• Tidak ada hasil yang ditemukan

Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ika"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAP IKAN PUKAT

HELA (TRAWLS) DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN

REPUBLIK INDONESIA

Sebagai salah satu syarat untuk mengikui ujian akhir semester IV

pada sekolah tinggi perikanan

OLEH :

LUKMAN HIDAYAT

NRP :

49121110172

PROGRAM DIPLOMA IV

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN

JURUSAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN

SEKOLAH TINGGI PERIKANAN

JAKARTA

2015

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sebesar-besarnya atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya jugalah penulis dapat menyelesaikan Paper yang berjudul “Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (TRAWLS) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia” tepat pada waktunya.

Paper ini disusun sebagai pertanggung jawaban dan sebagai syarat wajib bagi Taruna Sekolah Tinggi Perikanan untuk melanjutkan proses pembelajaran ke semester selanjutnya di Sekolah Tinggi Perikanan.

Atas terselesaikannya Paper ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak H.Abdul Gaffar B,sc, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memotivasi penulis dalam penyusunan.Paper ini, dan juga saya ucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr.Ir. I Nyoman Suyasa, M.S selaku Ketua Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, yang telah mendukung kegiatan penyusunan Paper ini.

2. Bapak Suharto,S.Pi, M.Si, selaku Kepala Jurusan Teknologi Penangkapan Ikan, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan Paper ini.

3. Bapak Yusrizal,S.Pi, M.Si selaku Kepala Program studi Teknologi Penangakapan Ikan, yang telah membagikan Dosen Bimbing untuk membantu penyusunan Paper ini.

4. Ibu Ir. Hj. Insani Goenawati, selaku kepala Unit Perpustakaan, yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan Paper ini. 5. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

Paper ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Paper ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala saran serta masukan yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kemajuan dalam penulisan Paper ini, khususnya para kader perikanan yang akan mengelola potensi sumber daya kelautan dan perikanan di masa mendatang. Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan berkah dan rahmat-nya kepada kita semua. Semoga Paper ini dapat bermanfaat bagi kita semua amin.

(3)
(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Spesifikasi teknik pukat hela zona I ... 5

Gambar 2. Spesifikasi teknis pukat hela zona II ... 6

Gambar 3. Pukat hela dasar berpalang ... 16

Gambar 4. Pukat hela dasar berpapan (Otter trawls) ... 16

Gambar 5. Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls) ... 17

Gambar 6. Nephrops trawl (Nephrops trawls) ... 17

Gambar 7. Pukat udang ... 18

Gambar 8. Pukat ikan ... 18

Gambar 9. Pukat hela pertengahan dua kapal (Pair trawls) ... 19

Gambar 10. Pukat hela pertengahan udang (Shrimp trawls) ... 19

Gambar 11. Pukat hela kembar berpapan (Otter twin trawls) ... 20

(5)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Sumberdaya perikanan merupakan salah satu sumber kekayaan yang ada pada perairan. Sumberdaya perikanan memiliki karakteristik yang unik yaitu merupakan sumberdaya milik bersama (common property) dan juga bersifat open acces yang artinya sumberdaya perikanan ini dapat di manfaatkan oleh siapapun untuk meleakukan kegiatan penangkapan ikan di suatu wilayah perairan. dengan karakteristik tersebut sumberdaya perikanan ini dapat mengalami overfishing yaitu penangkapan secara berlebihan tanpa

mepertimbangkan dari kelestarian sumberdaya ikan tersebut, jika hal ini berlanjut maka lama kelamaan hal tersebut akan mengakibatkan penurunan jumlah

sumberdaya perikanan yang terdapat pada suatu wilayah dan juga akan berdampak pada perekonomian Negara yang bersangkutan.

Potensi penangkapan ikan dari tahun ke tahun cendrung mengalami penurunan dan dikhawatirkan akan terjadi penurunan potensi secara berlajut manakala kebijakan secara nasional tidak di benahi.

Permasalahan yang dialami pada pengelolaan dan pemanfaatan

sumberdaya perikanan tersebut maka perlu adanya Kebijakan dan strategi yang diambil dalam pendayagunaan dan pemanpaatan suberdaya perikanan laut yang dimaksudkan untuk dapat mencapai pembangunan dalam bidang perikanan. beberapa kebijakan dan strategis ditunjukkan untuk untuk mengelola

sumberdaya perikanan yang sudah padat tangkap dengan cara menggunakan Alat Penangkap Ikan yang ramah lingkungan sehingga mengurangi jumlah tekanan penangkapan yang terlalu tinggi pada sumber daya perikanan.

Solusi dan permasalahan yang timbul harus dimulai dari penerapan kebijakan yang dapat menciptakan situasi yang kondusif pada pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya di Indonesia yang telah

mengambil kebijakan terhadap permasalahan yang terjadi pada sumberdaya perikanan dengan mengambil kebijakan yang dianggap dapat menciptakan kondisi yang kondusif pada pendayagunaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan menerapkan moratorium Larangan Penggunaan Alat

(6)

1.2.

Tujuan

Pembuatan paper ini memiliki beberapa tujuan yaitu:

1. Untuk memberikan pengetahuan tentang alat penangkap ikan pukat hela (TRAWLS).

2. Untuk mengetahui bagaimana dan kenapa Alat Penangkap Ikan trawl di larang di wilayah pengelolaan perikanan Negara republik Indonesia 3. Memberikan penjelasan dan solusi mengenai

permasalahan-permasalahan yang dihadapai dalam penerapan kebijakan pelarangan trawl ini.

1.3.

Batasan Masalah

Pembatasan masalah pada paper ini meliputi beberapa hal yaitu: 1. Pengetahuan mendasar tentang Alat Penangkap Ikan trawl. 2. Sebab-sebab pelarangan Alat Penangkap Ikan trawl.

3. Dampak yang di akibatkan dari penggunaan Alat Penangkap Ikan trawl.

(7)

BAB II. PEMBAHASAN

2.1.

Pengertian Alat Penangkap Ikan Pukat Hela (TRAWL)

Pengertian Kelompok Alat Penangkap Ikan Pukat Hela (TRAWL)

Kelompok jenis alat penangkapan ikan (API) pukat hela (trawls) adalah kelompok API yang terbuat dari jaring berkantong yang dilengkapi dengan atau tanpa alat pembuka mulut jaring dan pengoperasiannya dengan cara dihela di sisi atau di belakang kapal yang sedang melaju (SNI 7277.5:2008). Alat pembuka mulut jaring dapat terbuat dari bahan besi, kayu atau lainnya.

2.2.

Klasifikasi dan Spesifikasi Alat Penangkap Ikan Pukat Hela

(TRAWL)

2.2.1. Klasifikasi API Pukat Hela (TRAWL)

Pukat Hela termasuk dalam klasifikasi pukat hela dasar

berpapan (bottom otter board trawl) dengan menggunakan simbol OTB dan berkode ISSCFG 03.1.2, sesuai dengan International Standard Statistical Classification of Fishing Gears – FAO.

2.2.2. Spesifikasi API Pukat Hela (TRAWL)

Spesifikasi Pukat Hela terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut : 1. Sayap/kaki pukat (wing) bagian pukat yang terletak di ujung

depan dari pukat hela arad. Sayap pukat terdiri dari sayap atas (upper wing) dan sayap bawah (lower wing).

2. Medan jaring atas (square) bagian pukat yang menjorok ke depan pada bagian mulut pukat atas. Squaremerupakan selisih antara panjang sayap bawah dengan sayap atas. 3. Badan pukat (body) bagian pukat yang terletak di antara

bagian kantong dan bagian sayap pukat.

4. Kantong jaring (cod end) bagian pukat yang terpendek dan terletak di ujung belakang dari pukat hela.

5. Panjang total jaring hasil penjumlahan dari panjang bagian sayap/kaki, bagian badan dan bagian kantong pukat.

6. Keliling mulut jaring (circumference of the net mouth) bagian badan pukat yang terbesar dan terletak di ujung depan dari bagian badan pukat.

(8)

panjang, yang dipergunakan sebagai alat pembuka mulut pukat.

8. Tali ris atas (head rope) tali yang berfungsi untuk

menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap pukat bagian atas, melalui bagian square.

9. Tali ris bawah (ground rope) tali yang berfungsi untuk menghubungkan kedua sayap pukat bagian bawah, melalui mulut pukat bagian bawah.

10. Tali selambar (warp rope) tali yang berfungsi sebagai

penghela Pukat Hela di belakang kapal yang sedang berjalan dan penarik pukat hela arad ke atas geladak kapal.

11. Panel jaring (seam) lembaran susunan konstruksi jaring yang dapat dibedakan dalam gambar desain pukat hela, yang terdiri dari 2 (dua) panel (seam) jaring, yaitu 1 (satu) panel

(9)
(10)
(11)

2.3.

Metode dan Teknik Pengoperasian Alat Penangkap Ikan Pukat

Hela (TRAWL)

Pukat Hela dengan kelengkapan alat pembuka mulut jaring dioperasikan menyelusuri dasar perairan yang dihela di belakang perahu/kapal yang sedang berjalan. Penghelaan Pukat Hela dengan kecepatan hela sekitar 1-2 knot selama 1-2 jam operasi. Kelengkapan pukat hela arad yang berupa papan rentang (otter board) digunakan sebagai alat pembuka mulut pukat.

Pengoperasian Pukat Hela dilakukan dengan menghela di

belakang perahu/kapal yang sedang berjalan (secara penghelaan). Pukat Hela adalah Alat Penangkap Ikan yang aktif, dimana kapal yang menarik Alat Penangkap Ikan bergerak mengejar ikan sehingga masuk kedalam mulut jaring. Oleh karena itu kecepatan kapal dalam menarik Alat Penangkap Ikan pada umumnya adalah lebih besar dari kecepatan renang rata-rata ikan yang tertangkap. Disamping itu bentuk Alat

Penangkap Ikan Pukat Hela dirancang secara khusus sehingga memiliki sayap yang menggiring target tangkapan ke arah mulut jaring atau mencegah ikan lari kearah samping (sisi kiri dan kanan Alat Penangkap Ikan).

1. Penurunan Pukat Hela (shooting)

Penurunan Pukat Hela dilakukan dari buritan perahu/kapal dan perahu/kapal bergerak maju dengan bantuan atau perantaraan tali selambar. Panjang tali selambar disesuaikan dengan kedalaman perairan dan kecepatan hela. Penggunaan tali selambar dan pengaturan kecepatan hela dengan tujuan untuk mengatur kedalaman Pukat Hela agar dapat menyelusuri dasar perairan. 2. Penghelaan Pukat Hela (towing)

(12)

3. Pengangkatan Pukat Hela (hauling)

Pengangkatan Pukat Hela dilakukan dari buritan atau sisi lambung perahu/kapal dengan menarik tali selambar. Setelah tali selambar ditarik, kemudian Pukat Hela diangkat ke atas geladak kapal/perahu.

2.4.

Daerah Penangkapan

Didalam API Pukat Hela memiliki syarat-syarat fishing ground, antara lain sebagai berikut:

1) Dasar fishing ground terdiri dari pasir, Lumpur ataupun campuran pasir dan Lumpur.

2) Kecepatan arus pada mid water tidak besar (dibawah 3 knot) juga kecepatan arus pasang tidak seberapa besar

3) Kondisi cuaca,laut, (arus, topan, gelombang, dan lain-lain) memungkinkan keamanan operasi

4) Perubahan milieu oceanografi terhadap mahluk dasar laut relatif kecil dengan perkataan lain kontinuitas recources dijamin untuk diusahakan terus-menerus

5) Perairan mempunyai daya prokdutifitas yang besar serta recources yang melimpah.

2.5.

Hasil Tangkapan

Hasil tangkapan ikan dengan Pukat Hela adalah hampir sama dengan Alat Penangkap Ikan yang sejenis seperti pukat udang dan fish net yaitu :

(13)

2.6.

Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

kembali mengeluarkan kebijakan strategis dengan menerbitkan dua Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PERMENKP). Kebijakan itu untuk mendukung upaya strategis pemerintah dalam mengelola sumber daya kelautan dan

perikanan secara lestari dan berkelanjutan. Keduanya telah ditetapkan pada tanggal 8 Januari 2015 dan mulai diberlakukan pada tanggal 9 Januari 2015. Hal itu sebagai bentuk keseriusan KKP dalam mewujudkan komitmennya untuk menata kembali pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia secara bertanggung jawab. (Susi Pudjiastuti:2015).

kebijakan itu yakni pembatasan penangkapan tiga spesies perikanan penting yakni Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scyla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) melalui peraturan nomor : 1/PERMEN-KP/2015. Sedangkan peraturan kedua yakni nomor 2/PERMEN-KP/2015 mengatur larangan penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI).

Dalam peraturan nomor 1, terdapat lima pasal yang mengatur tentang pembatasan penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan untuk dikonsumsi dan diperjual belikan. Dimana, setiap orang dilarang melakukan

penangkapan tiga spesies perikanan penting tersebut dalam kondisi bertelur. Penangkapannya diperbolehkan, asalkan tidak dalam kondisi sedang bertelur dan sesuai dengan ukuran minimum yang sudah ditetapkan dalam peraturan. Adapun ukuran yang diperbolehkan yakni Lobster dapat ditangkap dengan ukuran panjang karapas di atas 8 cm, Kepiting di atas 15 cm dan Rajungan dengan ukuran lebar karapas di atas 10 cm..

(14)

Sedangkan dalam peraturan nomor 2, ditetapkan ada 8 pasal yang secara tegas melarang penggunaan alat penangkapan ikan jenis Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets). Trawls atau yang dikenal dengan pukat harimau sudah lama dilarang penggunaannya karena termasuk alat

penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing). Sebagaimana

dicantumkan dalam pasal 3, Alat Penangkap Ikan ini terdiri dari pukat hela dasar (bottom trawls), pukat hela pertengahan (midwater trawls), pukat hela kembar berpapan (otter twin trawls) dan pukat dorong. Sementara alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) terdiri dari pukat tarik pantai (beach seines) dan pukat tarik berkapal (boat or vessel seines). Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dengan alat penangkapan ikan trawls dan seine nets yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, masih tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya.

Sementara itu, peraturan nomor 2 ini penting dilakukan mengingat makin menipisnya kondisi sumberdaya perikanan, khususnya di Laut Arafura (WPP RI 718). Berdasarkan peta potensi sumberdaya ikan, wilayah Arafura sudah mengalami gejala tangkap-lebih (overfishing) untuk beberapa spesies ikan demersal. Potensi yang masih memungkinkan dieksploitasi lebih lanjut di WPP 718 tersebut adalah ikan pelagis kecil. Selain konsumsi BBM yang tinggi,

kekurangan Alat Penangkap Ikan pukat ini adalah selektivitas yang rendah, yang dapat ditunjukkan dengan tingginya tangkapan sampingan (by catch). Tingginya tangkapan sampingan ini tentu dapat merusak kelestarian sumberdaya. Begitu pula kondisi Laut Jawa yang juga sudah semakin mengalami overfishing, khususnya udang dan pelagis kecil.

Selain masalah ekologis, penggunaan pukat tarik juga sering menimbulkan konflik sosial antar nelayan. Pasca otonomi daerah, semakin banyak nelayan yang memodifikasi Alat Penangkap Ikannya menjadi Alat

Penangkap Ikan yang mirip dengan prinsip kerja trawl. Sejak saat itu, eksploitasi terhadap sumberdaya ikan terjadi secara besar-besaran dan konflik antar

nelayan juga terus terjadi, baik di laut Jawa maupun wilayah perairan lainnya. Apa yang terjadi sebelum dikeluarkannya Kepres Nomor 39 Tahun 1980 akhirnya terjadi lagi pasca reformasi. Dengan dilarangnya penggunaan pukat tarik,

(15)

jermal. Kedua, kelompok API jaring lingkar seperti trammel net dan liong bun. Kemudian ketiga, kelompok API pancing seperti pancing rawai dasar dan pancing ulur.

KKP memiliki komitmen yang serius untuk menata kembali pengelolaan perikanan dengan tujuan agar kelestarian sumberdaya ikan bisa terwujud dan keberlanjutan usaha perikanan bisa semakin terjamin. Komitmen ini pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan

kesejahteraan nelayan. Ke depan semua WPP-RI akan dikelola secara lebih serius dengan mempertimbangkan beberapa hal. Pertama,

pembatasan fishing capacity melalui pengaturan jumlah armada atau hari penangkapan. Kedua, pengaturan “time & spatial closure” untuk

memberikan kesempatan bagi spesies target pulih, serta ketiga adalah pengaturan selektivitas Alat Penangkap Ikan.

2.7.

Teknologi Penangkapan Ikan Ramah lingkungan

2.7.1. Penegertian teknologi penangkapan ramah lingkungan Pembangunan perikanan Indonesia yang diinginkan adalah pembangunan perikanan yang dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan beserta ekosistem perairannya untuk kesejahteraan manusia, terutama masyarakat nelayan

Indonesia secara berkelanjutan (sustainable) seperti yang diamanatkan oleh UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan bahwa tujuan pengelolaan perikanan adalah menjaga sumberdaya ikan agar tetap lestari dan tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan. Oleh karena itu, kedepan pengembangan teknologi penangkapan ikan akan ditekankan pada teknologi penangkapan yang ramah lingkungan(environmental friendly fishing tecnology) dengan harapan dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan. Teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah suatu Alat Penangkap Ikan yang tidak memberikan dampat negatif terhadap lingkungan, yaitu sejauh mana Alat Penangkap Ikan tersebut tidak merusak dasar perairan, tidak berdampak negatif terhadap biodiversity, target resources dan non target resources. Di Indonesia saat ini dikenal 3 (tiga) klasifikasi alat penangkapan ikan, yaitu:

1. Klasifikasi A. Von Brandt (1964)

2. Klasifikasi statistik internasional Alat Penangkap Ikan standar FAO, dan 3. Klasifikasi standar Alat Penangkap Ikan berdasarkan statistik perikanan

(16)

Alat Penangkap Ikan ramah lingkungan menurut klasifikasi statistik internasional standart FAO (1995) sesuai dengan standar Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) mempunyai 9 (sembilan) kriteria, antara lain :

1. Mempunyai selektifitas yang tinggi 2. Tidak merusak habitat

3. Menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi 4. Tidak membahayakan nelayan

5. Produksi tidak membahayakan konsumen 6. By-catch rendah

7. Dampak ke biodiversty rendah

8. Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi 9. Dapat diterima secara sosial

Untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan perlu dikaji penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan dari segi pengoperasian alat-alat penangkapan ikan, daerah penangkapan dan lain sebagainya sesuai dengan tata laksana untuk perikanan yang bertanggungjawab atau Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF).

2.7.2. Apakah Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) Ramah Lingkungan?

Salah satu ciri buruk perikanan tangkap yang tidak bertanggung jawab adalah tingginya jumlah tangkapan yang discard (ikan-ikan buangan) dan by-catch (hasil sampingan yang bukan merupakan target species). Angka yang

cukup besar dari discard dan by-catch berkonsekuensi pada kesalahan dalam perhitungan pendugaan stok dan gangguan rantai makanan. Kebanyakan by-catch ini berasal dari penangkapan udang (khususnya dengantrawls) dimana

(17)

menimbulkan konflik sosial antar nelayan. Pasca otonomi daerah, semakin banyak nelayan yang memodifikasi Alat Penangkap Ikannya menjadi Alat Penangkap Ikan yang mirip dengan prinsip kerja trawl.

Pengelolaan perikanan tangkap yang sukses haruslah menunjukkan

karakteristik usaha penangkapan yang berkelanjutan (Monintja & Yusfiandayani) yang dicirikan dengan :

1. Proses penangkapan ramah lingkungan

 Hasil tangkapan sampingan (by catch minimum)  Hasil tangkapan terbuang minim

 Tidak membahayakan keanekaragaman hayati  Tidak menangkap jenis ikan yang dilindungi  Tidak membahayakan habitat

 Tidak membahayakan kelestarian sumberdaya ikan target  Tidak membahayakan keselamatan dan kesehatan nelayan  Memenuhi ketentuan Code of Conduct for Responsible Fisheries

2. Volume produksi tidak berfluktuasi drastis (suplai tetap); 3. Pasar (buyers) tetap terjamin;

4. Usaha penangkapan masih menguntungkan; 5. Tidak menimbulkan friksi sosial;

6. Memenuhi persyaratan legal.

Solusi yang mungkin dapat diberikan untuk meningkatkan keramahan API (Alat Penangkap Ikan), seperti halnya untuk selektifitas dan by-catch yang rendah diperlukan perbaikan mesh size jaring dan modifikasi yang

inovatif terhadap alat bantu penangkapan ikan seperti penyesuaian penggunaan lampu, peningkatan kemampuan penguasaan teknologi Alat Penangkap Ikan disamping pengetahuan metode penangkapan ikan yang semakin baik. Untuk konsumsi BBM yang tinggi dapatmenggunakan solar cell sebagai

(18)

2.8.

Pelarangan Alat Penangkap Ikan Pukat Hela (TRAWL)

2.8.1. Sebab-Sebab Pelarangan Alat Penangkap Ikan Pukat Hela (TRAWL) di WPP-NRI

Pelarangan terhadap Pukat Hela (TRAWL) pernah di buat pada tahun 1980 yang di atur dalam KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1980 yang menimbang: Bahwa dalam pelaksanaan pembinaan kelestarian sumber perikanan dasar dan dalam rangka mendorong peningkatan produksi yang dihasilkan oleh para nelayan tradisional serta untuk menghindarkan terjadinya ketegangan-ketegangan sosial maka perlu dilakukan penghapusan kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan jaring trawl. Sehingga memutuskan: “KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGHAPUSAN JARING TRAWL”.

Tetapi pelarangan trawl pada KEPRES NO. 39/1980 tersebut tidak di berlakukan lagi dengan di ijinkan kembali penggunaan Alat Penangkap Ikan trawl di bebarapa wilayah pengelolan perikanan di Indonesia. Tetapi pada tahun 2015 dengan menteri KKP ibu Susi Pujiastuti di buat lagi PERATURAN

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PERMEN-KP/2015 yang menimbang bahwa penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia telah mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan, sehingga dengan pertimbangan

tersebut di putuskan: “LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA (TRAWLS) DAN PUKAT TARIK (SEINE NETS) DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.”

Sebab-sebab pelarangan Pukat hela (trawl) berdasarkan peraturan menteri tersebut dapat di jelaskan bahwa:

(19)

ini menyebabkan deplesi stok atau pengurangan stok sumber daya ikan, hasil tangkapan akan semakin berkurang

2. Biota yang dibuang akan mengacaukan data perikanan karena tidak tercatat sebagai hasil produksi perikanan. Analisis stok sumber daya perikanan menjadi kacau.Data yang kacau ini akan dijadikan pedoman penyusunan kebijakan pengelolaan perikanan pada suatu wilayah, sehingga menyebabkan tidak sesuainya kebijakan pengelolaan dan kenyataan kondisi sumber daya perikanan

3. Dampak lain dari hasil-hasil penelitian tersebut adalah mengganggu dan merusak habitat biota pada dasar perairan.Dasar perairan adalah habitat penting di laut karena terdiri dari ekosistem terumbu karang, lamun, dan substrat pasir atau lumpur.Meskipun Cantrang menghindari Terumbu Karang, tetapi kelompok-kelompok kecil karang hidup misalnya dari jenis Acropora yang terpisah dari di kawasan terumbu, akan ikut tersapu, serta pengadukan dasar laut menyebabkan kekeruhan tinggi yang menjadi ancaman kematian karang dan lamun. Kerusakan habitat ini mengancam keanekaragaman hayati di laut dan menurunkan

produktivitas sumber daya perikanan

4. Biota-biota yang tidak ikut tertangkap akan terganggu cara hidupnya sehingga regenerasi juga akan terganggu serta tidak bisa berkembang biak dengan baik untuk menghasilkan individu baru yang bisa ditangkap oleh nelayan.Kondisi ini juga menyebabkan deplesi stok sumber daya ikan. Jika biota-biota ini tidak bisa beradaptasi dengan habitat yang selalu diganggu, maka mereka akan bermigrasi dan mencari habitat baru yang jauh dari gangguan. Fishing ground (lokasi penangkapan) nelayan akan ikut berpindah dan menjauh, serta biaya operasional penangkapan semakin tinggi

(20)

2.8.2. Jenis-Jenis Pukat hela yang Di Larang

Jenis-jenis pukat hela dan pukat tarik yang termasuk kedalam pelarangan tersebut menurut PERMEN-KP/NO2/2015 adalah sebagia berikut:

A. Jenis alat penangkapan ikan pukat hela, 03.0.0: 1. Pukat hela dasar (Bottom Trawls), TB, 03.1.0:

a. Pukat hela dasar berpalang (Beam trawls), TBB, 03.1.1

Gambar 3. Pukat hela dasar berpalang b. Pukat hela dasar berpapan (Otter trawls), OTB, 03.1.2

(21)

c. Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls), PTB, 03.1.3

Gambar 5. Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls) d. Nephrops trawl (Nephrops trawl), TBN, 03.1.4

(22)

Pukat udang, TBS-PU, 03.1.5.1

Gambar 7. Pukat udang

2. Pukat hela pertengahan (Midwater trawls), TM, 03.2.0:

a. Pukat hela pertengahan berpapan (Otter trawls), OTM, 03.2.1 Pukat ikan, OTM-PI, 03.2.1.1

(23)

b. Pukat hela pertengahan dua kapal (Pair trawls), PTM, 03.2.2

Gambar 9. Pukat hela pertengahan dua kapal (Pair trawls) c. Pukat hela pertengahan udang (Shrimp trawls), TMS 03.2.3

(24)

3. Pukat hela kembar berpapan (Otter twin trawls), OTT, 03.3.0

Gambar 11. Pukat hela kembar berpapan (Otter twin trawls)

4. Pukat dorong, TX-PD, 03.9.0.1

(25)

2.9.

Dampak dari Adanya Kebijakan Pelarangan Alat Penagkap Ikan

Pukat Hela (TRAWL)

2.9.1. Dampak positip

1. Nelayan kecil yang menggunakan Alat Penangkap Ikan selain trawl seperti pancing rawai dasar dll, tidak terganggu lagi karena lokasi

penangkapan mereka sudah tidak disapu lagi oleh tarikan trawl

2. Terjaganya kelestarian sumberdaya ikan.

3. Renew able terhadapa komoditas-komoditas ikan, udang dan kepiting yang merupakan hasil-hasil tangkapan dari Alat Penangkap Ikan trawl.

2.9.2. Dampak Negatif

1. terjadinya protes-protes yang dilakukan oleh pihak perusahaan dan nelayan yang terkena dampak dari pelarangan terhadapa Alat Penangkap Ikan trawl di beberapa wilayah di Indonesia.

2. Merugikan beberapa pihak yang terkena dampak dari praturan ini yaitu antara lain:

1. Nelayan, karena bisa mempengaruhi hasil tangkapan pendapatan mereka , jika tidak bisa lagi menangkap ikan karena peraturan ini. 2. Perusahaan, karena sebagai suplier alat dan bahan tangkap Trawl

dan Cantrang, seperti tali dan jaring, mengalami permintaan produk yang menurun.

3. Pengusaha penangkapan lainnya, karena

mengakibatkan kekurangan umpan karena tidak ada lagi pukat hela (trawl) yang beroperasi yang biasa menyuplai umpan. 3. terjadinya penurunan exspor beberapa komoditi unggulan yang

merupakan hasil tangkapan dari Alat Penangkap Ikan trawl seperti udang, Kepiting dan ikan demersal lainnya.

(26)

2.10. Solusi Pemerintah Terahadap Kebijakan Pelarangan Alat

Penangkap Ikan Pukat Hela (TRAWL)

Dengan dampak-dampak yang terjadi karena kebijakan tersebut maka perlulah adanya solusi-solusi terhadap dampak-dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut, untuk itu menteri kelautan dan perikanan harus mengambil langkah langkah yang progresif menanggapi hal tersebut, langkah-langkah dapat diambil menurut Sekretaris Jenderal KIARA Abdul Halim antara lain:

1. memastikan masa transisi selama 6-9 bulan (proses pengalihan Alat Penangkap Ikan) tidak diwarnai oleh kriminalisasi terhadap masyarakat nelayan.

2. penggunaan APBN-P 2015 untuk memfasilitasi pengalihan Alat Penangkap Ikan bagi nelayan kecil. Langkah yang bisa dipilih adalah berkoordinasi dengan kepala daerah setingkat kota/kabupaten/provinsi untuk menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kelautan dan

Perikanan. Pilihan ini dapat dilakukan dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Presiden lewat Menteri Keuangan Republik Indonesia

3. KKP harus berkoordinasi dengan perbankan nasional agar menyiapkan skema kredit kelautan dan perikanan yang bisa diakses oleh pelaku perikanan untuk penggantian Alat Penangkap Ikan.

Dengan ketiga langkah di atas diharapkan, kelestarian sumber daya

(27)

BAB III. PENUTUP

3.1.

Kesimpulan

Pukat hela (trawl) dilarang dengan alasan yaitu API pukat hela (trawl) termasuk kedalam API yang tidak ramah lingkungan sehingga dapat

mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan. Oleh karena alasan tersebut diharapkan dengan kebijakan pelarangan API pukat hela (trawl) di wilayah pengelolaan perikanan republik indonesia maka sumberdaya ikan dan lingkungannya yang ada pada WPP-RI dapat terjaga dan terjamin kelestariannya untuk keberlanjutan sumberdaya perikanan dengan tetap memperhatikan dampak-dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut sehingga tidak merugikan nelayan dan pengusaha yang terkena dampak dari kebijakan tersebut.

3.2.

Saran

(28)

DAFTAR PUSTAKA

NOMOR 2/PERMEN-KP/2015, TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA (TRAWLS) DAN PUKAT TARIK (SEINE NETS) DI WILAYAH PENGELOLAAN

PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR KEP.39/MEN/1980 TENTANG PENGHAPUSAN JARING TRAWL

NOMOR KEP.06/MEN/2010 TENTANG ALAT PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Zain Habieb Noor,2012Perikanan tangkap: ALAT PENANGKAP IKAN TRAWL (PUKAT HARIMAU)

http://perangkapikan.blogspot.com/2012/10/alat-tangkap-trawl-pukat-harimau.html

Kiara,2015 Pelarangan Alat Penangkap Ikan Merusak Harus Dibarengi Solusi http://www.kiara.or.id/pelarangan-alat-tangkap-merusak-harus-dibarengi-solusi/

Mukhtar, 2008 Mengenal Pukat Hela

http://mukhtar-api.blogspot.com/paper/mengenal-pukat-hela.html

Yusuf Muhammad, - Trawl dan Cantrang, Keuntungan yang Buntung

http://www.wwf.or.id/?38542/Trawl-dan-Cantrang-Keuntungan-yang-Buntung

Situs resmi kab. Pekalongan, 2015 Mengapa penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) dilarang

(29)

P. Aprilya Lilly, 2015 KEBIJAKAN TATA KELOLA PERIKANAN

BERKELANJUTAN MULAI DIBERLAKUKAN | Website Resmi KKP

http://kkp.go.id/index.php/pers/kebijakan-tata-kelola-perikanan-berkelanjutan-mulai-diberlakukan/

Yusuf Muhammad, 2015 Tinjauan Ilmiah Pelarangan Trawl dan Cantrang, Siapa yang diuntungkan dan dirugikan?

http://m.kompasiana.com/post/read/715048/3/tinjauan-ilmiah-

pelarangan-trawl-dan-cantrang-siapa-yang-diuntungkan-dan-dirugikan.html

Bernard, 2015 Pro dan kontra peraturan menteri kelautan dan perikanan nomer 2/PERMEN-KP/2015

http://www.bappedakotasibolga.com/index.php/component/conte

nt/article/17-artikel/43-permen-kp

Gambar

Gambar 1. Spesifikasi teknik pukat hela zona I
Gambar 2. Spesifikasi teknis pukat hela zona II
Gambar 3. Pukat hela dasar berpalang
Gambar 6. Nephrops trawl (Nephrops trawls)
+4

Referensi

Dokumen terkait

tantangan ini mari kita implementasikan chillispot yang berfungsi untuk aplikasi otentikasi dan freeradius sebagai manajemen client/user, MySql sebagai database billing,

Sehubungan dengan variasi bahasa yang berkenaan dengan tingkat golongan, status, dan kelas sosial penuturnya, variasi bahasa dapat dibagi atas akrolek (variasi bahasa yang

Belajar merupakan kegiatan yang kompleks, yang kemudian didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman. Belajar juga

• Setiap ahli profesion mematuhi sesuatu kod etika yg ditentukan Setiap ahli profesion mematuhi sesuatu kod etika yg ditentukan4. oleh organisasi

Dan hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa di GBI Keluarga Allah menggunakan praise and worship music yang merupakan pola musik yang sering digunakan di gereja-

Tulisan ini menguraikan salah satu sumber biofumigan yang cukup prospektif dan cukup banyak diteliti, yaitu, glukosinolat (GSL), termasuk beberapa aspek berkaitan dengan

dimaksud, namun lebih tepat diklasifikasikan kedalam peraturan kebijakan sebagai perwujudan tertulis dari freies ermessen. Instruksi Gubernur Maluku Nomor 09 Tahun

Berdasarkan kepada laporan oleh BERNAMA (18 May 2016), Ketua Audit Negara semasa pembentangan di Dewan Rakyat telah melaporkan bahawa Kerajaan Negeri Pulau Pinang