• Tidak ada hasil yang ditemukan

this PDF file PROSES PENYELESAIAN PERKARA ANAK BERDASARKAN MEKANISME DIVERSI (STUDI PADA PERKARA ANAK DI KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI TENGAH) | SETIAWAN | Legal Opinion 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "this PDF file PROSES PENYELESAIAN PERKARA ANAK BERDASARKAN MEKANISME DIVERSI (STUDI PADA PERKARA ANAK DI KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI TENGAH) | SETIAWAN | Legal Opinion 1 PB"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

PROSES PENYELESAIAN PERKARA ANAK BERDASARKAN MEKANISME DIVERSI (STUDI PADA PERKARA ANAK DI

KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI TENGAH)

MUHAMMAD AKBAR SETIAWAN / D 101 12 464

Pembimbing:

1. Dr. H. Ridwan Tahir, S.H., M.H. 2. Nurhayati Mardin, S.H, M.H.

ABSTRAK

Tujuan karya ilmiah ini adalah : (1) Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian perkara anak berdasa rkan mekanisme Diversi di Kepolisian Sula wesi Tengah, dan (2) Untuk mengetahui hambatan yang terjadi selama proses penyelesaian perkara anak melalui mekanisme diversi di Kepolisian Sula wesi Tengah. Rumusan masalah bagaimanakah proses penyelesaian perka ra anak berdasa rkan mekanisme diversi di Kepolisian Daerah Sula wesi Tengah dan bagaimanakah hambatan proses penyelesaian perkara anak melalui mekanisme diversi di Kepolisian Daerah Sula wesi Tengah. Dari hasil analisis tersebut akan diperoleh kesimpulan yang diharapkan dapat menja wab perma salahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini. Berdasarkan data-data yang dikumpulkan dalam karya ilmiah ini, maka dapat disimpulkan, bahwa seba gian besar tindak pidana terhadap anak ini telah mampu diselesaikan dengan proses diversi walaupun ada hambatan seperti tindak pidana yang dilakukan ancaman hukuman diatas 7 (tujuh) tahun dan merupakan perbuatan berulang, kurangnya pemahaman tentang pengertian diversi serta pihak yang menjadi korban tidak terima tetapi dengan diberikan solusi terhadap hambatan yaitu dengan diberikan pengertian oleh yang menengahi permasalahan tersebut seperti Rt, Rw pada tingkatan masyarakat dan PPA, BAPAS pada tingkat Penyidikan.

Kata Kunci : Anak, Diversi dan Hambatan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang telah diratifikasi oleh pemerintah

(2)

2 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak dan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, sebagai perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai dalam melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak1. Semua aturan tersebut mengemukakan prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu non diskrimnasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang dan menghargai partisipasi anak.

Namun dalam

perjalanan panjangnya hingga saat ini hal yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut terkendala dengan sarana dan prasarana yang disediakan oleh Pemerintah, misalnya penjara khusus anak yang hanya ada di kota-kota besar. Hal ini tentu saja menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak anak sebagaimana yang diamanatkan

1

Wagiati Soetedjo, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung:, 2011 , hlm. 3

oleh undang-undang dan Konvensi Hak Anak tersebut. Selain itu kurangnya sosialisasi yang terpadu dan menyeluruh yang dilakukan kepada aparat penegak hukum termasuk kepolisian hingga ke jajaran paling bawah menyebabkan tidak efektifnya pemberian perlindungan hukum terhadap anak.2

Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai succesor suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita – cita perjuangan bangsa. Peran strategis ini telah disadari oleh masyarakat Internasional untuk melahirkan sebuah konvensi yang intinya menekankan posisi anak sebagai makhluk manusia yang

harus mendapatkan

2

(3)

3 perlindungan atas hak-hak yang

dimilikinya.3

Selain itu, anak merupakan harapan orang tua, harapan bangsa dan negara yang akan melanjutkan tongkat estafet pembangunan serta memiliki peran strategis, mempunyai ciri atau sifat khusus yang akan menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena itu, setiap anak harus mendapatkan pembinaan dari sejak dini, anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Terlebih lagi bahwa masa kanak-kanak merupakan periode penaburan benih, pendirian tiang pancang, pembuatan pondasi, yang dapat disebut juga sebagai periode

pembentukan watak,

kepribadian dan karakter diri

3

ibid

seorang manusia, agar mereka kelak memiliki kekuatan dan kemampuan serta berdiri tegar dalam meniti kehidupan.4

Seorang anak sesuai sifatnya masih memiliki daya nalar yang belum cukup baik untuk membedakan hal-hal baik dan buruk. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak pada umumnya adalah merupakan proses meniru ataupun terpengaruh bujuk rayu dari orang dewasa. Sistem peradilan pidana formal yang pada akhirnya menempatkan anak dalam status narapidana

tentunya membawa

konsekuensi yang cukup besar dalam hal tumbuh kembang anak. Proses penghukuman yang diberikan kepada anak lewat sistem peradilan pidana formal dengan memasukkan anak ke dalam penjara ternyata tidak berhasil menjadikan anak

4

(4)

4 jera dan menjadi pribadi yang

lebih baik untuk menunjang proses tumbuh-kembangnya. Penjara justru seringkali membuat anak semakin profesional dalam melakukan tindak kejahatan.5

Polisi sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum memiliki tanggung-jawab yang cukup besar untuk mensinergikan tugas dan wewenang Polri sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu bahwa Kepolisian Republik Indonesia memiliki tugas6:

a. Memelihara Keamanan

dan Ketertiban

Masyarakat.

b. Menegakkan Hukum 5

M. Joni dan Zulchaina Z. Tanamas, Aspek hukum perlindungan anak dalam perspektif konveksi hak anak Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999,Hlm 1

6

Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 13.

c. Memberikan Perlindungan,

Pengayoman dan

(5)

5 Berdasarkan permasalahan

tersebut diatas, maka penulis ingin mengkaji permasalahan tersebut dalam sebuah karya ilmiah / skripsi dengan judul, Proses Penyelesaian Perkara Anak Berdasarkan Mekanisme Diversi (Studi Pada Perkara Anak Di Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah proses penyelesaian perkara anak berdasarkan mekanisme Diversi di Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah? 2. Bagaimnakah hambatan

proses penyelesaian perkara anak melalui mekanisme diversi di Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah?

II. PEMBAHASAN

A.Proses Penyelesaian Perkara

Anak Berdasarkan Mekanisme

Diversi Pada Kepolisian Daerah

Sulawesi Tengah

Penyidikan kasus pidana yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta berpedoman pada Peraturan Pemeritah Nomor 58 Tahun 2010 tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan khususnya dalam penyidikan dan penyelidikan terhadap anak pelaku tindak pidana di atur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia yang ada di Wilayah Hukum Polda Sulawesi Tengah dalam menangani tindak pidana yang dilakukan anak, berpedoman terhadap ketentuan yang ada.

(6)

6 menghadirkan pelaku, korban,

keluarga pelaku dan korban, pembimbing pemasyarakatan, tokoh-tokoh masyarakat, dan pihak-pihak terkait. Sebelum melakukan diversi, penyidik terlebih dahulu melakukan wawancara dengan pelaku untuk memahami motif pelaku melakukan tindak pidana tersebut, sehingga penyidik lebih mudah untuk mengupayakan diversi berhasil mencapai kesepakatan.

Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua / walinya, pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. Dalam hal diperlukan musyawarah sebagaimana dimaksud dapat melibatkan tenaga kesejahteraan sosial, dan / atau masyarakat. Proses diversi wajib memperhatikan kepentingan korban, kesejahteraan dan tanggung jawab anak, penghindaran stigma negatif, penghindaran pembalasan,

keharmonisan masyarakat dan kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.7

Pelaksanaan diversi pada tingkat penyidikan di Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah berdasarkan Pasal 14 Ayat (1) PP No. 65 Tahun 2015 harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam terhitung sejak dimulainya

penyidikan, Penyidik

memberitahukan dan menawarkan kepada Anak dan/atau orang tua/Wali, serta korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/Wali untuk menyelesaikan perkara melalui Diversi.

Ketika upaya Diversi

dilakukan, Penyidik

memberitahukan upaya Diversi tersebut kepada Penuntut Umum dalam jangka waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak dimulainya upaya

7

(7)

7 Diversi.8 Dalam penjelasan PP No

65 tahun 2015 bahwa ketentuan ini dimaksudkan agar pemeriksa pada tahap selanjutnya mengetahui ada tidaknya upaya Diversi dan sebab gagalnya Diversi.

Jika Anak dan/atau orang tua/Wali, serta korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/Wali sepakat melakukan Diversi, Penyidik menentukan tanggal dimulainya musyawarah Diversi.9 Proses Diversi dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dimulainya Diversi.10

Jika orang tua/Wali Anak tidak diketahui keberadaannya atau berhalangan hadir, musyawarah Diversi tetap dilanjutkan dengan dihadiri oleh Pembimbing Kemasyarakatan sebagai pengganti

8

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman pelaksanaan Diversi, Pasal 12.

9

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman pelaksanaan Diversi, Pasal 14.

10

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman pelaksanaan Diversi, Pasal 15.

dari orang tua/Wali11 dan dihadiri oleh Pekerja Sosial Profesional sebagai pengganti dari orang tua/Wali.

Pada Pasal 15 Ayat (2) PP No. 65 Tahun 2015 proses Diversi dilakukan melalui musyawarah Diversi. Pelaksanaan musyawarah Diversi melibatkan:

a. Penyidik;

b. Anak dan/atau orang tua/Walinya;

c. korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/Walinya; d. Pembimbing Kemasyarakatan;

dan

e. Pekerja Sosial Profesional.12 Jika dikehendaki oleh Anak dan/atau orang tua/Wali, pelaksanaan musyawarah Diversi dapat melibatkan masyarakat yang terdiri atas:

a. tokoh agama; b. guru

c. tokoh masyarakat; 11

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman pelaksanaan Diversi, Pasal 5.

12

(8)

8 d. Pendamping; dan/atau

e. Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum.13

Musyawarah Diversi dipimpin oleh Penyidik sebagai fasilitator dan Pembimbing Kemasyarakatan sebagai wakil fasilitator.14 Musyawarah Diversi yang dimaksud dapat melibatkan masyarakat15 dan tokoh masyarakat.16

Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban atau anak Korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan

13

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman pelaksanaan Diversi, Pasal 15.

14

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman pelaksanaan Diversi, Pasal 16.

15

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman pelaksanaan Diversi, Pasal 16.

16

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman pelaksanaan Diversi, Pasal 26.

Restoratif.17 Dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 bahwa yang dimaksud dengan “musyawarah” adalah proses perundingan yang dilakukan dalam suasana kekeluargaan, ikhlas dan tidak boleh ada pemaksaan. musyawarah dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial dan/atau masyarakat. Dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 bahwa yang dimaksud dengan “masyarakat” antara lain tokoh agama, guru, dan tokoh masyarakat.

Jika Diversi tidak diupayakan walaupun syarat telah terpenuhi dan demi kepentingan terbaik bagi Anak, Pembimbing Kemasyarakatan dapat meminta proses Diversi kepada penegak hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi.

17

(9)

9 Jika Diversi tidak

dilaksanakan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, Pembimbing Kemasyarakatan melaporkan secara tertulis kepada atasan langsung Penyidik untuk ditindaklanjuti dalam proses peradilan pidana dengan tembusan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat.18 Dan seluruh proses pelaksanaan Diversi dicatat dalam berita acara Diversi. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pelaksanaan Diversi di tingkat penyidikan diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.19

Jika musyawarah diversi tidak berhasil, Penyidik mengirimkan berkas perkara kepada Penuntut Umum serta melanjutkan proses peradilan pidana. Namun, jika diversi berhasil maka dituangkan dalam Surat Kesepakatan diversi. Hasil kesepakatan Diversi harus

18

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman pelaksanaan Diversi, Pasal 26.

19

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman pelaksanaan Diversi, Pasal 30.

ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri di wilayah tempat terjadinya perkara atau di wilayah tempat kesepakatan Diversi dibuat.20

Kesepakatan Diversi dirumuskan dalam Surat Kesepakatan Diversi yang ditandatangani oleh Anak dan/atau orang tua/Wali, Penyidik, dan Pembimbing Kemasyarakatan. Penetapan dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan Diversi. Penetapan disampaikan

kepada Pembimbing

Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan. Setelah menerima penetapan, Penyidik menerbitkan penetapan penghentian penyidikan atau Penuntut Umum menerbitkan penetapan penghentian penuntutan.21 Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan

20

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman pelaksanaan Diversi, Pasal 9.

21

(10)

10 kesepakatan Diversi dan sekaligus

menetapkan status barang bukti dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya Surat Kesepakatan Diversi dan berita acara Diversi. Penetapan tersebut disampaikan kepada Penyidik dan Pembimbing Kemasyarakatan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal penetapan.22

Penyidik meminta para pihak untuk melaksanakan kesepakatan Diversi setelah menerima penetapan. Atasan langsung Penyidik melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kesepakatan Diversi. Pembimbing Kemasyarakatan melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan Pelaksanaan kesepakatan Diversi.23

Dalam hal kesepakatan Diversi mensyaratkan pembayaran ganti kerugian atau pengembalian

22

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman pelaksanaan Diversi, Pasal 12.

23

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman pelaksanaan Diversi, Pasal 21.

pada keadaan semula, kesepakatan Diversi dilakukan dalam jangka waktu yang telah disepakati dalam Diversi, namun tidak boleh melebihi 3 (tiga) bulan. Kesepakatan Diversi dilaksanakan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan.24 Setelah musyawarah diversi berhasil dan hasil kesepakatan diversi tersebut telah dilakukan penetapan oleh Pengadilan Negeri setempat, penyidik akan menerbitkan surat ketetapan penghentian penyidikan:

a. dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat penetapan pengadilan, jika kesepakatan Diversi berbentuk perdamaian tanpa ganti kerugian atau penyerahan kembali Anak kepada orang tua/Wali; b. dalam jangka waktu paling

lama 5 (lima) hari terhitung

24

(11)

11 sejak tanggal kesepakatan

Diversi selesai

dilaksanakan, jika kesepakatan Diversi berupa pembayaran ganti kerugian, pengembalian pada keadaan semula, atau pelayanan masyarakat;

c. dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal kesepakatan

Diversi selesai

dilaksanakan, jika kesepakatan Diversi berupa keikutsertaan Anak dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS; atau

d. dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal seluruh kesepakatan Diversi selesai dilaksanakan.

Surat ketetapan penghentian penyidikan sekaligus memuat penetapan status barang bukti sesuai dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat. Surat ketetapan penghentian penyidikan dikirimkan

kepada Penuntut Umum beserta laporan proses Diversi dan berita acara pemeriksaan dengan tembusan kepada Anak dan orang tua/Wali, korban, Anak Korban dan/atau orang tua/Wali, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional, dan Ketua Pengadilan Negeri setempat.25

B.Hambatan Yang Terjadi Selama

Proses Penyelesaian Perkara

Anak Melalui Mekanisme Diversi

di Kepolisian Daerah Sulawesi

Tengah

Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan kriminal sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri anak seperti pergaulan, pendidikan, teman bermain dan sebagainya, karena tindak pidana yang dilakukan oleh anak pada umumnya adalah merupakan proses meniru ataupun terpengaruh

25

(12)

12 tindakan negatif dari orang dewasa

atau orang disekitarnya. Ketika anak tersebut diduga melakukan tindak pidana, sistem peradilan formal yang ada pada akhirnya menempatkan anak dalam status narapidana tentunya membawa konsekuensi yang cukup besar dalam hal tumbuh kembang anak. Proses penghukuman yang diberikan kepada anak lewat sistem peradilan pidana formal dengan memasukkan anak ke dalam penjara ternyata tidak berhasil menjadikan anak jera dan menjadi pribadi yang lebih baik untuk menunjang proses tumbuh kembangnya. Penjara justru seringkali membuat anak semakin profesional dalam melakukan tindak kejahatan.

Salah satu solusi yang dapat ditempuh dalam penanganan perkara tindak pidana anak adalah pendekatan restorative juctice, yang dilaksanakan dengan cara pengalihkan (diversi). Akan tetapi dalam pelaksanaannya sistem peradilan pidana anak di Indonesia khsusnya di Kepolisian Daerah

Sulawesi Tengah masih menghadapi berbagai persoalan. Persoalan yang ada diantaranya dilakukannya penahanan terhadap anak yang tidak sesuai prosedur, proses peradilan yang panjang mulai dari penyidikan, penuntutan, pengadilan, yang pada akhirnya menempatkan terpidana anak berada dalam lembaga pemasyarakatan ataupun yang dikembalikan ke masyarakat dengan putusan bebas tetap akan meninggalkan trauma dan implikasi negatif terhadap anak.

(13)

13 berat maka diversi bukanlah

pilihan.

Seperti yang terjadi di Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, tindak pidana yang dilakukan oleh anak kebanyakan adalah tindak pidana pencurian. Juga beberapa tindak pidana seperti persetubhan, membawa lari perempuan dan penganiayaan. Seperti pada Tabel 1 di atas dapat terlihat bahwa beberapa perkara anak tidak dapat dilakukan diversi, dan untuk perkara anak yang dilakukan diversi yang berhasil mencapai kesepakatan 11 (sebelas) kasus dibandingkan dengan diversi yang gagal mencapai kesepakatan yaitu 1 (kasus) dan 7 (tujuh) kasus yang tidak dilakukan diversi. Namun dalam pelaksanaan diversi tersebut pihak penyidik di Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah masih mengalami beberapa hambatan yaitu :

1. Ancaman hukuman tindak pidana diatas 7 (tujuh) tahun dan pengulangan tindak pidana

Seperti hasil wawancara yang penulis lakukan pada tanggal 21 November 2017 dengan salah seorang penyidik anak Ditreskrimum Polda Sulawesi Tengah mengungkapkan bahwa salah satu hambatan pelaksanaan diversi di Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah adalah beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan hukuman penjara diatas 7 (tujuh) tahun yaitu tindak pidana pencurian dengan kekerasan dan sudah berulangkali melakukan tindak pidana yang sama .

(14)

14 (tujuh) tahun dan bukan merupakan

pengulangan tindak pidana26. 2. Pemahaman tentang Pengertian

Diversi

Sesuai dengan ketentuan Pasal 26 angka 3 UU No 11 Tahun 2012 Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi27: a. telah berpengalaman sebagai

penyidik

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak

c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.

Namun, ada beberapa penyidik yang menangani perkara anak yang belum memiliki keahlian dalam menangani perkara anak dan belum pernah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak. Belum tersedianya ruangan khusus pemeriksaan anak pada Subdit Pelayanan Perempuan dan

26

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 7

27

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 26.

(15)

15 masyarakat terhadap aturan

pelaksanaan diversi.

Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Namun meskipun telah diatur dalam Undang-Undang, ide diversi masih terhalang oleh adanya pandangan masyarakat yang cenderung dendam dan ingin melakukan pembalasan terhadap anak yang melakukan tindak pidana, tanpa memikirkan dampak yang akan dihadapi oleh anak tersebut.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Proses Penyelesaian Perkara anak berdasarkan mekanisme diversi di Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidan Anak

2. Hambatan yang terjadi selama proses penyelesaian perkara

anak melalui mekanisme diversi di Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah yaitu perkara yang dilakukan oleh anak diancaman dengan hukuman penjara diatas 7 (tujuh) tahun dan merupakan pengulangan tindak pidana dan Pemahaman tentang Pengertian Diversi.

B. Saran

1. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme serta memberikan pelatihan atau pendidikan kejuruan khusus kepada penyidik anak di Polda Sulawesi Tengah dalam melaksanakan penyidikan terhadap anak yang melakukan tindak pidana.

2. Pemerintah harus

(16)

16

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Hartono. 2010. Penyidikan Dan Penega kan Hokum Pidana Melalui Pendekatan Hukum Progresif, Jakarta, Sinar Grafika.

Maidin Gulton. 2008. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Bandung, Refika Aditama.

Marlina. 2008. Penerapan Konsep Diversi Terha dap Anak Pelaku Tindak Pidana Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, Jurnal Equity.

M. Hassan Wadong. 2000. Advokasi Dan Hokum Perlindungan Anak, Jakarta. Grasindo.

M. Joni, Zulchaina Z Tanamas, 1999. Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Bandung, Citra Aditya Bakti. Ruben Achmad. 2005. Upaya Penyelesaian Masalah Anak Yang Berkonflik

Dengan Hokum, Dalam Jurnal Simbur Cahaya

Soetedjo, Wagiati, Melani Ruben. 2011. Hukum Pidana Anak (edisi Revisi).Bandung:PT Refika Aditama.

B. Peraturan-peraturan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

(17)

17 BIODATA

Nama : Muhammad Akbar Setiawan

Tempat Tanggal Lahir : Rappang, 28 Januari 1991

Alamat Rumah : Jl. Undata Kel. Besusu Timur Kec. Palu Timur Kota Palu Alamat e-mail : akbarwawan33.mas@gmail.com

Referensi

Dokumen terkait

komprehensif yang dimulai dari kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, nifas. dan perencanaan

Dalam Islam, konsumsi tidak hanya berkenaan dengan makanan, minuman dan pemenuhan kebutuhan materil saja, tetapi juga berkenaan dengan tujuan akhir konsumsi, yakni

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara pemberian heparin

disimpulkan bahwa: 1) Kemampuan translasi siswa dari bentuk verbal ke bentuk simbol termasuk dalam kategori kurang sekali. Kelompok atas lebih baik daripada kelompok tengah maupun

Dalam Gambar 4.13 Form Registrasi Kamar, terdapat 5 bagian yaitu bagian paling atas / header yang menunjukkan fungsi aplikasi yang berjalan saat ini (registrasi kamar),

Optimasi proses densifikasi limbah biomassa pertanian jerami padi dilakukan mengunakan rancangan Box-Behnken tiga level dan tiga faktor, yang masing-masing variabel

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa (1) seiring dengan perkembangan masyarakat dan pembangunan yang diarahkan pada masyarakat pedesaan di Kecamatan

Dalam lingkungan sekolah, pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga