Peraturan
Garis sepadan Danau
Peraturan seputar rawa.
Bandara, dan bangunan heritage
PRANATA DAN ETIKA
ARSITEKTUR
TRI AGUNG SAPUTRA 03061281419043 SAKTIA MAULESA 03061181419023 RENA MELTA SEPTIANI 03061181419036
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35
TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI
PERATURAN MENTERI P.U NOMOR
49/PRT/1990 TENTANG TATA CARA
DAN PERYARATAN IZIN PENGGUNAAN
AIR SUMBER AIR
UNDANG-UNDANG NOMOR 11
PENGERTIAN
MENURUT PERATURAN MENTERI PEKERAAN UMUM 63/PRT/1993
SEPADAN DANAU/WADUK ADALAH KAWASAN TERTENTU
DISEKELILING DANAU/WADUK YANG MEMPUNYAI MANFAAT
PENTING UNTUK MEMPERTAHANKAN KELESTARIAN FUNGSI
SUNGAI.
GARIS SEPADAN DANAU ADALAH GARIS BATAS LUAR
PENGAMAN LUAR.
/
ESENSI / TUJUAN
GARIS SEPADAN SUNGAI PU
NO : 63/PRT/1993
1. AGAR FUNGSI SUNGAI TERMASUK DANAU DAN WADUK TIDAK TERGANGGU OLEH AKTIFITAS YANG BERKEMBANG DI
SEKITARNYA.
2. AGAR KEGIATAN PEMANFAATAN DAN UPAYA PENINGKATAN NILAI MANFAAT SUMBER DAYA YANG ADA DI SUNGAI
DAPAT MEMBERIKAN HASIL SECARA OPTIMAL SEKALIGUS MENJAGA KELESTARIAN FUNGSI SUNGAI.
3. AGAR DAYA RUSAK AIR TERHADAP SUNGAI DAN LINKUNGANNYA DAPAT DI BATASI
4.
UNTUK BUDIDAYA PERTANIAN DENGAN JENIS TANAMAN YANG DIIJINKAN
5.
UNTUK KEGIATAN BERNIAGA PENGGALIAN DAN PENIMBUNAN
MEKANISME
GARIS SEPADAN DANAU
PENETAPAN GARIS SEADAN DANAU, WADUK, MATA AIR, DAN SUNGAI YANG TERPENGARUH PASANG SURUT AIR LAUT MENGIKUTI KRITERIA YANG TELAH DITETAPKAN DALAM KEPUTUSAN PRESIDEN R.I NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAHAN KAWASAN LINDUNG,
SEBAGAI BERIKUT :
A. UNTUK DANAU DAN WADUK, GARIS SEPADAN DITETAPKAN SEKURANG-KURANGNYA 50 (LIMA PULUH) METER DARI TITIK PASANG TERTINGGI KEARAH DARAT.
B. UNTUK MATA AIR, GARIS SEPADAN DITETAPKAN SEURANG-KURANGNYA 200 ( DUA RATUS) METER DISEKITAR MATA AIR.
SANKSI
MASYARAKAT WAJIB MENAATI KETENTUAN-KETENTUAN PEMANFAATAN
DAERAH SEMPADAN, DAERAH MANFAAT DANAU, DAERAH
PENGUASAAN DANAU, BEKAS DANAU YANG DITETAPKAN OLEH PEJABAT
YANG BERWENANG, MASYARAKAT WAJIB IKUT SERTA SECARA AKTIF
DALAM USAHA PELESTARIAN DAN PENGAMANAN BAIK FUNGSI MAUPUN
FUNGSI SUNGAI.
1. SANGKSI PIDANA SEBAGAIMANA DITETAPKAN DALAM
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG PENGAIRAN, PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI DAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAIN YANG BERLAKU.
PENGETAHUAN AKAN
GARIS SEPADAN DANAU
YANG TIDAK BAIK
BERAKIBAT PADA ALAM,
SEHINGGA DANAU DAPAT
MELUAP DIANTARA
KAMPUNG PULO
PERATURAN
DEFENISI
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan adalah
wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara
di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP)
adalah
wilayah daratan dan/atau perairan serta ruang udara di
sekitar
bandar udara
yang digunakan untuk kegiatan
operasi
penerbangan
dalam rangka menjamin
keselamatan
penerbangan
[1].
Kawasan ini perlu diperhatikan untuk menjaga keselamatan
operasional pesawat udara di sekitar
bandar udara
, hal yang
paling umum dan sangat berkaitan dengan kawasan ini adalah
mengenai kondisi ketinggian bangunan atau halangan lainnya
seperti gunung, bukit, pepohonan di sekitar wilayah operasi
KKOP di bagi menjadi beberapa kawasan, seperti :
Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
;
Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan
;
Kawasan di bawah permukaan transisi
;
Kawasan di bawah permukaan horizontal dalam
;
Kawasan di bawah permukaan kerucut
; dan
ESENSI
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor.24/PRT/M/2007 Tujuan dari perizinan dalam mendirikan setiap bangunan untuk terwujudnya tertib dalam penyelenggaraan bangunan dan menjamin keadaan teknis bangunan dalam penyelenggaraan bangunan.
Dalam pasl 9 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika bab IV, yaitu setiap mendirikan suatu bangunan di daerah Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP) Bandar Udara harus mendapat izin dari instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan ketentuan seperti:Tujuan dari Perizinan dalam mendirikan suatu bangunan menurut pasal 211 Undang Undang No.1 tahun 2009 tentang
penerbangan, yaitu untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan serta pengembangan Bandar Udara, sehingga pemerintah wajib mengendalikan daerah lingkungan di daerah Bandar Udara.
STANDAR
Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
suatu kawasan perpanjangan kedua ujung landas pacu, di bawah lintasan pesawat udara setelah lepas landas atau akan mendarat, yang dibatasi oleh ukuran panjang dan lebar tertentu[1].
Kawasan ini dibatasi oleh tepi dalam yang berhimpit dengan ujung-ujung permukaan utama berjarak 60 meter dari ujung-ujunglandas
pacu dengan lebar tertentu (sesuai klasifikasi landas pacu) pada bagian dalam, kawasan ini melebar ke arah luar secara teratur dengan sudut pelebaran 10% atau 15% (sesuai klasifikasi landas
pacu) serta garis tengah bidangnya merupakan perpanjangan dari garis tengah landas pacu dengan jarak mendatar tertentu dan
KAWASAN KEMUNGKINAN BAHAYA
KECELAKAAN
;
Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan adalah sebagian dari kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan ujung-ujung landas pacu dan mempunyai ukuran tertentu, yang dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya kecelakaan[1].
KAWASAN DI BAWAH PERMUKAAN
TRANSISI
;
Kawasan di bawah permukaan transisi
adalah bidang dengan
kemiringan tertentu sejajar dengan dan berjarak tertentu dari
sumbu landas pacu, pada bagian bawah dibatasi oleh titik
perpotongan dengan garis
–
garis datar yang ditarik tegak lurus
pada sumbu landas pacu dan pada bagian atas dibatasi oleh
garis perpotongan dengan permukaan horizontal dalam
[1].
Kawasan ini dibatasi oleh tepi dalam yang berhimpit dengan sisi
panjang permukaan utama dan sisi permukaan pendekatan,
kawasan ini meluas keluar sampai jarak mendatar 225 meter
atau 315 meter ( sesuai klasifikasi landas pacu ) dengan
KAWASAN DI BAWAH PERMUKAAN
HORIZONTAL DALAM
Kawasan di bawah permukaan horizontal dalam
adalah bidang
datar di atas dan di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh
radius dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk
kepentingan pesawat udara melakukan terbang rendah pada
waktu akan mendarat atau setelah lepas landas
[1].
Kawasan ini dibatasi oleh lingkaran dengan radius 2000 meter
atau 2500 meter atau 3500 meter atau 4000 meter (sesuai
klasifikasi landas pacu) dari titik tengah tiap ujung permukaan
utama dan menarik garis singgung pada kedua lingkaran yang
berdekatan tetapi kawasan ini tidak termasuk kawasan di
KAWASAN DI BAWAH PERMUKAAN
KERUCUT
Kawasan di bawah permukaan kerucut adalah bidang dari suatu kerucut yang bagian bawahnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan horizontal dalam dan bagian atasnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal luar, masing-masing dengan radius dan ketinggian tertentu dihitung dari titik referensi yang ditentukan[1].
KAWASAN DI BAWAH PERMUKAAN
HORIZONTAL LUAR
Kawasan di bawah permukaan horizontal luar adalah bidang datar di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan keselamatan dan efisiensi operasi penerbangan antara lain pada waktu pesawat melakukan pendekatan untuk mendarat dan gerakan setelah tinggal landas atau gerakan dalam hal mengalami kegagalan dalam pendaratan[1].
Kawasan ini dibatasi oleh lingkaran dengan radius 15.000 meter dari titik tengah tiap ujung permukaan utama dan menarik garis
singgung pada kedua lingkaran yang berdekatan tetapi kawasan ini tidak termasuk kawasan di bawah permukaan transisi, kawasan di bawah permukaan horizontal dalam, kawasan di bawah
STUDI KASUS
kondisi yang terjadi sekarang justru Pemkot Tangerang sedang giat melakukan
pembangunan di sekitar areal bandara. Pemberian ijin bangunan bertingkat harus
memperhatikan ketinggian gedung," kata Hari. Hari menuturkan, kebijakan KKOP telah
didorong pihaknya kepada pemda setempat untuk dijadikan sebagai Peraturan Daerah (Perda). Karena, kawasan keselamatan
merupakan areal yang harus aman dari hal-hal yang bisa membahayakan penerbangan.
Tentunya, keberadaan gedung tinggi di sekitar bandara akan menghalangi pergerakan
Berdasarkan rencana induk KKOP, luas kawasan bandara saat ini 1.800 hektare dan akan diperluas kembali hingga 880 hektar untuk proyek Grand Desain tahun 2012-2014.
Untuk itu, kata Hari, kawasan bandara harus aman dari gedung bertingkat
dengan radius 60 meter atau setidaknya dalam radius 500 meter dari titik tengah antena radar bandara, elevasi ketinggian bangunan berpenghuni maksimum sama dengan elevasi dasar antena radar.
Karena, dari luas 1.800 hektare kawasan bandara, terdapat tiga ring sudut lurus pergerakan pesawat lepas landas dan mendarat dari titik runway utama.
Salah satunya
pembangunan tingkat lantai delapan
apartement komersial Sky Lounge-Taman Sari yang berada di Jalan Marsekal Surya Dharma, Kota
Tangerang. Sky Lounge-Taman Sari juga
merupakan tempat
komersial dan kondotel.
RAWA
Ialah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi
terus-menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta
mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis.
PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG
NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN
PENGENDALIAN DAN PEMANFAATAN RAWA
ABSTRAK :
Berdasarkan
penjelasan sebelumnya, ternyata kita perlu untuk
menetapkan Peraturan Daerah Kota Palembang tentang Pembinaan
Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa.
Dasar Hukum:
Pasal 18 ayat (6) UUD 1945;
UU No. 28 Tahun 1959;
UU No. 32 Tahun 2004;
UU No. 26 Tahun 2007;
UU No. 32 Tahun 2009;
UU No. 12 Tahun 2011;
PP No. 27 Tahun 1991;
PP No. 26 Tahun 2008;
BANGUNAN CAGAR BUDAYA
•Bangunan: sesuatu yang didirikan; sesuatu yang dibangun (seperti rumah, gedung, menara).
•Cagar : daerah pelestarian untuk melestarikan lingkungan, tumbuh-tumbuhan, binatang, dan sebagainya.
•Budaya : (1)Pikiran, akal budi, hasil; (2)adat istiadat; (3)Sesuatu mengenai
kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju); (4)Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar diubah.
•Cagar budaya : daerah yang kelestarian hidup masyarakat dan
perikehidupannya dilindungi oleh undang-undang dari bahaya kepunahan.
Bangunan cagar budaya dari segi arsitektur maupun sejarahnya dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :
cagar budaya golongan A cagar budaya golongan B cagar budaya golongan C
•Berdasar Perda No. 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan
Lingkungan dan Cagar Budaya, bangunan cagar budaya dari segi arsitektur maupun sejarahnya dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :
PERATURAN DAERAH INI MENGATUR TENTANG
PEMBINAAN PENGENDALIAN DAN
PEMANFAATAN RAWA, DENGAN SISTEMATIKA
SEBAGAI BERIKUT:
a. Ketentuan Umum;
b. Asas dan Tujuan;
c. Pembinaan Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa;
d. Pelestarian, Konservasi dan Reklamasi Rawa;
e. Perizinan;
f. Kerjasama Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa;
g. Pengawasan;
h. Sanksi Administratif;
i. Penyidikan;
j. Ketentuan Pidana; dan
STATUS PERDA TENTANG PEMBINAN
PENGENDALIAN DAN PEMANFAATAN RAWA
Hal-hal
yang
belum
diatur
dalam
Peraturan
Daerah
ini,
sepanjang mengenai pelaksanaannya akan ditetapkan oleh
Walikota
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Daerah Kota Palembang.
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
1.
Daerah adalah kota Palembang
2.
Pemerintah umum adalah pemerintah kota Palembang
3.
Walikota adalah Walikota kota Palembang
4.
Dinas pekerja umum Bina Marga dan Pengelola sumber
daya air adalah dinas pekerja umum Bina Marga dan
Pengelola sumber daya air kota Palembang
5.
Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pekerja Umum Bina
ESENSI
Penyelenggaraan pembinaan pengendalian dan pemanfaatan
rawa bertujuan untuk mencapai terwujudnya kesejahteraan
masyarakat,
dilakukan
dengan
penyiapan
sarana
dan
prasarana yang diperuntukkan bagi keperluan peruntukkan
penggunaan
tanah
permukiman,
pertanian,
perkebunan,
Bangunan Cagar Budaya Golongan A
• Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah.
• Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
• Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada.
• Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian / perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya.
• Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan
Contoh Bangunan: BENTENG KUTO BESAK
Lokasi : Jalan Sekanak, Kecamatan Ilir Barat I Kota Palembang, Sumatera Selatan
Benteng Kuto Besak Palembang mempunyai ukuran panjang 188,75 meter, lebar 183,75 meter dan tinggi 9,99 meter (30 kaki) serta tebal 1,99 meter (6 kaki). Di setiap sudutnya terdapat bastion(baluarti) bastion yang terletak disudut barat laut bentuknya berbeda dengan tiga bastion lainnya. Tiga bastion yang sama tersebut merupakan ciri khas bastion Benteng Kuto Besak, di sisi timur , selatan dan barat terdapat pintu masuk lainnya disebut lawang buritan.
Benteng ini mulai dibangun pada tahun 1780 dengn arsitek yang tidak diketahui dengan pasti dan pelaksanaan pengawasan pekerjaan dipercayakan pada seorang Tionghoa. Semen perekat bata dipergunakan batu kapur yang ada di daerah pedalaman Sungai Ogan ditambah dengan putih telur. Waktu yang dipergunakan untuk membangun Kuto Besak ini kurang lebih 17 tahun. Ditempati secara resmi pada hari Senin pada tanggal 21 Feburari 1797.
Bangunan Cagar Budaya Golongan B
• Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
• Pemeliharan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.
• Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan.
• Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan
Contoh Bangunan:
MUSEUM SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II
Lokasi : Jalan Sultan Mahmud badaruddin II No.1, Kecamatan Ilir Barat I, Kota Palembang.
- Bangunan ini dibangun di lokasi benteng Kuto Lamo (sering juga disebut Kuto Batu) dimana di dalamnya terdapat keraton Sultan Mahmud Badaruddin Jayo wikramo atau sultan Mahmud Badaruddin I 91724-1758). Keraton ini adalahbangunan keraton Palembang yang pertama menggunakan material batu.
- Baru pada tahun 1823-1825 JJ van Seivenhoven (Reguring Commisaris Belanda yang pertama di Palembang) melakukan pembangunan kembali untuk digunakan sebagai komisariat pemerintah Hindia belanda untuk Sumatera Bagian Selatan sekaligus sebagai kantor residen.
- Tahun 1942-1945 gedung ini dikuasai oleh Jepang.
- Tahun 1949 gedung ini dijadikan Kantor Teritorium II Sriwijaya.
- Tahun 1960-1974 digunakan oleh Resimen Induk VI Sriwijaya.
- Tahun 1088, Tim Arkeologi Nasional berhasil menemukan pondasi batu dari Kuto Lamo di masa Sultan Mahmud Badarudin I.
- Tahun - saat ini, bangunan ini menjadi Museum pada lantai atas, dan lantai
Bangunan Cagar Budaya Golongan C
•Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan.
•Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan.
•Penambahan Bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan.
Contoh Bangunan:
MASJID AGUNG KOTA PALEMBANG
Lokasi : Kecamatan Ilir Barat I, Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Masjid Agung (dahulu disebut Masjid Sultan) dibangun oleh Sultan Mahmud Badaruddin I (Jayo Wikramo). Peletakan batu pertama pada 1 Jumadil Akhir 1151 h (1738 M) dan diresmikan 28 Jumadil Awal 1161 H (26 Mei 1748).
- Perluasan Pertama (1897) wakaf sayid Umar bin Muhamad Isa Altoha dan Sayid Ahmad bin She Sahab di Pimpinan Pangeran Penghulu Nataagama Karta Manggala Mustapa Ibnu Raden Kamluddin
- Perluasan kedua (1930) dan ketiga (1952) dilakukan oleh yayasan Masjid Agung
- Pada awalnya masjid dibangun dalam bentuk persegi empat dengan ukuran 30x36m. Di empat sisi bangunan terdapat empat penampil yang berfungsi sebagai pintu masuk , kecuali di bagian barat yang berfungsi sebagai mihrab. Atapnya berbentuk tumpang tiga tingkat yang melambangkan filosofi keagamaan, sedangkan atap berundak adalah pengaruh dari candi.
Pembangunannya melibatkan arsitek orang eropa dan tenaga teknis lapangan orang-orang Cina. Material bangunan yang digunakan adalah material kelas satu yang harus diimpor dari eropa. Akibatnya pembangunan berjalan cukup lama.
- Tahun 1758 : dibuat menara segi enam dengan atap genteng setinggi 30 meter dan berdiameter 3 meter.
- Tahun 1821 : atap menara diganti menjadi atap sirap dan menara ditinggali dan dilengkapi beranda lingkar.
- Tahun 1848 : Pemerintah kolonial merencanakan perluasan Masjid yang diawali dengan perubahan gerbang serambi masuk yang semula berciri tradisional menjadi berciri doric.
- Tahun 1897, 1930, 1952 : Perluasan Masjid
- Tahun 1970-1971 : Pembangunan Menara baru segi 12, setinggi 15 meter. Dirancang oleh M.Arsyat Yunus dan dibiayai Pertamina. Diresmikan 1 Februari 1971.