• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah tentang Pentingnya Menerapkan Ku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah tentang Pentingnya Menerapkan Ku"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah tentang Pentingnya Menerapkan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan

Posted by : Hendra Yulisman 30 Nov 2011

Melalui postingan ini, saya akan memberikan contoh pembuatan makalah. Makalah ini merupakan hasil dari kerja kelompok saya. Tema dari makalah ini adalah Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan.

Bab I

Pendahuluan A. Latar Belakang

Pada beberapa tahun belakangan ini, kita sering mendengar dan membaca tentang KTSP. KTSP adalah singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari beberapa kurikulum yang telah diterapkan sebelumnya. Kurikulum ini menitikberatkan pada kemampuan sebuah badan pendidikan untuk mampu mengelola badan tersebut secara mandiri dan sesuai dengan kepentingan yang berlaku di sekitar badan tersebut. Kurikulum ini sangat penting untuk diterapkan secara menyeluruh, agar sebuah badan pendidikan mampu menghasilkan produk pendidikan yang kompeten dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

B. Tujuan

Makalah sederhana ini sengaja dibuat untuk memberikan gambaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan menunjukkan betapa pentingnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk diterapkan di setiap sector pendidikan.

C. Batasan Masalah.

1. Apa defenisi dari Kurikulum?

2. Apa defenisi dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan?

3. Adakah Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan?

4. Apa manfaat penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan?

Bab II Pembahasan

(2)

Banyak defenisi-defenisi tentang Kurikulum yang dibuat oleh para ahli pendidikan. Defenisi kurikulum juga memiliki dua dimensi, yaitu dimensi klasik dan dimensi modern. Salah satu ahli pendidikan klasik adalah George A. Beauchamp (1986) yang mengemukakan bahwa : “ A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”.

Selanjutnya, dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum itu ”…to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers”. Kemudian, defenisi ini dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study and list of subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of school”.

Untuk memudahkan pemahaman kita mengenai perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:

1. kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.

2. kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum

sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.

3. kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.

4. kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.

Sementara itu, Purwadi (2003) memilah defenisi kurikulum itu menjadi enam bagian :

1. kurikulum sebagai ide;

2. kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum;

3. kurikulum menurut persepsi pengajar;

4. kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas;

5. kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik;

6. kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.

(3)

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.

B. Defenisi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional

pendidikan yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP.

Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sstandar isi, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.

Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat:

1. Kerangka dasar dan struktur kurikulum,

2. Beban belajar,

3. Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan

4. Kalender pendidikan.

SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.

Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain,

(4)

maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat.

C. Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 1. Kelebihan KTSP

KTSP sesungguhnya dimaksudkan untuk mempertegas pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Artinya, kurikulum baru ini tetap memberikan tekanan pada

pengembangan kompetensi siswa.

Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia memiliki kelebihan-kelebihan masing-masing bergantung kepada situasi dan kondisi saat di mana kurikulum tersebut diberlakukan. Menurut kami KTSP memiliki beberapa kelebihan jika dibanding dengan kurikulum

sebelumnya, terutama kurikulum 2004 atau KBK.

Kelebihan-kelebihan KTSP ini antara lain:

1. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia (sentralisasi), tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. Dengan adanya penyeragaman (sentralisasi) ini, sekolah di kota sama dengan sekolah di daerah pinggiran maupun di daerah pedesaan. Penyeragaman kurikulum ini juga berakibat fatal pada beberapa kenyataan bahwa sekolah di daerah pertanian sama dengan sekolah yang daerah pesisir pantai, sekolah di daerah industri sama dengan di wilayah pariwisata. Oleh karenanya, kurikulum tersebut menjadi kurang operasional, sehingga tidak memberikan kompetensi yang cukup bagi peserta didik untuk mengembangkan diri dan keunggulankhas yang ada di

daerahnya. Sebagai implikasi dari penyeragaman ini akibatnya para lulusan tidak memiliki daya kompetitif di dunia kerja dan berimplikasi pula terhadap meningkatnya angka

pengangguran. Untuk itulah kehadiran KTSP diharapkan dapat memberikan jawaban yang konkrit terhadap mutu dunia pendidikan di Indonesia.

Dengan semangat otonomi itu, sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah. Sebagai sesuatu yang baru, sekolah mungkin mengalami kesulitan dalam penyusunan KTSP. Oleh karena itu, jika diperlukan, sekolah dapat berkonsultasi baik secara vertikal maupun secara horizontal. Secara vertikal, sekolah dapat berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten atau Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan secara horizontal, sekolah dapat bermitra dengan stakeholder pendidikan dalam merumuskan KTSP. Misalnya, dunia industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, organisasi profesi, dan sebagainya agar kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar mampu menjawab kebutuhan di daerah di mana sekolah tersebut berada.

(5)

Dengan berpijak pada panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang dibuat oleh BNSP, sekolah diberi keleluasaan untuk merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi

keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah. Sekolah bisa mengembangkan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan.

Sebagaimana diketahui, prinsip pengembangan KTSP adalah

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya;

2. Beragam dan terpadu;

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan;

5. Menyeluruh dan berkesinambungan;

6. Belajar sepanjang hayat;

7. Dan seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Berdasarkan prinsip-prinsip ini, KTSP sangat relevan dengan konsep desentralisasi pendidikan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) yang mencakup otonomi sekolah di dalamnya. Pemerintah daerah dapat lebih leluasa berimprovisasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Di samping itu, sekolah bersama komite sekolah diberi otonomi menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

3. KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa. Sesuai dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Peraturan Mendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sekolah diwajibkan menyusun kurikulumnya sendiri. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu memungkinkan sekolah menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh misalnya, sekolah yang berada dalam kawasan pariwisata dapat lebih memfokuskan pada mata pelajaran bahasa Inggris atau mata pelajaran di bidang kepariwisataan lainnya.

(6)

KTSP ini sesungguhnya lebih mudahbagi seorang guru, karena guru diberi kebebasan untuk mengembangkan kompetensi siswanya sesuai dengan lingkungan dan kultur daerahnya. KTSP juga tidak mengatur secara rinci kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas, tetapi guru dan sekolah diberi keleluasaan untuk mengembangkannya sendiri sesuai dengan kondisi murid dan daerahnya

4. KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20%.

Dengan diberlakukannya KTSP itu nantinya akan dapat mengurangi beban belajar sebanyak 20% karena KTSP tersebut lebih sederhana. Di samping jam pelajaran akan dikurangi antara 100-200 jam per tahun, bahan ajar yang dianggap memberatkan siswa pun akan dikurangi. Meskipun terdapat pengurangan jam pelajaran dan bahan ajar, KTSP tetap memberikan tekanan pada pengembangan kompetensi siswa.

Pengurangan jam belajar siswa tersebut merupakan rekomendasi dari BNSP. Rekomendasi ini dapat dikatakan cukup unik, karena selama bertahun-tahun beban belajar siswa tidak

mengalami perubahan, dan biasanya yang berubah adalah metode pengajaran dan buku pelajaran semata. Jam pelajaran yang biasa diterapkan kepada siswa sebelunya berkisar antara 1.000-1.200 jam pelajaran dalam setahun. Jika biasanya satu jam pelajaran untuk siswa SD, SMP dan SMA adalah 45 menit, maka rekomendasi BNSP ini mengusulkan pengurangan untuk SD menjadi 35 menit setiap jm pelajaran, untuk SMP menjadi 40 menit, dan untuk SMA tidak berubah, yakni tetap 45 menit setiap jam pelajaran. Total 1.000 jam pelajaran dalam satu tahun ini dengan asumsi setahun terdapat 36-40 minggu efektif kegiatan belajar mengajar.dan dalam seminggu tersebut meliputi 36-38 jam pelajaran.

Alasan diadakannya pengurangan jam pelajaran ini karena menurut pakar-pakar pendidikan anak bahwa jam pelajaran di sekolah-sekolah selama ini terlalu banyak. Apalagi kegiatan belajar mengajar masih banyak yang terpaku pada kegiatan tatap muka di kelas. Sehingga suasana yang tercipta pun menjadi terkesan sangat formal. Dampak yang mungkin tidak terlalu disadari adalah siswa terlalu terbebani dengan jam pelajaran tersebut. Akibat lebih jauh lagi adalah mempengaruhi perkembangan jiwa anak.

Persoalan ini lebih dirasakan untuk siswa SD dan SMP. Dalam usia yang masih anak-anak, mereka membutuhkan waktu bermain yang cukup untuk mengembangkan kepribadiannya. Suasana formal yang diciptakan sekolah, ditambah lagi standar jam pelajaran yang relatif lama, tentu akan memberikan dampak tersendiri pada psikologis anak. Banyak pakar yang menilai sekolah selama ini telah merampas hak anak untuk mengembangkan kepribadian secara alami.

Inilah yang menjadi dasar pemikiran bahwa jam pelajaran untuk siswa perlu dikurangi. Meski demikian, perngurangan itu tidak dilakukan secara ekstrim dengan memangkas sekian jam frekwensi siswa berhubungan dengan mata pelajaran di kelas. Melainkan memotong sedikit, atau menghilangkan titik kejenuhan siswa terhadap mata pelajaran dalam sehari akibat terlalu lama berkutat dengan pelajaran itu.

Dapat dikatakan bahwa perberlakuan KTSP ini sebagai upaya perbaikan secara kontinuitif. Sebagai contoh, kurikulum 1994 dapat dinilai sebagai kurikulum yang berat dalam

(7)

dibesarkan. Tetapi yang patut disayangkan adalah SDM yang tersedia belum siap, sehingga hasilnya hanya sekitar 30% siswa yang mampu menerapkan kurikulum tersebut.

5. KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.

Pola kurikulum baru (KTSP) akan memberi angin segar pada sekolah-sekolah yang menyebut dirinya nasional plus. Sekolah-sekolah swasta yang kini marak bermunculan itu sejak

beberapa tahun terakhir telah mengembangkan variasi atas kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Sehingga ketika pemerintah kemudian justru mewajibkan adanya pengayaan dari masing-masing sekolah, sekolah-sekolah plus itu jelas akan menyambut gembira.

Kehadiran KTSP ini bisa jadi merupakan kabar baik bagi sekolah-sekolah plus. Sebagian sekolah-sekolah plus tersebut ada yang khawatir ditegur karena memakai bilingual atau memakai istilah kurikulum yang bermacam-macam seperti yang ada sekarang. Sekarang semua bentuk improvisasi dibebaskan asal tidak keluar panduan yang telah ditetapkan dalam KTSP.

Sebagai contoh, Sekolah High Scope Indonesia, sebelumnya sejak awal berdiri pada 1990 telah menggunakan kombinasi kurikulum Indonesia dengan Amerika Serikat (AS). Kendati mendapat lisensi dari AS, namun pihaknya tetap mematuhi kurikulum pemerintah. Caranya dengan mematuhi batas minimal, namun secara optimal memberikan penekanan pada aspek-aspek tertentu yang tidak diatur oleh kurikulum. Misalnya tetap memberikan materi Bahasa Indonesia, namun menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar utama.

2. Kekurangan KTSP

Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia di samping memiliki kelebihan-kelebihan juga memiliki kekurangan-kekurangannya. Sebagai konsekuansi logis dari penerapan KTSP ini setidak-tidaknya menurut kami terdapat beberapa kelemahan-kelamahan dalam KTSP maupun penerapannya, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada.

Pola penerapan KTSP atau kurikulum 2006 terbentur pada masih minimnya kualitas guru dan sekolah. Sebagian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan kurikulum itu (KTSP), baik di atas kertas maupun di depan kelas. Selain disebabkan oleh rendahnya kualifikasi, juga disebabkan pola

kurikulum lama yang terlanjur mengekang kreativitas guru.

2. Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP.

Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan representatif merupakan salah satu syarat yang paling urgen bagi pelaksanaan KTSP. Sementara kondisi di lapangan

(8)

3. Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di lapangan.

Masih rendahnya kuantitas guru yang diharapkan mampu memahami dan menguasai KTSP dapat disebabkan karena pelaksanaan sosialisasi masih belum terlaksana secara menyeluruh. Jika tahapan sosialisasi tidak dapat tercapai secara menyeluruh, maka pemberlakuan KTSP secara nasional yang targetnya hendak dicapai paling lambat tahun 2009 tidak

memungkinkan untuk dapat dicapai.

4. Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurang pendapatan para guru.

Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) akan menambah persoalan di dunia pendidikan. Selain menghadapi ketidaksiapan sekolah berganti kurikulum, KTSP juga

mengancam pendapatan para guru. Sebagaimana diketahui rekomendasi BSNP terkait pemberlakuan KTSP tersebut berimplikasi pada pengurangan jumlah jam mengajar. Hal ini berdampak pada berkurangnya jumlah jam mengajar para guru. Akibatnya, guru terancam tidak memperoleh tunjangan profesi dan fungsional.

Untuk memperoleh tunjangan profesi dan fungsional semua guru harus mengajar 24 jam, jika jamnya dikurangi maka tidak akan bisa memperoleh tunjangan. Sebagai contoh, pelajaran Sosiologi untuk kelas 1 SMA atau kelas 10 mendapat dua jam pelajaran di KTSP maupun kurikulum sebelumnya. Sedangkan di kelas 2 SMA atau kelas 11 IPS, Sosiologi diajarkan selama lima jam pelajaran di kurikulum lama. Namun di KTSP Sosiologi hanya mendapat jatah tiga jam pelajaran. Hal yang sama terjadi di kelas 3 IPS. Pada kurikulum lama, pelajaran Sosiologi diajarkan untuk empat jam pelajaran tapi pada KTSP menjadi tiga jam pelajaran. Sementara itu masih banyak guru yang belum mengetahui tentang ketentuan baru kurikulum ini. Jika KTSP telah benar-benar diberlakukan, para guru sulit memenuhi ketentuan 24 jam mengajar agar bisa memperoleh tunjangan.

Beberapa faktor kelemahan di atas harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar

pemberlakuan KTSP tidak hanya akan menambah daftar persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita. Jika tidak, maka pemberlakuan KTSP hanya akan menambah daftar makin carut marutnya pendidikan di Indonesia.

D. Manfaat Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Manfaat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bagi Sekolah.

1. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. KTSP memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah setempat.

Pada pelaksanaan kurikulum dimasa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat pada situasi riil dilapangan dan kurang menghargai potensi

(9)

Penyeragaman kurikulum ini juga mengakibatkan pada beberapa kenyataan bahwa sekolah di daerah pertanian sama saja dengan sekolah di daerah pesisir pantai, sekolah di daerah industri sama dengan sekolah di daerah pariwisata, sehingga tidak memberikan potensi yang cukup bagi peserta didik untuk mengembangkan diri dan keunggulan khas yang ada di daerahnya, maka dengan adanya KTSP peerta didik memiliki kemampuan beradaptasi dengan daerah setempat karena ketrampilan yang diajarkan berdasarkan pada lingkungan dan kemampuan peserta didik.

Dalam KTSP kebijakan pengembangan kurikulum dan pembelajaran beserta sistem

evaluasinya didesentralisasikan ke sekolah dan satuan pendidikan, sehingga pengembangan kurikulum diharapkan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat secara lebih fleksibel.

Dengan adanya otonomi daerah, maka sekolah beserta komite sekolah dapat secara bersama – sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi lingkungan sekolah. Sebagai satuan yang baru, sekolah mungkin mengalami kesulitan dalam menyusun KTSP, oleh karena itu jika diperlukan sekolah dapat berkonsultasi baik secara vertikal maupun horisontal. Secara vertikal sekolah dapat berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota, Dinas Pendidikan Propinsi dan Departemen Pendidikan, edangkan secara horisontal sekolah dapat bermitra dengan dunia industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelyan dan lain – lain agar kurikulum yang dibuat oleh sekolah benr – benar mampu menjawab kebutuhan di daerah dimana sekolah tersebut berada.

2. KTSP memberi peluang yang lebih luas kepada sekolah – sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.

Pola kurikulum baru pada KTSP adalah memberi kebebasan kepada sekolah untuk menyusun kurikulumnya sendiri, KTSP ini memberi peluang pada sekolah-sekolah plus untuk lebih mengambangkan variasi kurikulum yang ditetapkan pemerintah.

Dengan adanya KTSP maka sekolah plus bisa lebih bebas untuk menentukan kurikulumnya yang sesuai dengan kebutuhan sekolah tersebut.

1. Manfaat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bagi Bagi Civitas Akademika 1. Mendorong para guru, kepala sekolah dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan. Dengan berpijak pada panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dasar dan menengah yang dibuat oleh BSNP sekolah diberi keleluasaan untuk merancang, mengambangkan dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah. Sehingga baik guru maupun kepala sekolah dituntut untuk lebih kreatif dalam pelaksanaan pembelajaran, agar kualitas

pendidikan bisa lebih baik. Karena guru dan kepala sekolah serta manajeman sekolah merupakan kunci keberhasilan dalam proes belajar mengajar, dan mereka adalah orang yang diberi tanggung jawab dalam mengembangkan dan melaksanakan kurikulum untuk

mewujudkan pembelajaran yang berkualitas sesuai dengan visi dan misi sekolah tersebut.

(10)

Pada kurikulum –kurikulum sebelumnya peran guru adalah sebagai instruktur atau selalu memberi intruksi kepada siswa dan dianggap sebagai orang yang serba tahu segalanya, namun setelah adanya KTSP peran tersebut sudah tidak berlaku lagi, karena dalam KTSP siswwa diposisikan sebagai subyek didik, bukan sebagai obyek didik, diaman siswa lebih dominan dalam proses pembelajaran, hal ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa siswa memiliki potensi untuk berkembang dan berpikir mandiri, karena salah satu ciri pembelajaran efektif adalah “ mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebuh bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan

keterampilan barunya.”

Peran guru atau pendidik adalah sebagai fasilitator dan tugasnya adalah merangsang atau memberikan stimulus, membantu peserta didik untuk mau belajar sendiri dan merumuskan pengertiannya, sedangkan peran peserta didik adalah aktif dalam belajar dan mencerna pelajaran. Dalam KTSP dianut bentuk pembelajaran yang ideal yaitu pembelajaran peserta didik aktif dan kritis, peserta didik tidak kosong tetapi sudah ada pengertian awal tertentu yang harus dibantu untuk berkembang, maka dalam pembelajaran ini modelnya adalah model dialogis. Yang dimaksud dengan model dialogis adalah “model mencari bersama antara guru dan peserta didik.” Dengan adanya model dialogis ini maka peserta didik dapat

mengungkapkan gagasannya dan dapat mengkritik pendapat guru yang dianggap kurang tepat.

Oleh karena itu dalam KTSP guru tidak hanya menjadi dikatator yang hanya menekankan satu nilai satu jalan keluar, akan tetapi disini guru berperan sebagai fasilitator dan

membebaskan peserta didik untuk berpikir, berkreasi dana berkembang.

3. Adanya perubahan paradigma mengajar

Kegiatan mengajar bukan hanya sekedar mengingat fakta untuk persediaan jawaban tes sewaktu ujian, akan tetapi kegiatan mengajar juga diharapkan mampu memperluass wawasan pengetahuan, meningkatkan ketrampilan dan menumbuhkan sejumlah sikap positif melalui cara bertindak atau berprilaku sebagai dampak hasil belajarnya karena tujuan guru mengajar adalah supaya peserta didik memahami apa yang diajarkan dan mampu memanfaatkannya dengan menerapkan pemahaman dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam proses belajar, guru diharapkan menggunakan berbagai macam metode belajar yang memungkinkan peserta didik untuk melatih berfikir, mantradisikan aktifitas kreatif,

mengambangkan kemerdekaan berpikir, mengeluarkan ide, menumbuhkan kenikmtan bekerja sama, karena itu guru perlu menyediakan beragam kegiatan pembelajaran yang berimplikasi pada beragamnya pengalaman belajar supaya peserta didik mampu mengembangkan

kompetensi setelah menerapkan pemahamannya, untuk itu strategi belajar aktif melalui multi ragam metode sangat sesui untuk digunakan ketika akan menerapkan KTSP.

1. Manfaat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bagi Siswa.

1. KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitik beratkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptable ( dapat diterima) bagi kebutuhan siswa.

(11)

dianggap paling dibutuhkan siswa, sebagai contoh sekolah yang berada di kawasan pariwisata dapat lebih memfokuskan pada mata pelajaran bahasa Inggris atau mata pelajaran dibidang kepariwisataan lainya, disini guru harus melibatkan peserta didik untuk mengenal,

menyatakan dan merumuskan kebutuhan belajar. Dalam bukunya E. Mulyasa menyatakan bahwa ” tujuan identifikasi kebutuhan adalah untuk melibatkan dan memotivikasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan oleh merek ebagai bagian dari kehidupannya dan mereka merasa memilikinya.” Sehingga apabila murid sudah mengetahui kebutuhan

belajarnya, maka suasana belajarnya akan lebih aktif serta mereka akan merasa lebih nyaman.

KTSP ini membuat siswa lebih mudah karena diberi kebebasan untuk mengembangkan kompetensi sisa dengan kultur daerahnya.

2. KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20 %.

Dengan diberlakukannya KTSP maka beban belajar siswa pada kegiatan tatap muka sekitar 20% yaitu yang pada awalnya untuk tingkat SD, SMP, SMA masing-masing tiap jam

pelajaran berlangsung selama 45 menit, sehingga pada KTSP ini jam pelajarannya dikurangi dengan rincian untuk tingkat SD menjadi 35 menit, tingkat SMP menjadi 40 menit sedangkan tingkat SMA 45 menit.

Disamping jam pelajaran, bahan ajar yang dianggap memberatkan siswa juga akan dikurangi, meskipun ada pengurangan jam pelajaran dan bahan ajar, KTSP tetap memberikan tekanan pada pengembangan kompetensi siswa.

Alasan pengurangan jam belajar siswa tersebut karena selama ini jam pelajaran disekolah terlalu banyak, apalagi kegiatan belajar masih banyak yang terpaku pad kegiatan tatap muka di kelas, sehingga suasana yang tercipta menjadi terkesan sangat formal. Suasana formal yang diciptakan sekolahdan standar jam pelajaran yang relatif lama tentu akan memberikan

dampak tersendiri pada psikologis anak, sehingga anak marasa jenuh dan kurang aktif dalam belajar, inilah yang menjadi dasar pemikiran bahwa jam pelajaran siswa perlu dikurangi dengan memotong sedikit pelajaran.

Penyeragaman kurikulum dari Sabang sampai Merauke, tidak melihat pada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. Sekolah di kota sama dengan sekolah di pelosok pedalaman. Sekolah di daerah perindustrian sama dengan sekolah yang daerah pesisir pantai, sekolah di pusat ibu kota sama dengan di wilayah pedesaan berakibat kurikulum tersebut menjadi kurang operasional, sehingga tidak memberikan kompetensi yang cukup bagi peserta didik untuk mengembangkan diri dan daerahnya sehingga para lulusan merasa kalah bersaing di dunia kerja dan berimplikasi terhadap peningkatan angka

pengangguran.

(12)

Melalui KTSP kiranya perbedaan guru dengan dosen mulai dikurangi sedikit demi sedikit. Satu hal yang mulai ada kesamaan adalah tentang keleluasaan dalam menyusun kurikulum, guru dan dosen sama-sama memiliki otonomi. Dengan adanya otonomi guru, kreativitas guru akan muncul karena guru dapat menjadi konseptor-konseptor yang siap melahirkan berbagai pemikiran yang berkaitan dengan kurikulum dan kemajuan siswa

BAB III A. PENUTUP

Demikianlah akhir dari pembahasan kami. Kami sadar betul akan banyaknya kesalahan-kesalahan yang ada di dalam makalah ini. Namun, di balik semua itu, kami sangat berharap pembaca sekalian dapat mengambil hikmah dan maanfaatnya dari makalah ini. Sungguh tidak bergunanya suatu karya tanpa memberikan manfaat kepada penikmatnya.

B. KESIMPULAN

Dari makalah ini, dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) penting dilakukan. Dalam penerapan KTSP, harus diperhatikan dengan seksama beberapa kekurangannya, agar tujuan dari KTSP itu dapat dicapai dengan maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/22453020/Pengertian-Dan-Definisi-Kurikulum

http://www.scribd.com/doc/49829486/2-PENGEMBANGAN-DAN-IMPLEMENTASI-KTSP

http://ajisaka.sosblog.com/Ajis-b1/PRINSIP-DASAR-PENGEMBANGAN-KTSP-b1-p21.htm

http://wikipedia.com

Beberapa nama Tokoh, tahun, dan halaman yang tertera di dalam makalah ini, juga berasal dari situs-situs yang tercantum di atas.

Read more: http://shiroi-kiba.blogspot.com/2011/11/makalah-tentang-pentingnya-menerapkan.html#ixzz30nacef00

Referensi

Dokumen terkait

(2016) “ Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah dan Bagi Hasil Pajak terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada

Analyzing the characteristics of socialist realism through the both characters, Satin, who represents proletarian or working class, and Kostylyov, who represents bourgeoisie,

Artikel Matthew Thorn yang berjudul “Girls and Women Getting Out of Hand: The Pleasure and Politics of Japan’s Amateur Comics Community” (dalam William, 2004:169-187)

Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Isolasi dan

Responden Membuat Tambak Perpetak(Rp) Tenaga Kerja (Orang) Benih Perpetak (Ekor) 1 Musim.

Karena sumber daya yang digunakan harus dinyatakan dalam satuan uang dan itu merupakan biaya, maka sistem akuntansi pertanggungjawaban merupakan

Terima kasih juga pada dosen-dosenku tercinta, Bu wiwik dosen pembimbingku yang paling baik hati, selalu sabar, humoris dan selalu memberikan masukan-masukan yang baik

Dari data 30 transaksi terdapat 1 pola asosiasi yang memenuhi syarat, salah satunya adalah jika membeli telur maka akan membeli rokok dengan nilai confidence tertinggi =