merupakan faktor penyebab anak usia balita tidak tersentuh pendidikan. Berdasarkan hasil pendataan Depdiknas tahun 2004, baru sekitar 15,6 persen dari 11,5 juta anak usia 4-6 tahun yang bersekolah di TK, sedangkan untuk anak usia 0-3 tahun, hanya sekitar 15,8 persen yang tersentuh pelayanan anak usia dini. Data itu menunjukkan, bahwa terjadi peningkatan angka partisipasi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2002, sebanyak 72 persen anak Indonesia usia nol sampai enam tahun di Indonesia, belum tersentuh pendidikan usia dini, karena pada tahun itu baru 7,34 juta atau 28 persen dari 26,1 juta anak usia 0-6 tahun yang mendapat pendidikan usia dini. Sebagian besar di antara mereka, yakni 2,6 juta, mendapatkan pendidikan dengan jalan masuk ke Sekolah Dasar pada usia lebih awal. Sebanyak 2,5 juta anak mendapat pendidikan di Bina Keluarga Balita (BKB), 2,1 juta anak bersekolah di TK atau Raudhatul Atfhal, dan sekitar 100.000 anak di Kelompok Bermain.

(21)

masa depannya cerah karena mereka menjadi orang dewasa yang kreatif dan mempunyai rasa percaya diri yang kuat.

Kendalanya di Indonesia adalah bahwa tidak setiap orang tua punya pengetahuan dan kesiapan untuk mendidik anaknya secara betul. Seorang ibu memang telah memiliki “asam garam” dalam mengasuh anak-anak mereka, akan tetapi agar perkembangan potensi anak berjalan maksimal, maka diperlukan “kiat-kiat” tertentu, seperti pengetahuan tentang psikologi anak, aktivitas yang mereka sukai, dan cara terbaik dalam mendidik mereka. Adakalanya karena faktor ketidaktahuan itulah, maka tidak jarang, dalam beberapa hal orang tua memperlakukan anaknya secara berlebihan atau dengan cara paksaan mengajarkan hal-hal yang sesungguhnya belum saatnya mereka terima sehingga justru menjerumuskan si anak itu sendiri.

Oleh karena itu, PAUD memegang peranan penting dalam pendidikan anak. Melalui PAUD anak dapat dididik oleh gurunya dengan metode dan kurikulum yang jelas. Melalui PAUD, mereka dapat bermain dan menyalurkan energinya melalui berbagai kegiatan fisik, musik, atau keterampilan tangan. Mereka juga dapat belajar berinteraksi secara interpersonal dan intrapersonal. Kepada mereka secara bertahap dapat dikenalkan huruf atau membaca, lingkungan hidup, pertanian, dan bahkan industri.

(22)

teratur pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan dan program kesejahteraan bagi anak berusia dua tahun sampai enam tahun.

Dalam kelompok itu, mereka akan menyesuaikan diri dalam lingkungan yang lebih luas, selangkah lebih mandiri, memiliki kebanggaan menjadi anggota kelompok bermain di luar anggota keluarganya, dan sejumlah manfaat lainnya yang pada gilirannya secara tidak sadar mendorong minat dan potensi anak untuk belajar. Ada empat pertimbangan pokok pentingnya pendidikan anak usia dini, yaitu: (1) menyiapkan tenaga manusia yang berkualitas, (2) mendorong percepatan perputaran ekonomi dan rendahnya biaya sosial karena tingginya produktivitas kerja dan daya tahan, (3) meningkatkan pemerataan dalam kehidupan masyarakat, (4) menolong para orang tua dan anak-anak.

Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak usia dini sepatutnya juga mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak terbatas pada proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Artinya, pendidikan anak usia dini dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja seperti halnya interaksi manusia yang terjadi di dalam keluarga, teman sebaya, dan dari hubungan kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia dini.

Pembelajaran Melalui Bermain

(23)

40). Kuncinya adalah pada permainan atau bermain. Permainan atau bermain adalah kata kunci pada pendidikan anak usia dini. Ia sebagai media sekaligus sebagai substansi pendidikan itu sendiri. Dunia anak adalah dunia bermain, dan belajar dilakukan dengan atau sambil bermain yang melibatkan semua indra anak.

Bruner dan Donalson dari telaahnya menemukan bahwa sebagian pembelajaran terpenting dalam kehidupan diperoleh dari masa kanak-kanak yang paling awal, dan pembelajaran itu sebagian besar diperoleh dari bermain. Sayangnya, menurut Samples bermain sebagai gagasan yang dikaitkan dengan pembelajaran kurang mendapatkan apresiasi dalam berbagai lingkungan budaya (Supriadi, 2002: 40).

Bermain bagi anak adalah kegiatan yang serius tetapi menyenangkan. Menurut Conny R. Semiawan (Jalal, 2002: 16) bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh anak karena menyenangkan, bukan karena hadiah atau pujian. Melalui bermain, semua aspek perkembangan anak dapat ditingkatkan. Dengan bermain secara bebas anak dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk memperkuat hal-hal yang sudah diketahui dan menemukan hal-hal baru. Melalui permainan, anak-anak juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik maupun mental intelektual dan spritual. Oleh karena itu, bermain bagi anak usia dini merupakan jembatan bagi berkembangnya semua aspek.

(24)

sesuai, bukan pengakademikan belajar pada usia dini – dua hal yang sangat besar perbedaannya. Pembelajaran pada anak usia dini dapat dilaksanakan dengan menggunakan beberapa metode (Direktorat PADU,2001; Depdikbud, 1998), diantaranya yaitu:

a. Bercerita

Bercerita adalah menceritakan atau membacakan cerita yang mengandung nilai-nilai pendidikan. Melalui cerita daya imajinasi anak dapat ditingkatkan. Bercerita dapat disertai gambar maupun dalam bentuk lainnya seperti panggung boneka. Cerita sebaiknya diberikan secara menarik dan membuka kesempatan bagi anak untuk bertanya dan memberikan tanggapan setelah cerita selesai. Cerita tersebut akan lebih bermanfaat jika dilaksanakan sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan anak.

b. Bernyanyi

Bernyanyi adalah kegiatan dalam melagukan pesan-pesan yang mengandung unsur pendidikan. Dengan bernyanyi anak dapat terbawa kepada situasi emosional seperti sedih dan gembira. Bernyanyi juga dapat menumbuhkan rasa estetika.

c. Berdarmawisata

Darmawisata adalah kunjungan secara langsung ke obyek-obyek yang sesuai dengan bahan kegiatan yang sedang dibahas di lingkungan kehidupan anak. Kegiatan tersebut dilakukan di luar ruangan terutama untuk melihat, mendengar, merasakan, mengalami langsung berbagai keadaan atau peristiwa di lingkungannya. Hal ini dapat diwujudkan antara lain melalui darmawisata ke pasar, sawah, pantai, kebun, dan lainnya.

d. Bermain peran

(25)

Bermain peran merupakan kegiatan menirukan perbuatan orang lain di sekitarnya. Dengan bermain peran, kebiasaan dan kesukaan anak untuk meniru akan tersalurkan serta dapat mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan.

e. Peragaan/Demonstrasi

Peragaan/demonstrasi adalah kegiatan dimana tenaga pendidik/tutor memberikan contoh terlebih dahulu, kemudian ditirukan anak-anak. Peragaan/demonstrasi ini sesuai untuk melatih keterampilan dan cara-cara yang memerlukan contoh yang benar.

f. Pemberian Tugas

Pemberian tugas merupakan metode yang memberikan kesempatan kepada anak untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk langsung yang telah dipersiapkan sehingga anak dapat mengalami secara nyata dan melaksanakan tugas secara tuntas. Tugas dapat diberikan secara berkelompok ataupun individual.

g. Latihan

Latihan adalah kegiatan melatih anak untuk menguasai khususnya kemampuan psikomotorik yang menuntut koordinasi antara otot-otot dengan mata dan otak. Latihan diberikan sesuai dengan langkah-langkah secara berurutan.

Peranan dan Pemberdayaan Masyarakat

(26)

kesehatan untuk peningkatan kualitas anak, nampaknya jauh lebih baik daripada kesadaran akan pentingnya pendidikan. Hasil penelitian Meneg Pemberdayaan Perempuan tahun 2001 di wilayah Jakarta dan sekitarnya seperti yang dilansir oleh Yayasan Kita dan Buah Hati (Jalal, 2002: 13) menyebutkan bahwa pada umumnya masyarakat memandang belum perlu pendidikan diberikan kepada anak usia dini. Hal ini sangat wajar mengingat bahwa pemahaman masyarakat terhadap pentingnya PAUD masih sangat rendah serta pada umumnya mereka berpandangan bahwa pendidikan identik dengan sekolah, sehingga bagi anak usia dini pendidikan dipandang belum perlu.

Lebih jauh Hadis (2002: 25) mengemukakan ada beberapa faktor yang menjadikan penyebab masih rendahnya kesadaran masyarakat di bidang pendidikan anak usia dini seperti: ketidaktahuan, kemiskinan, kurang berpendidikan, gagasan orangtua tentang perkembangan anak yang masih sangat tradisional, kurang mau berubah, masih sangat konkret dalam berpikir, motivasi yang rendah karena kebutuhan yang masih sangat mendasar, serta masih sangat dipengaruhi oleh budaya setempat yang sempit.

(27)

tanggung jawab pemerintah bersama masyarakat terutama keluarga yang merupakan penanggungjawab utama dalam optimalisasi tumbuh kembang anak. Peran pemerintah adalah memfasilitasi masyarakat agar mereka dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak.

Upaya pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat antara lain melalui standarisasi kurikulum guna membantu masyarakat mengontrol penyelenggaraan pendidikan agar tidak merugikan peserta didik maupun masyarakat, peningkatan kemampuan profesi dan akademik bagi tenaga kependidikan, peningkatan fungsi keluarga sebagai basis pendidikan anak, serta pengembangan manajemen pembelajaran yang mencakup pengembangan metodologi pembelajaran, pengembangan sarana dan bahan belajar termasuk bacaan anak, pengembangan permainan dan alat permainan serta pengembangan evaluasi tumbuh kembang anak.

Dalam rangka memberikan perhatian secara khusus terhadap anak usia dini yang tidak terlayani pada lembaga formal (TK/RA) maka dibentuklah Direktorat PADU di lingkungan Depdiknas. Kehadiran direktorat ini terutama untuk memberikan layanan, bimbingan dan atau bantuan teknis edukatif yang tepat terhadap semua layanan anak usia dini (di luar TK dan RA) yang ada di masyarakat.

(28)

Sinergi berbagai unsur yang berkepentingan dalam pembinaan anak merupakan kunci keberhasilan upaya pembinaan anak. Pemerintah harus memperluas jaringan kemitraan. Jaringan kemitraan merupakan kunci efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan program pendidikan, dimana selama ini tumpang tindih program termasuk pembinaannya, merupakan kesalahan sebagai akibat tidak berjalannya jaringan kemitraan termasuk koordinasi sebagai salah satu komponennya. Disamping itu adanya jaringan kemitraan yang luas di setiap tingkatan institusi masyarakat, mulai dari pusat sampai grass-root, merupakan jawaban atas keberlangsungan suatu program di masyarakat.

Program yang mempunyai jaringan kemitraan memiliki ciri-ciri antara lain tingginya komitmen semua unsur yang terlibat dan tingginya rasa memiliki masyarakat terhadap program yang ada. Kedua ciri ini merupakan komponen terpenting untuk menjamin keberlangsungan suatu program yang pada gilirannya mengarah pada pelembagaan program di masyarakat. Perluasan jaringan kemitraan agar efektif hendaknya diarahkan pada penciptaan situasi kondusif yang menumbuh kembangkan komitmen semua unsur dan kepemilikan oleh masyarakat terhadap suatu program.

Peranan Keluarga dan Lingkungan

(29)

lingkungan yang baik untuk PAUD adalah lingkungan yang mendukung anak melakukan kegiatan tersebut. Selama ini ada anggapan bahwa lingkungan yang baik adalah ruangan yang berdinding putih, bersih, dan tenang. Sebuah anggapan yang keliru karena ruangan tanpa rangsangan semacam itu justru menghambat perkembangan anak. Memang benar bahwa faktor bawaan juga berpengaruh terhadap kecerdasan seseorang tetapi pengaruh lingkungan juga merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya. Jika faktor bawaan dimisalkan sebagai dasar maka faktor lingkungan merupakan pengembangannya. Tanpa diperkaya oleh lingkungan, modal dasar tersebut tidak akan berkembang bahkan bisa jadi menyusut.

(30)

3. PERAN KELUARGA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Saat ini banyak para orang tua yang menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak pada pihak sekolah. Selain karena kesibukan pekerjaan, mereka juga berpendapat telah memilihkan sekolah yang terbaik untuk si buah hati. Sehingga, tidak perlu lagi membebani anak dengan kegiatan pendidikan di rumah. Padahal, ada beberapa alasan mengapa menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak pada sekolah adalah kurang bijaksana.

Alasan pertama adalah fakta bahwa anak-anak melewatkan waktu di rumah lebih dari dua kali lipat banyaknya dibanding di sekolah. Dalam setahun rata-rata anak menghabiskan waktunya selama 1.505 jam di sekolah. Bandingkan dengan 3.605 jam yang dihabiskannya dirumah. Tergambar betapa tidak adilnya kita jika membebankan beban pendidikan seluruhnya pada pihak sekolah. Lagipula, hanya sedikit waktu yang diterima oleh anak dalam bentuk perhatian individual selama di sekolah. Disisi lain terbayang betapa banyaknya waktu yang terbuang di rumah.

Alasan kedua adalah kecenderungan sekolah untuk fokus pada kecerdasan linguistik dan matematis. Padahal, Howard Gardner, akademisi dari Universitas Harvard, mencatat setidaknya ada 7 tipe kecerdasan yang perlu dikembangkan pada anak, yaitu : linguistik (menulis, orasi, dsb), matematis/logis, musikal, visual/spasial (melukis, merancang bangun, dsb), kinestetik (gerak tubuh), inter personal (berhubungan dengan orang lain), dan intra personal (berpuisi, dsb). Jelas harus menjadi inisiatif orang tua di rumah untuk melengkapi kecerdasan-kecerdasan yang tidak dikembangkan di sekolah.

(31)

kerja, keterampilan analitis, dan keterampilan sosial. Sedangkan nilai-nilai yang perlu dikembangkan pada anak misalnya integritas, kejujuran, toleransi dan sebagainya. Keterampilan dan nilai-nilai tersebut seringkali tidak dapat diajarkan lewat pendekatan formal di sekolah.

Namun, orang tua tidak perlu resah dan merasa terbebani. Pada dasarnya anak dapat belajar lebih efektif dilingkungan rumah yang santai dan tidak formal. Yang dibutuhkan selanjutnya adalah media dan alat belajar yang dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif di rumah, sekaligus memfasilitasi kebutuhan belajar anak secara lengkap baik aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), maupun nilai-nilai (values).

Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu klompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidupnya.

Adapun makna pendidikan tidaklah semata-mata dapat menyekolahkan anak di sekolah untuk menimba ilmu pengetahuan, namun lebih luas dari itu. Anak tumbuh dan berkembang dengan baik jika memproleh pendidikan yang paripurna (komprehensip) agar kelak menjadi anak yang berguna bagi masyarakat, bangsa, negara dan agama.

(32)

pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.

Menurut Jhon Dewey, pendidikan diartikan sebagai social continuity of life. Adapun menurut Langeveld, pendidikan merupkan upaya manusia dewasa membimbing kepada yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Menurut Plato, pendidikan sebagai the process of instruction and training. Adapun menurut Kant, pendidikan bermakna care, dicipline, and intruction, the fisrt element of the definition needs no exlanation, discipline is the eradication of wildness, instruction is the cultivation of the volitional and cognitive faculties. Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dengan demikian pendidikan dalam arti luas adalah meliputi perbuatan atau usaha generasi tua untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta ketrampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah

(33)

yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar),kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual),sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Hal-hal yang harus dipahami dalam Karakteristik Anak Usia Dini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui hal-hal yang dibutuhkan oleh anak, yang bermanfaat bagi perkembangan hidupnya.

2. Mengetahui tugas-tugas perkembangan anak, sehingga dapat mem-berikan stimulasi kepada anak, agar dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik.

3. Mengetahui bagaimana membimbing proses belajar anak pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.

4. Menaruh harapan dan tuntutan terhadap anak secara realistis.

5. Mampu mengembangkan potensi anak secara optimal sesuai dengan keadaan dan kemampuannya.

Adapun pentingnya pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah sebagai berikut:

1. PAUD sebagai titik sentral strategi pembangunan sumber daya manusia dan sangat fundamental.

(34)

3. Anak yang mendapatkan pembinaan sejak dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan fisik maupun mental yang akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar, etos kerja, produktivitas, pada akhirnya anak akan mampu lebih mandiri dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

4. Merupakan Masa Golden Age (Usia Keemasan). Dari perkembangan otak manusia, maka tahap perkembangan otak pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital yakni mencapai 80% perkemban-gan otak.

5. Cerminan diri untuk melihat keberhasilan anak dimasa mendatang. Anak yang mendapatkan layanan baik semenjak usia 0-6 tahun memiliki harapan lebih besar untuk meraih keberhasilan di masa mendatang. Sebaliknya anak yang tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai membutuhkan perjuangan yang cukup be-rat untuk mengembangkan hidup selanjutnya.

Manfaat Pendidikan Anak Usia Dini

Manfaat PAUD bagi anak pra sekolah adalah mereka yang belum berumur 6 tahun bisa bersekolah melalui PAUD ini, karena didalam PAUD itu seniri bukan hanya pendidikan formal yang diajarkan melainkan pendidikan non formal.

Pada dasarnya mengarahkan pendidikan kepada anak sebelum umur 6 tahun itu lebih baik, karena anak bisa merasakan kegiatan bersekolah meskipun belum mencapai umur. Misalkan, mereka bisa bermain dengan teman sebayanya dan pendidik pun akan mengarahkan ke arah permainan yang bermanfaat bagi si anak. Jadi, manfaat PAUD bagi anak pra sekolah, mereka bisa merasakan sekolah sebelum memasuki sekolah yang sebenarnya dan mempunyai bekal pendidikan yang telah di ajarkan di PAUD.

(35)

anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa serta bertujuan untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.

Ditinjau dari psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun memang masih berada dalam rentang usia 0-8 tahun. Itu berarti pendidikan yang diberikan dalam keluarga maupun di lembaga pendidikan formal haruslah kental dengan nuansa pendidikan anak usia dini, yakni dengan mengutamakan konsep belajar melalui bermain. Perkembangan anak sebagai perubahan psikologis menurut Kartini Kartono ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam fase tertentu.

Adapun tahapan perkembangan psikososial anak menurut Erik Erikson dalam Malcolm Knowles adalah sebagai berikut:

1. Tahap kepercayaan dan ketidak percayaan (trust versus misstrust), yaitu tahap psikososial yang terjadi selama tahun pertama kehidu-pan. Pada tahap ini,bayi mengalami konflik anatara percaya dan tidak percaya. Rasa percaya menuntut perasaan nyaman secara fisik dan sejumlah kecil ketakutan serta kekhawatiran akan masa depan. 2. Tahap otonomi dengan rasa malu dan ragu (autonomi versus shame

and doubt), yaitu tahap kedua perkembangan psikososial yang berlangsung pada akhir masa bayi dan masa baru pandai berjalan. Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuh mereka, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan rasa mandiri atau atonomi mereka dan menyadari kemauan mereka. Jika orangtua cenderung menuntut ter-lalu banyak atau terter-lalu membatasi anak untuk menyelidiki lingkun-gannya, maka anak akan mengalami rasa malu dan ragu-ragu.

(36)

pra sekolah. Pada tahap ini anak terlihat sangat aktif, suka berlari, berkelahi, memanjat-manjat, dan suka menantang lingkungannya. Dengan menggunakan bahasa, fantasi dan permainan khayalan, dia memperoleh perasaan harga diri. Bila orangtua berusaha mema-hami, menjawab pertanyaan anak, dan menerima keaktifan anak dalam bermain, maka anak akan belajar untuk mendekati apa yang diinginkan, dan perasaan inisiatif semakin kuat. Sebaliknya, bila orangtua kurang memahami, kurang sabar, suka memberi hukuman dan menganggap bahwa pengajuan pertanyaan, bermain dan kegiatan yang dilakukan anak tidak bermanfaat maka anak akan merasa bersalah dan menjadi enggan untuk mengambil inisiatif mendekati apa yang diinginkannya.

4. Tahap kerajinan dan rasa rendah diri (industry versus inferiority),yaitu perkembangan yang berada langsung kira-kira tahun sekolah dasar. Pada tahap ini, anak mulai memasuki dunia yang baru, yaitu sekolah dengan segala aturan dan tujuan. Anak mu-lai mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual.perasaan anak akan timbul rendah diri apabila tidak bisa menguasai keterampilan yang diberikan disekolah. 5. Tahap identitas dan kekacauan identitas (identity versus identity

(37)

6. Tahap keintiman dan isolasi (intimacy versus isolation), yaitu perkembangan yang dialami pada masa dewasa. Pada masa ini adalah membentuk relasi intim dengan oranglain. Menurut erikson, keintiman tersebut biasanya menuntut perkembangan seksual yang mengarah pada hubungan seksual dengan lawan jenis yang dicintai. Bahaya dari tidak tercapainya selama tahap ini adalah isolasi, yakni kecenderungan menghindari berhubungan secara intim dengan oranglain kecuali dalam lingkup yang amat terbatas.

7. Tahap generativitas dan stagnasi (generativity versus stagnation), yaitu perkembangan yang dialami selama pertengahan masa de-wasa. Ciri utama tahap generativitas adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk, ide-ide, dan sebagainya) serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi mendatang. Apabila generativitas tidak diungkapkan dan lemah maka kepribadian akan mundul mengalami pemiskinan dan stagnasi. 8. Tahap integritas dan keputusasaan (integrity versus despair), yaitu perkembangan selama akhir masa dewasa. Integritas terjadi ketika seorang pada tahun-tahun terakhir kehidupannya menoleh kebe-lakang dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan dalam hidupnya selama ini, menerima dan menyesuaikan diri dengan keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya, merasa aman dan tentram, serta menikmati hidup sebagai yang berharga dan layak. Akan tetapi, bagi orangtua yang dihantui perasaan bahwa hidupnya selama ini sama sekali tidak mempunyai makna ataupun memberikan kepuasan pada dirinya maka ia akan merasa putus asa.

Peranan Keluarga Terhadap Pendidikan Anak Usia Dini

(38)

Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta Allah SWT. Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang didapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia diajarkan untuk memilih kalimat-kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar untuk membentuk generasi berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.

Keluarga dalam hal ini adalah aktor yang sangat menentukan terhadap

masa depan perkembangan anak. Dari pihak keluarga perkembangan pendidikan sudah dimulai semenjak masih dalam kandungan. Anak yang belum lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan merespons apa-apa yang

dikerjakan oleh orang tuanya, terutama kaum ibu.

Dengan demikian, pihak keluarga sejatinya banyak mengetahui perkembangan-perkembangan anak. Pada saat anak masih dalam kandungan, pihak orang tua harus lebih memperbanyak perkataan, perbuatan, dan tindakan-tindakan yang lebih edukatif.

(39)

Ini memang tujuannya untuk kebaikan anak.

Pengekangan dan pengarahan menurut orang tua tidak baik untuk memompa kecerdasan dan kreativitas anak. Bahkan, malah berakibat sebaliknya, yakni anak-anak akan kehilangan dunianya sehingga daya kreativitas anak dipasung dan dipaksa masuk dalam dunia orang tua. Paradigma semacam inilah yang sejatinya diubah oleh pihak orang tua dalam proses pendidikan anak usia dini.

Keluarga yang selama ini masih cenderung kaku dalam mendidik anaknya pada masa kecil sejatinya diubah pada pola yang lebih bebas. Anak adalah dunia bermain. Dunia anak adalah dunia di mana keliaran imajinasi terus mengalir deras.

Anak sudah mempunyai dunianya tersendiri yang beda dengan orang dewasa. Hanya dengan kebebasan bukan pengerangkengan anak-anak akan bisa memfungsikan keliaran dan kreativitasnya secara lebih produktif. Hanya dengan dunianya anak-anak akan mampu mengaktualisasikan segenap potensi yang ada dalam dirinya.

(40)
(41)

4. GAMBARAN PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional tentang peran serta masyarakat dalam pendidikan yang tertuang pada pasal 54 ayat (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profisi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam menyelenggarakan dan pengendalian mutu pada satuan pendidikan. Ayat (2) masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber pelaksanaan dan pengguna hasil pendidikan.

Demikian pula pendidikan berbasis masyarakat sebagaimana yang tertuag pada pasal 55 ayat (1) masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial dan budaya untuk kepentingan masyarakat ayat (2) penyelenggaraan pendidikan berbasis mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan. Ayat (3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggaraan, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan / atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; ayat (4) lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan tekhnis, subsidi dana dan sumbe daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan / atau pemerintah daerah.

(42)

cenderung otoriter. Yayasan berlaku sebagai pemegang otoritas dalam pengelolaan madrasah dalam arti yang luas. Ketiga, para pengelola madrasah kurang memahami secara mendalam dan luas peran serta fungsi mereka. Jelas bahwa mau tidak mau, keterlibatan masyarakat menjadi hal yang tidak dapat di nafikan, bahkan keterlibatan mereka menjadi sangat penting demi kemajuan sekolah. Karena peran masayarakat sangat penting dalam pendidikan.

Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat merupakan impelementasi dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat (Sihombing, U., 2001). Dari konsep di atas dapat dinyatakan bahwa Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep dan praktek PBM tersebut adalah untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri dan memiliki daya saing dengan melakukan program belajar yang sesuai kebutuhan masyarakat.

(43)

Persoalan tersebut menjadi lebih komplek jika kita kaitkan dengan penumpukan lulusan karena tidak terserap oleh masyarakat atau dunia kerja karena rendahnya kompetensi mereka.

Mutu dan hasil pendidikan tidak memenuhui harapan dan kebutuhan masyarakat atau mempunyai daya saing yang rendah. Indikator yang menunjukkan rendahnya mutu hasil pendidikan kita adalah kepekaan sosial alumni sistem pendidikan terhadap persoalan masyarakat yang seharusnya menjadi konsen utama mereka, Salah satu platform penting lain yang juga diadopsi dalam rangka reformasi Pendidikan nasional adalah pengembangan Pendidikan berbasiskan Masyarakat (Community Based Education). Tujuan pengembangan platform Pendidikan berbasis Masyarakat ini, adalah sebagai berikut (1) membantu pemerintah dalam mobilisasi sumber daya manusia setempat dan dari luar serta meningkatkan peranan Masyarkat untuk mengambil bagian lebih besar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Pendidikan disemua jenjang, jenis dan jalur Pendidikan (2) Mendorong perubahan sikap dan persepsi Masyarakat terhadap rasa kepemilikan sekolah, tanggung jawab kemitraan, toleransi dan kesediaan menerima sosial budaya. (3) Mendukung inisiatif pemerintah dalam meningkatkan dukungan Masyarkat terhadap sekolah, khususnya orang tua dan anggota Masyarkat lainnya melalui kebijakan desentralisasi. (4) Mendukung peranan Masyarakat mengembangkan inovasi kelembagaan untuk melengkapi, meningkatkan, dan mensinergikan dengan peran sekolah, dan untuk meningkatkan mutu dan relevansi, membuka kesempatan lebih besar dalam memperoleh Pendidikan.

Implementasi Pendidikan Berbasis Masyarakat

(44)

dan Sumber daya lain yang tata cara mengenai bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lainnya tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. (1) Bantuan teknis, yaitu penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat berupa bantuan tenaga ahli serta pendidikan atau pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan. (2) Subsidi dana penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah berupa biaya operasi. (3) Sumber daya lain dalam penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat berupa pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana.

Pendidikan Berbasis Masyarakat: Beberapa Perspektif

(45)

Indonesia semenjak 1980-an. Ia menyebutkan bahwa pendidikan berbasis masyarakat merupakan proses pendidikan yang lahir dari kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya ia tak perlu dikekang oleh aturan-aturan formal dari pemerintah. Dari sini, fenomena TKA/TPA kiranya dapat dijadikan model alternasi bagi pengembangan pendidikan berbasis masyarakat, terutama dari segi keterlepasannya dari birokrasi peme-rintah. Ia senantiasa terwujud sebagai bukti dari akomodasi kehendak masyarakat untuk membelajarkan anak-anaknya.

Pendidikan berbasis masyarakat sesungguhnya bukan hanya dapat dilaksanakan melalui jalur pendidikan luar sekolah (nonformal), sebagaimana diungkapkan Sihombing dan Supriadi di atas. UU No. 20 Tahun 2003 pasal 13 ayat (1) menyebutkan bahwa “Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya”. Oleh karena itu, pendidikan berbasis masyarakat dapat juga mengambil jalur formal, nonformal dan informal. Dalam kaitan ini, Gilbraith menyebutkan: “the concepts of community-based education and lifelong learning, when merged, utilizes formal, nonformal, and informal educational processes”. Pendidikan berbasis masyarakat dengan proses formal biasanya merupakan pendidikan yang diselenggarakan oleh organisasi birokrasi formal semisal sekolah atau universitas. Pendidikan berbasis masyarakat dengan proses nonformal dapat mengambil bentuk pendidikan di luar kerangka sistem formal yang menyediakan jenis pelajaran terpilih, seperti di perpustakaan atau museum. Adapun pendidikan berbasis masyarakat dengan proses informal merupakan pendidikan yang diperoleh individu melalui interaksinya dengan orang lain di tempat kerja, dengan keluraga, atau dengan teman.

(46)

lanjut dari pendidikan berbasis sekolah. Perspektif ini dikemukakan oleh Surakhmad (2000:20) yang menyatakan bahwa pendidikan berbasis masyarakat merupakan perkembangan lebih lanjut dari pendidikan berbasis sekolah. Dalam pandangannya, “konsep pengelolaan pendidikan berbasis sekolah (PBS) adalah konsep yang sangat mungkin perlu kita dahulukan sebagai titik tumbuh konsep pendidikan berbasis masyarakat”. Diakui Shiddiqi (1996:12), analisis historis selalu me-nelurkan dua unsur pokok, yaitu periodisasi dan rekonstruksi proses asal-usul (origin), perubahan (change) dan perkembangan (development). Unsur yang ditekankan Surakhmad dalam analisisnya tentang pendidikan berbasis masyarakat ini adalah masalah perkembangannya, yaitu sebuah perkembangan yang muncul kemudian setelah lahirnya pendidikan berbasis sekolah.

Dengan perspektif itu Surakhmad selanjutnya menegaskan bahwa yang dimaksud pendidikan berbasis masyarakat adalah pendidikan yang dengan sadar menjadikan masyarakat sebagai persemaian dasar perkembangan. Konsep pendidikan berbasis masyarakat merupakan usaha peningkatan rasa kesadaran, kepedulian, kepemilikan, keterlibatan, dan tanggung jawab masyarakat. Selanjutnya Surakhmad menawarkan enam kondisi yang dapat menentukan terlaksananya konsep pendidikan berbasis masyarakat.

1) Masyarakat sendiri memiliki kepedulian dan kepekaan mengenai pendidikan.

2) Masyarakat sendiri telah menyadari pentingnya pendidikan bagi kemajuan masyarakat.

3) Masyarakat sendiri telah merasa memiliki pendidikan sebagai potensi kemajauan mereka.

(47)

5) Masyarakat sendiri telah aktif berpartisipasi di dalam penyelenggaraan pendidikan.

6) Masyarakat sendiri yang menjadi pendukung pembiayaan dan pengadaan sarana pendidikan.

(48)

fungsionalime. Paradigma ini mengasumsikan adanya “sekolah negeri” dan keinginan untuk menggunakannya secara efisien. Sekolah-sekolah ini dibuat agar menjadi sumber daya masyarakat, dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan.

Tabel Cunningham di atas secara sepintas menjelaskan bahwa paradigma pendidikan fungsionalis senantiasa melaksanakan program pendidikannya dengan apa yang disebut pendidikan masyarakat (community education) dan pembangunan masyarakat (community development). Oleh karena teori fungsionalis yang dijadikan landasan paradigmanya, maka program pendidikan semacam ini senantiasa berupaya mempertahankan status quo. Pendidikan dalam teori fungsionalis telah dijadikan instrumen untuk mencapai stabilitas atau equlibrium di atas konsensus para anggota masyarakatnya (Nasikun, 1995:9-15). Selain itu, tabel di atas juga menjelaskan bahwa berbeda dengan paradigma fungsionalis, paradigma konflik telah menekankan program pendidikannya pada apa yang disebut pendidikan berbasis masyarakat (community-based education). Paradigma konflik menurut Nasikun (1995:16-25) mengindikasikan bahwa perubahan sosial terjadi karena adanya unsur-unsur yang bertentangan di dalam masyarakat secara terus-menerus, karena perbedaan otoritas.

(49)

perubahan sosial tanpa akhir. Pendidikan berbasis masyarakat menurut Cunningham senantiasa menghendaki adanya perubahan sosial yang dihasilkan dari konflik yang terjadi antara kelompok pro status quo (pemerintah) dengan kelompok yang anti status quo (masyarakat). Konflik semacam ini kiranya diperlukan dalam rangka penciptaan masyarakat transformatif.

(50)

kurikulum sendiri, mengusahakan pendanaan sendiri dan melayani kebutuhan masyarakatnya”, demikian tulis Nielsen. Sedangkan dimensi kedua dari pemetaan pendidikan berbasis masyarakat ala Nielsenian ini dilakukan dengan jalan memplot tingkat pengendalian masyarakat terhadap program pendidikannya. Berdasarkan dimensi kedua ini, seperti ditunjukkan oleh Gambar 2, pesantren merupakan contoh kepemilikan masyarakat secara penuh (full ownership). Di dalam lembaga pesantren, masyarakat bukan hanya sekedar mendukung (support), terlibat (involvement) atau menjadi mitra (partnership), tapi masyarakat sepenuhnya adalah menjadi pemilik pesantren.

Implikasi penerapan konsep pendidikan berbasis masyarakat ala Nielsen di atas adalah munculnya public school dan private school. Dalam pandangan Soedijarto (1997:314) dalam dunia pendidikan dikenal istilah public school dan private school. Di negara-negara seperti Amerika, Jerman dan Kanada, “sekolah pemerintah” lebih dikenal sebagai public school (sekolah umum). Hal ini karena sekolah pemerintah itu diabdikan untuk kepentingan umum, dan dibiayai dari dana masyarakat yang diperoleh melalui sistem perpajakan. Kondisi ini berbeda dengan private school yang diperuntukkan dan diselenggarakan oleh masyarakat tertentu. Masih menurut Soedijarto, sekolah-sekolah swasta masuk pada kategori private school, karena diselenggarakan oleh kelompok masyarakat untuk kepentingan kelompoknya. Dalam hal ini, sekolah-sekolah swasta di Indonesia terbagi dalam empat kelompok, yaitu :

1) sekolah swasta yang keberadaannya untuk kepentingan agama, 2) sekolah swasta yang keberadaannya mengabdi kepada kepentingan

mutu,

(51)

pendidikan yang disediakan pemerintah, dan

4) sekolah swasta yang penyelenggaraannya karena kepentingan lain dari para penyelenggaranya.

Dari beberapa perspektif di atas, kiranya lebih cenderung kepada perspektif politik untuk membahas pendidikan berbasis masyarakat. Mengapa? Pendidikan berbasis masyarakat, sebagaimana diungkapkan Sharon Murphy, senantiasa didasarkan pada teori dan pedagogik kritis (grounded in critical theory and pedagogy). Di dalam pedagogik kritis, pendidikan merupakan arena perjuangan politik. Jika dalam paradigma pendidikan konservatif pendidikan bertujuan untuk menjaga status quo, sementara bagi paradigma pendidikan liberal untuk perubahan kaum moderat, maka dalam pedagogik kritis, pendidikan diarahkan pada terjadinya perubahan struktur secara fundamental dalam politik ekonomi masyarakat di mana pendidikan berada.

(52)

seperti Antonio Gramsci dan Paulo Freire selalu menekankan bahwa masalah pendidikan merupakan masalah politik. Hubungan pedagogis melibatkan hubungan kekuasaan dan dominasi. Di sinilah letak perlunya penerapan konsep pendidikan berbasis masyarakat, agar pendidikan senantiasa bebas dari dominasi dan hegemoni kekuasaan.

Dari beberapa uraian di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa pendidikan berbasis masyarakat merupakan pendidikan yang sebagian besar keputusan kependidikannya ditentukan oleh masyarakat, mulai dari masalah input, proses dan output pendidikan, hingga masalah pendanaan. Sebuah model yang dapat dijadikan contoh bagi pendidikan berbasis masyarakat adalah lembaga pesantren yang memiliki kurikulum sendiri, mengusahakan pendanaan sendiri dan melayani kebutuhan masyarakatnya sendiri. Sayangnya, tidak semua pesantren Konsep Dasar Pendidikan Berbasis Masyarakat mampu melakukan hal ini.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam setiap perkembangan yang terjadi pada usaha ritel Indomaret, pasti adanya faktor-faktor mempengaruhi baik secara external maupun faktor internal. Perkembangan

Dari hasil diatas dapat dilihat sebaran 16 tipe kepribadian MBTI, di mana mayoritas mahasiswa adalah Extrovert sekitar 60,31% ini berarti mereka adalah mahasiswa-mahasiswa yang

Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 14 Tahun 2010 dan Nomor 03/V/PB/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan

langsung untuk paket pekerjaan Pengadaan Belanja Bahan Promosi Kegiatan Pengadaan Souvenir Khas Muba pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Musi Banyuasin Tahun

Subyek merupakan individu yang tidak mudah menyerah, meskipun pada awal mengerjakan sebuah tugas subyek akan selalu merasa tidak mampu. Subyek juga akan

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan anugrah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul

Usaha Baliho sangatlah efektif,mengingat manfaat dan harga yang kami tawarkan sangat terjangkau serta dikolaborasikan dengan makanan Horog-Horog khas Jepara menambah kesempurnaan

Teknik yang sering digunakan dalam statistical downscaling adalah Regresi Komponen Utama (RKU) dengan data grid GCM sebagai domain (peubah bebas) dan data curah hujan