D. FISIP
Pola Penyesuaian Perkawinan 5 Tahun Pertama Perkawinan Pada Wanita Bekerja Alfiana Indah Muslimah ... 339
Strategi Penanganan Miras Oplosan Di Daerah Urban Studi Kasus: Identifikasi Pola Dan Strategi Penanganan Miras Oplosan Di Bekasi
Andi Sopandi... 355
Penerimaan Diri Dan Kebersyukuran Pada Mahasiswa: Studi Pada Mahasiswa Fisip Universitas Islam “45” Bekasi
Johan Satria Putra... 373
Peran Pengetahuan Deklaratif Dan Prosedural Remaja Dalam Menentukan Identitas Vokasional: Tinjauan Psikologi Kognitif Tentang Kematangan Karir Pada Siswa Kelas XII Di Bekasi
Lucky Purwantini ... 387
Ada Apa Dengan Budaya Riset Kita?
(Sebuah Tinjauan Sosiologis Dan Administrasi Publik)
Mita Widyastuti... 397
Pengaruh Kebahagiaan Terhadap Gaya Pengasuhan Dimensi Emosi Pada Guru Paud Berbasis Posdaya Di Kota Bekasi
Ratna Duhita Pramintari, Siti Nurhidayah ... 411
Pengaruh Motivasi Divisi Karyawan Marketing Terhadap Tingkat Penjualan Di PT. Sinar Griya Utama Bekasi
PERAN PENGETAHUAN DEKLARATIF DAN PROSEDURAL REMAJA DALAM MENENTUKAN IDENTITAS VOKASIONAL: TINJAUAN PSIKOLOGI KOGNITIF TENTANG KEMATANGAN KARIR PADA
SISWA KELAS XII DI BEKASI
Lucky Purwantini
Universitas Islam “45” Bekasi Email: purwantini.lucky@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kematangan karir remaja dalam menentukan identitas vokasional ditinjau dari pengetahuan deklaratif dan prosedural. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Adapun subjek penelitian adalah siswa kelas XII yang mengalami kebingungan dalam memilih jurusan di perguruan tinggi. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan observasi. Untuk analisis data menggunakan teknik analisis data model interaktif. Penelitian ini menemukan bahwa subjek mengalami kebingungan memilih jurusan karena ketidakseimbangan antara pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural.
Kata kunci: Kematangan Karir, Pengetahuan Prosedural, Pengetahuan
Deklaratif, Identitas Vokasional
Abstract
The study aims to determine declarative and procedural knowledge and its roles in adolescence‘s career maturity and vocational identity. Subject are six high school students who do not take a decision yet about their major in college. The study found that the subjects do not take a decision yet about their major in college because there is an imbalance between declarative and procedural knowledge.
Keyword: career maturity, declarative and procedural knowledge, vocational
PENDAHULUAN
Kuantitas mata pelajaran SMA yang tidak sebanding dengan kuantitas pilihan jurusan di perguruan tinggi menyebabkan mayoritas siswa Kelas XII mengalami kebingungan dalam menentukan jurusan di perguruan
tinggi. Kebingungan mereka
menentukan jurusan di perguruan tinggi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pertama, mereka tidak mengetahui kemampuan diri sendiri. Ketidaktahuan akan kemampuan diri sendiri, termasuk minat dan bakat,
menyebabkan mereka memilih
jurusan dengan asal-asalan. Yang seringkali terjadi adalah memilih jurusan karena mengikuti teman, padahal belum tentu jurusan yang dipilih teman tersebut sesuai dengan minat mereka. Faktor kedua penyebab kebingungan mereka dalam menentukan jurusan di perguruan tinggi adalah mereka tidak mengetahui apa yang dipelajari di jurusan tersebut dan bagaimana prospek kerjanya. Ketidaktahuan
mereka menyebabkan mereka
mengira-ngira dan seringkali perkiraan mereka meleset jauh.
Ketiga, banyak di antara mereka yang memilih jurusan karena mengikuti keinginan orang tua. Orang tua seringkali memaksakan kehendak pada anaknya untuk
memilih jurusan tanpa
memperhatikan minat dan
kemampuan anaknya (Hamdani, 2014).
Faktor-faktor tersebut
menimbulkan fenomena yang disebut “salah jurusan”, yaitu ketika seseorang memiliki ketertarikan di suatu bidang, tetapi memilih jurusan
di bidang lain, yang seringkali tidak memiliki keterkaitan satu sama lain. Mereka yang masuk dalam fenomena ini pun terkadang tidak menyadarinya. Bagi mereka yang menyadari bahwa mereka salah memilih jurusan, mereka dihadapkan pada kebimbangan: apakah berhenti dari jurusan yang sekarang dijalaninya dan memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan ketertarikan atau melanjutkan kuliah di jurusan tersebut dengan pertimbangan waktu, tenaga, dan biaya yang telah dan akan keluar.
Integrity Development
Flexibility, salah satu biro psikologi pendidikan di Pekanbaru, mencatat bahwa terdapat 87% mahasiswa di Indonesia yang salah memilih jurusan di perguruan tinggi (Anwar,
2014). Fenomena tersebut
mengindikasikan bahwa banyak mahasiswa yang tidak mengetahui minat, bakat, kemampuan, serta jurusan yang sesuai dengannya.
Kesalahan memilih jurusan
berimplikasi pada beberapa hal, di antaranya mahasiswa menjadi tidak termotivasi dalam mengikuti
kegiatan perkuliahan, yang
mengakibatkan indeks prestasi yang diperoleh rendah, sehingga waktu kuliah menjadi lama, sehingga muncul istilah “mahasiswa abadi”. Selain itu, kesalahan memilih jurusan
di perguruan tinggi juga
mempengaruhi mahasiswa dalam menentukan bidang kerja atau karir setelah lulus kuliah (Hamdani, 2014).
nampak bahwa permasalahan pemilihan jurusan di perguruan vokasional dan mereka tidak
memahami dunia kerja. Menurut Holland, dkk (Khaswneh, dkk., 2007), identitas vokasional adalah gambaran jelas yang dimiliki seseorang mengenai tujuan, minat, bakat, dan kepribadiannya yang akan membuatnya mengambil keputusan dengan tepat dan percaya diri.
Memperhatikan kondisi yang dikemukakan oleh Hamdani (2014) dan McAuliffe, Zagora & Cramer
(Khasawneh, dkk., 2007),
menunjukan bahwa terdapat
kecenderungan mahasiswa tidak memiliki gambaran tentang apa yang akan dicapai dan dilakukan di masa depan.
Terkait dengan pentingnya memilih jurusan pada perguruan tinggi yang menjadi pilihan siswa kelas XII, maka menjadi penting untuk melihat minat, bakat, kemampuan, dan jurusan sebagai awal dari karir siswa. Siswa kelas XII berada pada tahap perkembangan remaja madya (15-18 tahun) yang akan segera memasuki dunia perguruan tinggi. Terdapat beberapa tugas perkembangan yang harus dicapai remaja, salah satunya adalah memilih dan mempersiapkan karir (Havighurst, 1985). Santrock (1996) menyatakan bahwa salah satu hal yang berperan penting dalam pemilihan karir remaja adalah perencanaan dan pengambilan keputusan karir.
Pada masa remaja, individu memasuki tahap perkembangan kognitif operasional formal menurut Piaget. Pada tahap operasional formal, individu mulai berpikir abstrak dan logis. Pada tahap ini, remaja mulai mempelajari konsep “tahu tentang” dan “tahu
bagaimana”. Tahu tentang disebut juga pengetahuan konseptual atau pengetahuan deklaratif, sedangkan tahu bagaimana disebut juga
pengetahuan prosedural.
Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan yang terdiri dari rangkaian jaringan konsep inti dalam
bidang tertentu. Sedangkan
pengetahuan prosedural adalah pengetahuan mengenai langkah- langkah yang harus diambil untuk memecahkan masalah. Terkait dengan pengambilan keputusan karir, pengetahuan deklaratif mencakup pengetahuan tentang kemampuan diri sendiri, termasuk minat, bakat, dan kepribadian. Sedangkan pengetahuan prosedural mencakup perencanaan karir, eksplorasi karir, dan informasi tentang dunia kerja, atau dalam istilah Super (Sharf, 2007) disebut kematangan karir. Menurut Savickas (Powell & Luzzo, 1998), orang yang memiliki tingkat kematangan karir yang tinggi akan memperoleh kesuksesan dan kepuasan dalam karir karena mereka lebih menunjukkan kesadaran pada proses pengambilan keputusan karir, sering berpikir
mengenai karir alternatif,
menghubungkan perilaku mereka saat ini ke tujuan masa depan, dan memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi untuk mengambil keputusan karir. Dengan demikian, orang yang memiliki kematangan karir akan memiliki identitas vokasional.
Berdasarkan paparan di atas,
berimplikasi pada motivasi belajar siswa tersebut ketika kuliah hingga dapat mempengaruhinya dalam menentukan bidang kerja atau karir setelah lulus kuliah. Peneliti tertarik meneliti tentang proses pemilihan jurusan di perguruan tinggi dari ranah psikologi kognitif, khususnya
pengetahuan deklaratif dan
procedural, karena dengan
mengetahui kedua jenis pengetahuan itu, dapat membantu mereka untuk memilih jurusan di perguruan tinggi dengan tepat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kematangan karir remaja
dalam menentukan identitas
vokasional ditinjau dari pengetahuan deklaratif dan prosedural.
Identitas Vokasional
Identitas vokasional
merupakan bagian dari teori pembentukan identitas dari Erik H. Erikson, tokoh perkembangan psikoseksual. Teorinya tersebut berimplikasi kuat pada konsep dan tahap-tahap teori perkembangan karir. Menurut Erikson, identitas merupakan struktur pemahaman individu, mencakup pengendalian diri, kebebasan dan keinginan, konsistensi, koherensi, dan harmoni antara nilai-nilai, keyakinan, dan komitmen. Krisis identitas terjadi ketika seseorang tidak dapat menentukan pilihan apa yang akan dilakukannya di masa depan.
Holland, dkk (Khasawneh, dkk., 2007) mendefinisikan identitas vokasional sebagai gambaran jelas yang dimiliki seseorang mengenai
tujuan, minat, bakat, dan
kepribadiannya yang akan
membuatnya mengambil keputusan dengan tepat dan percaya diri. Smitina (2008) menyatakan bahwa kegagalan membentuk identitas vokasional yang stabil sering menimbulkan keraguan karir.
Identitas vokasional terjadi ketika individu mencapai kesesuaian
antara pengetahuan tentang
kepribadiannya dengan
lingkungannya. Ia berkembang
melalui pengamatan kerja,
identifikasi orang dewasa yang bekerja, lingkungan dan pengalaman umum.
Brown dan Brooks
(Khasawneh, dkk., 2007)
akan memiliki gambaran yang jelas tentang identitas vokasionalnya. Apabila individu tidak mempunyai identitas vokasional yang jelas, ia tidak akan dapat membuat keputusan yang tetap tentang pilihan karirnya (Khasawneh, dkk., 2007).
mengeksplorasi atau
mencari informasi tentang karir
3. Pengambilan keputusan, yaitu kemampuan untuk menggunakan
ppengetahuan yang
diperoleh untuk membuat perencanaan karir
Berdasarkan paparan teori di 4. Informasi tentang dunia
atas, dapat disimpulkan bahwa kerja, mencakup
identitas vokasional adalah gambaran jelas yang dimiliki individu tentang dirinya sendiri, yang mana gembaran tersebut dapat membantunya untuk mengambil keputusan terkait karir.
Kematangan Karir
Crites, King, Ohler, Levinson, dan Hays (Levinson, Ohler, Caswell, & Kiewra, 1998) mendefinisikan
kematangan karir sebagai
kemampuan individu untuk membuat pilihan karir yang sesuai, termasuk kesadaran atas apa yang diperlukan untuk membuat keputusan karir dan tingkat realistis dan kokonsistenan atas pilihan tersebut dari waktu ke waktu. Super (Sharf, 2007; Levinson, dkk., 1998) menyatakan bahwa
terdapat beberapa komponen
kematangan karir, yaitu:
1. Perencanaan karir, mencakup apa yang telah
mereka lakukan dan
pikirkan, perencanaan masa depan, pemilihan perguruan tinggi, dan ide tentang jurusan di perguruan tinggi yang potensial
2. Eksplorasi karir, yaitu keinginan untuk
pengetahuan tentang tugas- tugas perkembangan yang penting seperti eksplorasi minat dan kemampuan,
bagaimana individu
mempelajari pekerjaan mereka, serta alasan beberapa orang pindah pekerjaan
mencakup tanggung jawab, wewenang, tugas, kapasitas pendidikan dan kepribadian yang dibutuhkan.
6. Realistis, yaitu kecocokan antara minat, bakat, dan
kemampuan individu
dengan karir yang dipilih
performa dalam pengetahuan,
keahlian, dan tugas-tugas.
Orang yang memiliki tingkat kematangan karir yang tinggi akan memperoleh kesuksesan dan kepuasan dalam karir karena mereka lebih menunjukkan kesadaran pada proses pengambilan keputusan karir, sering berpikir mengenai karir alternatif, menghubungkan perilaku mereka saat ini ke tujuan masa depan, dan memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi untuk
mengambil keputusan karir
(Savickas dalam Powell & Luzzo, 1998).
Berdasarkan paparan di atas,
dapat disimpulkan bahwa
kematangan karir adalah kemampuan individu untuk mengambil keputusan terkait karir yang disesuaikan dengan identitas vokasionalnya.
Pengetahuan Deklaratif dan Prosedural
Dalam ranah psikologi kognitif, pengetahuan deklaratif dan prosedural menjadi bagian dari ingatan. Menurut Atkinson dan Shiffrin (dalam Solso, Maclin, & Maclin, 2007), ingatan memiliki tiga area penyimpanan, yaitu ingatan sensori, ingatan jangka pendek, dan ingatan jangka panjang. Pengetahuan deklaratif dan produral berada dalam ingatan jangka panjang.
Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan yang terdiri dari rangkaian jaringan konsep inti dalam bidang tertentu. Pengetahuan ini tidak disadari hingga terjadi pengambilan kembali informasi dengan tanda seperti pertanyaan.
Tanda yang diberikan hanya akan mengarah pada sebagian kecil informasi yang tersedia. Pengetahuan deklaratif membutuhkan atensi langsung (Berge & Hezewijk, 1999). Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan yang kita sadari dan kita ketahui.
Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan mengenai langkah- langkah yang harus diambil untuk
memecahkan masalah. Jenis
pengetahuan ini mengarah pada kegiatan fisik seperti berenang dan (sebagian) keterampilan kognitif seperti bermain catur. Pengetahuan ini sangat sulit ditunjukkan secara verbal. Satu-satunya cara untuk menunjukkan keberadaannya adalah melalui performa (Berge & Hezewijk, 1999). Pengetahuan prosedural memiliki peran yang signifikan dalam membuat struktur
konsep dan mendapatkan
pengetahuan deklaratif. Ia
berhubungan dengan perubahan
Pengetahuan prosedural menjelaskan
bagaimana sebuah tindakan
dilakukan dengan kerangka prosedur yang jelas (Yilmaz & Yalcin, 2012).
(Willingham, Nissen & Bullemer dalam Yilmaz & Yalcin, 2012).
Berdasarkan paparan di atas,
dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan prosedural dan deklaratif adalah bagian dari proses kognitif individu yang dapat membantunya untuk mengambil keputusan.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Dalam pengambilan sampel, teknik sampling yang digunakan adalah purposive
sampling. Teknik ini digunakan
karena pemilihan subjek dan informan penelitian didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat populasi yang memenuhi tujuan- tujuan yang telah ditetapkan (Azwar dalam Herdiansyah, 2007). Adapun ciri-ciri subjek penelitian ini adalah siswa Kelas XII yang mengalami kebingungan dalam menentukan identitas vokasionalnya. Subjek berjumlah enam orang yang berasal dari beberapa SMA di Bekasi.
Pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan observasi. Untuk menganalisis data yang didapat, digunakan teknik analisa data model interaktif dari Miles & Huberman (1994). Analisis model ini terdiri dari reduksi data, penyajian data (display
data), dan kesimpulan/verifikasi (Miles & Huberman, 1994).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan temuan
penelitian, diketahui bahwa keenam subjek memiliki kebingungan dalam menentukan jurusan kendati mereka sudah memiliki ketertarikan pada jurusan tertentu. Salah satu faktor
yang menyebabkan mereka
mengalami kebingungan tersebut adalah karena tidak adanya kesepakatan dengan orang tua tentang jurusan yang ingin dipilihnya, kendati ada subjek yang orang tuanya mendukung apapun pilihannya. Walau demikian, subjek
tersebut masih mengalami
kebingungan.
Penelitian juga menemukan bahwa keenam subjek memiliki prestasi non akademik, yang mana prestasi tersebut lebih terkait dengan kegiatan ekstrakurikuler yang diikutinya di sekolah. Perolehan prestasi di bidang tertentu dapat membuat individu mengetahui kemampuan dirinya. Pada subjek, prestasi yang diraihnya, baik secara akademis maupun non akademis membuat mereka mengetahui potensi apa yang dimilikinya. Pengetahuan tentang kemampuan diri tersebut
menggambarkan bahwa subjek
mengalami kebingungan dalam
menentukan jurusan dan
rangkaian jaringan konsep inti dalam bidang tertentu. Pengetahuan ini tidak disadari hingga terjadi pengambilan kembali informasi dengan tanda seperti pertanyaan. Tanda yang diberikan hanya akan mengarah pada sebagian kecil informasi yang tersedia. Pengetahuan deklaratif membutuhkan atensi langsung. Pada subjek, pengetahuan deklaratif diantaranya diperoleh melalui kegiatan ekstrakurikuler yang dipilihnya sendiri. Walaupun ada orang tua subjek yang
menyarankan subjek untuk
mengambil ekstrakurikuler lain, tetapi subjek tidak mengikuti pilihan orang tuanya tersebut karena subjek tidak memiliki minat dalam ekstrakurikuler tersebut. subjek tidak menyadari apa yang menjadi minatnya hingga disodori daftar kegiatan ekstrakurikuler. Ketika memilih kegiatan ekstrakurikuler, subjek akan bertanya pada diri sendiri apa yang menjadi minatnya. Minat adalah sesuatu yang membuat individu tertarik. Dari ketertarikan itu, subjek memilih ekstrakurikuler yang diikutinya.
Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan mengenai langkah- langkah yang harus diambil untuk
memecahkan masalah. Jenis
pengetahuan ini mengarah pada kegiatan fisik seperti berenang dan (sebagian) keterampilan kognitif seperti bermain catur. Pengetahuan ini sangat sulit ditunjukkan secara verbal. Satu-satunya cara untuk
menunjukkan keberadaannya adalah melalui performa (Berg & Hezewijk, 1999). Terkait dengan pengambilan keputusan karir, pengetahuan prosedural mencakup perencanaan karir, eksplorasi karir, dan informasi tentang dunia kerja, atau dalam istilah Super (Sharf, 2007) disebut kematangan karir.
Berdasarkan temuan penelitian, diketahui bahwa mayoritas subjek
Pada dua faktor penyebab tersebut, beberapa subjek tidak mencari informasi tentang prospek kerja jurusan yang ingin dipilihnya. Mereka tidak bertanya pada guru
Bimbingan dan Konseling
dikarenakan merasa tidak dekat dengan guru BK dan guru tersebut sering tidak ada di ruangan.
Berdasarkan temuan
penelitian dan diskusi, dapat disimpulkan bahwa subjek memiliki pengetahuan deklaratif, tetapi mereka
tidak memiliki pengetahuan
prosedural. Ketidakseimbangan pengetahuan tersebut menyebabkan subjek mengalami kebingungan dalam memilih jurusan. Bagi peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian tentang pemilihan jurusan dan mekanisme kognitif, hendaknya menambahkan instrumen penelitian seperti tes minat dan bakat agar didapatkan hasil yang lebih komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C. (2014). Kampus-kampus pilihan yang memudahkanmu dapat kerja. Yogyakarta: Laksana.
Berge, T. T & Hezewijk, V. R. (1999). Procedural and declarative knowledge: An evolutionary perspective.
Theory & Psychology 9(5): 605-624.
Hamdani, R.U. (2014). Salah
jurusan: Tentukan pilihan,
temukan tujuan. Jakarta:
TransMedia Pustaka.
Hartaji, R.D.A. (2010). Motivasi berprestasi pada mahasiswa yang berkuliah dengan jurusan pilihan orang tua. Jurnal Ilmiah Psikologi 7(2): 1-17 Havighurst, R. J. (1985). Human
development & education.
Surabaya: Sinar Jaya.
Herdiansyah, H. (2007). Kecemasan dan strategi coping wanita dan (2007). University students‟ readiness for the national workforce: A study of vocational identity and career decision-making. Mediteranian Journal of Educational Studies
121(1): 27-42.
Levinson, E.M., Ohler, D.L., Caswell, S., Kiewra, K. (1998). Six approaches to the assessment of career maturity.
Journal of Counseling and Development 76(4): 475-482.
Miles, M. B & Huberman, A. M. (1994). Qualitative data analysis: An expanded
sourcebook. Thousand Oaks:
Patton, W. Creed, P.A. (2001). Developmental issue in career maturaty and career decision
status. The Career
Development Quarterly 49(4): 336-352.
Powell, D.F., Luzzo, D.A. (1998). Evaluating factors associated with the ccareer maturity of high school students. The Career Development Quarterly
47(2): 145-159.
Sharf, R. S. (2007). Applying Career
Development theory to
counseling. New Zealand:
Thomson Wadsworth.
Santrock, J.W. (1996). Adolescence:
Perkembangan remaja.
Jakarta: Erlangga.
Smitina, A. (2008). Student‟s Risk to Drop Out and Relation to Vocational Identity. Journal of Management Education 1(1): 17-27.
Solso, R.L., Maclin, O.H., & Maclin, M.K. (2007). Psikologi Kognitif. Jakarta: Erlangga. Yilmaz, I., Yalcin, N. (2012). The
relationship of procedural and declarative knowledge of science teacher candidates in Newton‟s Laws of Motion to underrstanding. American
International Journal of