• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI REGULASI TERHADAP PERMASALA (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IDENTIFIKASI REGULASI TERHADAP PERMASALA (3)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT berkat rahmat dan karunia-Nya

kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Inventarisasi Permasalahan Penataan

Ruang Ditinjau dari Peraturan Perundangan dengan tepat waktu. Tugas ini merupakan syarat

wajib bagi mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Institut Teknologi

Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dalam penyelesaian mata kuliah Hak dan Administrasi

Perencanaan

Laporan ini merupakan penyampaian hasil survei yang disajikan dalam bentuk karya

tulis. Wilayah yang menjadi objek survei penulis adalah lingkuw wilayah Surabaya. Makalah

ini berisi tentang berbagai masalah perkotaan penataan ruang dititinjau dari perencanaan

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pembimbing mata kuliah

Perumahan dan Permukiman serta kepada semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dan

membantu dalam penyusunan laporan ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Melalui makalah ini kami berharap dapat memberikan manfaat kepada penulis sendiri

serta kepada pembaca dalam rangka mengembangkan suatu kawasan perumahan dimasa

mendatang. Pada akhirnya kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca

guna menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik.

Surabaya, April 2016

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 0

DAFTAR ISI ... 2

BAB I PENDAHULUAN ... 3

1.1 Latar Belakang ... 3

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II PEMBAHASAN ... 5

2.1 Identifikasi permasalahan kota dan regulasi ... 5

BAB III PENUTUP ... 16

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan kelengkapan

infrastruktur yang dimiliki. Sebagai Negara yang berkembang tidak akan terlepas dari

berbagai masalah perkotaan tentunya, bahkan dewasa ini permasalahan perkotaan semakin

hangat dibicarakan karena keterkaitannya dengan hampir segala aspek kehidupan manusia.

Pengertian dari sebuah kota adalah sebuah wilayah yang mempunyai penduduk relative

besar, luas area terbatas, pada umumnya bersifat non agraris dengan kepadatan penduduk

relative tinggi (Kamus Tata Ruang). Sebenarnya permasalahan kota yang terjadi juga

tergantung pada perencanaan dan kebijakan dari masing-masing kota.

Kota Surabaya sebagai ibu kota Provinsi jawa Timur yang memiliki aktifitas harian dan

tingkat kepadatan penduduk yang tinggi yakni 2.738.193 jiwa (Sumber : BPS Kota Surabaya

Tahun 2010). Dengan kondisi demikian menyebabkan Kota Surabaya memiliki berbagai

permasalahan perkotaan yang kompleks salah satunya yaitu hampir semua ruas jalan di

Surabaya memiliki tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup besar. Permasalahan yang timbul

dikarenakan pelanggaran terhadap regulasi atau peraturan yang telah ditetapkan. Sehingga

dalam makalah ini dilakukan identifikasi beberapa permasalahan perkotaan di wilayah

Surabaya yang kaitanya dengan pelanggaran terhadap regulasi atau peraturan yang berlaku.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja permasalahan atau pelanggaran hukum di wilayah Surabaya terkait bidang

perencanaan wilayah dan kota?

2. Bagaimanakah peraturan perundangan yang bertautan dengan permasalahan atau

pelanggaran hukum di wilayah Surabaya terkait bidang perencanaan wilayah dan kota?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui berbagai permasalahan atau pelanggaran hukum di wilayah Surabaya

terkait bidang perencanaan wilayah dan kota

2. Mampu mengidentifikasikan peraturan perundangan yang bertautan dengan

permasalahan atau pelanggaran hukum di wilayah Surabaya terkait bidang

perencanaan wilayah dan kota

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan untuk pembahasan/penyususnan pada makalah ini sebagai

(5)

BAB I PENDAHULUAN. Pada BAB I merupakan bab awal makalah yang berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sistematika penulisan makalah.

BAB II PEMBAHASAN. Pada BAB II berisi tentang pembahasan yang terbagai menjadi 2 poin yaitu (a) deskripsi permasalahan atau pelanggaran hukum di wilayah

Surabaya terkait bidang perencanaan wilayah dan kota, (b) peraturan peraturan

perundangan yang bertautan dengan permasalahan atau pelanggaran hukum di wilayah

Surabaya terkait bidang perencanaan wilayah dan kota.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Identifikasi permasalahan kota dan regulasi

Kota Surabaya memiliki berbagai permasalahan perkotaan yang semakin kompleks,

berikut ini permasalahan atau pelanggaran hukum di wilayah Surabaya terkait bidang

perencanaan wilayah dan kota serta ditinjau dari peraturan perundangan (regulasi) yang

berlaku:

2.1.1 Kemacetan lalu lintas di Jalan Ahmad Yani Surabaya

Kemacetan merupakan salah satu masalah kompleks yang terjadi di

perkotaan, seperti yang terjadi di Jalan Ahmad Yani. Padahal dalam Undang-Undang

Lalu Lintas telah diatur pengemudi tidak diperbolehkan untuk langsung berbelok kiri

kecuali ditentukan oleh rambu lalu lintas lainnya hal tersebut merupakan upaya dalam

meminimalis kemacetan maupun masalah lalu lintas yang lainnya. Akan tetapi pada

kenyataannya masih banyak para pengguna jalan yang tidak tertib pada rambu-rambu

lalu lintas, menerobos lampu jalan dan melakukan pelanggaran yang lainnya hingga

menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas atau ketidaknyamanan bagi para

pengguna jalan lainnya.

Terkait masalah kemacetan yang terjadi di Jalan Ahmad Yani, UU No. 22 th

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mendefinisikan kondisi yang terbebas

dari kemacetan terjadi ketika para pengguna jalan maupun angkutan dengan lancar

bisa mengakses lalu lintas jalan tanpa adanya hambatan. Mengidentifikasi masalah

lalu lintas telah menjadi kewajiban dan tanggung jawab menteri di bidang sarana dan

prasana lalu lintas dan angkutan jalan. Dimana aspek-aspek yang ditinjau meliputi

penggunaan ruang jalan, kapasistas jalan, tataguna lahan pinggir jalan, perlengkapan

jalan, pengaturan lalu lintas, kinerja lalu lintas serta lokasi yang berpotensi terjadinya

kecelakaan dan kemacetan lalu lintas. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Manajemen Dan Rekayasa,

Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas

(7)

Gambar 1.1 Kemacetan di ruas Jalan Ahmad Yani

Sumber : Suvey sekunder 2016 (Surabaya.tribunnews.com)

2.1.2 Parkir on street di Jalan Kertajaya Jalan Manyar Kertoarjo

Keberadaan parkir liar yang menggunakan badan jalan di Jalan Manyar

Kertoarjo, sudah dalam kategori meresahkan, munculnya parkir on street dipicu oleh

kurangnya ketersediaan lahan parkir di kawasan tersebut. Dalam Perda Kota

Surabaya No. 1 tahun 2009 telah diatur penentuan lokasi parkir baik yang berada di

tepi jalan umum maupun tempat yang di khususkan untuk tempat parkir dilakukan oleh

Kepala daerah degan memperhatikan rencana tata ruang kota, keselamatan dan

kelancaran lalu lintas, penataan dan pelestarian lingkungan serta kemudahan bagi

pengguna jasa.

Gambar 1.2 Parkir on street di Jalan Kertajaya

Sumber : Suvey primer 2016

Selain itu dalam peraturan yang lebih tinggi, UU Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan No 22 Tahun 2009 mengatakan bahwa fasilitas parkir di dalam ruang milik jalan

hanya dapat diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan kabupaten, jalan desa,

(8)

Beberapa tempat yang dilarang untuk memarkir kendaraan yaitu jalan nasional dan

jalan provinsi, pada jarak 6 m sebelum dan sesudah hydrant, pada jalan 2 arah yang

lebarnya kurang dari 6 m, pada jarak 25 m dari persimpangan, 50 m dari jembatan dan

100 m dari perlintasan sbidang. Sehingga ketika akan memarkir kendaraan, juga harus

memperhatikan beberapa hal tersebut. Poin penting yang perlu diketahui adalah pada

dasarnya rambu lalu lintas parkir dan berhenti sangatlah berbeda. Parkir berarti

menghentikan kendaraan untuk beberapa saat yang pengemudinya meninggalkan

kendaraan, sedangkan berhenti adalah mengentikan kendaraan untuk beberapa saat

tanpa ditinggalkan oleh pengemudinya. Dengan memahami dua perbedaan symbol

atau rambu lalu lintas tersebut para pengendara akan lebih bijak dalam memarkir

kendaraan mereka.

(a) (b)

Gambar 1.2 Simbol (a) dilarang parkir dan (b) dilarang berhenti

Sumber : Informasipedia.com

2.1.3 PKL di kawasan Menur Jalan Arief Rahman Hakim Surabaya

Permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang terjadi di kawasan Menur

Jalan Arief Rahman Hakim Surabaya yaitu disebabkan oleh ketidaksesuaian

peruntukan lahan lantaran kawasan yang semestinya digunakan sebagai jalur

pedestrian dan saluran air justru digunakan untuk tempat menjajakan dagangan.

Gambar 1.3 Penggusuran PKL di Kawasan Menur Jl. Arif Rahman Hakim

(9)

Jika dilihat dari ilustrasi diatas, upaya penertiban dilakukan oleh pihak

pemerintah sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun

2012 Tentang Koordinasi Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

menjelaskan bahwa Pemerintah bersama Pemerintah Daerah berkoordinasi

melakukan penataan dan pemberdayaan PKL dalam bentuk pendataan dan

pendaftaran PKL, penetapan lokasi PKL, pemindahan dan penghapusan lokasi PKL,

peremajaan lokasi PKL serta perencanaan penyediaan ruang bagi kegiatan PKL

Definisi dari Pedagang Kaki Lima (PKL) menurut Peraturan Mentri Dalam

Negeri Republik Indonesi Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan

Pemberdayaan PKL ialah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan

menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan

prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah

dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap. Dan sebagai pemilik usaha

PKL, diwajibkan untuk memiliki Tanda Daftar Usaha (TDU) atau surat tanda bukti

pendaftaran usaha PKL yang sekaligus sebagai alat kendali untuk pemberdayaan dan

pengembangan usaha PKL di lokasi yang ditetapkan oleh pemeritah daerah. Lokasi

usaha PKL harus berada di lahan atau bangunan dengan status kepemilikan oleh

pemerintah maupun swasta, serta ditentukannya suatu lokasi binaan.

Berbagai jenis pusat perbelanjaan yang wajib menyediakan ruang bagi PKL

meliputi pertokoan, mall, plaza, dan pusat perdagangan, hal tersebut dibahas dalam

Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Penyediaan Ruang

Bagi Pedagang Kaki Lima Di Pusat Perbelanjaan Dan Pusat Perkantoran Di Kota

Surabaya.

2.1.4 Pelanggaran terkait perijinan usaha (Indomaret dan Alfamart) di Kota Surabaya Sebelum mendirikan sebuah bangunan, harus mendapatkan IMB atau Ijin

Mendirikan Bangunan. Karena apabila sebuah bangunan berdiri tanpa kelengkapan

perizinan, akan bernasib sama seperti beberapa bangunan swalayan (Indomaret dan

Alfamart) yang ditertibkan oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) ini.

Dalam Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan

Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan,d an Toko Modern menjelaskan tindakan

penataan lokasi minimarket sangat diperlukan agar keberadaannya mengacu pada

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang

(10)

Gambar 1.4 Penyegelan Indomaret di Jl. Semolowaru Selatan 1/3

Sumber : Suvey sekunder 2016 (www.jatim.metrotv.com)

Namun ada salah satu jenis pendirian minimarket yang diperbolehkan tanpa

dilakukan Studi Kelayakan terlebih dahulu yaitu jenis Toko Modern, hal tersebut

tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 53/M-DAG/PER/12/2008

Tanggal 12 Desember 2008 Tentang Pedoman Penataan Dan Pembinaan Pasar

Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern. Lengkap atau tidaknya perizinan

sebuah usaha ditentukan oleh beberapa dokumen yang dimiliki. Dasar Hukum yang

digunakan untuk memperoleh Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) di wilayah Kota

Surabaya yaitu Perda nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan usaha di bidang

perdagangan dan perindustrian dan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 35 Tahun

2010 tentang Pelayanan di Bidang Perdagangan dan Perindustrian.

2.1.5 Pelanggaran terhadap pertandaan rambu lalu lintas di persimpangan Jl. Pasar Kembang, Sawahan

Kesadaran pengguna jalan terhadap adanya rambu-rambu lalu lintas di

beberapa ruas jalan yang fungsinya sebagai pemberitahuan dan peringatan sangat

kurang. Hal ini sering terjadi di kawasan Sawahan Surabaya,padahal sebagai

pengguna jalan sudah sewajibnya menaati tata tertib lalu lintas yang ada, dan yang

terpenting adalah mencegah terjadinya hal-hal yang dapat merintangi,

membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang

dapat menimbulkan kerusakan jalan. Karena selain merugikan diri sendiri, juga akan

mengganggu kenyamanan para pengguna jalan yang lainnya. Penjelasan tersebut

juga tertuang dalam UU No. 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(11)

Gambar 1.5 Pelanggaran rambu lalu lintas di persimpangan Jl. Pasar Kembang

Sumber : Suvey sekunder 2016 (www.surya.co.id)

Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan ketika mengemudikan

kendaraan bermotor adalah mematuhi rambu-rambu lalu lintas baik rambu peringatan,

larangan, perintah maupun petunjuk. Sesuai dengan apa yang dijelaskan pada

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 13 Tahun 2014

Tentang Rambu Lalu Lintas.

2.1.6 Kemacetan di jalan Wonokromo dan jembatan Mayangkara

Jembatan Mayangkara termasuk kedalam daerah atau titik kemacetan tinggi

di Kota Surabaya, dengan alasan kapasitas jalan lebih kecil dari volume kendaraan

yang melewati jalan tersebut. UU No. 22 th 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan mendefinisikan kondisi yang terbebas dari kemacetan terjadi ketika para

pengguna jalan maupun angkutan dengan lancar bisa mengakses lalu lintas jalan

tanpa adanya hambatan. Mengidentifikasi masalah lalu lintas telah menjadi kewajiban

dan tanggung jawab menteri di bidang sarana dan prasana lalu lintas dan angkutan

jalan. Dimana aspek-aspek yang ditinjau meliputi penggunaan ruang jalan, kapasistas

jalan, tataguna lahan pinggir jalan, perlengkapan jalan, pengaturan lalu lintas, kinerja

lalu lintas serta lokasi yang berpotensi terjadinya kecelakaan dan kemacetan lalu

lintas. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32

Tahun 2011 Tentang Manajemen Dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen

(12)

Gambar 1.6 Kemacetan di jalan Wonokromo dan Jembatan Mayangkara

Sumber : Suvey sekunder 2016 (www.surabaya.tribunnews.com)

2.1.7 Pelanggaran Pemasangan Reklame di Bangunan Cagar Budaya Viaduk Gubeng Meskipun Bangunan Viaduk Gubeng sudah ditetapkan sebagai bangunan

cagar budaya, tidak menutup kemungkinan terjadinya suatu pelanggaran.

Pelanggaran yang terjadi berupa pemasangan reklame yang tidak sesuai dengan

aturan bangunan cagar budaya.

Gambar 1.7 Pelanggaran Pemasangan Reklame di Bangunan Viaduk Gubeng

Sumber : Suvey sekunder 2016 (http://www.beritametro.co.id/)

Berkaitan dengan kepemilikan dan penguasaan bangunan cagar budaya,

dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar

Budaya menjelaskan bahwa setiap orang diwajibkan untuk menjaga dan memelihara

keberadaan bangunan cagar budaya, apabila tidak dilakukan suatu upaya

pemeliharaan maka bangunan cagar budaya tersebut akan dikuasai oleh Negara. Hal

tersebut dilakukan dengan tujuan agar tidak ada bangunan yang ditelantarkan atau

dibiarkan begitu saja. Pemeliharaan cagar budaya yang dimaksudkan dapat dilakukan

dengan pembersihan, pengawetan, dan perbaikan atas kerusakan dengan

memperhatikan keaslian bentuk, tata letak, gaya, bahan, dan/atau teknologi Cagar

Budaya. Kemudian bangunan cagar budaya yang harus dilakukan perawatan dan

perbaikan agar memiliki karakteristik yang sesuai dengan fungsinya, diatur juga dalam

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia

(13)

Dimana di dalam Permen PU dan Perumahan Rakyat tersebut Nomor

01/Prt/M/2015 pasal 15 menerangkan bahwa bangunan cagar budaya harus dilakukan

pemugaran melalui kegiatan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi.

Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut maka bangunan cagara budaya dapat

dijaga kelestariannya tanpa menghilangkan ciri khas. Hal ini bertujuan untuk

mempertahankan pandangan terhadap bangunan cagar budaya tersebut. Namun,

dengan adanya pemasangan reklame pada bangunan cagar budaya seperti yang

terjadi di Gubeng Surabaya, dapat menghilangkan kesan estetika dan menutupi

keindahan bentuk dari bangunan cagar.

Untuk Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2005 Tentang

Pelestarian Bangunan Dan/Atau Lingkungan Cagar Budaya Walikota Surabaya pasal

9 dan 10 menjelaskan bangunan cagar budaya dibagi dalam 4 (empat) golongan, yaitu

bangunan cagar budaya Golongan A, Golongan B, Golongan C, dan Golongan D.

golongan-golongan tersebut didasarkan atas tindakan pelestarian yang diberikan.

Sedangkan pasal lain menyebutkan bahwa lingkungan cagar budaya diklasifikasikan

menjadi 3 golongan, yaitu golongan I, golongan II dan golongan III. Penggolongan

didasarkan atas kondisi fisik cagar budaya itu sendiri

2.1.8 Pelanggaran Permukiman Sepanjang Rel Kereta Api di Stasiun Semut

Adanya permukiman di sepanjang sempadan rel kereta api pada dasarnya

sangat membahayakan baik untuk perjalanan kereta api maupun masyarakat yang

bertempat tinggal disana. Permasalahan ini sering ditemui hampir di seluruh area rel

kereta api Surabaya. Berdasarkan Undang-undang no. 23 tahun 2007 tentang

perkeretaapian, adanya permukiman di jalur rel kereta api sebenarnya dilarang. Dalam

undang-undang tersebut telah dijelaskan bahwa setiap orang dilarang membangun

gedung, membuat tembok, pagar, tanggul, dan bangunan lainnya yang dapat

mengganggu pandangan bebas dan membahayakan keselamatan serta melakukan

aktivitas atau kegiatan baik langsung maupun tidak langsung dan kepentingan lainnya

yang dapat mengakibatkan terjadinya pergeseran tanah di jalur kereta api yang

membahayakan keselamatan perjalanan kereta api. Selain itu, terdapat pula

sempadan kereta api yang dijelaskan yaitu batas ruang milik kereta api (kiri dan kanan)

yang lebarnya paling sedikit 6 meter dan batas ruang pengawasan jalur kereta api (kiri

dan kanan) yang lebarnya paling sedikit 9 meter.

Dalam Perda no. 12 tahun 2014 tentang RTRW Kota Surabaya tahun

2014-2034 juga dijelaskan mengenai kawasan sempada rel kereta api yaitu perlindungan

kawasan sepanjang sempadan rel kereta api dari pelaksanaan pemabanguna yang

(14)

sepanjang sempadan rel kereta api, dan pemanfaatan sempadan rel kereta api hanya

untuk pendirian bangunan yang mendukung perkeretaapian sesuai peraturan yang

berlaku. Permukiman yang ada di sepanjang sempadan rel kereta api merupakan

permukiman illegal yang cenderung kumuh tanpa adanya sarana prasarana yang

memadai. Hal tersebut berkaitan dengan UU no.4 tahun 1992 tentang perumahan dan

permukiman yakni setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau

memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.

Permukiman kumuh di sepanjang sempadan rel kereta api tidak sesuai dengan

ketenuan peraturan tersebut sehingga perlu dilakukan upaya seperti pemindahan,

pembongkaran, pemugaran, dan upaya lainnya yang dapat mengatasi dan

penyelesaikan permasalahan tersebut.

Gambar Pelanggaran Permukiman di Rel Kereta Api Stasiun Semut Sumber : Suvey sekunder 2016 (instantstreetview.com)

2.1.9 Pelanggaran Penyelenggaraan Reklame di Jalan Raya Manyar

Reklame merupakan upaya promosi dalam bidang perdagangan dan jasa.

Namun terdapat beberapa permasalahan mengenai pemasangan reklame, salah

satunya yang terdapat di Jalan Raya Manyar. Jalan Raya Manyar merupakan koridor

perdagangan dan jasa sehingga segala jenis reklame ada disini dan seringkali terjadi

(15)

Sumber : Suvey sekunder 2016 (instantstreetview.com)

Dari gambar di atas dapatdiketahui bahwa lebar reklame yang ada melebihi satu perdua lebar trotoar atau menggunakan seluruh lebar trotoar dan mengganggu

penggunanya. Hal tersebut mengindikasikan terjadinya pelanggaran terhadap

Peraturan Walikota Surabaya no.79 tahun 2012 dan Perda Kota Surabaya no. 8 tahun

2006 tentang penyelenggaraan reklame dan pajak reklame. Berdasarkan Perda Kota

Surabaya no. 8 tahun 2006 tentang penyelenggaraan reklame dan pajak reklame telah

dijelaskan bahwa penyelenggaraan reklame di median jalan atau jalur hijau atau pulau

jalan, bidang reklame dilarang melebihi median jalan atau pulau jalan tersebut.

Sementara ketentuan peyelenggaraan reklame telah dijelaskan pada Peraturan

Walikota Surabaya no.79 tahun 2012 yaitu reklame dapat dipasang pada trotoar yang

memiliki lebar paling sedikit 3 meter, tidak mengganggu akses, penempatan bidang

reklame tidak boleh melebihi satu per dua lebar trotar dan tidak boleh melebihi sisi

trotoar, dan ukuran reklame tidak boleh melebihi 18 m2 dengan ketinggian maksimal 9

meter (pasal 18).

2.1.10 Pelanggaran Sempadan Sungai di Kali Jagir Surabaya

Gambar Pelanggaran Sempadan Sungai Kali Jagir Sumber : Suvey sekunder 2016 (google.com)

Permukiman di sepanjang sempadan sungai sering dijumpai di Surabaya,

salah satu contohnya adalah permukiman di sempadan sungai Kali Jagir Wonokromo.

Bangunan permukiman berderet dan berjarak 0 meter dari sungai. Padahal

seharusnya sempadan sungai merupakan daerah yang bebas dari bangunan.

Berdasarkan Perda Provinsi Jawa Timur no. 9 tahun 2007 yang mengatur batas

sempadan Kai Surabaya dan Wonokromo antara 3 sampai 5 meter. Sementara itu,

berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah nomor

380/KPTS/M/2004, Mendagri memberikan rekomendasi klarifikasi perda tentang batas

(16)

sungai terdapat dalam Perda Provinsi Jawa Timur no. 9 tahun 2007 tentang penataan

sempadan sungai Kali Surabaya dan Kali Wonokromo pada pasal 6 yang dapat

digunakan hanya untuk keperluan operasi dan pemeliharaan sungai, tempat

penimbunan hasil sementara pengerukan sungai, pembuatan bangunan sungai dan

bangunan-bangunan pengairan, bangunan pengelolaan sungai (utilitas sungai),

bangunan pengambian dan pembuangan air, bangunan fasilitas umum, dan jalur hijau.

Jika terjadi pelanggaran maka dapat dilakukan upaya paksa berupa pembongkaran

bangunan yang berada pada bantaran sungai dan atau daerah sempadan sungai dan

daerah penguasaan sungai yang bertentangan dengan peruntukannya (pasal 9).

Berdasarkan Peraturan Menteri PU no 63 tahun 1993 tentang garis sempadan sungai,

daerah pemanfaatan sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai, dengan

tegas telah menetapkan garis sempadan sungai dan menyatakan bahwa bantaran

sungai tidk bisa digunakan untuk membangun permukiman penduduk. Demikian pula

dengan aturan terkait yaitu Keputusan Gubernur Jawa Timur no. 143 tahun 1997

tentang peruntukan tanah pda daerah sempadan sungai sungai Surabaya dan Perda

no. 7 tahun 1992 tentang IMB.

(17)

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas mengenai pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi di

Surabaya, dapat disimpulkan bahwa peran pemerintah sebagai penegak

hukum/peraturan daerah dirasa masih kurang dalam menegakkan dan menindak lanjuti

permasalahan yang ada. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan konsistensi serta kinerja

pemerintah dan aparat penegak hukum lainnya guna menyelesaikan permasalahan

pelanggaran yang ada. Selain itu, perlu adanya peningkatan kesadaran masyarakat akan

taat hukum sehingga tata kelola daerah lebih mudah dilaksanakan dan masyarakat

menjadi lebih tertib dan terarah. Hal yang tidak kalah penting adalah pengawasan berkala

dari pihak pemerintah terkait sehingga apabila terjadi pelanggaran akan mudah dan cepat

Gambar

Gambar 1.1 Kemacetan di ruas Jalan Ahmad Yani
Gambar 1.2 Simbol (a) dilarang parkir dan (b) dilarang berhenti
Gambar 1.4 Penyegelan Indomaret di Jl. Semolowaru Selatan 1/3
Gambar 1.5 Pelanggaran rambu lalu lintas di persimpangan Jl. Pasar Kembang
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kantor Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Mimika Meruapakan salah satu Instansi Pememrintah Daerah dari 21 Intansi Pemerintah Daerah yang ada di

Petugas pemolisian masyarakat (polmas) atau yang lebih dikenal Bhabinkamtibmas di Indonesia merupakan garda terdepan dalam fungsi pelindung, pengayom, dan pelayan

Adanya pengaruh yang tidak signifikan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti keterbatasan peneliti dalam menyebar kuesioner, keadaan insentif nonmateriil di

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

Menurut FASB, kewajiban dalam rerangka konseptual adalah (SFAC No. 35) : Menurut FASB, kewajiban dalam rerangka konseptual adalah (SFAC No. 35) : kewajiban adalah pengorbanan

Peningkatan tata kota kelola pemerintahan yang baik.. 11 (sebelas) TUJUAN, 15 (lima belas) SASARAN, 28 (dua puluh delapan) STRATEGI, dan 24 (dua puluh empat) ARAH

Agung Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia jika dalam waktu yang dianggap cukup sejak tanggal penahanan, Presiden melalui Menteri Kehakiman

Data utama penelitian yang dikumpulkan meliputi ukuran utama kapal akan diolah menjadi kajian teknis berupa analisa olah gerak dan stabilitas kapal, sedangkan data