• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tafsiran Islam tentang Sejarah sekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tafsiran Islam tentang Sejarah sekolah "

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Filsafat sejarah di Barat dalam kurun waktu dari abad XIV sampai abad XX, mengalami perkembangan yang menakjubkan ditandai dengan kemunculan tokoh-tokoh seperti, Augustinus, Comte, Spencer, Hegel, Marx dan Toynbee. Sedangkan di Islam, setelah kemunculan Ibn Khaldun pada abad XIV tidak diikuti oleh pemikir dan generasi muslim selanjutnya. Padahal, Islam sebagai pandangan hidup yang paripurna dan merupakan metode hidup yang lengkap, inovatif dan kreatif tidak boleh hanya berhenti dan berpuas pada kenyataan-kenyataan yang telah ada. Akhirnya, baru pada paruh pertama abad XX muncul pemikir-pemikir muslim yang kembali mengembangkan keilmuan sejarah dan filsafat sejarah, seperti Malik bin Nabi, Fazlur Rahman, Abdul Hamid Shiddiqi dan Ali Syari’ati.

Selanjutnya, al-Quran sebagai kitab suci Islam, baik secara tersirat maupun tersurat, banyak ayat-ayatnya yang mengandung masalah kesejarahan, sehingga dapat dijadikan sebagai ta’kid (penguat) bahwa tidak ada alasan untuk tidak berpedoman kepada al-Quran dalam masalah keilmuan, khususnya pada bidang sejarah. Hal ini sesuai dengan fungsi al-Quran sebagai petunjuk bagi umat Islam, dalam hal ini bidang kesejarahan.

Berdasarkan uraian di atas, makalah berjudul “Tafsiran Islam tentang Sejarah” dianggap perlu ditulis guna menjelaskan pandangan Islam tentang sejarah, yang mencakup konsepsi, pemikiran dari tokoh-tokoh muslim tentang sejarah dan ayat-ayat yang berkaitan dengan sejarah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsepsi sejarah dalam Islam?

(2)

BAB II

TAFSIRAN ISLAM TENTANG SEJARAH A. Konsepsi Sejarah dalam Islam

Islam menaruh perhatian yang besar terhadap sejarah, meskipun disadari bahwa al-Quran sebagai pedoman dalam ajaran Islam bukanlah buku kesejarahan. Murtadha Muthahhari mengatakan dalam al-Quran masalah kesejarahan tidak dibahas secara teknis kesejarahan namun, di dalamnya terdapat sekitar dua per tiga dari keseluruhan ayat al-Quran yang berkaitan dan berhubungan dengan atau memilki nilai-nilai sejarah.1 Hal ini ditujukan agar manusia diharapkan mampu

mengambil pelajaran dari padanya. Manna Qaththan membagi kisah dalam al-Quran kepada tiga kategori:2

a. Kisah para Nabi yang berisi usaha, tahap-tahap dan perkembangan dakwah mereka dan sikap orang-orang yang menentang mereka.

b. Kisah orang terdahulu yang tidak termasuk kategori Nabi, seperti kisah Thalut, Ashab al-Kahfi, Luqman, dan seterusnya.

c. Kisah yang berhubungan dengan peristiwa di masa Nabi Muhammad seperti perang Badar, Hijrah Nabi, Isra Mi’raj, dan seterusnya.

Al-Qur’an telah banyak mendorong manusia agar memperhatikan perjalanan umat masa lalu agar diambil pelajaran dan hikmahnya untuk kehidupan selanjutnya. Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi misalnya, menginformasikan bahwa di dalam al-Qur’an tidak kurang sebanyak 7 (tujuh) kali Allah SWT. menyuruh manusia untuk mempelajari kehidupan umat masa lampau.3 Berkenaan hal ini

al-Maraghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa memperhatikan kehidupan orang-orang terdahulu, baik yang shalih maupun yang durhaka dapat memberikan petunjuk pada jalan yang lurus. Jika seseorang mengambil jalan kehidupan orang-orang yang shalih, maka akibatnya akan seperti apa yang dirasakan oleh orang-orang

1 Muhammad In’am Esha, Percikan Filsafat Sejarah dan Peradaban Islam (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hlm. 35.

2 Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Quran (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993), hlm. 306.

(3)

shalih tersebut dan sebaliknya jika seseorang mengambil jalan hidup orang yang durhaka, maka akibatnya pun seperti yang dialami oleh orang yang durhaka.4

Konsep sejarah dalam Islam, sebagaimana diungkapkan al-Quran, berkaitan dengan fungsi manusia sebagai khalifah. Secara tidak langsung hal ini menyiratkan bahwa manusia berperan untuk menciptakan perubahan. Untuk itu perlu sekali menengok peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau karena sejarah memberikan mau’idzah (pelajaran) yang membuat manusia sadar akan perannya sebagai aktor sejarah. Siratan perintah perlunya belajar sejarah dapat dianalisis dari surat al-Fatihah ayat 6-7. Allah SWT. berfirman yang artinya,

“Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat." Menurut ayat tersebut umat terdahulu dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) Kelompok yang telah diberi nikmat oleh Allah; (2) Kelompok yang dimurkai Allah; (3) Kelompok yang sesat. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa kelompok pertama (yang diberi nikmat oleh Allah) adalah: para Nabi, shiddiqin, syuhada dan orang shalih. Mereka yang mendapat nikmat adalah mereka yang berhasil menggabungkan antara ilmu dan amal. Adapun kelompok kedua (kelompok yang dimurkai) adalah kelompok yang mempunyai ilmu tetapi kehilangan amal, sehingga mereka dimurkai. Kelompok ini diwakili oleh Yahudi. Sedangkan kelompok ketiga (kelompok yang sesat) adalah masyarakat Nasrani. Mereka adalah orang yang kehilangan ilmu, dan senantiasa dalam kesesatan serta tidak diberikan hidayah.5 Perintah tersirat dari

ayat 6-7 surat al-Fatihah adalah agar manusia melihat sejarah hidup orang-orang sebelum mereka, sehingga manusia masa kini mampu mengetahui dan meneladani dari kisah hidup umat terdahulu.

Konsep selanjutnya adalah bahwa sejarah dalam al-Quran memiliki historical law atau sunnah tarikhiyyah. Yang dimaksud oleh historical law atau sunnah tarikhiyyah adalah hukum kesejarahan yang berlaku di alam dan masyarakat, yaitu hukuman-hukuman Allah yang berupa malapetaka, bencana yang ditimpakan

(4)

kepada orang-orang yang mendustakan.6 Hukum ini menurut al-Quran bersifat

konstan (tetap). Hal ini tersirat dari beberapa ayat dalam al-Quran, di antaranya surat Ali-Imran ayat 137-138 yang artinya, “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” Kemudian pada surat Fathir ayat 43 yang artinya, “… maka apakah yang mereka nantikan selain sunnah yang telah berlaku bagi orang-orang terdahulu. Dan tidak sekali-kali akan kamu dapat pergantian dalam sunnah Allah.”

Selanjutnya, fungsi sejarah dalam Islam menurut yang diungkapkan dalam al-Quran paling tidak ada empat, yaitu sejarah sebagai peneguh hati, sejarah sebagai pengajaran, sejarah sebagai peringatan dan sejarah sebagai peringatan. Keseluruhannya terangkum pada surat Hud ayat 120. Artinya: “dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”

B. Tokoh dan Pemikiran 1. Malik bin Nabi

a. Biografi Singkat

Malik bin Nabi lahir pada 1 Desember 1905 di Konstantin, Aljazair. Ia merupakan satu-satunya putra di antara empat bersaudara. Keluarganya merupakan imigran dari Tripolia-Libya. Memasuki masa remaja, Malik bergabung dengan Majelis Pengajaran di Masjid Agung Konstantin untuk belajar Bahasa Arab dari Syeikh Abdul Majid. Sedangkan dalam rangka persiapannya untuk studi di Barat, ia mengikuti kursus di sekolah lanjutan El-Djellis di Konstantin juga. Bermula dari sekolah lanjutan ini, ia mulai mengenal buku-buku filsafat, psikologi, dan ilmu-ilmu lainnya. Tahun 1930, ia melanjutkan studinya ke Prancis. Pada awalnya ia memilih jurusan

(5)

bahasa Timur, akan tetapi karena ia merasakan jurusan tersebut terlalu berat maka ia beralih ke Institut Teknik, dan menjadi sarjana teknik. Meskipun menjadi sarjana teknik, ia tetap terus mempelajari ilmu-ilmu sosial, filsafat peradaban, dan sastra.

Di antara karya-karya yang begitu berkesan dan memengaruhi pemikirannya adalah karya Isabella Eberhardt, karya Eugen Jung. Selain itu juga ia begitu berkesan dengan pemikiran filsafat Condillac, dan pemikiran Ibn Khaldun.7

b. Pemikiran Malik bin Nabi tentang peradaban

Menurut Malik bin Nabi, peradaban adalah keseluruhan sarana moral dan material yang menjadikan masyarakat memberikan semua pelayanan sosial yang diperlukan bagi setiap anggotanya untuk kemajuan.

Seperti Ibn Khaldun, yang sebagai guru utamanya dalam pengkajian sejarah peradaban, Malik bin Nabi melakukan spekulasi tentang sejarah yang didasarkan pada peradaban dan khususnya tentang fenomena peradaban itu sendiri.8 Malik mengintepretasikan sejarah Islam secara umum dalam

perspektif teori siklus. Ia menguraikan pemikiran Ibn Khaldun dan wujud skematisasi tiga tangga peradaban yaitu tangga spiritual, tangga rasional, tangga naluri.

Pertama, tangga spiritual. Maksud dari tangga spriritual adalah ketika manusia masih berada pada tangga fitnah. Periode ini jika dicontohkan dalam sejarah Islam menurut Malik bin Nabi dimulai ketika pesan Rasulullah mulai diterima dan berakhir pada perang Siffin di masa Ali bin Abi Thalib. Kedua,

tangga rasional, yang di dalam sejarah Islam diidentikkan dengan fase Daulah Amawiyah (641-750 M). Ketiga, tangga naluri, yang ditandai dengan kelemahan dan kekacauan sehingga naluri menjadi bebas. Berbeda dengan kedua tangga peradaban sebelumnya, Malik bin Nabi tidak menjelaskan secara gamblang mengenai periode dalam tangga naluri. Namun, dipastikan

7 Misri A. Muchsin, Filsafat Sejarah dalam Islam (Yogyakarta: Ar-Ruzz Press, 2002), hlm. 86-87.

(6)

merupakan periode atau masa-masa keruntuhan moral dan politik negara-negara Islam.9

Sebagaimana sistematisasi teori siklusnya, Malik bin Nabi juga menyebutkan bahwa perkembangan berlangsung melalui tiga tangga dan di antara tangga tersebut bersifat siklus.

Pertama, masa benda. manusia yang baru lahir, hidup dalam dunia benda-benda sebab ia tidak meliliki gambaran tentang dunia luar. Ia tidak dapat memahami benda, tokoh dan gagasan-gagasan yang berinteraksi di sekitarnya. Kedua, masa tokoh, di masa ini anak mulai berkomunikasi terutama dengan orang lain di sekitarnya. Menurut Malik bin Nabi, pada tahap ini anak sudah mulai membangun hubungan sosial dan emosional dengan yang lain. Ketiga, masa ide. Pada masa ini anak sedikit demi sedikit sudah mulai mampu memasuki tangga kognitif dan mengapresiasi konsep-konsep abstrak.

Begitu pula dengan masyarakat. Menurut Malik bin Nabi, masyarakat sesuai dengan tingkat perkembangannya dikategorikan ke dalam tiga tahap yaitu masyarakat pra-peradaban, masyarakat berperadaban, dan masyarakat pasca peradaban.10

2. Fazlur Rahman (1919-1988). a. Biografi singkat

Fazlur Rahman bin Maulana Shahab al-Din, lahir pada 21 September 1919 di Hazara. Ia dilahirkan di antara keluarga yang cinta akan ilmu. Oleh karena itu tidak mengherankan jika dalam usia 10 tahun telah mampu menghafal al-Quran. Ayahnya merupakan seorang ulama modernis. Pada tahun 1933, ia dikirimkan ke Lahore untuk menempuh pendidikan. Ia dimasukan ke sebuah madrasah modern. Kemudian pada tahun 1940 ia menyelesaikan studinya dan melanjutkan ke Punjab University dan memilih bidang Sastra Arab. Pada tahun 1942 ia mampu menyandang gelar B.A., dan dua tahun berikutnya ia mampu mendapat gelar M.A. Pada tahun 1946 ia

(7)

memiliki kesempatan untuk melanjutkan studinya ke Oxford University. Di sana ia mengambil bidang filsafat dan pada tahun 1951 berhasil mendapatkan gelar GR. Setelah lulus ia langsung mengabdi di berbagai lembaga pendidikan Barat seperti Durham University di Inggris dan berpindah ke Institute of Islamic Sutdies, McGill University di Kanada. Pada tahun 1960 ia kembali ke tanah kelahirannya dan langsung diangkat menjadi staf senior Institute of Islamic Research. Dua tahun kemudian ia menjabat sebagai direktur lembaga tersebut.11

Karya-karyanya di antaranya yaitu Islam (1966), Islam and Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition (1982).

Corak pemikiran Rahman tentang sejarah-filsafat sejarah khususnya metodologi sejarah yang ditawarkan sebagai metode yang tepat dalam melakukan pengkajian Islam secara keseluruhan dan metode ijtihad salah satunya adalah metode dengan langkah Triadic.12

b. Pemikiran Sejarah Fazlur Rahman.

Sejarah manusia menurut Fazlur Rahman pada dasarnya terdiri atas satu proses pembentukan dan pelurusan masyarakat dan peradaban-peradaban, menurut norma-norma tertentu, yang pada intinya bersifat moralistik.

Rahman memiliki konsep sejarah yang tidak jauh berbeda dengan yang diungkapkan Ibn Khaldun. Hukum determinisme sejarah dengan landasan ayat-ayat Allah menjadi hal yang melandasi pemikirannya. Gerak sejarah menurut Fazlur Rahman berbentuk spiral yang walaupun berlingkar pergerakannya namun memiliki progresivitas yang berarti dalam menuju ke satu titik kemajuan yang belum dicapai sebelumnya.13

Metodologi Sejarah dalam Islam: Dua Gerakan Ganda. Pemikiran Rahman mengenai hal ini dapat dijajaki dalam metode tafsir al-Quran yang telah diajukan olehnya. Metodologi ini pada dasarnya terdiri atas tiga langkah utama, yaitu:

(8)

a) Pendekatan historis untuk menemukan makna teks al-Quran dalam bentangan karir dan perjuangan Nabi.

b) Perbedaan antara ketetapan legal dengan sasaran dan tujuan al-Quran.

c) Pemahaman dan penetapan sasaran al-Quran dengan memperhatikan secara sepenuhnya latar sosiologinya.

Metode tafsir dimaksud dalam aplikasinya terkenal dengan dua gerakan ganda, yaitu:

a) Dari situasi sekarang menuju ke masa al-Quran diturunkan

b) Dari masa Nabi ke masa sekarang.

Dua gerakan ganda ini dijadikan sebagai filsafat sejarah kritis, di mana kedua gerakan ganda ini memiliki nilai kebaruannya jika disejajarkan dengan teori dan metodologi-metodologi yang telah ada sebelumnya. Rahman sendiri menganut teori kontinuitas dalam sejarah, yang berpendapat bahwa suatu peristiwa sejarah tidak terputus pada satu titik atau periode melainkan berkesinambungan dengan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi sebelumnya.14

3. Abd Hamid Shiddqi a. Biografi singkat

Nama lengkapnya Abdul hamid Shiddqi. Ia merupakan seorang sarjana Ekonomi. Ia tidak hanya belajar pada satu bidang saja akan tetapi juga pada bidang lainya seperti sejarah, politik dan hukum. Selain sebagai sarjana ekonomi ia juga seorang magister filsafat di Punjab University. Ia pernah menjabat sebagai Anggota Badan Riset Islam Pakistan dan juga mengajar di beberapa perguruan tinggi keamanan di negerinya.

b. Pemikiran Kesejarahan

Abd Hamid berpendapat bahwa kemajuan dan kemunduran setiap bangsa bergerak di seputar hukum yang pasti sehingga tidak ada satupun yang

(9)

berjalan tidak beraturan. Menurutnya kemunduran terjadi karena dua hal yaitu

pertama, karena adanya kerusakan yang evolutif. Kedua, karena gejala tindakan kebejatan dan keboborkan moral yang tidak disadari oleh suatu bangsa.15

Menurut Abd Hamid, faktor-faktor fundamental terjadinya perbuahan di alam, atau dalam masyarakat lebih banyak ditentukan oleh perkembangan dan kondisi jiwa seseorang, kelompok masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Tidak akan terjadi perubahan positif atau negatif kecuali disebabkan oleh perubahan jiwa dari diri dan bangsa yang bersangkutan.16

4. Ali Syari’ati (1933-1978) a. Biografi singkat

Ali Syari’ati bin Muhammad Taqi Syari’ati lahir pada 24 November 1933 di Khurasan, Iran. Pendidikan formal dimulai pada tahun 1944 di sekolah swasta Ibn Yamin, Masyhad. Tahun 1950 Syari’ati masuk Kolese Pendidikan Guru Masyhad dan tamat pada tahun 1952. Kemudian pada tahun 1958 ia masuk Fakultas sastra Persia Masyhad dan setelah tiga tahun belajar ia mendapat gelar BA. Karena kecerdasan dan keluasan wawasannya ia memperoleh beasiswa untuk melanjutkan studi ke Paris dan di sinilah ia mendapatkan gelar Doktor dalam bidang Sosiologi dan Sejarah Agama. Di Paris inilah ia mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan pemikirannya yang kemudian terkenal dengan demokratis, liberal, dan sosialis bertuhan.17

Karirnya dalam bidang organisasi dimulai ketika ia masuk pada organisasi Front National Iran. Di organisasi ini ia meningkatkan keberaniannya dalam membongkar kezaliman dan kediktatoran Iran yang sedang berkuasa. Karena sikapnya inilah ia dijebloskan ke penjara saat kembali ke Iran.

b. Pemikiran tentang sejarah

(10)

Dalam hal gerak sejarah manusia, Ali Syari’ati berpendapat bahwa manusia dalam menyejarah memiliki kebebasan dan sekaligus keterpaksaan. Keterpaksaan yang disebut inilah yang kemudian dimaknakan sebagai konsep determinisme sejarah. Menurut Syari’ati kerangka determinisme merupakan hukum umum yang mengatur proses perkembangan sosial dan sejarah. Manusia sebagai makhluk merupakan manifestasi kehendak Allah yaitu kehendak serba kesadaran akan yang mutlak dan di sisi lain ia juga sebagai khalifahNya di alam ini. Sehingga sejarah tidak mungkin terjadi secara kebetulan, peristiwa terjadi tanpa campur tangan Tuhan, tanpa tujuan, tanpa maksud dan titik tertentu dengan tujuan dan arah tertentu pula. Menurut Syari’ati gerak majunya sejarah dalam Islam adalah demi terwujudnya kesadaran akan Allah sebagai Khaliq. Baginya proses transformasi dialektis merupakan kunci bagi perkembangan sejarah dan sosial. Syari’ati mengungkapkan bahwa apabila ingin menganalisis suatu gerakan, ideologi, filsafat, agama dan revolusi dalam sejarah umat manusia, maka akan terlihat tiga hal pokok yang dapat sebagai esensinya. Pertama, perihal cinta dan mistisisme. Kedua, perihal kebebasan dan ketiga, perihal pengupayaan keadilan sosial.18

Mistisisme menurutnya merupakan perwujudan alamiah esensi keingintahuan manusia yang mendesaknya untuk merenungkan tentang wujud non-material di dunia ini. Adapun mengenai kebebasan, ia berpendapat bahwa kebebasan individu merupakan kebebasan parsial. Sedangkan kebebasan yang diformulasikan Islam berorientasi pada tujuan yang menjamin kebahagiaan, kebebasan sempurna dan hakiki dari segala yang membelenggu. Berkaitan dengan pengupayaan keadilan sosial, menurutnya merupakan suatu yang diidamkan masyarakat. Sistem yang dapat memberikan persamaan dan keadilan sosial adalah sosialisme yang lebih bersifat etika dan spiritual yang berdasarkan keimanan kepada Allah.19 Kembali ke konsep gerak sejarah umat

(11)

manusia secara umum dan umat Islam secara khususnya, dengan aplikasi metode berpikir tesis, antitesis, dan sintesis yang diadopsi dari Hegel.20

C. Ayat-ayat yang Berkaitan dengan Sejarah

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa dua per tiga dari ayat-ayat al-Quran memiliki nilai-nilai sejarah dan di antara ulama, ada yang menyebutkan sekitar 159 ayat yang memiliki kandungan nilai-nilai sejarah. Adapun beberapa ayat yang memiliki nilai kesejarahan adalah: Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Ayat di atas berkaitan dengan konsep sejarah tiga dimensi para pakar modern. Perintah “untuk memperhatikan” tertuju kepada setiap insane yang hidup sekarang, dan itu berarti tertuju pada dimensi sekarang. Adapun penyeleksian dan pendeskripsian yang telah dikerjakan merupakan tinjauan dimensi waktu lalu. Sementara “persiapan untuk hari esok” bermakna dimensi waktu mendatang, baik untuk keperluan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.21

Al-Ahzab ayat 62

Ayat 62 surat al-Ahzab ini menjelaskan mengenai konsep hukum kesejarahan menurut al-Quran itu bersifat tetap (konstan) atau dapat dipahami pula hukum

20 Ibid.

(12)

kesejarahan itu adalah hukum sebab akibat. Contohnya, sebab suatu kaum berbuat kezaliman, maka mereka dibinasakan. Hal ini tercermin pada ayat selanjutnya, yaitu Surat Hud ayat 117.

        

(13)

BAB III

KESIMPULAN

Islam dengan al-Qurannya telah menaruh perhatian yang besar dalam aspek sejarah. Konsepsi sejarah dalam Islam secara garis besar, mengambil dari ayat-ayat al-Quran, dapat dibagi kepada dua, yaitu perubahan dalam sejarah dan adanya historical law atau sunnah tarikhiyyah (hukum kesejarahan). Namun, hal ini pada periode pertengahan seolah tidak terlalu mendapat perhatian lebih dari kalangan muslim karena setelah masa Ibn Khaldun, terjadi kevakuman intelektual di bidang sejarah dan filsafat sejarah pada kaum muslim. Barulah mulai awal abad XX bermunculan kembali dari kalangan muslim yang menekuni bidang ini, seperti Malik bin Nabi, Fazlur Rahman, Abd Hamid Shiddiqi dan Ali Syari’ati. Masing-masing mereka membawa pemikiran segar yang positif bagi perkembangan sejarah dan filsafat sejarah Islam.

(14)

Daftar Pustaka

al-Baqi, Muhammad Fuad. Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz Al-Qur’an Al-Karim. Beirut: Darul Fikr. 1987.

Esha, Muhammad In’am. Percikan Filsafat Sejarah dan Peradaban Islam.

Malang: UIN Maliki Press. 2011.

al-Maraghi, Ahmad Mushtafa. Tafsir Al-Maraghi. Jilid II. Beirut: Darul Fikr. Tt.

Muchsin, Misri A. Filsafat Sejarah dalam Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Press. 2002.

al-Suyuthi, Jalaluddin dan Jalaluddin al-Mahalli. Tafsir al-Jalalain. al-Maktabah al-Syamilah. Diakses pada 16 Mei pukul 23.16.

Referensi

Dokumen terkait

KESIMPULAN Komposisi media tanam tanah + pasir + pupuk kandang sapi M1 dengan dosis nitrogen 150 Kg N/Ha N2 dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot buah panen per

Kedua penyebab tersebut didasari isi dari pasal 71 Undang-Undang Republik Indonesia Nomormor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal dimana adanya pengecualian dapat menjual

Proses pembelajaran pada kelas eksperimen dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan dimana setiap pertemuan berlangsung selama 2x35 menit dengan memanfaatkan lingkungan

Untuk struktur morfologi sampel menggunakan katalis asam maleat tampak bahwa struktur lignin dan selulosa menjadi semakin kompak dan teratur dibandingkan dengan

In a more practical sense, CCD is a process of formulating policies and community programs which will facilitate the engagement of local governments and community groups to

Hasil uji BNT untuk perlakuan menunjukan bahwa pemberian ketiga jenis ekstrak pada umpan tidak ada perbedaan terhadap hasil tangkapan; tetapi pemberian ekstrak power bait dan

Aliran darah di setiap otak terhambat karena trombus atau embolus, maka terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otot, kekurangan oksigen pada awalnya