Sistem dan Proses Perencanaan Pembangunan, 1950-1959
Sebelum Biro Perancang Negara terbentuk pada 1952, kegiatan perencanaan yang diselenggarakan oleh masing-masing kementrian bersifat ad hoc, tanpa koordinasi, dan tanpa dilandasi visi dan misi bersifat nasional. Dalam situasi demikian belum disusun sebuah rencana pembangunan ekonomi secara nasional; belum dirasakan perlu adanya sebuah lembaga perencanaan pembangunan nasional. Setelah munculnya gagasan tentang Rencana Urgensi Industri, dirasakan perlu adanya lembaga perumus yang bekerja secara terkoordinasi antarberbagai lembaga pemerintah. Lembaga perumus ini pun tidak dalam bentuk lembaga perencana yang khusus berfungsi untuk itu. Setelah Biro Perancang Negara dibentuk, kegiatan perencanaan pembangunan mulai mencakup kegiatan perencanaan pembangunan seperti mengikuti perkembangan moneter dalam negeri, keuangan negara, perdagangan luar negeri, membantu panitia perhitungan pendapatan nasional yang sedang mengerjakan estimasi pendapatan nasional, mengumpulkan keterangan mengenai jumlah angkatan kerja, pengangguran, setengah pengangguran, permintaan akan tenaga terdidik dan terlatih, rasio investasi dan penempatan tenaga kerja, serta kegiatan lain yang berhubungan dengan dengan persiapan dan pelaksanaan sejumlah proyek seperti, turut mempersiapkan proyek-proyek pembangkitan tenaga kelistrikan Jatiluhur, Asahan, Brantas, serta mengoordinasi dan mengintegrasikan proyek-proyek RPLT dengan proyek-proyek lain di setiap daerah dan secara teratur mengawasi dan menilai pelaksanaan dan kemajuan proyek-proyek pembangunan itu.
Sistem dan Proses Pereancanaan, 1959-1965
Setelah MPRS menetapkan Manipol-Usdek sebagai GBHN pada 1960, Depernas menyusun dan menjabarkan Rancangan Dasar Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-1969 dalam berbagai kebijakan dan program pembangunan. Pembahasan dan perumusan kebijakan dan program pembangunan tersebut berlangsung dalam rapat-rapat paripurna Depernas. Untuk menyusun kebijakan, program dan proyek-proyek pembangunan diperlukan sejumlah data tentang jumlah penduduk dan tingkat pendapatan nasioanal. Salah satu hasil kesimpulan “Panitia Jumlah penduduk Indonesia” yang dibentuk Dapernas menyebutkan bahwa jumlah total penduduk Indonesia pada 1960 sekitar 92,7 juta orang. Dengan asumsi pertumbuhan penduduk sebesar 2,3 persen per tahun diperkirakan jumlah penduduk pada 1970 sekitar 116,4 juta orang. Depernas juga menghitung besaran pendapatan nasional pada 1960 sebesar Rp 236 miliar atau sekitar Rp 2.500 per kapita. Sementara jumlah investasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan RPNSB I 1961-1969 adalah Rp 240 miliar atau 30 miliar rupiah per tahun dan “menelan” sekitar 13 persen pendapatan nasional tahun 1960.
Source :