• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rubrik Resensi Buku pada Harian Umum Solopos: Kajian Wacana Tekstual dan Kontekstual (Edisi Bulan Januari-Maret 2011)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Rubrik Resensi Buku pada Harian Umum Solopos: Kajian Wacana Tekstual dan Kontekstual (Edisi Bulan Januari-Maret 2011)"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

RUBRIK RESENSI BUKU PADA HARIAN UMUM SOLOPOS:

KAJIAN WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL

(EDISI BULAN JANUARI-MARET 2011)

SKRIPSI

Oleh

Rizqi Nur Farida

K1207029

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

RUBRIK RESENSI BUKU PADA HARIAN UMUM SOLOPOS:

KAJIAN WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL

(EDISI BULAN JANUARI-MARET 2011)

SKRIPSI

Ditulis dan dimajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Seni

Oleh

Rizqi Nur Farida

K1207029

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tin Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, 7 Juli 2011

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tin Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Disahkan pada:

hari :

tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang tanda tangan

Ketua : Dr. Andayani, M.Pd

Sekretaris : Atikah Anindyarini, S.S, M.Hum

Anggota I : Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd

Anggota II : Drs. Yant Mujiyanto, M.Pd

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan

(5)

commit to user

v ABSTRAK

Rizqi Nur Farida. RUBRIK RESENSI BUKU PADA HARIAN UMUM SOLOPOS: KAJIAN WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL (EDISI BULAN JANUARI-MARET 2011), Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli. 2011.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan dan menjelaskan pola aspek tekstual rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011, (2) mendeskripsikan dan menjelaskan pola aspek kontekstual rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011, dan (3) mendeskripsikan dan menjelaskan realisasi fungsi wacana yang disampaikan dalam rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen dan narasumber Sumber dokumen yang digunakan, yaitu resensi-resensi yang dimuat dalam harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011. Selanjutnya narasumber atau informan yakni kepala bagian pusat dokumentasi, guru, dan siswa. Sampel dokumen diambil dengan menggunakan Time Sampling, yakni mulai bulan Januari sampai Maret 2011. Sedangkan pemilihan informan diambil dengan Purposive Sampling.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah analisis dokumen dan wawancara mendalam. Validitas data yang digunakan adalah trianggulasi sumber dan teori. Teknik analisis datanya menggunakan model analisis mengalir atau flow model of analysis. .

(6)

commit to user

vi MOTTO

Allah akan meninggikan orang yang beriman di antaramu dan

orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. ( QS Al-Mujadilah:11)

Qayyidul ‘ilma bil khitabah, ikatlah ilmu dengan menuliskannya. (pepatah Arab)

Lebih baik pernah merasakan kegagalan dan kecewa daripada tidak pernah

merasakannya sama sekali, jangan hitung berapa kali kita jatuh, tapi hitunglah

berapa kali kita bangkit . (penulis)

(7)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Penulisan dan penyusunan skripsi ini

penulis persembahkan kepada:

1. Ibu Suwarti dan Bapak Samiran, orang tuaku tersayang, yang tak pernah lelah berkeringat dan berdoa untuk putra-putrinya.

2. Dua bodyguardku tersayang; mas Azis dan dik Raffli.

3. Keluarga kecilku, mbak Yayah, mbak Bekti & mas Rindra.

4. Sahabat-sahabatku tersayang yang tak pernah ragu meminjamkan bahunya untukku, KEJORA (Ifah, Lilik, Rini, dan Puji)

5. Semua keluarga dan sahabat yang selalu mendoakan dan membantuku dalam segala hal

(8)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr. Wb.

Puji serta syukur penulis panjatka ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karuniaNya akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi syarat pencapaian gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak kendala yang penulis hadapi, namun seiring berlalunya waktu serta usaha yang tidak kenal lelah, kendala yang muncul dapat teratasi. Tidak lupa penulis menghaturkan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan bantuannya sehingga skripsi ini bisa diselesaikan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis menghaturkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penulisan skripsi;

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum, Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni yang telah memberikan persetujuan skripsi;

3. Dr. Andayani, M.Pd., Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan izin penulisan skripsi;

4. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., selaku pembimbing I dan Drs. Yant Mujiyanto, M.Pd., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan lancar;

(9)

commit to user

ix

6. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS yang secara tuluss memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis;

7. Redaktur dan PT Solopos terima kasih atas waktu dan bantuannya dalam memperoleh data penelitian;

8. Keluarga yang senantiasa mendoakan, memberi dorongan, dan bimbingan kepada penulis;

9. Rekan-rekan Bastind ’07 dan keluarga besar SKI FKIP UNS;

10.Berbagai pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutka satu per satu.

Sebagai manusia biasa, penulis menyadari betul bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

(10)

commit to user

x DAFTAR ISI

JUDUL………... i

PENGAJUAN SKRIPSI... ii

PERSETUJUAN... iii

PENGESAHAN... iv

ABSTRAK... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI………...….………. x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...……. 1

B. Perumusan Masalah……….. ……….... 3

C. Tujuan Penelitian………...………….... 4

D. Manfaat Penelitian………...…………. . 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori...………..………. 8

1. Hakikat Resensi……….…… 8

2. Hakikat Wacana……….….. 11

3. Hakikat Analisis Wacana………. 21

4. Hakikat Analisis Wacana Tekstual………. .25

5. Hakikat Analisis Wacana Kontekstual……….... 49

B. Penelitian yang Relevan……….... 56

C. Kerangka Berpikir……….………. 57

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian……… 59

B. Metode Penelitian………..…. 60

(11)

commit to user

xi

D. Teknik Pengambilan Sampel……….. ... 60

E. Teknik Pengumpulan Data………..…….. 61

F. Teknik Uji Validitas Data……… 61

G. Teknik Analisis Data……….………. 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data………. 64

B. Analisis Data 1. Aspek Tekstual WRB Solopos Edisi Januari-Maret 2011... 65

a. Kohesi Gramatikal……….………. 65

b. Kohesi Leksikal …….……… 101

2. Aspek Kontekstual WRB Solopos Edisi Januari-Maret 2011... 114

a. Konteks Situasi……….. 114

b. Konteks Sosial-Kultural……….……….... 119

3. Realisasi Fungsi WRB Solopos Edisi Januari-Maret 2011... 128

a. Fungsi Instrumental……….………... 128

b. Fungsi Regulasi…….………. 129

c. Fungsi Representasi……..……….. 130

d. Fungsi Personal…….………. 131

e. Fungsi Imajinatif.……….. 132

C. Pembahasan……… 132

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan... 136

B. Implikasi... 137

C. Saran... ... 139

DAFTAR PUSTAKA………...….... 141

(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Pengelompokkan Deskripsi Data Penelitian Wacana

Resensi Buku di Solopos ... 64 2. Jenis dan Bentuk Pemarkah Gramatikal pada Analisis Wacana

Rubrik Resensi Buku di Solopos... 100 3. Jenis dan Bentuk Pemarkah Leksikal pada Analisis Wacana

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Data Resensi Buku Solopos edisi

Januari-Maret 2011... 144

2. Data Hasil Wawancara... 149

3. Surat Keputusan Dekan FKIP... 158

4. Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi... 159

(14)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan sarana utama untuk memenuhi kebutuhan, salah satu fungsi utama bahasa adalah sebagai sarana komunikasi. Setiap orang bahkan setiap masyarakat selalu terlibat dalam aktivitas komunikasi, baik secara aktif maupun pasif dan baik dalam komunikasi lisan maupun komunikasi tulis. Secara garis besar sarana komunikasi verbal dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni

sarana komunikasi berupa bahasa lisan dan sarana komunikasi bahasa tulis.

Salah satu sarana komunikasi bahasa tulis yang perkembangannya cukup pesat dewasa ini yaitu media massa atau surat kabar yang sekaligus menjadi salah satu bentuk sarana manusia dalam mengungkapkan gagasan dan pengetahuannya yang berupa informasi. Media massa merupakan salah satu jenis wadah komunikasi tidak langsung yang diperlukan untuk menjangkau masyarakat yang kompleks dan luas, yang tidak memungkinkan dilakukan komunikasi langsung antara penutur dan petutur. Media massa sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam. Sebagai salah satu alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum tentang banyak hal, media mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik (Sobur, 2009:30-31). Melalui media massa, informasi dan gagasan dapat didistribusikan secara efektif dan meluas kepada masyarakat. Melalui media massa pula masyarakat dapat berkomunikasi secara “bebas” dan dapat berperan pasif maupun aktif, sehingga mereka mampu menciptakan wacana-wacana dengan berbagai bentuk, sifat, dan tujuan yang siap dikonsumsi oleh masyarakat secara luas.

Salah satu produk media komunikasi massa cetak yang menggunakan

(15)

commit to user

secara umum. Wujud uraian dalam resensi termasuk sebuah wacana karena di dalamnya terdiri dari kumpulan atau rentetan kalimat yang menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lain dan membentuk satu kesatuan (Alwi, 1993:471).

Selain itu, berdasarkan ulasan atau pembicaraan yang diutarakan, resensi buku termasuk jenis wacana berita provokatif yang sifatnya menginformasikan sekaligus membujuk serta bersifat monolog. Setiap wacana dalam wadah media apapun selalu memiliki kekhasan, baik dari sudut pandang linguistik maupun

nonlinguistik. Demikian juga wacana resensi buku yang memiliki kekhasan dalam pengungkapan bahasa yang bersifat persuasif dengan berbagai manfaat yang terkandung di dalamnya.

Melalui wacana resensi buku pembaca dapat mengetahui identitas buku, ringkasan atau sinopsis buku tersebut. Selain itu pembaca juga akan mendapat informasi tentang ulasan isi buku yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pembaca dalam memutuskan perlu dan harus memiliki dan membaca buku tersebut atau tidak. Resensi buku juga dapat digunakan sebagai upaya memperkenalkan buku dan promosi kepada masyarakat secara luas yang belum mengetahui terbitnya buku tersebut. Diharapkan setelah membaca resensi buku tersebut pembaca tergerak hatinya untuk membaca dan memiliki buku tersebut.

Wacana resensi buku merupakan salah satu bentuk wacana persuasif yang di dalamnya terdapat komunikasi lengkap karena mempunyai unsur-unsur pengirim, penerima, dan pesan yang diikat oleh tujuan tertentu. Judul resensi yang dibuat berbeda dari judul buku, sampul halaman buku, dan teks ulasan buku disuguhkan sebagai sarana untuk memberikan kesan kepada pembaca. Bahasa wacana resensi buku juga bisa dipakai oleh script writer untuk mengekspresikan gagasan atau juga sebagai sarana persuasif.

(16)

commit to user

komunikan atau pembaca sendiri. Dengan kata lain wacana resensi buku adalah suatu kepaduan, bukan merupakan suatu bagian karena ia diikat oleh suprastruktur bahasa yang unsurnya meliputi pengirim, penerima,dan pesan itu sendiri. Wacana resensi buku memusatkan diri pada situasi ujar yang berorientasi tujuan dan di dalam situasi tersebut penutur (penulis naskah) berusaha mengomunikasikan sebuah buku kepada pembaca, dengan tujuan agar pembaca tertarik dengan buku tersebut. Lebih jelasnya penulis naskah dalam wacana resensi buku bertujuan memberi efek tertentu pada pikiran pembaca untuk mencapai tujuan tersebut

dengan cara membuat pembaca mengetahui tuturannya agar tercapai efek persuasif dari wacana resensi buku.

Berdasarkan maksud dan tujuannya, wacana resensi buku yang berisi ulasan yang terbentuk dari rentetan kalimat yang membentuk kesatuan dalam bentuk paragraf tersebut lebih mudah dipahami, bersifat ringan dan dengan pilihan kata yang tepat. Dengan begitu diharapkan dapat membuat pembaca lebih mudah dalam menangkap pesan dan informasi yang disampaikan. Di dalam ulasan mengenai buku tersebut penulis naskah diartikan sebagai seseorang yang mengartikulasikan ujarannya dengan maksud untuk mengomunikasikan sesuatu kepada pembaca dan berharap lawan tuturnya dapat memahami apa yang hendak dikomunikasikan itu.

Berpijak dari uraian di atas dan mengingat bahwa wacana merupakan salah satu unsur kebahasaan yang paling tinggi maka kajian tentang wacana menjadi wajib dalam proses pembelajaran bahasa. Tujuannya, tidak lain adalah untuk membekali pemakai bahasa agar dapat memahami dan memakai bahasa dengan baik dan benar dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis.

Kajian wacana berkaitan dengan pemahaman tentang tindakan manusia yang dilakukan dengan bahasa maupun tanpa bahasa. Hal ini menunjukkan bahwa

(17)

commit to user

Pijakan dari analisis wacana adalah melihat berfungsinya suatu bahasa sebagaimana ia diterapkan dalam proses komunikasi interaktif. Dengan demikian, orientasi teks tidak lagi dimaknai sebagai hal yang objektif, tetapi sepenuhnya bergantung kepada orientasi para pengguna bahasa. Mengedepankan analisis wacana sama artinya dengan membongkar proses pengungkapan dan perilaku dalam konteks yang sesungguhnya, atau menelaah bagaimana totalitas realitas direpresentasikan oleh teks atau pesan (tertulis maupun tidak tertulis).

Analisis wacana yang hendak penulis lakukan tidak berhenti pada aspek

tekstual saja, tetapi juga pada konteks dan proses produksi serta konsumsi dari suatu teks. Studi mengenai hal ini memasukkan konteks karena bahasa selalu berada dalam konteks, tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan, interteks, dan situasi. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Eriyanto dalam Sobur (2009:56,72) yang menyatakan bahwa wacana tidak hanya dari aspek kebahasaannya saja, tetapi juga bagaimana bahasa itu diproduksi dan ideologi di baliknya. Memandang bahasa semacam ini berarti meletakkan bahasa sebagai bentuk praktik sosial. Selanjutnya berdasarkan statusnya sebagai bahan penelitian yang bersifat linguistik, berbentuk discourse (wacana), serta didasari oleh sisi kemenarikan pesan dan cara penyampaiannya, maka wacana resensi buku adalah gejala kebahasaan yang harus diuraikan secara jelas dan komprehensif.

Paragraf yang membangun wacana resensi buku memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya dan keterkaitan tersebut membawa konsekuensi terjadinya hubungan bentuk dan makna antarkalimat dan atau antarparagraf yang dikembangkan dan dijelaskan oleh kalimat atau paragraf yang lainnya secara kohesif dan koheren. Pola dan sifat kohesif berkaitan dengan hubungan bentuk secara struktural, sedangkan pola koheren berkaitan dengan isi atau makna secara semantis. Sistem hubungan kohesi dan koherensi dalam wacana resensi buku

inilah yang penting diuraikan.

(18)

commit to user

tersebut mudah dimengerti dan dipahami pembaca. Melalui kajian tentang masalah ini, pada akhirnya diharapkan akan diperoleh penjelasan tentang berbagai hal yang berhubungan dengan wacana resensi buku, meliputi struktur, kohesi, koherensi, serta konteks yang menyertainya.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tergerak untuk melakukan penelitian mengenai analisis wacana rubrik resensi yang terdapat dalam media massa cetak atau surat kabar. Media massa yang peneliti pilih dalam penelitian ini adalah media massa cetak atau surat kabar harian umum Solopos. Selain karena

dalam media massa tersebut tersedia rubrik resensi buku yang di setiap dua minggunya, wacana resensi buku sendiri termasuk jarang ditemui di surat kabar yang lain. Alasan selanjutnya memilih harian umum Solopos karena media massa ini cukup familiar di kalangan masyarakat Surakarta dan sekitarnya. Di setiap dua minggunya harian ini memuat satu resensi yang disajikan redaktur dengan beragam jenis buku. Selanjutnya dengan alasan efisiensi waktu penulis membatasi jumlah data yakni resensi buku yang terbit pada bulan Januari-Maret 2011.

Berdasarkan latar belakang di atas maka sangatlah beralasan bagi peneliti untuk meneliti resensi yang dimuat dalam harian umum Solopos, maka judul penelitian ini adalah RUBRIK RESENSI PADA HARIAN UMUM SOLOPOS: KAJIAN WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL (Edisi

Bulan Januari-Maret 2011)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah aspek tekstual rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011?

2. Bagaimanakah aspek kontekstual rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011?

(19)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang penulis sampaikan di atas maka tujuan yang ingin dicapai dri penelitian ini dalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan:

1. pola aspek tekstual rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011.

2. pola aspek kontekstual rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011.

3. realisasi fungsi wacana yang disampaikan dalam rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011?

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat teoretis

a. Memperkaya ilmu pengetahuan terutama dalam bidang keterampilan berbahasa khususnya analisis wacana.

b. Memperkaya ilmu pengetahuan terutama dalam bidang keterampilan berbahasa khususnya resensi buku.

c. Memperkaya kajian tentang resensi buku yang terdapat dalam media massa atau surat kabar.

2. Manfaat praktis a. Bagi pembaca

Dari hasil penelitian ini diharapkan pembaca dapat memahami struktur, pola tektual dan kontekstual sebuah resensi sehingga dapat lebih bisa memahami sebuah teks.

b. Bagi pemerhati bahasa

(20)

commit to user

c. Bagi guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan guru dalam memanfaatkan media dan menentukan materi ajar yang tepat dalam pembelajaran resensi buku

d. Bagi siswa

Siswa dapat memanfaatkan media massa cetak untuk menimba ilmu pengetahuan mengenai resensi buku dengan membaca resensi-resensi yang dimuat dalam surat kabar.

e. Bagi penerbit media massa

(21)

commit to user

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Hakikat Resensi

Kata resensi berasal dari bahasa Belanda, yaitu rescensie. Dari bahasa Inggris menyebutnya review, sedangkan dalam bahasa Latin menyebutnya

redevire atau recensere yang artinya „melihat kembali, menimbang, atau menilai. Rohmadi (2008:16) berpendapat, bahwa dalam pemakaian bahasa Indonesia, resensi merupakan timbangan sebuah buku, pembicaraan buku. Tindakan meresensi buku dapat berarti memberikan penilaian, mengungkapkan kembali isi buku, membahas atau mengkritik buku

Dalam KBBI resensi mempunyai pengertian 1) pertimbangan atau pembicaraan tentang buku; 2) ulasan. Lebih lanjut Keraf (1984:274) menjelaskan bahawa resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai

sebuah hasil karya atau buku. Tujuan resensi adalah menyampaikan kepada pembaca apakah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak. Pendapat yang tidak jauh berbeda juga diungkapkan Widyamartaya (2004:85) yang mengatakan bahwa resensi termasuk kegiatan mengapresiasi karya sastra atau tulis, sama seperti kritik, ulasan umum, dan ulasan khusus. Hanya saja kegiatan resensi menitikberatkan pada tujuan untuk membantu calon pembaca dalam menyikapi suatu karya sastra atau tulis.

(22)

commit to user

Selain itu, dalam menulis resensi penulis berusaha menyesuaikan dengan selera pembaca, maka bukan menjadi suatu hal yang aneh jika resensi yang dipublikasikan oleh sebuah majalah mungkin tidak sama dengan yang dipublikasikan oleh majalah lain. Lebih jauh juga disebutkan bahwa pertimbangan-pertimbangan buku yang ditulis harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan para pembacanya (Keraf, 1984:274).

Adapun tujuan dituliskannya sebuah resensi menurut Rohmadi (2008:16) yakni untuk (1) memberikan informasi yang komprehensif dalam

sebuah buku, (2) mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan permasalahan yang muncul dalam sebuah buku, (3) memberikan pertimbangan kepada pembaca tentang pantas atau tidaknya sebuah buku dibaca, (4) menjawab pertanyaan tentang siapa penulisnya, mengapa ia menulis, dan bagaimana hubungan buku-buku sejenisnya, dan (5) untuk segolongan pembaca resensi yang membaca agar mendapat timbangan memilih buku. Masih dari sumber yang sama dijelaskan bahwa bidang garapan resensi dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (a) buku (baik fiksi maupun nonfiksi); (b) pementasan seni, seperti film, sinetron, tari, drama,musik,dll; (c) pameran seni seperi seni lukis dan seni patung.

Rohmadi (2008:17-18) juga menyebutkan bahwa dalam meresensi sebuah buku hendaknya memperhatikan unsur-unsur berikut ini:

1) Membuat judul

2) Menyusun data buku, meliputi judul buku, pengarang dan penerjemah (jika buku terjemahan), penerbit, tahun terbit, tebal buku, dan harga buku. 3) Membuat pembukuan dengan cara, yang pertama yakni memperkenalkan

pengarangnya kemudian membandingkan dengan buku sejenis. Setelah itu selanjtnya memaparkan sosok pengarang yang dilanjutkan dengan

merumuskan tema buku, memperkenalkan penerbit, dan yang terakhir membuka dialog.

(23)

commit to user

5) Penutup resensi

Resensi merupakan suatu bentuk tulisan yang berisi tinjauan terhadap kualitas suatu buku. Resensi ditulis untuk menarik minat baca masyarakat agar mereka membaca buku yang dikupas. Unsur persuasif sering ditonjolkan dalam resensi. Unsur ini merupakan cara penulis mendorong timbulnya keinginan para pembaca terhadap buku tersebut. Selain itu, meresensi berfungsi sebagai pengantar apresiai yang dapat menjadi pemandu bagi pembaca dalam menikmati sebuah buku. Berikut langkah-langkah dalam

menyusun resensi yang diungkapkan Rohmadi (2008:18-19): 1) Mengenali buku yang akan diresensi

Langkah yang pertama dimulai dari menentukan tema buku yang akan diresensi, disertai deskripsi isi buku. Selanjutnya mengenali penerbit buku, dimana diterbitkan, dan tebal (jumlah bab dan halaman). Setelah itu dilihat siapa pengarangnya, nama, latar belakang pendidikan reputasi dan prestasi, buku atau karya lain yang pernah dihasilkan dan alas an penulis menulis buku yang diresensi, dan yang terakhir memilah buku termasuk golongan buku: ekonomi, teknik, politik, pendidikan, psikologi, bahasa, atau sastra.

2) Membaca buku yang akan diresensi secara cermat dan teliti.

3) Menandai bagian-bagian buku yang diperhatikan secara khusus dan menentukan bagian-bagian yang dikutip untuk dijadikan data.

4) Membuat sinopsis atau intisari dari buku yang akan diresensi. 5) Menentukan sikap dan menilai hal-hal berikut:

Langkah yang pertama yakni mengenai organisasi atau kerangka penulisan; bagaimana hubungan antara sistematika, dan bagaimana dinamikanya. Selanjutnya mengenai isi pernyataan; bagaiman bobot

(24)

commit to user

2. Hakikat Wacana

a. Pengertian Wacana

Definisi wacana yang dikemukakan para ahli bahasa sampai saat ini masih beragam. Terdapat perbedaan antara pendapat satu dan yang lain dalam memaparkan wacana. Istilah wacana (discourse) yang berasal dari bahasa Latin, discursus (lari ke sana kemari atau lari bolak-balik), digunakan baik dalam arti terbatas maupun luas. Rahardjo, 2010, secara terbatas mengungkapkan, istilah tersebut menunjuk pada aturan-aturan dan

kebiasaan-kebiasaan yang mendasari penggunaan bahasa baik dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Secara lebih luas, istilah wacana menunjuk pada bahasa dalam tindakan serta pola-pola yang menjadi ciri jenis-jenis bahasa dalam tindakan.

Sementara itu, Mirhosseini mengungkapkan bahwa wacana adalah aspek representasional teks. Selanjutnya dijelaskan wacana tidak hanya mewakili dunia sebagaimana adanya, mereka juga proyektif, merupakan kemungkinan dunia yang berbeda dari dunia nyata, dan terikat ke proyek-proyek untuk mengubah dunia dalam arah tertentu (Mirhosseini, 2006:2). Suyitno (2000:37) menyebutkan ciri-ciri wacana dengan menjelaskan bahwa wacana merupakan komunikasi pikiran yang teratur, terurai, dan memiliki relasi semantik antara kata/kalimat satu dengan yang lain.

Wacana sebagai istilah dalam bidang analisis adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bangun bahasa (Sobur, 2009:92). Dengan kesatuan makna, wacana dilihat sebagai bangun bahasa yang utuh karena setiap bagian di dalam wacana itu berhubungan secara padu. Lebih lanjut dalam sumber lain Harimurti dalam Sumarlam berpendapat bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal

(25)

commit to user

bentuk konkretnya dapat berupa apa saja, yang penting makna, isi, dan amanatnya lengkap.

Selain itu, Mulyana (2005:1) juga mengatakan bahwa unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan lengkap adalah wacana. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Wacana pada dasarnya juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Apalagi pemakaian dan pemahaman wacana dalam komunikasi memerlukan berbagai alat (piranti)

yang cukup banyak. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan unsur kebahasaan yang kompleks dan lengkap atau satuan kebahasaan yang tinggi, selain itu juga dapat dikatakan sebagai unsur bahasa yang bersifat pragmatis.

David Crystal dalam Sumarlam (2010:7) menyatakan bahwa analisis wacana memfokuskan pada struktur yang secara alamiah terdapat pada bahasa lisan, sebagaimana ditemukan pada wacana-wacana seperti perkacapan, wawancara, komentar, dan pidato. Pendapat tersebut cenderung menganggap wacana sebagai ungkapan lisan atau dilisankan. Pendapat tersebut sedikit berbeda dengan yang dikemukakan oleh Brown dan Yule yang menyatakan bahwa wacana terealisasikan sebagai teks, dan karenanya kata teks dipakai untuk menyebut istilah teknis yang mengacu pada rekaman verbal tindak komunikasi. Teks juga dapat dikatakan sebagai representasi yang relatif lengkap dari suatu wacana (Wijana, 1996:9).

Hal tersebut berbeda dengan pendapat yang diungkapkan Samsuri dalam Sumarlam (2010:8) yang sama menyatakan bahwa wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan.

Wacana mungkin bersifat transaksional jika yang dipentingkan ialah isi komunikasi itu, tetapi mungkin bersifat interaksional jika merupakan komunikasi timbal balik.

(26)

commit to user

menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain membentuk satu kesatuan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisi suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat dan lazim disebut wacana. Unit yang dimaksud dapat berupa paragraf, teks bacaan, undangan, percakapan dan lain-lain. Analisis wacana berusaha mencapai makna yang persis sama atau paling tidak sangat dekat dengan makna yang dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan atau oleh penulis dalam wacana tulisan. Analisis wacana banyak

menggunakan pola sosiolinguistik, suatu cabang ilmu bahasa yang menelaah bahasa di dalam masyarakat.

Berdasar dari pengertian di atas tampak bahwa unsur pembentuk wacana berupa suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat, baik lisan maupun tulisan seperti paragraf, teks bacaan, undangan, percakapan, dan cerpen. Karena analisis wacana menggunakan pola-pola sosisolinguistik maka secara tidak langsung pemahaman makna juga melibatkan konteks dan situasi untuk sampai pada makna yang sama atau paling tidak mendekati makna yang dimaksud oleh pembicara atau penulis. Selanjutnya dengan berdasar pertimbangan segi-segi perbedaan dan persamaan yang terdapat pada beberapa pendapat di atas, maka secara ringkas pengertian wacana dapat dirumuskan sebagai berikut. Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan atau secara tertulis yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait, dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu. Secara singkat, hakikat wacana ialah satuan bahasa yang lebih luas daripada kalimat, mengandung amanat lengkap dan utuh serta memiliki aspek pengutuh wacana yang bersifat kontekstual.

b. Jenis-jenis Wacana

Sumarlam mengemukakan, jenis wacana dapat diklasifikasikan menjadi berbagai bentuk menurut dasar pengklasifikasiannya. Misalnya berdasarkan bahasanya, media yang dipakai untuk mengungkapkan, jenis pemakaian, bentuk, serta cara dan tujuan pemaparannya (Sumarlam, et. al,

(27)

commit to user

mengungkapkannya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi: 1) wacana bahasa nasional (Indonesia), 2) wacana bahasa lokal atau daerah, 3) wacana bahasa internasional, 4) wacana bahasa lainnya

Wacana bahasa Indonesia adalah wacana yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarananya; wacana bahasa Jawa adalah wacana yang diungkapkan dengan menggunakan sarana bahasa Jawa; wacana bahasa Inggris merupakan wacana yang dinyatakan dengan bahasa Inggris, dan seterusnya. Apabila dilihat dari ragam bahasa Indonesia ragam

baku dan wacana bahasa Indonesia takbaku; wacana bahasa Jawa dapat terdiri atas bahasa Jawa ragam ngoko (ragam bahasa Jawa yang kurang halus, ragam rendah), krama (ragam bahasa Jawa halus, ragam tinggi),dan campuran antara kedua ragam tersebut.

Berdasarkan media yang digunakan maka wacana dapat dibedakan atas wacana tulis, dan wacana lisan. Wacana tulis artinya wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui media tulis. Untuk dapat menerima atau memahami wacana tulis maka sang penerima atau pesapa harus membacanya. Di dalam wacana tulis terjadi komunikasi secara tidak langsung antara penulis dan pembaca. Sementara itu, wacana lisan berarti wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan. Untuk dapat menerima atau memahami wacana lisan maka sang penerima atau pesapa harus menyimak atau mendengarkannya. Di dalam wacana lisan terjadi komunikasi secara langsung antara pembicara dengan pendengar.

Dalam pendapat yang sama Kushartanti (2009:94), menyatakan jenis wacana tersebut dengan istilah wacana berdasar saluran komunikasi. Djajasudarma memberikan penjelasan yang mendalam pada kedua jenis wacana ini, yaitu:

1) Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya berupa:

(28)

commit to user

a) Sebuah teks/bahan tertulis yang dibentuk oleh lebih dari satu alinea yang mengungkapkan sesuatu secara beruntun dan utuh.

b) Sebuah alinea, merupakan wacana, apabila teks hanya terdiri atas sebuah alinea,dapat dianggap sebagai satu kesatuan misi korelasi dan situasi yang utuh.

c) Sebuah wacana (khusus bahasa Indonesia) mungkin dapat dibentuk oleh sebuah kalimat majemuk dengan subordinasi dan koordinasi atau sistem ellipsis.

Berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya wacana dapat dibedakan menjadi wacana monolog dan dialog. Wacana monolog artinya wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung. Wacana monolog bersifat searah dan termasuk komunikasi tidak interaktif. Contoh jenis wacana ini ialah orasi ilmiah, penyampaian visi dan misi, khotbah, dan sebagainya. Sedang wacana dialog, yaitu wacana atau percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung. Wacana dialog ini bersifat dua arah dan masing-masing partisipan secara aktif ikut berperan di dalam komunikasi tersebut sehingga disebut komunikasi interaktif. Pemakaian bahasa dalam peristiwa diskusi, seminar, musyawarah, dan kampanye dialogis merupakan contoh jenis wacana ini.

(29)

commit to user

wacana lisan. Bentuk wacana drama tulis terdapat pada naskah sandiwara, sedangkan bentuk wacana drama lisan terdapat pada pemakaian bahasa dalam peristiwa pementasan drama, yakni percakapan antarpelaku dalam drama tersebut.

Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya, wacana diklasifikasikan menjadi lima macam, yaitu wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Wacana narasi atau wacana penceritaan disebut juga wacana penuturan yaitu wacana yang mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh

persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu. Wacana narasi ini berorientasi pada pelaku dan seluruh bagiannya diikat secara kronologis. Jenis wacana ini pada umumnya terdapat pada berbagai fiksi. Sedangkan wacana deskripsi yaitu wacana yang bertujuan melukiskan atau menggambarkan sesuatu menurut apa adanya. Selanjutnya wacana eksposisi yaitu wacana pembeberan, wacana yang tidak mementingkan waktu dan pelaku namun berorientasi pada pokok pembicaraan dan bagian-bagiannya diikat secara logis. Kemudian wacana argumentasi yang merupakan wacana berisi ide atau gagasan yang dilengkapi dengan data-data sebagai bukti, bertujuan meyakinkan pembaca akan kebenaran ide atau gagasannya. Dan yang terakhir wacana persuasi yakni wacana yang isinya bersifat ajakan atau nasihat, biasanya ringkas dan menarik, bertujuan memengaruhi secara kuat pada pembaca atau pendengar agar melakukan nasihat atau ajakan tersebut.

Berpijak dari pendapat yang disampaikan oleh Sumarlam sebelumnya Mulyana memiliki pendapat yang sedikit berbeda. Wacana setidaknya dapat dipilah atas dasar beberapa segi, yaitu bentuk, media penyampaiannya, jumlah penutur, sifat, isi serta gaya, dan tujuannya (Mulyana, 2005:47-66). Pemilahan atas dasar segi lain jelas masih sangat terbuka. Itu artinya, wacana akan terus

(30)

commit to user

wacana hortatori (memengaruhi agar tertarik terhadap pendapat yang dikemukakan), wacana dramatik (berisi percakapan antarpenutur), wacana epistoleri (biasa digunakan dalam surat menyurat), dan wacana seremonial (digunakan dalam seremonial atau upacara). Berdasarkan media penyampaiannya, wacana dapat dipilah menjadi wacana tulis dan lisan. Berdasarkan jumlah penuturnya, wacana dapat dikelompokkan menjadi wacana monolog dan wacana dialog. Berdasarkan sifatnya, wacana dapat dibedakan menjadi wacana fiksi (dapat berupa puisi, prosa, dan drama) dan

wacana nonfiksi. Berdasarkan isinya, wacana dapat dipilah berdasarkan nuansa atau muatan tentang hal yang disampaikan, contohnya wacana politik, sosial, ekonomi, dan lain-lain. Hanya ada wacana iklan jika dilihat dari sudut pandang gaya dan tujuan.

Selain itu Chaer (1994:272-273) juga menyatakan pembagian wacana berdasarkan dari sudut pandang mana wacana itu dilihat. Berdasarkan sarananya wacana dapat dibagi menjadi wacana lisan dan wacana tulis. Berdasarkan penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian atau bentuk uraian atau bentuk puitik, wacana dibedakan menjadi wacana prosa dan wacana puisi. Kemudian dalam wacana prosa dikhususkan lagi menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi.

Berdasar dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa wacana dapat dikelompokkan berdasar sudut pandang yang digunakan. Sudut pandang yang digunakan untuk mengklasifikasikan wacana secara umum yakni berdasarkan bahasa, media atau sarana penyampaiannya, bentuk, cara dan tujuan pemaparannya , jumlah penutur, sifat, dan isinya. Wacana akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan pemakaiannya di dalam masyarakat bahasa sehingga pengklasifikasian dari

sudut pandang lain masih sangat memungkinkan.

c. Fungsi Wacana

(31)

commit to user

peristiwa komunikasi. Komunikasi tersebut dapat disampaikan baik secara lisan maupun secara tertulis. Seperti halnya bahasa, wacana bisa bersifat transaksional jika yang dipentingkan adalah isi komunikasi, sedang bersifat interaksional jika wacana merupakan komunikasi timbal balik (Samsuri, 1987/1988:1). Wacana interaksional dapat berupa percakapan, debat, tanya jawab, (di pengadilan, di kantor polisi, dan sebagainya), untuk wacana lisan, dan polemik, surat menyurat untuk wacana tertulis. Wacana transaksional bisa berupa instruksi, iklan, surat, esai, makalah, tesis, untuk wacana tertulis dan

pidato, ceramah, tuturan, deklamasi, untuk wacana lisan. Wacana mengasumsikan adanya penyapa (addressor) dan pesapa (addressee). Dalam wacana tulis, keduanya adalah penulis dan pembaca, sedangkan dalam wacana lisan keduanya yakni pembicara dan pendengar.

Sementara itu, Halliday dalam Sudaryanto (1990:17-18) menyatakan bahwa sebuah wacana dapat menyampaikan fungsi atau makna, antara lain ideasional; interpersonal; dan tekstual. Fungsi ideasional merupakan fungsi penggagas. Fungsi ini merepresentasikan pengalaman penutur tentang dunia nyata. Fungsi interpersonal merupakan peranan bahasa untuk membangun dan memelihara hubungan sosial. Selanjutnya, fungsi tekstual merupakan fungsi bahasa untuk membentuk mata rantai kebahasaan dan mata rantai unsur situasi (feature of situation) yang memungkinkan digunakannya bahasa oleh pemakainya.

Halliday dalam Tarigan (1987:6-7) memaparkan tujuh fungsi bahasa, antara lain:

a. Fungsi instrumental (the instrumental function), melayani pengelolaan lingkungan, menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi. Kalimat-kalimat seperti:

(1) Ibu melihat dengan mata kepala sendiri bahwa sayalah yang menolong membawa anak itu ke Puskesmas.

(32)

commit to user

Kalimat tersebut di atas mengandung fungsi instrumental. Kalimat-kalimat tersebut merupakan tindakan-tindakan komunikatif yang menimbulkan kondisi tertentu.

b. Fungsi regulasi (the regulation function), bertindak untuk mengawasi serta mengendalikan peristiwa-peristiwa. Fungsi regulasi, fungsi pengendalian atau fungsi pengatura ini bertindak untuk mengendalikan serta mengatur orang lain. Demikianlah, pengaturan pertemuan-pertemuan antara orang-orang -persetujuan, celaan, ketidaksetujuan, pengawasan tingkah laku,

menetapkan peraturan dan hukum- merupakan ciri fungsi regulasi bahasa. Jika berkata: ”Kamu mencuri, karena itu kamu dihukum!” maka fungsi bahasa di sini adalah fungsi instrumental. Tetapi kalimat: Kalau kamu mencuri maka kamu pasti dihukum” mengandung fungsi regulasi atau fungsi pengaturan.

c. Fungsi pemerian (the representational function) adalah penggunaan bahasa untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan, dengan kata lain menggambarkan, memerikan realitas sebenarnnya, seperti dilihat oleh seseorang. Contohnya:

Matahari panas.

Bapak gubernur membuka lokakarya itu dengan menyanpaikan pidato pengarahan.

Jalan ke desa itu licin dan menurun

d. Fungsi interaksi (the interactional function) bertugas untuk menjamin serta memantapkan ketahanan dan kelangsungan komunikasi, dan interaksi sosial. Keberhasilan komunikasi interaksional ini menuntut pengetahuan secukupnya mengenai loga (slang), logat khusus (jargon), lelucon, cerita rakyat (folklore), adat istiadat dan budaya setempat, tata krama pergaulan,dan sebagainya.

(33)

commit to user

dengan orang lain. Dalam hakiakt bahasa perorangan ini jelas bahwa kesadaran, perasaan, dan budaya turut sama-sama berinteraksi dengan cara-cara yang beraneka ragam.

f. Fungsi heuristik (the heuristic function) melibatkan penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan, mempelajari seluk-beluk lingkungan. Fungsi heuristik seringkali disampaikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang menuntut jawaban. Secara khusus, anak-anak memanfaatkan penggunaan fungsi heuristik ini dalam aneka pertanyaan ”mengapa” yang tidak putus-putusnya mengenai dunia sekelilingnya, alam sekitar mereka. Penyelidikan, rasa ingin tahu, merupakan suatu metode heuristik untuk memperoleh representasi-representasi realitas orang lain. Berikut contohnya:

Mengapa malam gelap? Mengapa matahari panas?

g. Fungsi imajinatif (the imaginative function) melayani penciptaan sistem-sistem atau gagasan-gagasan yang bersifat imajinatif. Mengisahkan cerita-cerita dongeng, membacakan lelucon, atau menulis novel, merupakan praktik penggunaan fungsi imajinatif bahasa. Pembicara dan pendengar bebas berpetualang dan mengembara ke seberang dunia nyata untuk menjelajahi puncak-puncak keluhuran serta keindahan bahasa itu sendiri, dan melalui bahasa itu pembicara dan pendengar dapat menciptakan mimpi-mimpi yang ia inginkan.

3. Hakikat Analisis Wacana

Analisis wacana (discourse analysis) sebagai disiplin ilmu dengan metodologi yang jelas dan eksplisit, baru benar-benar berkembang mantap

(34)

commit to user

merebak pada hal-hal atau persoalan yang banyak diperbincangkan orang di masa sekarang, seperti perbedaan gender, wacana politik, dan emansipasi wanita, serta sejumlah masalah sosial lainnya. (Mulyana, 2005:68-69).

Minchin mendefinisikan analisis wacana sebagai disiplin ilmu yang mempelajari cara-cara orang menggunakan bahasa untuk berkomunikasi (Minchin, 2007:1). Sedangkan Soeseno Kartomiharjo dalam Purwo berpendapat bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar daripada

kalimat yang lazimnya disebut wacana. Analisis wacana berupaya menganalisis wacana sampai pada suatu makna yang sama persis atau paling tidak paling dekat dengan makna yang dimaksud oleh penutur atau penulis.

Analisis wacana menurut Cahyono (1995:227) dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mengkaji organisasi wacana di atas tingkat kalimat atau klausa, dengan kata lain analisis wacana mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih besar seperti percakapan atau tek tertulis. Menurut definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa analisis wacana membahas apa yang disampaikan penyapa (secara lisan) dalam percakapan dan mencerna apa yang ditulis oleh penulis dalam buku teks.

Brown dan Yule (1996) menyatakan:

The analysis of discourse is, necessarily, the analysis of language in use. A such, it cannot be restricted to the description of linguistic forms independent of the purpose or functions which those forms are designed to serve in human affairs. While some linguist may cosentrate on determining the formal properties of a language, the discourse analyst is commited to an investigation of what that language is used for.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa analisis wacana adalah analisis sebuah bahasa yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa analisis wacana menurut pendapat mereka berpijak dari segi fungsi bahasa.

(35)

commit to user

sebagai berikut: analisis fonologi (bunyi) sebagai kajian awal terhadap bahasa, disusul kemudian oleh kajian morfologi (bentuk), analisis sintaksis (kalimat dan gramatikanya), analisis semantik (makna), analisis pragmatik (pemakaian dan konteksnya), dan terakhir bidang analisis wacana (kajian tentang kata, kalimat, makna, pemakaian, dan interpretasinya).

Oleh karena penjabaran di atas, untuk melakukan analisis wacana maka perlu mengetahui analisis kebahasaan yang ada di bawahnya. Seperti yang dipaparkan Kusumawardani, 1994 yaitu diperlukan teknik analisis yang

bersifat internal dan eksternal. Unit-unit analisis internal meliputi teks dan konteks, tema, topik, judul, aspek keutuhan wacana leksikal, gramatikal, dan semantik. Sedangkan unit-unit analisis eksternal meliputi inferensi, presuposisi, implikatur, dan pemahaman yang mendalam tentang konteks tutur yang menjadi latar belakang terjadinya suatu tuturan.

Namun, tidak harus seluruh unit analisis dikaji, analisis dapat juga dilakukan dengan satu atau dua unsur yang memang dibutuhkan kejelasannya. Jadi, sedikit atau banyaknya unit-unit yang dikaji tidak langsung menjamin kualitas analisis wacana. Penyebab kualitas analisis kebahasaan dipengaruhi oleh:

1. Kemampuan dan profesionalisme analis bahasa; 2. Ketinggian analisis; dan

3. Teknik dan metode analisis yang digunakan.

Untuk memahami suatu wacana, diperlukan kemampuan dan cara-cara tertentu. Kemampuan berkaitan dengan pengetahuan umum seorang analisis wacana. Sedangkan cara yang dimaksudkan adalah prinsip-prinsip pemahaman terhadap wacana. Beberapa prinsip yang penting antara lain adalah prinsip analogi dan prinsip penafsiran lokal.

(36)

commit to user

1. Metode Distribusional

Adalah metode yang digunakan untuk tujuan-tujuan analisis struktur wacana secara internal. Wacana sebagai struktur yang dipresentasikan oleh serangkaian kalimat, perlu diuraikan kesatuan dan keruntutan alur maknanya. Teknik untuk menganalisis pola keruntutan itu adalah dengan penerapan Teknik Permutasi (Balik) dan Teknik Substitusi (ganti).

a. Teknik Permutasi adalah teknik yang digunakan untuk menguji: (a)

kesejajaran atau kelancaran makna dalam rangkaian kalimat; (b) menguji ketegaran letak suatu unsur dalam susunan beruntun (Sudaryanto, 1985: 44).

b. Teknik Subtitusi adalah teknik analisis kalimat atau rangkaian kalimat dengan cara mengganti bagian atau unsure kalimat tertentu dengan unsur lain di luar kalimat yang bersangkutan (Sudaryanto, 1985: 27). 2. Metode Pragmalinguistik

Adalah gabungan analisis pragmatik dan linguistik (struktural). Metode ini melihat wacana atas dasar statusnya sebagai satuan lingual atau struktur kebahasaan, akan tetapi dalam analisisnya mengedepankan aspek-aspek pragmatik (pemakaian bahasa secara langsung).

Adapun hal-hal yang perlu dipelajari mencakup empat hal.

a. Deiksis adalah hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa. Kata-kata yang bermakna persona (saya), tempat (sini), dan waktu (sekarang), misalnya, adalah kata-kata yang bersifat deiktis. Kata-kata seperti itu tidak memiliki refrensi yang tetap.

b. Tindak ujar adalah fungsi bahasa sebagai sarana penindak. Semua kalimat atau ujaran mengandung fungsi komunikasi tertentu. Jadi,

tidak semata-mata hanya asal bicara. Konsep tindak ujar dalam kajian pragmatik terbagi menjadi tiga macam, yaitu tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

(37)

commit to user

3. Metode Konten Analisis

Metode ini digunakan untuk menganalisis isi dari suatu wacana (misalnya karya sastra). Langkah-langkah penelitian yang menggunakan metode analisis konten adalah sebagai berikut: (Darmiati, 1993: 28). a. Pengadaan data

1) Penentuan satuan (unit) 2) Penentuan sampel

3) Perekaman atau pencatatan

b. Reduksi data (data yang kurang relevan dikurangi) c. Inferensi (proses pengambilan kesimpulan)

d. Analisis (mencari isi dan makna simboliknya) 4. Metode Deskriptif

Metode yang digunakan untuk memerikan, menggambarkan, menguraikan, dan menjelaskan fenomena objek penelitian. Dalam kajiannya metode ini menjelaskan data atau objek secara natural, objektif, faktual (apa adanya) (Arikunto, 1993: 310).

Langkah-langkah analisis deskriptif yang dapat dilakukan untuk menganalisis wacana surat kabar, antara lain:

a. Memilih dan menentukan jenis wacana yang akan diteliti b. Menentukan unit analisis

c. Mendeskripsikan (menganalisis satuan data).

Sejumlah rangkaian kalimat terpilih, kemudian diklasifikasi dan direduksi untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel. Beberapa gejala referensi yang memiliki kesamaan pola dikelompokkan, untuk kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil dari analisi deskriptif adalah seperangkat

(38)

commit to user

4. Hakikat Analisis Wacana Tekstual

a. Teks dan Koteks

Ricoeur dalam Sobur (2009:53) menyatakan bahwa teks adalah wacana (berarti lisan) yang difiksasikan ke dalam bentuk tulisan. Dalam definisi tersebut secara implisit terlihat bahwa terdapat hubungan antara tulisan dengan teks. Apabila tulisan adalah bahasa lisan yang difiksasikan, maka teks adalah wacana yang difiksasikan ke dalam bentuk teks.

Banyak orang mempertukarkan istilah “teks” dan “ wacana”. Sebenarnya, istilah teks lebih dekat pemaknaannya dengan bahasa tulis, dan wacana pada bahasa lisan. Guy Cook dalam Eriyanto (2009:9) berpendapat bahwa teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi.

Dalam tradisi tulis, teks bersifat „monolog noninteraksi‟, dan wacana lisan bersifat „dialog interaksi‟. Dalam konteks ini, teks dapat disamakan dengan naskah, yaitu semacam bahasa tulisan yang berisi materi tertentu, seperti naskah materi kuliah, pidato, atau lainnya. Sebenarnya teks adalah esensi wujud bahasa. Dengan kata lain, teks direalisasi (diucapkan) dalam bentuk „wacana‟. Mengenai hal ini Van Dyk dalam Nababan (1987:64) mengatakan bahwa teks lebih bersifat konseptual. Dari sinilah kemudian berkembang pemahaman mengenai teks lisan dan teks tulis, istilah-istilah yang sama persis dengan wacana lisan dan wacana tulis berkaitan dengan teks, didapati pula istilah koteks (co-text), yaitu teks yang bersifat sejajar, koordinatif, dan memiliki hubungan dengan teks lainnya. Teks lain tersebut bisa berada di depan (mendahului) atau di belakang (mengiringi).

(39)

commit to user

gramatikal, aspek fonologis, dan aspek semantis. Brown dan Yule (1996:6-9) berpendapat bahwa wacana terealisasikan dalam bentuk teks, sehingga kata eks dipakai sebagai istilah teknis yang mengacu pada rekaman verbal tindak komunikasi. Halliday (1992:13) menyatakan bahwa teks adalah bahasa yang berfungsi, yaitu bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks situasi tertentu pula. Hal ini tentunya berbeda dengan kata-kata atau kalimat-kalimat lepas. Oleh karena itu, bahasa yang diambil dari konteks situasi tertentu dapat pula disebut teks. Media penyampaiannya dapat berupa

tuturan atau tulisan. Jadi teks adalah satuan bahasa yang memiliki keutuhan makna yang bersifat fungsional dan kontekstual.

Berkaitan dengan teks, didapati pula istilah koteks (co-text), yaitu teks yang bersifat sejajar, koordinatif, dan memiliki hubungan dengan teks lainnya, teks yang memiliki hubungan dengan teks lainnya (Mulyana, 2005:10). Teks lain tersebut bisa berada di depan (mendahului) atau di belakang (mengiringi). Koordinat antarwacana atau ko-teks sangat penting dalam menentukan penafsiran makna ujaran. Hal ini disebabkan dalam wacana, makna sebuah teks atau bagian-bagiannya sering ditentukan oleh pengertian yang diberikan oleh teks lain. Teks di sini dapat berwujud ujaran (kalimat), paragraf, atau pun wacana. Memang benar bahwa ujaran yang berurutan saling menopang dalam penafsiran maknanya. Hal itu mungkin sekali disebabkan oleh sifat linearitas bahasa. Oleh karena itu pasangan berdekatan menunjukkan pentingnya sebuah koteks dalam memahami dan menganalis wacana.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gambaran keutuhan wacana itu adalah gambaran berbagai aspek yang terealisasikan di dalam kotes dan konteks yang perlu dikaji secara mendalam. Aspek-aspek teks antara lain adalah ragam dan bentuk bahasa, pola kalimat, dan paragraf, relasi

antarkalimat dan antarparagraf, bentuk dan cirri setiap alenia, bentuk-bentuk ungkapan persuasi, dan sebagainya. Aspek-aspek teks tersebut memiliki ciri dan keragaman yang bervariasi, tergantung pada koteks dan konteks yang melingkupi wacana tersebut.

(40)

commit to user

b. Analisis Wacana Tekstual

Sebagaimana telah dikaji oleh para ahli linguistik bahwa wacana adalah satuan terlengkap. Sementara itu, dalam hierarki gramatikal wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sementara itu, Stuubs (1983: 1) mengatakan bahwa analisis wacana merujuk pada upaya mengaji pengaturan bahasa di atas kalimat atau di atas klausa, dan karenanya mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih luas, seperti pertukaran percakapan atau

teks tulis. Konsekuensinya, analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu digunakan dalam konteks sosial, dan kususnya interaksi antar dialog antarpenutur.

Dengan demikian, definisi ini mencakup istilah yang ruang lingkupnya pada wacana lisan sehingga lebih sempit. Dede Oetomo (1993:5) lebih jauh menjelaskan bahwa analisis teks; hanya saja, istilah ini digunakan dalam tradisi Eropa tertentu, seperti dicontohkan oleh karya-karya Petfi, Van Dijk dan ahli-ahli lainnya tentang gramatika teks. Ahli kebahasaan seperti Halliday yang membahas teks dan konteks lebih mendalam cenderung menyamakan antara teks dan wacana. Pendapat ini tersirat pada saat ia membahas tentang konteks; menurut Halliday dan Hasan (1992:6), dalam kehidupan sesungguhnya konteks mendahului teks, situasinya ada lebih dahulu dari wacana yang berhubungan dengan situsi itu.

Analisis tekstual adalah analisis wacana yang bertumpu secara internal pada teks yang dikaji (Sumarlam, et. al, 2010). Analisis wacana tekstual mempunyai dua lingkup penganalisisan yakni analisis aspek gramatikal dan leksikal. Aspek gramatikal wacana menitikberatkan pada segi bentuk dan struktur lahir sebuah wacana. Aspek gramatikal wacana meliputi pengacuan

(41)

commit to user

hal ini, aspek leksikal wacana bertumpu pada hubungan secara semantis. Aspek leksikal wacana meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas bawah), antonimi (lawan kata), dan ekuivalensi (kesepadanan). Berikut akan dijelaskan satu persatu kedua aspek tersebut:

1. Aspek Gramatikal dalam Analisis Wacana

Linguistik dalam suatu teks tidaklah terjadi secara kebetulan, namun mematuhi ketergantungan-ketergantungan dan kaidah-kaidah gramatikal.

Semua fungsi yang diterapkan untuk menciptakan hubungan di antara unsur-unsur permukaan dikategorikan sebagai kohesi. Berikut ini akan dikemukakan beberapa cara yang digunakan untuk mencapai kohesi.

a) Pengacuan (reference)

Pengacuan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya (Sumarlam et. al, 2010:23). Lebih lanjut Samsuri (1987/1988:57) mengemukakan, bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, bahwa referensi ialah ungkapan kebahasaan yang dipakai seorang pembicara untuk mengacu ke hal-hal yang dibicarakannya itu. Kedua, jika dalam semantik formal sesuatu yang dirujuk itu mesti benar, dalam wacana apa yang dimaksud dengan referensi yang benar, ialah referensi yang dimaksud oleh pembicara. Oleh karena itu, konsep yang dipakai sebenarnya bukan referensi yang benar, melainkan lebih tepat referensi „yang berhasil‟. Untuk tujuan memahami amanat bahasa yang sedang berlaku, referensi yang berhasil bergantung pada pengenalan atau identifikasi pendengar akan referensi yang dimaksud oleh pembicara berdasarkan ungkapan yang dipakai untuk mengacunya.

(42)

commit to user

bebas, secara umum dapat dinyatakan, bahwa, apapun bentuk ungkapan acuan itu, fungsi referensinya tentu bergantung pada maksud pembicara pada waktu pemakaiannya itu” (Samsuri, 1987/1988:57).

Berdasarkan tempatnya, apakah acuan itu berada di dalam teks atau di luar teks, maka pengacuan dibedakan menjadi dua jenis: (1) pengacuan endofora apabila acuannya (satuan lingual yang diacu) berada atau terdapat di dalam teks wacana itu, dan (2) pengacuan eksofora apabila acuannya berada atau terdapat di luar teks wacana (Sumarlam, et. al

2010:23).

Jenis kohesi yang pertama, pengacuan endofora berdasarkan arah pengacuannya dibedakan menjadi dua jenis lagi, yaitu pengacuan anaforis (anaphoric reference) dan pengacuan kataforis (cataphoric reference). Pengacuan anaforis adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual yang lain yang mendahuluinya, atau mengacu anteseden di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebut terdahulu. Sementara itu, pengacuan kataforis merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain mengikutinya, atau mengacu anteseden di sebelah kanan, atau mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian. Satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain itu dapat berupa persona (kata ganti orang), demonstratif (kata ganti penunjuk), dan komparatif (satuan lingual yang berfungsi membandingkan antara unsur yang satu dengan unsur lainnya) (Sumarlam,

et. al 2010:23-24). Dengan demikian, jenis kohesi gramatikal pengacuan tersebut diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu (1) pengacuan persona, (2) pengacuan demonstratif, dan (3) pengacuan komparatif.

(43)

commit to user

(1) Pengacuan Persona

Pengacuan persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang), yang meliputi persona pertama (persona I), kedua (persona II), dan ketiga (persona III), baik tunggal maupun jamak. Pronomina persona I tunggal, II tunggal, dan III tunggal ada yang berupa bentuk bebas (morfem bebas) dan ada pula yang terikat (morfem terikat). Selanjutnya yang berupa bentuk terikat ada yang melekat di sebelah kiri (lekat kiri) dan ada yang melekat di sebelah

kanan (lekat kanan). Dengan demikian satuan lingual aku, kamu, dan

dia, misalnya, masing-masing merupakan pronomina persona I, II, dan III tunggal bentuk bebas. Adapun bentuk terikatnya adalah ku-

(misalnya pada kutulis), kau- (pada kautulis), dan di- (pada ditulis) masing-masing adalah bentuk terikat lekat kiri; atau –ku (misalnya pada istriku, -mu (pada istrimu), dan –nya (pada istrinya) yang masing-masing merupakan bentuk terikat lekat kanan (Sumarlam, 2010:24-25). Beberapa contoh kepaduan wacana yang didukung oleh kohesi gramatikal yang berupa pengacuan persona dapat diamati pada contoh berikut ini:

(1) “Pak RT, saya terpaksa minta berhenti”, kata Basuki bendaharaku yang pandai mencari uang itu.

(2) Namun, seperti biasanya Bu Tlasih tidak mau menerima, ia pergi tanpa pamit. (Sumarlam, et. al, 2010:24)

Pada tuturan (1) pronominal persona I tunggal bentuk bebas saya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam tuturan (teks)

yang disebutkan kemudian, yaitu Basuki (orang yang menuturkan tuturan itu). Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu maka saya (1)

(44)

commit to user

yang antesedennya berada di sebelah kiri. Satuan lingual –ku merupakan pronominal persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan. Dengan ciri-ciri semacam itu, maka –ku adalah jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora yang kataforis melalui pronomina persona tunggal bentuk terikat lekat kanan. Sementara itu, ia pada tuturan (2) mengacu pada Bu Tlasih (kohesi gramatikal pengacuan endofora yang anaforis melalui pronominal persona III tunggal bentuk bebas)

(2) Pengacuan Demonstratif

Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina demonstratif tempat (lokasional). Pronomina demonstratif waktu ada yang mengacu pada waktu kini (seperti: kini dan sekarang), lampau (seperti: kemarin dan dulu), akan datang (seperti: besok dan

yang akan datang), dan waktu netral (seperti: pagi dan siang). Sementara itu, pronomina demonstratif tempat ada yang mengacu pada tempat atau lokasi yang dekat dengan pembicara (sini, ini), agak jauh dengan pembicara (situ, itu), jauh dengan pembicara (sana), dan menunjuk tempat secara eksplisit (Surakarta, Yogyakarta) (Sumarlam, et. al, 2010:26).

Pengacuan demonstratif waktu sebagaimana dijelaskan di atas dapat diamati pada contoh berikut ini.

(3) Peringatan 57 tahun Indonesia merdeka pada tahun 2002 ini akan diramaikan dengan pergelaran pesta kembang api di ibu kota Jakarta.

(4) Pada tanggal 21 April 2001 kurang lebih genap setahun yang lalu, di Gedung Wanita ini juga sudah pernah diadakan seminar mengenai mengenai kewanitaan tingkat nasional (Sumarlam, et. al, 2010:26).

(45)

commit to user

mengacu pada waktu lampau, yaitu tanggal 21 April 2001 yang juga termasuk jenis pengacuan endofora yang anaforis karena mengacu pada anteseden yang berada di sebelah kirinya. Berikut ini adalah contoh kohesi gramatikal yang didukung oleh pengacuan tempat.

(5) “Ya di kota Sala sini juga Ayah dan Ibumu mengawali usaha batik”, kata Paman sambil menggandeng saya.

(6) “Surat dari sekolahan tadi mana Bu?”

“Tadi rasanya ibu taruh di atas meja situ”, jawab Bu Partono sambil membetulkan kacamatanya yang sudah tiga mili tebalnya (Sumarlam, et. al, 2010:27)

Tampak pada contoh di atas, kata sini pada tuturan (5) mengacu

pada tempat yang dekat dengan pembicara. Dengan kata lain, pembicara (dalam hal ini paman) ketika menuturkan kalimat ia sedang berada di tempat yang dekat yang dimaksudkan pada tuturan itu, yaitu berada di Kota Sala. Kata situ pada tuturan (6) mengacu pada tempat yang agak jauh dengan pembicara. Dengan kata lain, meja yang dimaksudkan oleh pembicara (Bu Partono) adalah meja yang terdapat agak jauh dari posisi pembicara.

(3) Pengacuan Komparatif

Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk atau wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya. Kata-kata yang biasa digunakan untuk membandingkan misalnya seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti, dan persis sama dengan (Sumarlam, et.al, 2010:27). Berikut adalah contoh pengacuan komparatif:

(7) Tidak berbeda dengan ibunya, Nita itu orangnya cantik, ramah, dan lemah lembut.

(46)

commit to user

Satuan lingual tidak berbeda dengan pada tuturan (7) adalah pengacuan komparatif yang berfungsi membandingkan antara kecantikan, keramahan, kelemahlembutan Nita dengan ciri-ciri atau sifat-sifat yang sama yang dimiliki oleh ibunya. Sementara itu, satuan lingual persis seperti pada tuturan (8) mengacu pada perbandingan persamaan antara sikap atau perilaku orang yang melamun (duduk termenung dan pikirannya ke mana-mana) dengan sikap atau perilaku orang yang terlalu banyak utang.

(b) Penyulihan (substitution)

Penyulihan ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Penggantian dilakukan untuk memperoleh unsur pembeda atau menjelaskan struktur tertentu (Harimurti Kridalaksana, 2001:100). Proses substitusi merupakan hubungan gramatikal, dan lebih bersifat hubungan kata dan makna. Dilihat dari segi satuan lingualnya, substitusi dibedakan menjadi substitusi nominal, verbal, frasal, dan klausal (Sumarlam, et.al, 2010:28-30).

(1) Substitusi Nominal

Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang

berkategori nomina, misalnya kata gelar dan titel pada contoh berikut ini:

(9) Agus sekarang sudah berhasil mendapat gelar Sarjana Sastra. Titel kesarjanaan itu akan digunakan untuk mengabdi ke nusa dan bangsa melalui sastranya (Sumarlam, et. al, 2010:38).

Gambar

  Tabel
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Tabel : Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian
Gambar Model Analisis Interaktif (Sutopo, 2006:120)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pengunaan paket literasi untuk stimulasi literasi anak usia pra-sekolah dalam penelitian ini akan digali dengan menggunakan metode wawancara, observasi, dan

Resistensi terhadap antibiotik aminoglikosida muncul karena sel bakteri memproduksi enzim yang dapat menambahkan fosfat, asetat atau gugus adenil pada aminoglikosida

perlakuan pada warna yang menyerupai warna asalnya yaitu perlakuan dengan penambahan EM-4 Peternakan 4% dan EM-4 Peternakan yang dikembangbiakkan 4%, aroma terbaik

logam, Peralatan masak dari baja anti karat Straw, Wicker and Wood Peralatan masak dari anyaman jerami, batang atau kayu Plastic Cookware (microwave-safe only) Peralatan masak

Berapa perbandingan komposisi kombinasi bahan matriks montmorillonit dan HPMC pada tablet lepas lambat teofilin untuk memperoleh formula.. optimum dengan

Menurut Ghozali (2011: 98) uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas (pengaruh kepercayaan, persepsi risiko, kemudahan dan manfaat)

Air terserap ke dalam poliester yang rendah ini mungkin berhubungan dengan struktur dari poliester yang lebih rapat setelah terjadi cross-link , dimana seperti

Penelitian yang membahas Pelayanan Kesehatan melalui Citizen Charter di Puskesmas Tanggung Kota Blitar menggunakan pendekatan kualitatif yaitu berusaha mengungkapkan gejala