HYPNOTHERAPY
AN ALTERNATIVE ANALGESIC AND ANESTHETIC
Disusun guna memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pengantar Psikoterapi
Dosen Pengampu : Farida Hidayati, S.Psi, M.Si
Oleh :
FITRIA WIDHY ANGGRAINI
NIM. 15010110120023
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang
Manusia terdiri dari dua unsur yakni jiwa dan raga. Kedua unsur tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, ketika salah satu unsur tidak seimbang maka akan mempengaruhi keadaan unsur lainnya pula. Keadaan tidak seimbang yang dialami oleh manusia bisa karena tuntutan dari lingkungan ataupun karena konflik dalam diri. Keseimbangan ini dapat disebut pula keadaan stres. Stres dibagi menjadi eustres dan distress. Stres yang merugikan disebut dengan distres, jika keadaan ini terus dialami oleh individu maka individu tersebut akan mengalami neurosis dan bersifat patologis. Keadaan tersebut dapat ditangani dengan metode psikoterapi.
Psikoterapi bertujuan membantu indvidu yang mengalami gangguan emosional untuk memodifikasi perilaku, pikiran, dan emosinya, sehingga mereka dapat mengembangkan cara yang lebih berguna untuk mengatasi stres dan menghadapi orang lain (Atkinson, tanpa tahun). Pada proses psikoterapi, terlibat hubungan antara dua orang yakni terapis dank lien. Klien didorong untuk mendiskusikan masalah yang mendalam kepada terapis. Selanjutnya terapis membangkitkan kepercayaan dan mencoba membantu klien mengembangkan cara yang lebih efektif untuk menangani masalahnya.
Salah satu teknik psikoterapi yang popular adalah hipnoterapi. Pembahasan mendalam mengenai hipnoterapi akan dibahas pada bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini akan dibahas mengenai : 1. Bagaimana sejarah berkembangnya hipnotisme? 2. Apa definisi dari hipnotisme?
3. Apa saja jenis dari hipnotisme?
5. Bagaimana persiapan hipnoterapi? 6. Dimana hipnoterapi biasanya digunakan?
7. Apa manfaat hipnoterapi dijintau dari penelitian terkait?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memperdalam bahasan mengenai psikoterapi khususnya adalah hipnoterapi serta untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pengantar Psikoterapi.
D. Manfaat
BAB II Teori A. Sejarah Hipnotisme
Dari beberapa teknik dalam psikoterapi yang berkembang di Indonesia sampai saat ini, hipnoterapi merupakan salah satu teknik yang mengalami perkembangan yang lambat. Alasan yang mendasari perkembangan hipnoterapi yang lambat adalah persepsi masyarakat yang menganggap bahwa hipnoterapi sebagai sesuatu yang misterius dan negatif. Beberapa alasan yang mendasarinya antara lain karena di Indonesia sendiri marak terjadi penyalahgunaan hipnosis. Di sisi lain, hipnosis yang dipergunakan untuk hiburan pun juga mengalami perkembangan yang subur. Iklim tersebut membuat hipnotisme cukup terkenal di kalangan masyarakat mulai dari sisi menyembuhkan hingga sisi memperdaya.
Hipnotisme Klasik
Sulit menentukan kapan dan di mana hipnotisme pertama kali digunakan. Dalam banyak kebudayaan dan etnis, hipnotisme memiliki banyak nama dan dipraktikkan dengan berbagai macam teknik. Dalam suku Indian Ojibwa, terdapat praktisi medis yang disebut dengan jessakid. Mereka menyembuhkan dengan duduk di samping pasien sambil menyanyikan lagu dengan iringan musik yang monoton. (La Kahija, 2007)
Di Asia, pengobatan serupa dijumpai di China dan India. Pada tahun 1600 M, Bapak Kedokteran China Wong Tai menyembuhkan pasien dengan membawa mereka ke dalam tidur mirip trans. (La Kahija, 2007)
Para penyembuh yang menggunakan metode membawa pasien ke dalam keadaan trans dianggap ‘sakti’. Di Inggris, Edward the Confessor memperkenalkan royal touch kepada masyarakat Inggis. Sejak itu, terdapat kebiasaan di kalangan raja Inggis untuk menyentuh warganya yang sakit. (La Kahija, 2007)
Hipnotisme Modern
Kisah di atas mendorong para pakar ilmiah untuk menjelaskan dengan cara yang rasional. Metode observasi dan eksperimental digunakan untuk sarana pengumpulan data pada waktu itu. Sebelum James Braid tampil, istilah hipnotisme berawal dari kata magnetisme dan mesmerisme. (La Kahija, 2007)
Berikut adalah ringkasan sejarah hipnotisme modern dan relevansinya bagi Psikologi (La Kahija, 2007) :
TOKOH RELEVANSI
Franz Anton Mesmer (1734 – 1815)
Memperkenalkan magnetisme dan berargumen bahwa penyakit disebabkan oleh ketidakseimbangan energi dalam tubuh. Mesmer juga menunjukkan beberapa faktor penunjang dalam mencapai trans, seperti kesediaan klien, iringan musik, dan penataan ruangan. Marquis de
Puysègur (1751 – 1825)
Menunjukkan perlunya eksperimen dalam pengembangan hipnotisme. Puysègur memperkenalkan banyak konsep baru bagi hipnotisme, seperti somnambulisme artifisial, otomatisme motor, katalepsi, anestesia, amnesia, perbedaan individual dalam sugestibilitas, serta halusinasi positif dan negatif.
Abbé Faria (1756 – 1819)
fixation). Ia juga menunjukkan perlunya imajinasi dan konsentrasi dalam pencapaian trans.
John Elliotson (1791 – 1868)
Kedua tokoh ini menunjukkan manfaat hipnotisme bagi anestesia dan analgesia, khususnya dalam pembedahan atau operasi.
James Esdaile (1808 – 1859) James Braid (1795 – 1860)
Menemukan istilah hipnotisme yang digunakan hingga saat ini dengan macam-macam variasi kata. Ia juga menunjukkan pentingnya konsentrasi, fiksasi mata, dan sugesti dalam proses hipnotik.
Ambroise –
Auguste Liebeault (1823 – 1904)
Memperkenalkan secara khusus kekuatan sugesti dalam hipnoterapi. Sugestibilitas dan imajinasi klien dipandang sebagai kunci keberhasilan hipnoterapi.
Jean Martin Charcot (1825 – 1893)
Menunjukklan korelasi atau saling keterkaitan antara histeria dan hipnotisme, dan membuat hipnotisme diterima di kalangan akademisi dan dokter.
Pierre Janet (1859 – 1947)
Memperkenalkan konsep disosiasi hipnotik dalam memahami fenomena hipnotik, seperti halusinasi atau anestesia dalam hipnotisme.
Emile Couè (1857 – 1926)
Memperkenalkan kekuatan otosugesti dan imajinasi dalam hipnotisme.
Sigmund Freud (1856 – 1939)
Memperkenalkan secara lebih sistematis tentang dunia ketidaksadaran, cara kerja kesadaran dan ketidaksadaran, dan teknik asosiasi bebas dalam mengeksplorasi ketidaksadaran.
Milton H. Erickson (1901 – 1980)
Mengembangkan secara kreatif teknik hipnotisme tidak langsung lewat penggunaan bahasa yang permisif, metafora atau analogi, dan teknik induksi yang lebih bervariasi.
– 1967) maupun induksi cepat bagi hipnoterapi dan hipnoanalisis.
Ormond McGill (1913 – 2005)
Mengembangkan induksi cepat (rapid induction) yang saat ini banyak digunakan untuk hipnotisme hiburan atau panggung.
B. Definisi Hipnotisme
Menurut Bernheim, hipnosis pada dasarnya adalah sugestibilitas yang meningkat terhadap sugesti yang diberikan orang lain. Sedangkan menurut Braid, hipnotisme berasal dari kata neurohipnotisme yang berarti tidurnya sistem saraf (nervous sleep), dalam artian hipnotisme hanyalah akibat dari tidurnya sistem saraf karena perhatian visual yang terfokus dan terkonsentrasi pada satu objek. Sigmund Freud melihat hipnosis sebagai keadaan tidur yang memiliki tingkat trans yang bervariasi mulai dari ringan sampai ekstrem (La Kahija, 2007).
Gil Boyne (pelatih hipnoterapis di Amerika dan pendiri Dewan Pemeriksa Hipnotis Amerika – American Council of Hypnotist Examiners) memandang hipnosis sebagai keadaan pikiran normal yang dicirikan dengan :
(1) Relaksasi yang dalam,
(2) Keinginan mengikuti sugesti yang sejalan dengan sistem kepercayaannya,
(3) Pengaturan diri dan normalisasi sistem saraf pusat,
(4) Sensitivitas yang meningkat dan selektif terhadap stimuli dari lingkungan eksternal, dan
(5) Mekanisme pertahanan psikis yang melemah.
yang dibangun antara terapis dank lien berjalan dengan baik. (La Kahija, 2007)
Dalam The American Heritage Dictionary (dalam La Kahija, 2007) hipnotisme diartikan sebagai teori atau praktik yang menyebabkan hipnosis. Sementara hipnosis sendiri didefinisikan sebagai keadaan seperti tidur yang dimunculkan secara artifisial di mana seseorang menjadi sangat responsif terhadap sugesti yang diucapkan oleh hipnotis.
C. Jenis Hipnotisme
Terdapat lima jenis hipnotisme yang umum berkembang saat ini (La Kahija, 2007) :
1. Hipnotisme panggung atau hiburan jika konteknya bahwa hipnotisme dianggap sebagai sarana hiburan publik;
2. Hipnosis diri atau otohipnosis jika konteksnya hipnotisme dianggap sebagai sarana untuk menyugesti diri sendiri dan masuk ke dalam bawah sadar pribadi untuk tujuan terapeutik dan pengembangan diri;
3. Hipnotisme forensik jika konteksnya hipnotisme dianggap sebagai sarana merangkai kembali ingatan-ingatan korban kejahatan atau saksi mata dalam persidangan;
4. Hipnotisme eksperimental jika konteksnya hipnotisme dianggap sebagai sarana untuk melakukan penelitian eksperimental;
5. Hipnoterapi atau hipnotisme medis jika konteksnya hipnotisme dianggap sebagai sarana terapeutik.
D. Bahasa Hipnotik
bahasa ketika menyambut klien, membangun rapport, membawa klien dalam tidur hipnotik, membangunkannya, dan mengajaknya berbagi pengalaman.
Hipnoterapi didasarkan pada kesepakatan antara terapis dan klien, di mana terapis memberikan sugesti dan klien memaksimalkan daya imajinasinya. Dua hal tersebut penting untuk mencapai perubahan subjektif dalam persepsi, perubahan mood, perasaan, emosi, dan memori klien.
Sugesti secara umum diartikan sebagai ucapan yang ditujukan pada seseorang untuk dipercayai tanpa menerima ucapan tersebut secara kritis. Sugesti dapat dibagi menjadi dua, yakni sugesti sederhana yang umum ditemui dalam percakapan biasa, dan sugesti hipnotik yang dijumpai dalam proses hipnoterapi. (La Kahija, 2007)
Penggunaan Bahasa Untuk Sugesti
Sugesti berkaitan erat dengan teknik penggunaan bahasa, khususnya kata, kalimat, dan pengucapan. Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang dipahami oleh klien. Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan sugesti antara lain adalah :
1. Kualitas ucapan
2. Penggunaan kata dan frasa 3. Kualitas suara (La Kahija, 2007)
E. Prosedur Hipnoterapi
1. Persiapan
Proses hipnoterapi dimulai dari datangnya klien ke terapis. Pengumpulan data adalah langkah awal yng mendasari proses terapi. Sebelumnya, terapis harus sudah membentuk rapport dengan klien. Terapis perlu mengetahui informasi sebanyak mungkin baik dari klien maupun dari significant others (La Kahija, 2007).
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan wawancara maupun observasi dan kuesioner. Tujuan utama dari pengumpulan data menurut La Kahija (2007) adalah untuk memperoleh gambaran dari klien tentang:
Alasan memilih hipnoterapi, Harapan klien dari terapi
Riwayat gangguan atau penyakit Kebiasaan sehari-hari
Kesepakatan jumlah sesi. 2. Wawancara Prahipnosis dan Kuesioner
Terapis perlu memiliki gambaran teoretis mengenai gangguan yang akan ditangani. Gambaran teoretis tersebut perlu di cross check dengan pengalaman priobadi klien melalui wawancara atau melalui pengisian kuesioner. Data yang diperoleh diharapkan dapat memberi gambaran tentang:
Situasi yang menstimulasi gangguan. 3. Observasi
Pengumpulan data wawancara dan kuesioner dilengkapi dengan hasil observasi klien, sehingga data yang diperoleh oleh terapis semakin kaya.
4. Induksi
Bila data yang dikumpulkan memadahi, maka proses selanjutnya adalah terapis mempersiapkan induksi. Induksi adalah proses yang ditempuh terapis dalam membawa klien menuju tidur hipnotik. Dalam induksi terapis berperan sebagai pemandu jalan. Induksi dimulai dengan memusatkan perhatian pada objek tertentu. Hal ini bertujuan untuk mengasingkan klien dari stimulus eksternal. Dengan pikiran yang terfokus, subjek perlahan bergerak dari luar ke dalam dirinya. Kemudian baru pikiran dan tubuhnya menjadi rileks.
Elemen-Elemen Induksi
Proses induksi sangat bergantung pada sugestibilitas klien. Hal tersebut yang mempengaruhi cepat atau lambatnya induksi. Elemen yang harus ada dalam proses induksi antara lain :
Permulaan berupa teknik pernafasan
Relaksasi sistematis, dimana terapis membawa klien untuk merelakskan titik-titik tubuh tertentu
Pengaktifan rasa dan emosi Pengambilan gambar mental Terminasi.
Teknik Induksi
a) Relaksasi progresif
b) Induksi langsung
Induksi langsung biasanya menggunakan bahasa sederhana dan umum digunakan dalam percakapan sehari-hari. Pilihan kata perlu diperhatikan sesuai dengan gambaran klien. Hal ini dimaksudkan untuk membuat klien memberi respon yang diinginkan oleh terapis. Terdapat dua jenis induksi langsung, yakni:
(1) Induksi otoriter (terapis menggunakan kalimat perintah sederhana)
(2) Visualisasi terarah (terapis memberi sugesti tentang gambar atau situasi tertentu yang membuat klien nyaman)
c) Induksi tidak langsung
Induksi tidak langsung digunakan pada klien yang sulit tersugesti. Induksi ini bisa berupa analogi, metafora, dan pernyataan sasosiatif. Analogi dan metafora dapat digunakan untuk menyentuh emosi, perasaan, dan suasana hati dalam ketidaksadaran klien.
5. Memperdalam Trans
Pendalaman trans dimaksudkan untuk membawa klien ke level trans yang lebih dalam. Caranya bisa dengan menyambung induksi dengan induksi yang lain. Dalam memperdalam trans perlu diperhatikan:
Sentuhan
Lokasi yang nyaman bagi klien
Pergerakan ke bawah, yakni dengan menyugesti semakin dalam ke arah ketidaksadaran.
6. Sugesti Posthipnotik
Postur yang lunglai. Tubuh klien terlihat lemas. Namun, otot-otot lengannya terasa kaku ketika diangkat.
Napas yang santai. Klien terlihat menarik dan melepaskan napas dengan relaks seperti orang tertidur pulas.
Suhu tubuh yang hangat.
Kedipan mata. Klien mengalami rapid eye movement. Mata memerah ketika membuka mata.
Lakrimasi
Putaran bola mata. 7. Membangunkan Klien
Sesudah memberikan sugesti posthipnotik, terapis membangunkan klien dari trans dan mengaktifkan kembali kesadaran klien. Proses membangunkan klien dilakukan secara bertahap, cara yang paling umum dilakukan adalah dengan menghitung dari 1 sampai 3 atau 1 sampai 5. Membangunkan dengan tiba-tiba dapat berdampak pada perasaan disorientasi yang menyebabkan klien merasa pusing. Setelah klien merasa segar, terapis melakukan wawancara posthipnotik. Wawancara ini dimaksudkan untuk mendengar pengalaman klien.
8. Penggunaan Skrip
Skrip atau naskah yang digunakan ketika hipnoterapi berisi panduan sugesti tertulis yang sesuai dengan tujuan dilakukannya terapi. Penggunaan skrip sangat tergantung pada gangguan yang ditangani.
F. Persiapan Hipnoterapi
Proses hipnoterapi tidak luput dari keterbatasan terapis menghadapi klien, dikarenakan hipnoterapi bukanlah satu-satunya cara untuk mengatasi gangguan psikologis. Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk menciptakan iklim yang nyaman bagi klien:
1. Miskonsepsi tentang hipnosis
menyaksikan atau mendengar kisah tentang sang hipnotis hiburan yang dapat mengendalikan perilaku seseorang atau kasus kejahatan yang menggunakan teknik yang menyerupai hipnosis. Dalam hal ini, terapis sebaiknya memiliki pengetahuan yang memadahi mengenai hipnoterapi dan miskonsepsi mengenai hipnosis sehingga ketika klien mengungkap kekhawatirannya, terapis bisa menjelaskan dan menenangkannya (La Kahija, 2007).
2. Persiapan terapis
Penting bagi terapis untuk memiliki sikap profesionalitas dan latar belakang keilmuan dalam bekerja. Para terapis dituntut memiliki dasar keilmuan yang kuat karena dalam proses hipnoterapi, hipnotis harus mengetahui cara memperlakukan dunia bawah sadar klien yang menjadi gudang pengalaman unik setiap orang. Selain itu, hipnotis dituntut pula memiliki kreativitas. Ada beberapa syarat yang menjadi bekal penting para terapis (La Kahija, 2007):
Kepercayaan diri
Keinginan untuk membantu orang lain Kesabaran
Kesemua syarat di atas membantu terapis dalam membangun rapport yang baik dengan klien. Perlu diingat bahwa terapis memegang seluruh tanggung jawab terhadap kliennya ketika terapi berlangsung. 3. Persiapan klien
regression), analgesia (pengurangan rasa nyeri), halusinasi positif dan negatif, serta amnesia posthipnotik. Namun, terdapat pula klien yang sulit untuk tersugesti, di antaranya karena (La Kahija, 2007):
Kecemasan dan ketakutan akan hipnosis Kesulitan untuk relaksasi
Ketidakpercayaan pada terapis Masalah postur (kenyamanan) Sikap argumentatif dan analitis Perasaan gugup
Perasaan kebal terhadap hipnosis Kesulitan berimajinasi
Keadaan terpaksa Insomnia
Neurosis dan psikosis
Berbagai kesulitan klien di atas adalah sebagai gambaran bagi para terapis untuk kesiapan mental ketika berhadapan dengan situasi yang sulit dikendalikan. Di sinilah pentingnya komunikasi antara klien dan terapis. Terbukanya pengalaman baru akan menjadi bekal untuk memahami psikoterapi khususnya hipnoterapi secara mendalam.
4. Penataan iklim kerja
Mempersiapkan tempat atau lingkungan yang nyaman bagi klien dapat menunjang berlangsungnya hipnoterapi. Iklim yang baik ditentukan oleh faktor berikut (La Kahija, 2007):
Sikap dan penampilan terapis Temperatur ruangan
5. Etika professional
Hipnoterapi diikat oleh etika. Etika ini diaplikasikan dalam bentuk kode etik. Etika sangat penting untuk mempertanggungjawabkan kerja terapis terhadap klien, keluarga, dan masyarakat.
G. Kegunaan Hipnoterapi
Hipnoterapi pada dasarnya digunakan sesuai dengan kebutuhan klien. Namun, ada beberapa bidang yang selama ini ditangani dengan metode hipnoterapi, di antaranya: (La Kahija, 2007)
1. Histeria
Histeria merupakan contoh klasik penggunaan hipnoterapi. Tokoh yang banyak menangani kasus histeria adalah J M Charcot dan S. Freud. Charcot mengemukakan bahwa histeria adalah gangguan yang disebabkan oleh gangguan emosional terhadap kejadian traumatis di masa lalu. Selanjutnya Freud menguatkan pendapat Charcot dengan menyatakan bahwa simptom histeria berasal dari masa lalu yang tersimpan di alam bawah sadar. Dalam memberi terapi pada histeria, hipnoterapis perlu memiliki pemahaman konseptual mengenai dinamika isi ketidaksadaran, terutama seni menginterpretasi bawah sadar.
2. Analgesia dan anestesia
Pada Perang Dunia II, hipnosis mulai digunakan kembali sebagai analgesia (peredam rasa sakit) dan anestesia (obat bius) yang diberikan kepada prajurit yang terluka. Sedangkan saat ini, hipnosis untuk analgesik dan anestesi digunakan dalam persalinan, serta membantu mengurangi rasa sakit pada penderita kanker. Teknik yang popular adalah analgesia induksi cepat (rapid induction analgesia) dari Joseph Barber.
3. Stres
masalahnya. Penderita stres memerlukan situasi yang tenang dan santai agar mampu untuk kembali berpikir jernih, keadaan ini dapat dibentuk ketika proses hipnoterapi yang membantu mereka memasuki relaksasi yang memebri rasa segar dan ringan serta berusaha menarik akar permasalahan yang mengganggu klien.
4. Fobia
Fobia merupakan rasa takut yang berlebihan terhadap stimulus atau situasi tertentu. Terdapat beberapa macam fobia, yaitu: agrofobia, yaitu ketakutan akan tempat atau situasi yang bisa menimbulkan rasa malu; fobia sosial, yaitu ketakutan yang berlebih ketika berinteraksi dengan orang lain; dan fobia sederhana, yaitu ketakutan irasional dan berlebihan terhadap stimulus tertentu. Fobia berakar dari pengalaman traumatis atau perlakuan buruk lingkungan di masa lalu, khususnya masa anak-anak. Hipnosis dapat membantu mengatasi fobia dengan cepat melalui desentisisasi klien dengan stimulus yang menjadi objek fobia. Setelah itu, terapis mendorong klien bereaksi dengan santai dan tenang terhadap stimulus. Setelah itu, klien bisa mengontrol dan membebaskan diri dari ketakutannya.
5. Gangguan kecemasan
Orang dengan gangguan kecemasan menghabiskan waktunya dengan mencemaskan banyak hal, seperti kesehatan, keuangan, dan keluarga. Penderita terkadang sadar bahwa kecemasannya berlebihan. Bila kecemasan ini menjadi semakin parah, maka akan muncul
Generalized Anxiety Disorder (GAD) yang dicirikan dengan keletihan,
6. Depresi
Secara klinis, depresi dikategorikan ke dalam gangguan suasana hati (mood disorder). Depresi bervariasi mulai dari yang ringan hingga ekstrem tergantung dari rasa ketidakmampuan seseorang menyelesaikan masalah yang menurutnya sangat berat. Semakin berat depresi yang dialami, maka semakin lama penanganannya. Salah satu contoh depresi berat adalah dysthymia, yaitu gangguan mood yang diderita minimal dua tahun dengan ciri-ciri penderita gangguan pola makan dan tidur, rasa letih berlebih, harga diri yang rendah, konsentrasi rendah, dan perasaan tidak berdaya. Hipnoterapi yang dijalani cukup kompleks karena memperhatikan multiaspek karena satu aspek bisa berkorelasi dengan gangguan lain.
7. Perilaku merokok
Hipnoterapi cukup diminati untuk mengehentikan perilaku merokok. Kesulitan berhenti biasanya dialami dalam beberapa hari pertama. Terapis perlu mengumpulkan informasi mengenai alasan pribadi klien untuk merokok dan situasi apa saja yang mendorongnya untuk merokok. Selanjutnya terapis menanamkan sugesti yang positif.
8. Sakit kepala dan migren
Penyebab dari rasa sakit kepala dan migren adalah faktor fisik dan/atau psikologis yang bervariasi antarindividu. Secara psikologis, migren berkaitan erat dengan depresi. Dalam memberi terapi, klien dilatih melakukan relaksasi yang dapat membantu tubuh untu kmemproduksi serotonin. Serotonin dapat menghilangkan rasa sakit.
9. Gangguan makan
Gangguan makan (eating disorder) yang utama adalah bulimia
nervosa dan anorexia nervosa. Penderita anorexia dan bulimia memiliki
10.Gangguan tidur
BAB III Pembahasan
Hipnoterapi dapat digunakan untuk mengatasi atau mengurangi gejala dari gangguan fisik maupun psikologis yang dialami oleh klien. Proses hipnoterapi berdasarkan asesmen dan pengumpulan data yang diperoleh dari klien dan
significant others sehingga diperoleh tujuan dari hipnoterapi sesuai dengan
kebutuhan klien yang datang ke terapis. Pada bagian sebelumnya telah disinggung beberapa kegunaan hipnoterapi, yakni diantaranya adalah untuk mengatasi gangguan makan, gangguan tidur, kecemasan, depresi, dan untuk mengatasi rasa sakit yang berfungsi sebagai analgesik dan anestesi. Pada bagian ini akan dibahas mengenai hipnoterapi untuk mengurangi dan/atau mengatasi rasa sakit yang ditinjau dari beberapa jurnal.
Hipnoterapi pada penelitian Gerson menggunakan metode terapi kelompok untuk penderita IBS (Irritable Bowel System). IBS adalah suatu kondisi gangguan perut yang ditandai dengan rasa tidak nyaman di daerah perut, yang disertai dengan gejala-gejala episodik perasaan sulit buang air besar (konstipasi) dan atau diare. IBS sering kali disebut sebagai suatu kumpulan keluhan dan bukan penyakit maag tertentu. Kembung, banyak gas dan perasaan tidak nyaman adalah keluhan yang paling sering dialami pasien selain diare dan sulit buang air besar. Hasil penelitian Gesron menyebutkan bahwa hipnoterapi dalam kelompok berpengaruh pada penurunan yang signifikan terhadap gejala yang dimunculkan selama 1 tahun setelah terapi dihentikan. Hipnoterapi sangat efektif untuk pasien IBS yang mengalami masalah hubungan interpersonal. Proses hipnoterapi diberikan pada 75 pasien pengidap IBS, 46 wanita dan 29 pria dengan rentang usia 21 tahun hingga 82 tahun.
Pasien diminta untuk melengkapi kuesioner sebelum memulai terapi, yakni IBS Severity Scale (SSS), the Mind-Body IBS questionnaire, dan The
Quality of Relationship Inventory (QRI). Panduan hipnoterapi yang digunakan
tujuh sesi yang dilakukan dua kali dalam seminggu dengan masing-masing sesi berlangsung selama 45 menit. 15 menit pertama digunakan untuk menggali informasi pasien mengenai kekhawatiran yang dialami ketika pengobatan serta berbagi informasi IBS secara umum seperti pengobatan dan stress yang dialami atau gejala yang dirasakan olwh pasien. Selanjutnya 30 menit terakhir adalah proses hipnoterapi melalui relaksasi kemudian pengaktifan gambar mental terutama mengenai usus. Terapis memberikan sugesti dan mengajak pasien untuk berimajinasi bahwa ususnya sedang dilapisi dan dilindungi, sensitivitas sakit menurun dengan mengurangi atensi terhadap sensasi tubuh yang kurang menyenangkan. Pasien melakukan hal tersebut selanjutnya dengan panduan CD yang diberikan oleh terapis hingga opada akhir sesi ketujuh.
Dari proses dan hasil hipnoterapi terhadap pasien IBS memberikan gambaran bahwa hipnoterapi dapat digunakan untuk analgesik, yakni pengurang rasa sakit dan efek yang diterima oleh pasien masih berlangsung satu tahun setelah penghentian terapi. Terapi yang dilakukan digunakan untuk mengurangi atensi pasien terhadap rasa sakit yang tidak menyenangkan di daerah perut.
Penelitian lain yang mendukung hipnoterapi dapat digunakan untuk pengurang rasa sakit adalah penelitian Yacov dkk. mengenai penggunaan relaksasi hipnosis pada pasien dengan keluhan sakit kepala dalam jurnalnya Hypnotic Relaxation Vs Amitriptyline for Tension-Type Headache: Let the Patient
Choose. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa Hypnotic Relaxation
(HR) lebih dipilih oleh pasien daripada Amitriptyline (AMT) karena pasien dengan HR menyatakan gejala sakit kepala yang dideritanya berkurang setelah mendapatkan treatment.
mengenai dua alternatif pengobatan yakni dengan HR atau AMT dengan disertai kelebihan dan kelemahan dari keduanya.
Pasien dengan AMT menerima 10 mg setiap malam sebelum tidur dan kemudian meningkatkan dosisnya setelah 3 minggu menjadi 25 mg dan kemudian peningkatan dosis 25 mg tiap 3 minggu sekali hingga pada dosis 75 mg. Sedangkan pasien dengan HR ditawarkan 3 sesi pelatihan untuk melatih relaksasi dan imajinasi. Proses terapi dilakukan selama 30 menit tiap sesi. Sesi pertama dilakukan relaksasi 10 kelompok otot dan berfokus pada pernafasan. Setelah memasuki keadaan trans, terapis memberikan sugesti untuk merelaksasikan otot kepala dan merasakan kenyamanan. Pada akhir sesi diberikan sugesti untuk dapat memproduksi perasaan tersebut dengan mudah setiap mereka membutuhkan. Evaluasi dilakukan dengan pengisian kuesioner baik pasien yang mendapatkan AMT dan pasien dengan HR berupa rating scale, frekuensi, dan penggunaan analgesik. Kemudian, evaluasi diulang melalui wawancara melalui telepon 6-12 bulan kemudian oleh perawat klinik sakit kepala.
BAB IV Penutup A. Simpulan
Dalam The American Heritage Dictionary (dalam La Kahija, 2007) hipnotisme diartikan sebagai teori atau praktik yang menyebabkan hipnosis. Sementara hipnosis sendiri didefinisikan sebagai keadaan seperti tidur yang dimunculkan secara artifisial di mana seseorang menjadi sangat responsif terhadap sugesti yang diucapkan oleh hipnotis.
Terdapat lima jenis hipnotisme yang umum berkembang saat ini (La Kahija, 2007) :
1. Hipnotisme panggung atau hiburan jika konteknya bahwa hipnotisme dianggap sebagai sarana hiburan publik;
2. Hipnosis diri atau otohipnosis jika konteksnya hipnotisme dianggap sebagai sarana untuk menyugesti diri sendiri dan masuk ke dalam bawah sadar pribadi untuk tujuan terapeutik dan pengembangan diri;
3. Hipnotisme forensik jika konteksnya hipnotisme dianggap sebagai sarana merangkai kembali ingatan-ingatan korban kejahatan atau saksi mata dalam persidangan;
4. Hipnotisme eksperimental jika konteksnya hipnotisme dianggap sebagai sarana untuk melakukan penelitian eksperimental;
5. Hipnoterapi atau hipnotisme medis jika konteksnya hipnotisme dianggap sebagai sarana terapeutik.
B. Saran
Daftar Pustaka
Atkinson, Rita L., dkk. Pengantar Psikologi, Edisi Kesebelas, Jilid 2. Batam: Interaksara
Ezra, Yacov, et al. (2011). Hypnotic Relaxation vs Amitriptyline for Tension-Type Headache: Let the Patient Choose. American Headache Society, 1-7 Gerson, Charles D., Jessica Gerson, dan Mary-Joan Gerson. (2012). Group
Hypnotherapy for Irritable Bowel Syndrome with Long-Term Follow-Up.
InternationalJournal of Clinical and Hypnosis 61(1), 38-54