EKSISTENSI WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA KRITIK SOSIAL (Studi Pada Group Wayang Kulit Gema Rinjani H. Lalu Nasib AR)
Oleh Ahmad Dimyati NIM : 153.081.021
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MATARAM
EKSISTENSI WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA KRITIK SOSIAL (Studi Pada Group Wayang Kulit Gema Rinjani H. Lalu Nasib AR)
Skripsi
diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Mataram untuk melengkapi persaratan mencapai gelar sarjana Sosial Islam
Oleh Ahmad Dimyati NIM : 153.081.021
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MATARAM
PERSETUJUAN
Skripsi Ahmad Dimyati, NIM. 153 081 021, yang berjudul “Eksistensi
Wayang Kulit Sebagai Media Kritik Sosial (Studi pada group Wayang Kulit Gema
Rinjani H. L. Nasip AR)” telah memenuhi syarat dan disetujui untuk
di-munaqasyah-kan. Di setujui pada tanggal, 27 Agustus 2012.
Di bawah bimbingan,
Pembimbing I
Abdul Wahid, M.Ag, M.Pd. NIP: 197105061996031001
Pembimbing II
Hal : Munaqasah
Mataram, 27 Agustus 2012
Kepada
Yth. Rektor IAIN Mataram
di-Mataram
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah diperiksa dan diadakan perbaikan sesuai masukan pembimbing dan
pedoman skripsi, kami berpendapat bahwa Skripsi Ahmad Dimyati, NIM. 153 081
021, yang berjudul “Eksistensi Wayang Kulit Sebagai Media Kritik Sosial (Studi
pada group Wayang Kulit Gema Rinjani H. L. Nasip AR)” telah memenuhi syarat
untuk diajukan dalam siding munaqasyah skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Mataram.
Demikian, atas perhatian Bapak Rektor disampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
Pembimbing I
Abdul Wahid, M.Ag, M.Pd. NIP: 197105061996031001
Pembimbing II
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ahmad Dimyati
NIM : 153 081 021
Program studi : Komunikasi Penyiaran Islam
Fakultas : Dakwah dan Komunikasi
Intitusi : IAIN Mataram
Dengan ini menyatakan bahwa SKRIPSI dengan judul “Eksistensi Wayang
Kulit Sebagai Media Kritik Sosial (Studi pada Wayang Kulit Gema Rinjani H. L.
Nasib AR)” ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri,
kecuali pada bagian yang dirujuk sumbernya.
Apabila di belakang hari ternyata karya tulis ini tidak asli, saya siap dianulir
gelar keserjanaan saya sesuai dengan ketentuan yang berlaku di IAIN Mataram.
Matarm, 28 Agustus 2012
Saya yang menyatakan
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul ““Eksistensi Wayang Kulit Sebagai Media Kritik
Sosial (Studi pada group Wayang Kulit Gema Rinjani H. L. Nasib AR)” yang
diajukan oleh Ahmad Dimyati, NIM. 153 081 021., Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Mataram telah
dimunaqasyahkan pada hari Senin, tanggal 11 September 2012 dan dinyatakan
telah memenuhi syarat untuk mencapai gelar sarjana Sosial Islam.
Dewan Munaqasah
1. Ketua Sidang/Pemb. I
2. Sekretaris Sidang/Pemb. II
3. Penguji I
4. Penguji II
Abdul Wahid, M.Ag, M.Pd. NIP. 197105061996031001 Dr. Fahrurrozi, MA
NIP. 197512312005011010
Muhammad Sa’i, MA NIP. 196812311999031007
Habib Alwi, M.Si
NIP. 1976123022009121002
Mengetahui a.n. Plh. Dekan
Motto
PERSEMBAHAN
Untuk
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan hanya bagi Allah SWT, Pemelihara
seluruh alam raya, yang atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penulis
mampu menyelesaikan tugas akhir ini.
Tugas akhir ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar sarjana sosial di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas
Dakwah dan Komunikasi Institut Agama Islam Negeri Mataram. Penulis
menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar
adalah sesuatu yang tidak terbatas.
Terselesaikannya skripsi ini tentunya tak lepas dari dorongan dan uluran
tangan berbagai pihak. Oleh karena itu, tak salah kiranya bila penulis
mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Dr. H. Nashudin, M.Pd selaku rektor Institut Agama Islam Negeri
Mataram.
2. Drs. H. Hasan Mustafa, M.Ag, (Alm) selaku dekan FDK yang telah
membimbing segenap mahasiswa FDK dengan bijak. Semoga amal
ibadahnya diterima disisi yang Maha Kuasa, amin.
3. Dr. H. Subhan Abdullah, MA, selaku a.n Plh. Dekan FDK yang akan
mengayomi segenap jajaran dosen dan mahasiswa.
4. Abdul Wahid, M.Ag, M.Pd, selaku dosen pembimbing 1, yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing serta pengarahan terhadap
penulis.
5. Dr. Fahrurrozi, MA, selaku dosen pembimbing 2 yang senantiasa
memberikan motivasi dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan
6. Mamiq Nasib dan anggota sanggar Gema Rinjani yang telah menjadi
guru lapangan serta bantuannya dalam memberikan data-data yang
dibutuhkan penulis dalam menyelesaikan penelitiannya.
7. Inaq (Aisyah), Amaq (Damrah), Heru, Ejik, dan semua keluarga,
terimakasih atas do’anya sehingga pendidikan penulis bisa berlangsung
sampai hari ini.
8. Temen-temen kelas, ada Zaki, Fahmi, Rahman, Riani, Hasan, Tiara,
Heni, Bang Yib, geng gatep dan semua teman-temanku di RCA,
terimakasih atas do’a sehingga penulis bisa ujian skripsi dan wisuda. 9. Sahabat saya, Lan terima kasih buat printernya Ok.
10. Semua pihak yang telah banyak membantu saya dan tidak saya
sebutkan karena keterbatasan memori ingatan.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini dengan melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya.
Semoga karya penelitian tugas akhir ini dapat memberikan manfaat
dan kebaikan bagi banyak pihak demi kemaslahatan bersama serta bernilai
ibadah di hadapan Allah SWT. Amin.
Daftar Isi
Sampul depan ...
Judul ...
Persetujuan pembimbing ... iv
Nota dinas pembimbing ... v
Pernyataan keaslian skripsi ... vi
Pengesahan ... vii
Motto ... viii
Persembahan ... x
Kata pengantar ... xi
Daftar isi ... xii
Abstrak ... xiv
Bab I Pendahuluan ... 1
A. Kontek Penelitian ... 1
B. Fokus Penelitian ... 6
C. Tujuan dan Manfaat ... 6
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ... 7
E. Telaah Pustaka ... 8
F. Kerangka Teoritik ... 10
1. Media ... 10
a. Pengertian dan Fungsi Media ... 10
2. Wayang ... 15
a. Pengertian dan Fungsi Wayang ... 15
b. Wayang dan Pelestariannya ... 18
3. Kritik Sosial ... 21
G. Metodologi Penelitian ... 23
1. Pendekatan Penelitian ... 23
2. Kehadiran Peneliti ... 23
3. Lokasi Penelitian ... 24
4. Sumber Data ... 24
5. Prosedur Pengumpulan Data ... 25
a. Metode Observasi ... 25
b. Metode Wawancara ... 25
c. Metode Dokumentasi ... 26
6. Teknik Analisis Data ... 27
7. Validitas Data ... 28
4. Bab II Paparan Data dan Temuan ... 29
A. Wayang Sasak dan Lahirnya Sanggar Gema Rinjani ... 29
B. Eksistensi Wayang Kulit Gema Rinjani Sebagai Media 5...Kriti k Sosial ... 33
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eksistensi Wayang Kulit 6...Gem a Rinjani Sebagai Media Kritik Sosial ... 51
8...Sosia
l ... 60
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eksistensi Wayang Kulit 9...Gem a Rinjani Sebagai Media Kriti Sosial ... 70
10.Bab IV Penutup ... 81
A. Kesimpulan ... 81
B. Saran-saran ... 83
13. ABSTRAK 14.
15. Wayang merupakan media komunikasi tradisional yang sudah lama dikenal masyarakat, keberadaannya menjadikan suatu hal yang menarik dan menjadi pertanyaan bagi peneliti terkait keberadaannya di masyarakat sebagai media yang berfungsi sebagai wahana kritik sosial, terhadap pola hidup masyarakat keseharian turut diwayangkan dengan lakon yang mendidik dan lucu, persaingan dengan media modern membuat penggiat media tradisional wayang kulit Sasak dituntut untuk mempertahankan keberadaan kesenian dan budaya yang sudah mendarah daging.
16. Penelitian tentang keberadaan wayang kulit Gema Rinjani ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif, dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Temuan yang dihasilkan berupa data-data yang mendukung untuk karya ilmiah yang berupa hasil observasi pentas, berbagai data dari hasil wawancara objek penelitian beserta dokumentasi yang berkaitan dengan keberadaan Wayang Kulit H. Lalu Nasib AR.
17. Berdasarkan hasil analisis data dan temuan yang dipaparkan, sehingga bisa menjawab fokus penelitian, penelitian ini menyimpulkan bahwa keberadaan wayang kulit sebagai mendia kritik sosial memberikan efek yang positif bagi masyarakat ketika pesan-pesannya tentang berbagai kritik diterima dengan baik, dalam penyampaian pesan tersebut memiliki berbagai faktor yang dapat mendukung efektifnya komunikasi seperti kemampuan magis dalang, kredibilitas komunikator, dan komunitas yang mendukung keberadaan wayang kulit Gema Rinjani sebagai media kritik sosial.
18.
19. Kata Kuci: Wayang, Media Komunikasi Tradisional, Kritik Sosial. 20.
22. BAB I
23. PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
24.Masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri atas dua variabel
yaitu peranan-peranan dan kelompok-kelompok yang keduanya saling
berkaitan dan saling mempengaruhi, sehingga didalamnya
tindakan-tindakan, perilaku, tingkah laku sosial kehidupan manusia diwujudkan.1
25.Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai fonomena yang
menjadi penghias kehidupan berkelompok dan bertingkah laku di dalamnya,
seperti sifat keharmonisan, kejahatan, tata karma, norma-norma yang telah
disepakati, beserta masalah sosial dalam bermasyarakat.
26.Proses kehidupan bermasyarakat, tidaklah sama antara masyarakat
yang satu dengan masyarakat yang lain, dikarenakan perbedaan tingkat
perkembangan kebudayaan, sifat, keadaan masyarakat dan keadaan
lingkungan.2
27.Perbedaan kehidupan masyarakat inilah yang membuat masalah
sosial berbeda, tapi masalah sosial itu ini timbul sebagai akibat dari
hubungan dengan sesama manusia lainnya dan akibat tingkah laku manusia
itu sendiri.
28.Sehingga masalah sosial merupakan suatu cara bertingkah laku
yang dapat dipandang sebagai tingkah laku dan pola kehidupan manusia
yang selalu membutuhkan satu dengan yang lainnya (mahluk sosial).
Masalah sosial juga sebagai tingkah laku yang menentang satu atau
beberapa norma yang telah disepakati bersama.
1 Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar. Teori dan Konsep Ilmu Sosial (Bandung: Rafika Aditama, 2001), h. 8
29.Manusia di sini yang menjadi subjek dari tatanan kehidupan
masyarakat yang selalu berubah-ubah, pola kehidupan masyarakat akan
membentuk tatanan sosial dan sekaligus menjadi ciri khas masyarakat yang
mendiami sebuah wilayah. Masyarakat akan terpola dengan system
kehidupan yang sudah terbentuk dari cara mereka hidup dan system
kebudayaan yang mereka anut, sehingga akan terbentuk norma, nilai dan
budaya.
30.Dari semua pola kehidupan masyarakat yang mereka jalani dalam
kehidupan sehari-hari akan terbentuk struktur masyarakat yang diharapkan
yaitu masyarakat yang madani yang selalu eksis dalam menjalankan budaya
yang mereka yakini, anut, dan yang mereka terapkan secara terus menerus,
karena kebudayaan adalah produk dari keseluruhan kegiatan sosial yang
dijalankan di tengah masyarakat dengan segala aktivitasnya.3
31.Kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat Lombok yang
mayoritas menganut agama Islam, sangat kental dengan nuansa-nuansa
Islam yang mampu mengkombinasikan antara agama dan budaya
(singkretisme).
32.Napak tilas sejarah masuknya Islam di Indonesia, salah satunya
dengan metode perpaduan antara seni dan agama yang dahulunya diterapkan
salah satu dari Sembilan Wali Songo dalam menyampaikan materi
dakwahnya tentang Islam melalui media perwayangan, yang pada zaman itu
merupakan tradisi seni hindu.
33.Dengan kreatifitas para wali dan melakukan perombakan pada
fungsi wayang tanpa menghilangkan nuansa adat istiadat dan kebudayaan
masyarakat setempat, perubahan itu dilakukan guna mempermudah
penyebaran informasi tentang ajaran agama yang efektiff.
34.Wayang dalam perkembangannya di era komunikasi dan informasi
pada saat sekarang ini berubah peran menjadi media komunikasi sosial,
khususnya dalam menyampaikan aspirasi masyarakat terkait dengan realita
sosial.
35.Dalam hal ini, seni pewayangan mendapatkan posisi signifikan di
tengah masyarakat Lombok yang heterogen. Wayang eksis dengan berbagai
macam cerita yang disampaikan oleh dalang, dalam setiap isi cerita
pewayangan hampir separuhnya menggambarkan realitas sosial masyarakat,
seperti keagamaan masyarakat, pendidikan, hiburan, informasi dan kritik
sosial.
36.Realitas inilah yang kemudian menjadikan wayang dalam salah
satu fungsinya sebagai sarana kritik sosial, menjadikannya media yang
sangat mudah dipahami karena dibawakan dengan bahasa-bahasa yang
akrab di masyarakat.
37.Munculnya berbagai macam seni hiburan yang disajikan oleh
media saat ini menjadi bagian dari pertarungan dari keberadaan kesenian
wayang kulit, karena media selalu berusaha untuk menghadirkan sesuatu
yang baru yang sesuai dengan tatanan dan realitas kehidupan masyarakat
pada saat itu, sehingga sering media pewayang dianggap sebagian
masyarakat kurang dinamis, kuno, dan kurang mengikuti perkembangan
modern serta selera penonton.4
38.Di satu sisi media dengan teori agenda setting mampu menyajikan
berbagai bentuk hiburan, maupun edukasi, serta keritik sosial untuk
dipertontonkan kepada masyarakat, yang pada akhirnya apa yang dianggap
penting bagi media maka dianggap penting juga oleh masyarakat.5
39.Pada saat bersamaan masyarakat sekarang telah dimanjakan oleh
kesenian-kesenian pop dan hiburan murahan yang hanya memberikan,
mengutamakan kegembiraan sesaat dan kepuasan lahiriah, semua itu
dinikmati tanpa adanya kedalaman nilai-nilai, norma-norma yang
sebenarnya dapat meningkatkan kedewasaan kepribadian.6
40.Kemajuan media masa pada saat ini seperti yang dipaparkan di
atas, itu akan menjadi tantangan besar dari keberadaan wayang kulit yang
ada di gumi Sasak yakni pulau Lombok, karena dalan setiap industri media
masa, persaingan tidak bisa dihindarkan, keadaan ini menyebabkan media
masa sangatlah bergantung kepada khalayak atau penontonnya.
41.Jika suatu acara atau tayangan memiliki banyak penonton maka
tentunya acara tersebut akan selalu ditayangkan dan memiliki banyak
keuntungan dengan banyaknya keuntungan yang masuk, namun sebaliknya
jika acara tersebut tidak mempunyai penonton maka tidak ada satupun
lembaga atau stasiun televisi tidak akan mau menayangkan atau menanggap
acara tersebut.
42.Seni pewayangan dan budaya tradisional yang sudah lama kita
kenal dan menjadi sebuah kebanggaan, kini tidak banyak lagi dikenal dan
dimanfaatkan oleh masyarakat terkhusus generasi muda.7
43.Perlu diakui bahwa eksistensi seni pewayangan dan budaya
tradisional di Nusa Tenggara Barat mengalami kemunduran dari tengah
5 Burhan Bungin, Sosiologi…, h 285
6 Anak Agung Ngurah Sumantri, “Wayang Sebagai…., h. 20.
masyarakat akibat pergeseran nilai-nilai kebutuhan setiap individu dan
masyarakat dalam berbagai hal termasuk dalam menikamati dan
mendapatkan hiburan.8
44. Kemerosotan dari keberadaan media tradisional termasuk wayang
Sasak juga dirasakan oleh Haji Lalu Nasib yaitu seorang dalang kondang
dari Lombok Barat Nusa Tenggara Barat, menyatakan bahwa masyarakat
akan meninggalkan kesenian wayang kulit untuk beberapa tahun
kedepannya.9
45.Tidak mudah untuk menjaga dan mempertahankan keberadaan seni
tradisional wayang Sasak di tengah membanjirnya kesenian modern,
keadaan makin diperparah dengan kurangnya kepedulian dari masyarakat,
pemerhati, terlebih lagi oleh pemerintah untuk memperhatikan keadaan
kesenian daerah supaya bisa dilestarikan, sehingga tidak sedikit pelaku
kesenian tradisional yang masih mempertahankan keberadaannya dengan
cara yang menurut mereka mampu untuk mengembalikan fungsi-fungsi
yang mendasar dari kesenian tradisional tersebut.10
46.Dari uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan terfokus pada “eksistensi wayang kulit sebagai media
kritik sosial (study pada group wayang kulit Gema Rinjani Haji Lalu Nasib
AR)”
B. Fokus Penelitian
47.Berdasarkan kontek penelitian di atas, maka peneliti membatasi
fokus penelitian sebagai berikut:
8Ibid.,
9 Lalu Nasib AR, Wawancara, Perigi, 27 Februari 2012.
1. Bagaimana eksistensi wayang kulit Gema Rinjani sebagai media kritik
sosial ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi eksistensi wayang kulit gema
rinjani sebagai media kritik sosial ?
C. Tujuan dan Manfaat
48.Berdasarkan fokus penelitian yang dijabarkan di atas maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui eksistensi wayang kulit Gema Rinjani sebagai media
kritik sosial
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensi wayang
kulit Gema Rinjani sebagai media kritik sosial.
49. Berdasarkan tujuan penelitian yang sudah dijabarkan di atas maka
peneliti akan menguraikan manfaat dalam penelitian ini yaitu manfaat
secara teoritis dan manfaat praktis. a. Manfaat Teoritis
50.Adapun manfaat teoritis yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah sbb:
1) Menambah wawasan ilmu komunikasi khususnya tentang media
komunikasi tradisional.
2) Untuk menambah referensi peleliti berikutnya di bidang media
tradisional. b. Manfaat Praktis
1) Bagi group wayang Kulit Gema renjani, supaya menjadi motor
penggerak dalam menjaga seni kebudayaan daerah dan nasional
sehingga bisa dikembangkan dan dikenalkan di tengah masyarakat. 2) Bagi masyarakat, bisa menjadikan acuan untuk bisa menjaga
keberadaan seni media tradisional dan sekaligus menambah reprensi
keilmuan sesuai dengan judul yang dibahas.
3) Bagi Fakultas Dakwah dan Komunikasi supaya bisa menjalin
Nasib AR untuk lebih mengenalkan teori komunikasi kepada
mahasiswa.
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
51.Seni tradisional yang sudah populer dikenal masyarakat biasanya
mampu menciptakan hubungan baik antara komunikator dan komunikan
(khalayak), misalnya melalui pertunjukan itu terdapat pertemuan langsung antara keduanya dimana keduanya dapat bertukar ide dan gagasan untuk
dibawakan dalam acara tersebut.
52.Media massa modern saat ini belumlah cukup efektiff dalam
penyampaian informasi tanpa singkronisasi dengan media tradisional,
seperti halnya media tradisional akan sulit dikenal masyarakat tanpa media
sebagai wadah penyampaian pesan-pesan terhadap masyarakat banyak
termasuk kritik-kritik sosial maupun pemerintah.
53.Oleh karena itu ruang lingkup penelitian ini peneliti fokuskan
seperti yang telah dijabarkan di fokus penelitian dan setting penelitian ini berlokasi di Dusun Perigi Gerung Selatan, dimana group Wayang Kulit
Gema Rinjani eksis.
E. Telaah Pustaka
54.Telaah pustaka merupakan bahasan tentang penelitian terdahulu
yang terkait atau bahasan yang sejalan dengan penelitian yang akan diulas,
sehingga tujuan dari telaah pustaka ini adalah untuk menampilkan
perbedaan dan menghindari plagiatisme terhadap penelitian terdahulu. 55.Sri Haerani dalam penelitiannya “Peranan Wayang Kulit Sebagai Media Pendidikan Islam Di Desa Gerung Kecamatan Lombok Barat”11,
membahas sejarah dan asal usul seni pewayangaan di Lombok khususnya
wayang kulit Gema Rinjani. Penelitian Haerani ini fokus membahas tentang
kegiatan wayang sebagai penyiaran agama Islam sehingga dalam
penelitiannya menemukan bahwa media wayang kulit ini mengandung
ajaran-ajaran Islam dan nilai-nilai kemanusiaan, seperti yang terungkap
melalui cerita-cerita yang ditampilkan pada waktu pegelaran dan
permainannya12.
56.Dalam penelitian ini sangat efektiff sebagai salah satu media
komunikasi langsung kepada masyarakat. Dijelaskan juga oleh Haerani
bahwa media pewayangan dapat juga memberikan santapan rohani yang
memberikan rasa nikmat, memberikan kesegaran jiwa dan meningkatkan
kesadaran budi bagi penggemar wayang tersebut. Karena wayang
merupakan sebuah pertunjukan yang multidimensional yang dapat dikatakan
mempunyai fungsi yang komunikatif, dimana dalam pegelarannya wayang
ini bisa melontarkan kritik langsung terhadap masyarakat, begitupun dari
pihak penonton bisa melakukan kritik dan keluhan kepada dalang yang
bertindak sebagai komunikator bila terjadi keteledoran dan kekeliruan
dalam menyampaikan pesannya.
57.Ini menunjukkan suatu hal komunikasi yang hidup dan
bersemangat dari kedua belah pihak dan menghasilkan umpan balik dalam
berkomunikasi yang baik karena diantara keduanya terjadi kontak langsung
antara penonton dan dalang.
58.Berbeda dengan penelitian Haerani, penelitian ini menjelaskan
tentang keberadaan wayang yang berfungsi sebagai media tradisional di
tengah masyarakat untuk mengkritik keadaan sosial baik itu dari segi moral,
agama, pemerintahan, dan kebiasaan sehari-hari di tengah masyarakat
Gerung khususnya dan Lombok pada umumnya.
59.Suci Murni dengan penelitiannya “Sastra Religius Sebagai Media Dakwah (Sebuah Analisis Terhadap Karya Inayati “Atas Nama Cinta”)13,
Dalam penelitiannya peneliti mengulas dan menjabarkan kandungan dari isi
sastra tentang dakwah kontemporer yang kental, seperti halnya kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut manusia untuk maju dan
berkembang pola pikirnya, sehingga dalam menghadapi dan berdakwah di
tengah masyarakat tidak terkesan kaku dan normatif.
60.Berbeda dengan penelitian yang peneliti jelaskan yaitu
pemanfaatan media komunikasi publik berupa pertunjukan wayang Sasak
untuk menyebarkan isi-isi dakwah dan beragam kritik sosial ketengah
masyarakat.
F. Kerangka Teoritik
1. Media
a. Pengertian dan Fungsi Media
61.Media merupakan alat atau sarana yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak.14
62.Dalam teorinya Mc Luhan dalam Rahmat, Media merupakan
perluasan dari alat indra manusia seperti, media TV, Radio, pertunjukan
wayang, dan Drama. Dan diungkapkannya lagi secara operasional dan
fraktis, media adalah pesan, karena media membentuk dan mengendalikan
skala serta bentuk hubungan dan tindakan manusia.15
13 Suci Murni, “Sastra Religius Sebagai Media Dakwah: Sebuah Analysis Terhadap Karya Inayati “Atas Nama Cinta” (skripsi IAIN Mataram, Mataram, 2005).
14 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Grafindo Persada, 2007), h. 123
63.Oleh karena itu, dalam pengertian media adalah perantara untuk
menyampaikan pesan dari komunikator ke khalayak atau masyarakat yang
akan menerima dan memberikan tanggapan dari yang disampaikan.
64.Di samping pengertian media diatas terdapat juga fungsi dan peran media di tengah masyarakat, seperti fungsi media menurut Lasswell dalam
Severin. Fungsi media yaitu sebagai: pengawasan (surveillance), korelasi (correlation), penyampaian warisan sosial (transmission of the social heritage), dan hiburan (entertainment).
1. Pengawasan (Surveillance), fungsi media ini memberikan kita informasi dan menyediakan berita. dengan informasi yang kita
dapatkan dari media, kita lebih tanggap dalam menghadapi keadaan
di tengah masyarakat seperti keadaan ekonomi, publik dan keadaan
alam.16
2. Korelasi (Correlation), pada fungsi ini media menjadi seleksi dan interpretasi informasi tentang lingkungan, sehingga bertujuan untuk
menjalankan norma sosial dan menjaga stabilitas masyarakat.17
3. Penyampaian Warisan Sosial (Transmission of the Social Heritage), suatu fungsi media di mana media menyampaikan tradisi, warisan, norma dan nilai dari satu generasi ke gereasi
setelahnya.18 Sehingga dengan cara ini menjadikan kesatuan utuh di
tengah masyarakat.
4. Hiburan (Entertainment), sebagian besar yang terdapat di dalam media adalah sebagai hiburan semata, karena dengan fungsi
16 Severin & Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, & Terapan Di Dalam Media Massa (Jakarta: Pranada Media, 2005), h. 386
hiburan dimaksudkan untuk memberi waktu santai dari masalah
atau kegiatan yang dilakukan setiap waktu.19
65.Dari keempat fungsi media yang telah dijabarkan, menunjukkan
bahwa media memberikan pengaruh dan peranan yang signifikan terhadap
kehidupan masyarakat dalam menjalani aktivitas sehari-hari. b. Media Tradisional
66.Media tradisional merupakan media rakyat yang tumbuh dan
berkembang di tengah masyarakat, yaitu alat komunikasi yang sudah ada
di tengah masyarakat dan digunakan di suatu tempat (desa) sebelum
kebudayaannya tersentuh oleh teknologi dan dimanfaatkan sampai
sekarang.20
67.Media tradisional adalah sebagai bentuk-bentuk (gabungan pesan)
verbal, gerakan, lisan, nonverbal dan visal yang dikenal dan diakrabi
masyrakat, diterima oleh mereka dan dipertunjukkan dengan masksud
menghibur, menjelaskan, mendidik dan memberikan informasi berupa
kritik.21
68.Dari pengertian media tradisional yang telah dijabarkan, bisa
memberikan pandagan bahwa media tradisoanal adalah suatu identitas dan
perekat sosial antara masyarakat .
69.Di tengah era tekhnologi, berbagai macam informasi sudah
berkembang sedemikian rupa menggunakan tekhnologi yang begitu
canggih, sehingga informasi yang dibutuhkan masyarakat bisa dinikmati
dalam hitungan detik. Hal ini menunjukkan persaingan dalam hal
19Ibid, h. 388
20 Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), h. 114
informasi yang memanfaatkan media (Modern) untuk penyampaian pesan
terhadap masyarakat.
70. Sekalipun media massa modern di Indonesia sekarang
berkembang pesat, media tradisional tetap tidaklah kalah keberadaannya di
tengah masyarakat dalam menyampaikan informasi ke tengah masyarakat
karena media tradisional merupakan komunikasi sosial yang tidak akan
terpisahkan dari kehidupan manusia.
71.Oleh karena itu, media tradisional juga sebagai media hiburan dan
penyebarluasan informasi publik, karena alur cerita dalam kesenian rakyat
tersebut biasanya disampaikan dalam bahasa lokal dan menyatu dengan
masyarakat setempat, sehingga dapat dimengerti dan cepat dicerna oleh
masyarakat.
72.Tetapi Tantangan yang dihadapi dalam menghadirkan media
tradisional adalah bagaimana menempatkannya di antara tatanan
masyarakat. Hal ini penting, karena keberadaan media tradisional tidak
dapat dilepaskan dari masyarakat/komunitas budaya pendukungnya. Tanpa
adanya dukungan warga, keberadaan media tradisional tidak ada artinya.
Sehingga ciri dari setiap media tradisional adalah partisipasi warga,
melalui keterlibatan fisik atau psikis.
73.Ada beberapa kelebihan dari media tradisional dibandingkan
dengan media lain, diantaranya :
1) Media tradisional tumbuh dan berkembang di masyarakat, sehingga
dianggap sebagai bagian dari kehidupan masyarakat desa.
Contohnya dalam teater masyarakat, ketoprak dan wayang.22
2) Media tradisional bisa dinikmati semua lapisan masyarakat, tidak
seperti media rakyat atau media massa yang harus membutuhkan
pengetahuan pendidikan tertentu.23
3) Media tradisional sifatnya lebih menghibur sehingga lebih cepat
mempengaruhi sikap masyarakat, sehingga dalam hiburan itu bisa
dieselipkan informasi-informasi yang bermanfaat bagi masyarakat.24
74.Namun dengan begitu, biarpun media tradisional memiliki
kelebihan-kelebihan tersendiri dalam menempatkan keberadaannya di
tengah masyarakat, tetapi media tradisional ini terbentur hambatan dalam
pengembangannya.25
75.Pertama, dengan perkembangan tingkat perkembangan masyarakat yang kian dipengaruhi media massa, sehingga menyebabkan
keeksistensian media tradisional terancam. Contohnnya dikalangan muda
kurang meminati untuk mempelajari media tradisional tersebut untuk
diwarisi.
76.Kedua, peran pemerintah dalam hal ini sangatlah minim perhatiannya, padahal media tradisional bisa dimanfaatkan sebagai
penyuluhan pembangunan dan penyebaran informasi bagi masyarakat
pedesaan dan wilayah-wilayah yang sulit dijangkau oleh media modern. 77. Ketiga, peran media massa (elektronik) kurang meminati media tradisional untuk diekspos. Padahal dengan penyebaran informasi,
pemberitaan ini bisa menjadi sarana untuk menjaga kelangsungnnya.26
78.Melihat fungsi, kelebihan dan hambatan dari media tradisional
tersebut yang sedemikian mempengaruhi kehidupan masyarakat, media
23Ibid, h. 116
24Ibid, h. 117
25 Ibid, h.117
tradisional jelas bisa dimanfaatkan secara efektiff sebagai media sarana
komunikasi dan infromasi yang handal di tengah pengaruh media massa
modern. 2. Wayang
a. Pengertian dan Fungsi Wayang
79. Wayang merupakan warisan kekayaan budaya sejak zaman
nenek moyang bangsa Indonesia. Sehingga Wayang adalah salah satu
unsur kebudayaan Indonesia yang mengandung nilai seni, pendidikan
dan nilai pengetahuan yang tinggi dan benar-benar sangat bernilai untuk
di pelajari dengan sebisa dan sedalam-dalamnya.27
80. Kata ‘wayang’ yang awalnya berasal dari kata
‘wewayangan’, yang diartikan bayangan.28 Wayang berarti bayangan.29
Wayang juga diartikan seperti yang diungkapkan Nederlands Inie Land Valk Geschie Denis En Bestuur Bedijr En Samenleving (dalam Mertosodono) mengatakan bahwa wayang adalah suatu permainan
bayangan pada kelir yang dibentangkan.30
81. Pengertian wayang yang telah dijabarkan bisa peneliti
simpulkan bahwa wayang merupakan bayangan dari sebuah lukisan dari
kulit yang diukir seperti perumpamaan manusia yang dimainkan dari
balik kelir oleh sang dalang.
82. Dalam filosofinya unsur-unsur yang terdapat dalam kelir
mempunyai makna yang mendasar dalam kehidupan manusia, seperti
27 Sri Haerani, “Peranan Wayang Kulit Sebagai Media Pendidikan Islam Di Desa Gerung Kecamatan Lombok Barat” (Skripsi, IAIN Mataram, Mataram, 1999). h. 28
28 Anak Agung Ngurah Sumantri, “Wayang Sebagai Media Pendidikan In Formal dan Non Formal”, Aksara Sriti Jurnal BPPNFI Regional VII Matarm, Edisi 7,(Juni, 2011), h. 15
29 Woro Aryandini, Wayang Dan Lingkungan (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2002), h.46
yang diungkapkan Lalu Nasib, dalang wayang kulit Gema Rinjani
Gerung menjelaskan bahwa kelir wayang itu putih dan dikelilingi warna
hitam, dibawah hitam, diatas hitam, disamping hitam itu menandakan
dunia ini bulat, diatas menandakan udara dan alam, dibawah
menandakan bumi tempat berpijak manusia. Pada saat layar kosong,
lampu menerangi sehingga terlihat seperti matahari subuh, setelah itu
turunlah dua Kayon yaitu gunungan kiri dan kanan, keduanya ini
diibaratkan Jayangrana dan Dewi Munyarim. Keadaan seperti itu
menggambarkan pada saat bumi itu kosong turunlah Adam dan Hawa,
ketika keduanya pergi maka pergilah yang lain-lain.
83. Disamping dari pengertian wayang tersebut, wayang jung
memiliki fungsi tersendiri di tengah masyarakat. Fungsi wayang
tersebut seperti yang ditulis skripsi Sri Haerani (dalam Sri Mulyono,
1976) meliputi:
a. Sebagai Sebuah Hiburan
84. Dalam fungsinya wayang sangat digemari masyarakat
sebagai media hiburan karena pertunjukan wayang di samping
relative murah juga bisa dijangkau setiap kalangan. b. Sebagai sebuah nilai seni
85. Dalam fungsinya sebagai sebuah nilai seni, nilai seni
merupakan unsur yang dominan dan merupakan nilai yang
dilamnya terkandung seni ukir, seni lukis, seni tari, seni swara dan
banyak lagi. Semua itu merupakan nilai pendukung dari
pedalangan wayang.
c. Pendidikan dan Penerangan
86. Pesan yang berupa kritik, petuah, nasehat, pendidikan,
pertunjukan. Dari pesan itu kemudian dijelaskan sehingga
dimengerti masyarakat dengan kata-kata yang sederhana. d. Sebagai Ilmu Pengetahuan
87. Wayang sebagai ilmu pengetahuan karena wayang bisa
dijadikan sebagai objek penelitian. Seperti peneliti-peneliti yang
sudah terkenal, Dr. Hazeu dari Barat, Sri Mulyono dan banyak lagi
peneliti yang lain yang memfokuskan penelitiannya tentang
wayang.
e. Di dalamnya terkandung nilai Filsafat, Simbolik dan Rohani. 88. Intisari dari pewayangan ini melambangkan suatu
perbubatan yang bersifat tasawuf atau di dalamnya melambangkan
nilai suatu perjuangan hidup kearah kesempurnaan.31
89. Dari fungsi yang telah dijabarkan diatas, menunjukkan
bahwa wayang merupakan ilmu yang multidimensional karena
menunjukkan kesatuan yang utuh dan saling mendukung antar fungsi
satu dengan yang lain dalam menyampaikan sebuah pesan ke
masyarakat.
b. Wayang dan Pelestariannya
90. Hampir setiap anak-anak di Indonesia mengenal
tokoh-tokoh kartun kesenangan mereka, seperti Satria Baja Hitam, Superman,
Batman, Spongebob dan bayak lagi tokoh-tokok produk dari film-film
barat. Hal ini disebabkan promosi dari tokoh-tokoh mereka begitu
gencar disiarkan, kita liyat hampir setiap acara di chanel televisi yang
ditayangkan sebagian besar film-film impor. Tidak cukup dengan itu,
pengaruh tokoh-tokoh barat juga dipromosikan lewat pakaian, maenan
anak-anak, buku-buku, sepatu dan banyak lagi, semua ini
mempengaruhi pandangan anak-anak Indonesia lebih mengenal baik
tokoh-tokoh barat tersebut.
91. Dengan demikian, menyebabkan anak-anak umuran
kanak-kanak sudah menghayalkan dirinya seperti tokoh-tokoh yang mereka
idolakan Besarnya pengaruh promosi barat terhadap tokoh-tokoh
filmnya membuat anak-anak tidak pernah menghayakan diri menjadi
tokoh yang ada di Indonesia seperti Gatot Kaca, Arjuna, Rahwana dan
punakawan (Tokoh dalam pewayangan).32
92. Maka, tidak heran generasi muda Indonesia dengan
sendirinya tidak mengenal dan melupakan kebudayaan asli Indonesia.
Banyak hal yang masih perlu diperhatikan dalam melestarikan budaya
sendri (Dunia Pewayangan) seperti wayang Indonesia kurang
memasyarakat Hal ini disebabkan media komunikasi yang ada di
Indonesia kurang berminat mempromosikan budaya asli daerah,
sehingga hal ini menyebabkan pewayangan kurang dikenal masyarakat
luas..33
93. Disamping itu pemerintah daerah pun kurang
memanfaatkan media tradisional wayang dalam berbagai perayaan
tertentu. Padahal lewat acara-acara tersebut bisa lebih mengenalkan
budaya asli daerah termasuk mensosialisasikannya ke masyarakat yang
lebih luas.
94. Di tinjau dari segi pendidikan pun, masih minim minat
pelajar maupun mahasiswa untuk mencari tahu tentag budaya
32 Kanti Waluyo, Dunia Wayang: Nilai Estetis,Sakralitas & Ajaran Hidup
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 158
tradisional teramsuk wayang, apalagi mendalami dan mempelajari lebih
lanjut tentang wayang tersebut. Hal ini di sebabkan masyarakat
Indonesia belum menghargai seni budaya itu.34
95. Karena pengembangan wayang atau budaya tradisional
lainnya tergantung dari masyarakatnya. Jika masyarakat gemar
menonton pegelaran wayang dan mengambil perlarajaran dari pegelaran
tersebut, maka masyarakaat dengan sendirinya akan mengidolakan
tokoh-tokohnya, tetapi bila masyarakat atau anak-anak lebih sering dan
lebih menyukai tokoh-tokoh dan film buatan barat, maka masyarakat
tersebut akan berhayal menjadi seperti mereka.
96. Usaha-usaha dalam pelestarikan wayang sebagi budaya
yang dikenal dan di jadikan komunikasi masyarakat, tidaklah begitu
mudah di aplikasikan di tengah masyarakat, tapi dengan upaya-upaya
yang telah dilakukan pemerintah dan masyarakat untuk mengenalkan
wayang terhadap masyarakat bisa memberikan manfaat berarti bagi
kelestarian budaya asli daerah, seperti:
97. Pertama, membuat buku, komik, buku-buku cerita wayang seperti buku dan komik Gatot Kaca yang sudah ada.35
98. Kedua, sebisa mungkin membuat film kartun atau animasi tentang wayang yang sifatnya lucu tapi mendidik, seperti film-film
yang gencar diproduksi orang barat.36
99. Ketiga, pemerintah daerah harus lebih giat memanfaatkan media wayang sebagai sarana pengenalan program-program pemerintah
terhadap masyarakat.37
34 Ibid, h.164
35 Ibid, h.162
36 Ibid, h.162
100. Keempat, melalui media elektronik (Radio, Tv, Internet) siaran wayang ditingkatkan dengan program-program yang bervariasi
berbagai macan tema yang berkembang di tengah masyarakat.38
101. Dari empat hal yang dijelaskan diatas, bila diaplikasikan
dengan baik, maka dengan sendirinya masyarakat akan mengenal dunia
wayang itu seperti apa, termasuk mengetahi budaya-budaya asli daerah
yang ada. Sehingga pelestarian wayang di tengah masyarakat akan
terwujud.
3. Kritik Sosial
102. Perubahan-perubahan kecil yang dihasilkan dari efek media
merupakan perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktru sosial yang
tidak memberikan pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat pada
waktu itu, seperti memulihkan kelakuan sehari-hari, perubahan gaya hidup
yang dipengaruhi tren.39
103. Perubahan-perubahan terhadap masyarkat bisa datang dari
hal-hal kecil yang dilakukan sebagian orang atau media modern maupun
media tradisional. Perubahan yang dihasilkan atas dasar pesan yang
dikomunikasikan seperti perubahan nilai-nilai sosial, norma-norma sosial,
pola-pola perilaku masyarakat, semua terlahir dari komunikasi yang
bersifat kritikan yang membangun dan memberi perubahan terhadap
konstruksi masyarakat.40
104. Disini Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi
dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap
38 Ibid, h.162
39 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta:RajaGrafindo Persada,2007), h. 269
jalannya suatu system sosial atau proses bermasyarakat. kritik sosial
merupakan frase yang terdiri dari dua kata yaitu kritik dan sosial. Adapun
yang dimaksud dengan kritik adalah suatu tanggapan atau kecaman yang
kadang-kadang disertai dengan uraian dan pertimbangan baik maupun
burukya suatu hasil karya, pendapat, dan gaya hidup. Sedangkan sosial
sekumpulan orang yang hidup bersama dalam situasi yang lama dan diikat
dengan nilai-nilai yang dianut.
105. Kritik sosial juga dapat didifinisikan suatu aktifitas yang
berhubungan dengan penilaian, perbandingan, dan pengungkapan
mengenai kondisi sosial suatu masyarakat yang terkait dengan nilai-nilai
yang dianut ataupun nilai-nilai yang dijadikan pedoman. Hal ini untuk
penilaian atau pengujian keadaaan masyarakat pada suatu saat.
106. Dengan kata lain dapat dikatakan, kritik sosial berfungsi
sebagai tindakan untuk membandingkan serta mengamati secara teliti dan
melihat perkembangan secara cermat tentang baik atau buruknya kualitas
suatu masyarakat.
107. Adapun tindakan mengkritik dapat dilakukan olehsiapapun
termasuk sastrawan dan kritik sosial merupakan suatu variabelpenting
dalam memelihara system sosial yang ada.41
G. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
108. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif karena penelitian kualitatif adalah sebuah penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian, misalnya keadaan masyarakat, perilaku, persepsi,
motivasi dan tindakan yang dilakukan seorang tokoh dan inividu yang
berpengaruh.42
109. Dengan menggunakan jenis penelitian ini, peneliti lebih
mudah berhadapan dengan masyarakat banyak dan berhubungan
langsung antara peneliti dan yang diteliti.
2. Kehadiran Peneliti
110. Kehadiran peneliti dalam penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan data valid yang dibutuhkan dalam penelitian kualitatif dan
memudahkan mendapatkan data dari imforman dalam penelitian,
termasuk untuk mendapatkan kajian-kajian yang terjadi pada saat
melakukan observasi.
111. Dalam hal ini peneliti membutuhkan data tentang masalah
yang difokuskan dalam fokus penelitian dengan menggunakan beberapa
metode yakni metode observasi, wawancara dan dokumentasi.
3. Lokasi Penelitian
112. Lokasi penelitian ini adalah di Dusun Pergi Desa Gerung
Selatan, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, karena di desa tersebut
terdapat kesenian Wayang Kulit yang bernama Wayang Kulit Gema
Rinjani asuhan Ki Lalu Nasib AR. Lokasi penelitian lainnya bertempat
dimana wayang Gema Rinjani menggelar pentas.
4. Sumber Data
113. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh melalui dua sumber, yakni lapangan dan dokumen.43 Seperti
halnya data lapangan disini data diperoleh dari H. L Nasib AR yang
merupakan dalang wayang Kulit Gema Rinjani beserta anggotanya, dan
data yang pendukung lainnya dari dokumen yang berbentuk arsip-arsip
penting, penghargaan, naskah pewayangan yang dimiliki Lalu Nasib dan
anggotanya, rekaman tentang masalah yang ditanyakan dari Lalu Nasib,
anggota dan masyarakat, video wayang saat pentas di tiga tempat yaitu di
Ekas Kecamatan Lombok Timur, Taman Sangkareang dan di Meninting
Kecamatan Lombok Barat termasuk pengamatan pentas tersebut. 114.
115.
5. Prosedur Pengumpulan data
116. Prosedur pengumpulan data merupakan salah satu hal yang
sangat penting bagi sebuah penelitian sehingga data yang diperoleh
benar-benar sesuai dengan judul yang ditentukan. Teknik pengumpulan
data dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan, wawancara,
angket, dokumentasi dan gabungan dari keempatnya.44 Dalam penelitian
ini peneliti gunakan adalah:
a. Metode Observasi
117. Dalam hal ini, peneliti berusaha mengamati aktivitas group
Wayang Kulit Gema Rinjani dan masyarakat setempat sebagai objek
penelitian.
43 Saebani, Metodologi Penelitian (Bandung: Pustaka Setia). H.93
118. Proses pengamatan ini bersifat pengamatan yang tidak
terstruktur yaitu proses pengamatan yang disesuaikan dengan keadaan
peneliti, hal ini dilakukan dengan mengamati obyek penelitian secara
langsung dan mendiskripsikan keadaan secara detail..45
b. Metode Wawancara
119. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti sehingga dalam proses wawancara,
wawancara dapat dialukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur,
dan dapat pula dilaukan melalui tatap muka maupun dengan
menggunakan telepon.46
120. Dalam proses wawancara untuk mendapatkan data, peneliti
melakukan wawancara terhadap H.Lalu Nasib yang sebagai dalang
wayang kulit Gema Rinjani, Kepala Desa Gerung Selatan yang
sebagai pembina kegiatan masyarkat, Kepala Desa Gerung Utara, Lalu
Anggar sebagai anggota Pemerhati budaya dan kesenian Gerung,
tokoh agama setempat, tujuh warga Gerung dan penonton saat
menonton pentas wayang di tiga daerah berbeda.
121. Peneliti sendiri menggunakan teknik wawancara yang
bersifat wawancara tidak beraturan tapi terkonsep, cara ini bertujuan
untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka dan leluasa
dalam memperoleh data tentang keberadaan wayang sebagai media
kritik sosial beserta faktor-faktor yang mendasarinya sehingga tetapi
45Ibid,. h. 205.
bertahan sampai sekarang, dimana pihak yang diajak wawancara
diminta penjelasannya, seperti cerita tentang keaadaan group,
bagaimana program pentasnya, termasuk saran dan harapannya untuk
media tradisional sebagai komunikasi masyarakat supaya tetap
diminati.
c. Metode Dokumentasi
122. Metode dokumentasi adalah metode mencari data mengenai
hal-hal yang variabelnya berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,
majalah, prasasti, notulen, rapat, lengger, agenda dan lain
sebagainya.47
123. Dokumen-dokumen yang didapatkan dalam proses
penelitian merupakan sumber data sekunder yang bisa digunakan
dalam prosedur pengumpulan data penelitian.
6. Teknik Analisis Data
124. Analisis data merupakan suatu proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan urutan
dasar, dikarenakan data tersebut masih bersifat bertebaran, sehingga
peneliti diwajibkan mengklasifikasikan ke dalam kategori tertentu untuk
mendapatkan pemaknaan terhadap data.48
125. Dalam penelitian kualitatif, data yang diperoleh dari
berbagai sumber di lapangan, seperti dengan wawancara, observasi,
dokumentasi, dan data lain yang bersangkutan dengan penelitian. Oleh
47 Suharsini Arikunto. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2006) hlm. 231
karena itu, hasil penelitian yang peneliti analisis bisa mudah dipahami,
diinformasikan terhadap orang lain dan data dengan bisa menJawab
pertanyaan dari rumusan masalah dan menarik kesimpulan dalam
penelitian ini. 126. 127. 128. 129.
7. Validitas Data
130. Validitas data dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,
peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan
teman seJawat, analisis kasus negative, dan member cek.49
131. Validitas data dilakukan agar memperoleh hasil yang valid
dan dapat dipertanggungJawabkan serta dipercaya oleh semua pihak,
oleh kerena itu penelitian ini peneliti menggunakan pengecekan
keabsahan data dengan teknik :
a. Meningkatkan ketekunan, yaitu peneliti melakukan pengamatan
secara lebih cermat dan teliti dan berkesinambungan, dari proses
meningkatkan ketekunan itu maka peneliti dapat melakukan
pengecekan kembali data-data yang sudah dikumpulkan itu
sesuai atau tidak, dari itu peneliti dapat memberikan diskripsi
data yang akurat dan tersusun rapi tentang apa yang diamati
selama penelitian.50
49 Sugiyono, Metodologi Penelitian Kualitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeda, 2011), h. 270.
b. Triangulasi, proses pengujian kredibilitas data ini diartikan
sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai
cara, dan berbagai waktu.
132. Dari proses validitas data dengan triangulasi ini peneliti
bisa menyusun hasil penelitian dengan teratur, terstruktrur sehingga mudah
dipahami dan dengan proses triangulasi data yang didapatkan sesuai dengan
133. BAB II
134. PAPARAN DATA DAN TEMUAN A. Wayang Sasak dan Lahirnya Sanggar Gema Rinjani
135. Wayang Sasak tidak terlepas dari perubahan-perubahan
yang signifikan dan menuai banyak perjuangan yang telah dilalui dari masa
nenek moyang kita sebagai media yang menjembatani keinginan rakyat dan
sebagai penghibur yang sangat disenangi. Kenyataan ini tersirat dalam
kilasan cerita perkembangan wayang kulit Sasak di pulau Lombok yang
diuaraikan Ki Haji Lalu Nasib AR:
136. “Berawal dari latar belakang lahirnya wayang kulit Jawa, Bali dan Lombok berbeda. Wayang Jawa mencerita dakwah tapi cara meraciknya sebagai media hiburan sehingga tidak kelihatan ciri Islamnya, Wayang bali yang keberadaannya diadakan pada upacara ritual dan sakral. Sedangkan Wayang Sasak (Lombok) pada awalnya merupakan media untuk berdakwah yang dibawa oleh murid Sunan Kalijaga kepulau Lombok untuk menyampaikan agama Islam karena waktu itu di Lombok masih mempercayai animisme yaitu percaya pada benda-benda tua seperti pada saat itu percaya pada gunung rinjani dan masyarakat pada saat itu sering bermabok-mabokkan, adu ayam, judi, maka dipakailah wayang secara pelan-pelan untuk menyampaikan ajaran Islam sehingga bisa diterima masyarakat.”51
137. Pada dasarnya perbedaan wayang Jawa dan wayang Sasak
terlihat dari filosofi wayang tersebut, penjelasan ini dituturkan Lalu Nasib:
138. “Ada filosofi tersendiri yang terkandung dalam wayang tersebut seperti wayang jawa ditonton lewat belakang karena wayang yang berasal dari Jawa bersifat terbuka, sedangkan wayang sasak ditonton dari depan dikarenakan wayang Sasak sifatnya tertutup, filosofinya dikarenakan penonton itu harus melihat karya daripada dalang, tidak melihat tangan dalang, tidak melihat kepala dalang, anggota-anggota pengiring dalang. Karena apa ? karena cipta. Ciptaan Allah itu hanya bisa dinikmati oleh manusia, tidak pernah melihat Allah itu membuat langit, tidak pernah melihat Allah membuat bumi dan alam, itu filosofi yang terkandung dalam wayang Sasak. Filosofi
51 H. Lalu Nasib Ar dalang wayang kondang asal Perigi Gerung Lombok Barat,
kedua mengenai keberadaan kelir. Kelir wayang itu putih dan dikelilingi warna hitam, dibawah hitam, diatas hitam, disamping hitam. Itu menandakan dunia ini bulat, diatas menandakan udara dan alam, dibawah menandakan bumi tempat berpijak manusia. Pada saat layar kosong, datan lampu menerangi sepeti matahari subuh, setelah itu turunlah dua Kayon yaitu gunungan kiri dan kanan, kedua gunungan ini diibaratkan hadirnya Jayangrana dan Dewi Munyarim. Keadaan sepeti itu menggambarkan pada saat bumi itu kosong turunlah Adam dan Hawa, dan ketia keduanya itu pergi, maka pergilah yang lain-lainnya. Jadi secara sombong dikatakan bahwa penonton wayang itu adalah menonton inilah miniatur kehidupan manusia, sebagimana manusia berhadapan dengan tuhannya dan wayang berhadapan dengan dalangnya.
139. Wayang itu tidak tahu kapan akan dikeluarkan dalang, seberapapun kuat, saktinya wayang itu tetapi kalau dalangnya tidak mengeluarkan dari tempatnya tidak akan berfungsi sama sekali karena itu adalah rahasianya dalang. Menonton wayang itu adalah seperti menonton miniatur kehidupan sehingga wayang dalam segi filsafat, dikisahkan bila sesakti-sakti tokoh yang jahat tidak akan kekal abadi, karena pasti akan kalah oleh kebenaran.
140. Oleh karena itu wayang adalah bayang-bayangan, inilah bayangan kehidupan. Dalam wayang itu diajarkan sopan santun, budi pekerti, seperti Jayangrane sebagai raja dan punakawan beserta piguran seperti Amaq Ocong, Amaq Amet, Amaq Baok dan sebagai, mereka berperan menjadi pengikut raja yang setia, itu menunjukkan sopan santun dan menghormati seorang raja. Inilah filosofi yang terkandung dalam wayang sasak.52
141.
142. Kemudian jika dikaitkan dalam sejarah perkembangan awal
masuknya agama Islam di Indonesia maupun khususnya di pulau Lombok,
kehadiran wayang kulit adalah sebagai media dakwah.
143. “ Masuknya wayang kulit Sasak ini, di Lombok ditandai oleh fungsinya sebagai salah satu media dakwah yang dipergunakan oleh para penyiar agama (walisongo) di pulau Jawa. Cerita-cerita yang ditampilkan dalam pentas wayang ini pun merupakan cerita-cerita tentang perjuangan para sahabat nabi dalam menyiarkan agama Islam serta memberikan semangat kepada umat Islam dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam.
144. Mengingat cerita wayang yang ingin dikembangkan
menurut cerita asli atau pakem yang dari sejarahnya, wayang ini ceritanya
didominasi tentang cerita-cerita Islam yang diperankan oleh para
pejuang-pejuang Islam seperti yang dituturkan:
145. “Hal ini disebabkan, wayang Sasak yang etos ceritanya adalah Islam, perjalanan rasulullah yang menyiarkan Islam ke penjuru dunia, tapi karena bilau tidak boleh di audio visualkan maka di pinjamlah nama paman beliau yaitu Amir Hamzah pahlawan perang uhud. Dengan ceriti induk dari wayang Sasak itu adalah hikayat Amir Hamzah yang sudah ditranskripsikan ke dalam bahasa Jawa kuno oleh pujangga kerajaan mataram Islam yaitu Yosodipuro II, sehingga disebut jilid perjilidnya dengan sebutan belt serat menak, sumber cerita wayang Sasak lainnya yaiutu melalui kekawian atau yang ditulis oleh pujangga lokal Lombok yang ditulis dengan lontar dengan bahasa Jawa kuno yang bersumber dari belt, tetapi sumber cerita asli wayang yaitu dari belt. Dalam cerita wayang ini, Hamzah nama sebutannnya yaitu Jayang Rane. Cerita wayang Sasak yang dahulu menggunakan cerita dan bahasa serat menak yang bahasanya dari Jawa kuno, bahasa yang sulit dimengerti oleh masyarakat awam khususnya untuk masyarakat Nusa Tenggara Barat.”53
146. Untuk lebih memberikan kesan yang lebih menarik pada
lakon yang dibawakan dalam cerita wayang, Ki H. Lalu Nasib melakukan
penyelamatan budaya di tengah masyarakat dan membangkitkan keberadaan
wayang tersebut dengan berbagai perombakan:
147. “Pada tahun 1969 bahasa wayang dirubah dari bahasa Jawa kuno ke bahasa sederhana seperti dengan bahasa Jawa kuno yang dicampur dengan bahasa Indonesia termasuk dengan bahasa-bahasa lokal atau daerah setempat, sehingga masyarakat yang menonton atau yang menggemari wayang dari yang tidak mengerti menjadi mengerti dan tertarik menyaksikan pertunjukan wayang karena telah mengalami peneyederhanaan bahasa. Biasanya masyarakat yang tidak kenal maka tak peneliting, maka cerita wayang yang lama dirombak dengan cerita yang diangkat yaitu cerita yang uptodate, sehingga dikatakan wayang modern di tengah masyarakat waktu itu.
148. Tradisi pewayangan yang lama dirombak dengan penyederhanaan yang sekian rupa tapi Pakem cerita yaitu cerita yang asli dari pewayangan itu tidak dirubah, yang dirubah yaitu punakawan-punakawan pigurnya. Karena dalam cerita wayang itu ada
Trikarsa Panca Gatra yaitu dalam Trikarsa itu terdapat pengembangan, pelestarian dan modernisasi. Pengembangan itu tidak akan menutup modernisasi dan sebaliknya modernisasi tidak akan
menghentikan pengembangan, di contohkan kalau Jayang Rana yang merupakan legenda asli yang dalam ceritanya menggunakan kuda tetap menggunakan kuda, lain dengan punakawan-punakawan pigur pembantu yaitu seperti Amaq Ocong yang menggunakan motor dan alat-alat modern itu dibolehkan.”54
149. Mengingat keberadaan wayang Sasak ini mengalami
perkembangannya dinilai cepat, yang awalanya wayang ini diberi nama
“Wayang Sasak Menak”. Dan kemudian diganti dengan “Wayang Kulit Sasak Gema Rinjani Gerung” seperti yang narasumber tuturkan.
150. “Wayang ini bermula diberi nama wayang Sasak menak dengan nama ini pertunjukan wayang pada saat itu cukup diminati masyarakat dan berkembang pesat. Namun karena nama tersebut kesan kurang baik sehingga pada tahun 1990, peneliti ganti dengan “Wayang Kulit Sasak Gema Rinjani Gerung” dengan nama ini wayang dalam perkembangan selanjutnya semakin populer dan dikenal di seluruh pulau Lombok. Dengan wadah atau kelompok yang menopang wayang ini, bisa memberikan pandangan positif di tengah masyarakat dan masyarakatpun bisa lebih mengenal termasuk juga tempat mengembangkan bakat-bakat mereka, bagi siapapun yang ingin mempelajari seni musik tradisoanal dan pewayangan. Sehingga pada tahun 1969 peneliti membuat sanggar sebagai wadah dari pewayangan dan media kesenian lainnya yang di namai sanggar Gema Rinjani. Dalam sanggar ini tidak mempunyai struktrur seperti sebuah yayasan dan organisasi yang mempunyai dana dan bantuan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat, sanggar Gema Rinjani ini betul-betul berdikari tanpa bantuan dana dari pihak lain.”55
151. Dalam pengelarannya, wayang ini tidak hanya menggelar
pertunjukan wayang kawasan Lombok saja, tetapi pertunjukan juga
dilakukan di berbagai daerah, seperti yang dituturkan oleh Rahmat 31
tahun, warga Penarukan yang peneliti jadikan narasumber:
152. “Ketika pertunjukan kesenian wayang ini dilakukan diberbagai tempat seperti Jakarta, Kalimantan, Papua, Sulawesi, dan daerah-daerah yang lain sudah dikunjungi. Dilihat dari segi penonton , minat dari pengunjung itu cukup banyak, masyarakat yang menontonpun tidak beranjak dari tempat duduknya dari awal pertunjukan sampai selesai. Dari Keberadaan sanggar membuat
54 Ki Lalu Nasib, Wawancara, Gerung Selatan 26 Ferburari 2012
keberadaan wayang kulit Sasak lebih terkenal dengan wadah dan Lalu Nasib yang sebagai dalangnya juga lebih dihargai dan dikenal masyarakat yang tidak hanya masyarakat Gerung, tetapi masyarakat-masyarakat yang di luar Gerung atau Lombok barat.”56
153. Selain wayang kulit yang dikembangkan dalam wadah ini
yang memang wayang merupakan icon masyarakat Gerung, didalam sanggar ini terdapat kreatifitas-kreatifitas lain yang berfungsi
mengembangkan dan membina bakat. Seperti yang diungkapkan Lalu
Anggar 27 tahun, pengamat dan pemerhati kesenian tradisional Gerung
mengungkapkan:
154. “Wadah ini atau yang lebih dikenal dengan sebutan sanggar Gema Rinjani dinilai bermanfaat, karena selain berdikari di bidang pewayangan, sanggar ini dimanfaatkan warga masyarakat setempat ataupun warga masyarakat dari luar daerah Lombok barat sebagai tempat berkumpulnya seniman-seniman Lombok seperti pertunjukan teater Sasak, pembuat wayang Sasak berkecimpung di dalamnya.”57
155. Dinilai akan memberikan manfaat dan untuk melestarikan
keaslian sejarah pewayangan Sasak, sanggar Gema Rinjani banyak
menggelar pertunjukan kesetiap acara dan mendapatkan berbagai
penghargaan hal ini untuk memberikan pengukuhan keberdaan wayang dan
sanggar tersebut.58
B. Eksistensi Wayang Kulit Gema Rinjani Sebagai Media Kritik Sosial
156. Keberadaan wayang di tengah masyarakat yang beragam
kepercayaan, pandangan hidup, keinginan, dan berbagai pandangan mereka
tentang kebudayaan dan kesenian. Wayang kulit Sasak yang sudah
mengalami perombakan disetiap segi pemanfaatannya, seperti perombakan
bahasa yang digunakan yang awalnya menggunkan bahasa Jawa kuno dan
56 Rahmat, Wawancara, Gerung Selatan, 26 Februari 2012.
57 Lalu Anggar, Wawancara, Gerung Utara, 29 Februari 2012.
sekarang menggunkan bahasa Indonesia, daerah, sebagian bahasa aslinya
masih digunakan sesuai tempat dan kedudukan dalam lakonnya.
157. Lewat bahasa yang mudah dimengerti, isi yang
disampaikan bisa dengan mudah dimengerti seperti berbagai kritik sosial
yang disampaikan dalam berbagai aspek, aspek-aspek itu bisa kita cermati
dalam konten wayang kulit, seperti, dalam aspek keagamaan. Pada lakon ini
menampilkan diaolog antara amaq Ocong dan amaq Baok dalam bahasa
Sasak.
158. “Amaq Ocong :Jaman nani ndekn jaman dengan engkerak engkerik membeberkan rehasia orang, adek mun dengan menah gawekn menah daet, peteng gawekn peteng pendaetn. Menyimpang dari ajaran yang lurus,, nie dait.
159. Amaq Baok :Jari dengan ongkat sak onek, sak telakuan sik da’I-da’I dan ustad kita, tuan guru hak beng ite bahan-bahan masukan aden arak sikte jagak dirik ato bahase sombongn introspeksi diri, aden sak ndek pengajian no tame kentok kanan sogol langan kentok kiri, seolah olah tiada bermakna pengajian no. . .!”59
160. Dalam petikan dialog wayang di atas yang menampilkan
percakapan antara amaq Ocong dan amaq Baok dengan bahasa sasak yang
membahas tentang bagaimana seseorang itu semestinya tidak suka
membicarakan kehidupan orang lain dan pengorbanan da’i dan para tuan
guru dalam menyampaikan dakwahnya untuk mereka.
59 Dokumentasi, Film wayang kulit Sasak H. Lalu Nasib, 13 Mei 2012 artinya: “Amaq Ocong:Zaman sekarang tidak zamannya mengungkit-ungkit rahasia orang, kalau bagus yang dikerjakan bagus didapatkan, begitupun kalau menyimpang dari ajaran yang lurus dia kerjakan, akibatnya dia yang akan temui.
161. Dalam pergaulan anak muda juga terdapat konten tentang
bagaimana menonyoroti pergaulan anak muda tersebut memang menjadi
topik bahasan yang kerap kali disampaikan dalam lakonnya, seperti dialog
yang dibawakan oleh amaq Baok dan amaq Kesek.
162. “Amaq Baok :Syariat Islam, segala2nya miras diperdakan, apalagi masalah nine, Pekerja Sex Komersil (PSK), diperdakan, dengan bekelambi nani harus memakai busana muslim.
163. Amaq baok :Aku bengak angk sak aran busana muslim ling ne. Otakne bejilbab, bawakne ketat, kelambin ketat, tegonceng sik Honda orok-orok loang tainne penggitan. Ye aran busana muslim no?
164. Amaq kesek :Busana muslin atasn doank aran meno, Ndek te kanggo meno entan, harusn tetutup selapuk auratne menurut aturan Islam, nengke arak aturan Pornografi laguk ndekn wah tejalanan.”60
165. Percakapan yang mengetengahkan kesopanan dalam
berpakaian kepada anak muda dan menyindir lemahnya peraturan yang
dibuat pemerintah tentang undang-undang pornografi.
166. Konten yang membahas tentang kesehatan juga tidak
terlepas disnggung dalam pegelarannya karena kesehatan merupakan
tanggung jawab bersama secara keseluruhan, kesehatan pada diri dan
keluarga, topik tentang kesehatan disampaikan dengan lugas dan segar
sehingga akan cepat direspon masyarakat luas.
60 Ibid,. Artinya: “Amaq Baok:Syariat Islam, semua miras diperdakan, apalagi wanita, PSK juga diperdakan, orang pake baju sekarang harus memakai busana muslim (wanita).
Amaq Ocong:Saya heran, busana muslim katanya, kepalanya pake jilbab tapi bawahnya transparan.
167. Dialog tantang kesehatan melibatkan amaq Ocong, amak
Amet dan amaq Kesek yang mempertanyakan tentang penyakit busung
lapar.
168. “Amaq Kesek :Be aran tekene busung lapar?
169. Amaq Amet :Busung lapar, otak dagul, tian ngeloneng, betis kapes, sengakn loek ibuk-ibuk sak merarik lek bawak umur , ndek bani penyusuk anakn, padahal anak sak masih berumur dibawah 5 tahun itu wajib mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) untuk mencegak penyakit tetanus, aden ndek koreng, ndekn ne lumpuh, apelagi seluruh Indonesia serentak merayakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) aden sak pade jauk anakn perisak kesehatan.
170. Amak Kesek :O, meno...
171. Amaq Ocong :ASI ye tekene Air Susu Ibu, Nani jak ndekn bani penyusuk anakn takot sede susun, anak mun belian susu toko, susu nie bengn amaq nyusu. Berembe ntan ndek yak busung lapar anak, cocok amaq amet ruen nyusu.”61
172. Segar dan penuh canda informasi tentang kesehatan itu
disampaikan, kritik terhadap wanita yang sedang menyusui bisa
memberikan ASI terhadap bayinya secara teratur.
173. Kekocakan yang ditampilkan untuk menghibur masyarakat
memberikan semangat untuk tetap menonton pegelaran wayang tersebut,
ditengah kekocakan itu diselip-selipkan kritik yang sederhana, kali ini yang
bertemanakan pembangunan dan kesadaran menghargai agama orang lain.
174. “Amaq Baok :Berembe pembangunan no to Bekoo…..?
61Ibid,. Artinya:“Amaq Ocong:Apa yang mana namanya busung lapar ?
Amaq Kesek:Busung lapar itu, kepalanya gundul, perutnya buncit, kakinya kemps. Hal itu terjadi disebabkan sekarang banyak ibu-ibu yang menikah dalam usia muda. Mereka tidak berani memberikan air susunya untuk anaknya, padahal anak yang masih berumur di bawah usia 5 tahun itu wajib mendapatkan ASI untuk mencegah penyakit tetanus, koreng, lumpuh dan banyak lagi. Sekarang seluruh wilayah di Indonesia menggelar PIN pekan imunisasi nasional supaya bisa megecek kesehatan anak kita.