• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH EKONOMI KELEMBAGAAN id. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH EKONOMI KELEMBAGAAN id. docx"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

EKONOMI KELEMBAGAAN

Analisis Kondisi Beberapa Gapoktan di Kawasan Jatinangor

Disusun Oleh :

Lutfhi Juansah

150610140066

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Kelembagaan dan juga untuk memberikan informasi yang jelas serta ringkas mengenai hasil analisis penulis mengenai kondisi beberapa gapoktan yang ada di Jatinangor dengan melihat dari tendensi yang ada.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Ekonomi Kelembagaan, yaitu Bapak Dr. Ronie S Natawidjaja, M.Sc, yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini dan pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan penulis kedepannya.

Jatinangor, Juni 2016

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

BAB 1...1

PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...2

1.3 Tujuan...2

BAB 2...3

PEMBAHASAN...3

2.1 Definisi Gapoktan...3

2.2 Kondisi Gapoktan di Wilayah Jatinangor...4

BAB 3...12

PENUTUP...12

3.1 Kesimpulan...12

3.2 Saran...13

(4)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak zaman dahulu, Indonesia dikenal dengan negara agraris. Negara agraris adalah negara yang sebagian besar warganya bermata pencaharian sebagai petani atau bergantung pada sektor pertanian. Dengan berjalannya waktu, jumlah petani di Indonesia semakin berkurang terutama di kota-kota besar. Selain karena alih fungsi lahan, bekerja di luar sektor pertanian dianggap lebih menghasilkan pendapatan yang lebih jika dibandingkan dengan bekerja sebagai petani. Namun dibeberapa daerah, sektor pertanian masih menjadi primadona untuk menjadi sumber penghasilan.

Mayoritas petani di Indonesia memiliki karakteristik yang hampir sama yaitu :

1. Petani memiliki lahan yang sempit (sekitar 0.3 Ha). 2. Teknologi pertanian yang digunakan masih tradisional. 3. Modal terbatas (baik saprodi maupun modal finansial). 4. Memiliki pendidikan yang rendah.

5. Memiliki akses yang terbatas untuk mencapai pasar.

Dengan karakteristik yang demikian, tentu akan menyulitkan perkembangan dan pembangunan di sektor pertanian. Sehingga pada tahun 1970-an, dibuatlah kelembagaan petani dalam upaya atau bentuk tindakan nyata pemerintah dalam membantu petani, diantaranya “Kelompok Tani”. Kelompok tani merupakan gabungan individu-individu petani yang bekerja sama untuk meningkatkan produksi dan meminimalisasi biaya produksi. Namun, jumlah kelompok tani dianggap terlalu banyak dan kurang efisien karena berskala kecil. Sehingga pada tahun 2000-an, dibentuklah “Gabungan Kelompok Tani” yang membawahi beberapa kelompok tani.

(5)

Membangun gapoktan yang ideal diperlukan dukungan sumberdaya manusia yang berkualitas melalui pembinaan yang berkelanjutan. Proses penumbuhan dan pengembangan Gapoktan yang kuat dan mandiri diharapkan secara langsung dapat menyelesaikan permasalahan petani, pembiayaan dan pemasaran. Gapoktan sebagai aset kelembagaan dari KementrianPertanian diharapkan dapat dibina dan dikawal oleh seluruh komponen masyarakat pertanian mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga kecamatan untuk dapat melayani seluruh kebutuhan petani di pedesaan.

Untuk kawasan Jatinangor sendiri, terdapat beberapa Gapoktan yang tersebar di setiap desa. Diantaranya Gapoktan Tani Makmur di Desa Cikeruh, Gapoktan Tani Karya di Desa Jatiroke, Gapoktan Sumber Makmur di Desa Hegarmanah,dan Gapoktan Bina Karya Mandiri di Desa Cileles. Dari keempat Gapoktan tersebut, penulis mencoba untuk menganalisis fungsi kelembagaan petani dari setiap gapoktan. Hal ini mencakup bagaimana kerjasama produksi, koordinasi dalam penanaman, alsintan & litbang, pemasaran, kelembagaan dan bantuan input dari pemerintah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi Gapoktan di kawasan Jatinangor?

2. Bagaimana kesesuaian Gapoktan tersebut dengan peran dan fungsi kelembagaan petani?

3. Bagaimana peran komponen masyarakat pertanian terhadap keberlangsungan kegiatan Gapoktan?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi Gapoktan di kawasan Jatinangor. 2. Untuk mengetahui apakah Gapoktan sudah melaksanakan peran dan fungsi

kelembagaan petani yang seharusnya.

(6)

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Gapoktan

Gabungan Kelompok Tani atau GAPOKTAN adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi anggotanya dan petani lainnya. Gapoktan merupakan Wadah Kerjasama Antar Kelompoktani-nelayan (WKAK) yaitu kumpulan dari beberapa kelompok tani nelayan yang mempunyai kepentingan yang sama dalam pengembangan komoditas usaha tani tertentu untuk menggalang kepentingan bersama. (Warsana, 2009).

Gapoktan merupakan gabungan kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan dibentuk atas dasar (1) Kepentingan bersama antara anggota, (2) Berada pada kawasan usaha tani yang menjadi tanggung jawab bersama diantara anggota, (3) Mempunyai kader pengelolaan yang berdedikasi untuk menggerakkan petani,(4) Memiliki kader atau pimpinan yang diterima oleh petani lainnya, (5) Mempunyai kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh sebagian besar anggotanya, (6) Adanya dorongan atau manfaat dari tokoh masyarakat setempat.

(7)

2.2 Kondisi Gapoktan di Wilayah Jatinangor

Jatinangor merupakan kecamatan yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Bandung dengan Kabupaten Sumedang. Memiliki rata-rata ketinggian 725,3 meter di atas permukaan laut dan luas wilayah sebesar 2.598 Ha. Wilayah Jatinangor memiliki luas ± 26,20

km2 dengan karakteristik wilayah perkotaan hampir 80% dari keseluruhan 12 Desa, meliputi

4 Desa kawasan agraris (Cileles, Cilayung, Jatiroke, Jatimukti), 4 Desa kawasan pendidikan (Hegarmanah, Cikeruh, Sayang, Cibeusi) dan 4 Desa kawasan industri (Cisempur, Cintamulya, Cipacing, Mekargalih).

Sebelum dikenal sebagai kawasan pendidikan seperti sekarang, jatinangor merupakan wilayah dengan potensi pertanian yang cukup baik. Namun, Jatinangor mulai berubah dan dikenal sebagai salah satu kawasan Pendidikan di Jawa Barat sejak tahun 1987 yang ditetapkan oleh Gubernur Jawa Barat nomor 593/3590/1987. Usulan Jatinangor dijadikan kawasan pendidikan karena jumlah Perguruan Tinggi yang ada di Bandung sudah padat sehingga dialokasikan ke Jatinangor yang dilakukan bertahap mulai tahun 1992.

Untuk sekarang, Jatinangor memiliki karakteristik wilayah perkotaan hampir 80% dari keseluruhan 12 Desa, meliputi 4 Desa kawasan agraris (Cileles, Cilayung, Jatiroke, Jatimukti), 4 Desa kawasan pendidikan (Hegarmanah, Cikeruh, Sayang, Cibeusi) dan 4 Desa kawasan industri (Cisempur, Cintamulya, Cipacing, Mekargalih). Dengan jumlah luas wilayah perkotaan hingga mencapai 80%, bisa dipastikan sektor pertanian di jatinangor mulai tergusur dan terkucilkan.

Tentu ini akan berdampak besar bagi petani – petani terutama Gapoktan di setiap desa. Kondisi Gapoktan di Jatinangor cukup memprihatinkan. Banyak petani pemilik lahan yang memilih menjual lahannya karena menganggap sektor pertanian tidak akan mampu bertahan dan menghidupi keluarganya di masa yang akan datang. Sehingga kini Gapoktan hanya menggarap lahan sewaan yang sewaktu-waktu lahan tersebut dapat dialih fungsikan oleh pemiliknya yang baru menjadi non pertanian. Seperti pemukiman, apartemen, pusat perbenlanjaan, dan sebagainya.

(8)

Menurut narasumber ketua Gapoktan Tani Makmur yaitu Pak Yayat Ruchiat (57 tahun), beliau berpendapat bahwa lahan pertanian di desa Cikeruh tidak akan bertahan lama. Ini dikarenakan lahan yang digarap oleh Gapoktan Tani Makmur sebagian besar dimiliki oleh orang luar daerah Jatinangor. Pak Yayat tidak bisa memastikan berapa lama lagi lahan yang digarapnya akan dijual oleh pemiliknya. Sehingga ketika ada penyuluhan dari pemerintah mengenai program pertanian organik, beliau menolak program tersebut. Mengapa demikian? Karena program pertanian organik memerlukan waktu yang cukup lama dalam prosesnya. Dengan kondisi lahan yang sewaktu-waktu bisa dijual, Pak Yayat tidak mau mengambil resiko.

Selain itu, pemeritah mengeluarkan peraturan baru mengenai gapoktan yang masih aktif. Kini Gapoktan harus berbadan hukum terlebih dahulu untuk bisa mendapat bantuan dari pemerintah. Hal ini seakan-akan menambah masalah bagi Gapoktan Tani Makmur, karena biaya untuk berbadan hukum secara legal diperlukan sebesar Rp. 7.000.000,- dan itu semua harus menggunakan biaya Gapoktan sendiri. Setelah lahan pertanian yang semakin berkurang, lahan yang beralih kepemilikan, sulitnya modal produksi, sekarang ditambah peraturan baru yang dinilai memberatkan Gapoktan. Rasanya lengkap sudah hambatan demi hambatan yang dihadapi Gapoktan Tani Makmur untuk dapat mengembangkan dan mempertahankan lahan pertanian di Jatinangor.

Namun disamping hal tersebut, Gapoktan Tani Makmur memiliki struktur dan sistem kelembagaan yang sangat baik. Berikut adalah struktur organisasi Gapoktan Tani Makmur.

Ketua : Yayat Ruchiat

Sekretaris : Oded Ahmad

Bendahara : Daim Yusuf

(9)

GAPOKTAN TANI MAKMUR

Struktur organisasi yang tersusun secara baik, tentu akan memudahkan anggotanya untuk dapat melakukan setiap peran yang dimiliki. Hal ini akan mempermudah Gapoktan dalam koordinasi penanaman yang akan dilakukan.

Gapoktan Tani Makmur juga memiliki kerjasama produksi yang cukup baik. Kerjasama yang dilakukan bisa berupa dengan anggotanya maupun dengan pihak lain di luar Gapoktan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi anggota Gapoktan yang berlokasi di Desa Cikeruh. Untuk pemasaran hasil pertanian, Gapoktan Tani Makmur memiliki sistem pemasaran sendiri sehingga memudahkan para anggotanya untuk menjual hasil pertaniannya.

Untuk pengelolaan finansial, Gapoktan Tani Makmur juga cukup baik dalam pengelolaannya. Iuran anggota Gapoktan Tani Makmur selalu berjalan, yaitu simpanan pokok sebesar Rp 50.000 dan iuran wajib Rp 5.000 setiap bulannya. Kebutuhan pertanian disetiap kepemilikan lahan biasanya dikeluarkan dari pendapatan pribadi. Namun, untuk kebutuhan alat dan mesin pertanian (alsintan) selain dari kepemilikan pribadi biasanya mendapat bantuan dari pemerintah atau kemitraan lainnya seperti yang telah tertera diatas.

Bantuan yang pernah diterima dari pemerintah oleh Gapoktan Tani Makmur adalah: KETUA

( Jumlah Anggota : 111 Petani ) KELOMPOK TANI

CIAWI GAJAH

(10)

No Jenis Bantuan Waktu Penerimaan Pemberi Bantuan

1. Pupuk 2011 Dinas Pertanian Kabupaten

Sumedang

2. Thresher 2010 Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang

3. Sprayer 2010 Dinas Pertanian Kabupaten

Sumedang

5. Traktor 2011 Dinas Pertanian Kabupaten

Sumedang

Selanjutnya adalah Gapoktan Karya Desa Jatiroke. Gapoktan Tani Karya dibentuk sejak tahun 2008, sebelum itu belum ada Gapoktan di desa Jatiroke, masih hanya terbatas kepada kelompok-kelompok individual daripara petani. Pada saat ini, Gapoktan Tani Karya diketuai oleh Bapak Wawan. Gapoktan ini dibentuk karena inisiatif kelompok-kelompok tani yang ingin membuat suatu gabungan agar dapat bekerja dengan jauh lebih baik lagi. Sebelum terbentuk Gapoktan Tani Karya, di Desa Jatiroke terdapat 6 kelompok tani. Pada tahun 2009, bertambah menjadi 8 kelompok tani yang bergabung dengan Gapoktan Tani Karya. Pada saat ini Gapoktan Tani Karya terdiri dari 11 kelompok yang terdiri dari kelompok yang bergerak di bidang pertanian, peternakan dan perikanan. Tiap kelompok masing masing beranggotakan 50-70 orang.

Berikut adalah susunan kepengurusan Gapoktan Tani Karya :

(11)

2. Pembina : PPL Wilkin Desa Jatiroke

6. Kelompok Tani Tembakau Mekar Tani II

7. Kelompok Tani Tembakau Mekar Tani IV

8. Kelompok Wanita Tani Binangkit

9. Kelompok Ternak Ikan Mekar Tani II

10. Kelompok Tani Ternak Bina Lestari Gunung Geulis 11. Kelompok Ternak Sawargi

Untuk kelembagaan dan struktur organisasi, Gapoktan Tani Karya tak berbeda jauh dengan Gapoktan Tani makmur. Gapoktan Tani Makmur belum berlembaga hukum. Sama seperti Gapoktan Tani Karya. Struktur kelembagaan yang dimiliki sudah tertata dengan baik. Terdapat 3 kendala yang dihadapi oleh Gapoktan ini, yaitu :

1. Gapoktan ini tidak berbadan hokum sedangkan menurut pemerintah, Gapoktan yang akan dibantu adalah Gapoktan yang sudah berbadan hukum. Sedangkan pada saat ini legalitas hanya berasal dari KADES.

2. Update informasi di Gapoktan Tani Karya sangat lambat.

3. Gapoktan hanya menjadi penghubung antara pemerintah pusat dan kelompok tani saja, sehingga tidak dapat berjalan secara optimal.

(12)

dan koordinasi penanaman yang tidak jelas. Namun sudah memiliki sistem pemasaran yang cukup baik dalam menjual hasil pertaniannya.

Gapoktan di Desa Jatiroke ini memiliki program kerja besar yaitu pengembalian identitas desa yaitu penanam tembakau. Dahulu Desa Jatiroke berkembang dengan tembakau yang diolahnya. Namun seiring berjalannya waktu, kini identitas itu hilang. Petani sebagai penanam tembakau menjadi sedikit dan dikhawatirkan akan ditinggalkan. Maka dari itu Gapoktan memiliki keinginan untuk mengembalikan identitas Desa yang terkenal dengan tembakaunya.

Untuk menjadi sebuah gapoktan yang dapat bermanfaat untuk keberlangsungan pertanian, maka gapoktan dituntut untuk berperan aktif dalam segala kegiatan yang berkaitan dengan pertanian, selain itu gapoktan juga dituntut untuk transparan dalam berbagai hal dan memperbanyak koordinasi dengan semua pihak yang terkait agar tidak terjadi salah paham.

Terdapat beberapa faktor yang menghambat keberhasilan Gapoktan Tani Karya, diantaranya :

1. Faktor Intern

Kurangnya koodinasi antara kelompok tani dengan gapoktan,

Kesadaran berkelompok anggota kelompok yang kurang,

(13)

dana tersebut sudah menajdi 700 juta. Itu di data dari simpan pinjam per-koperasian gapoktan. Menurut Bapak Mumun, Gapoktan itu lebih seperti ke koperasi petani.

Gapoktan ini memiliki sistem kelembagaan dan pengelolaan finansial tersendiri. Yaitu sistem verifikasi anggotanya. Gapoktan Tani Sumber Makmur beranggotakan lebih dari 600 orang, tetapi yang terverifikasi hanya 447 orang. Agar orang terverifikasi, mereka harus meminjam kepada gapoktan minimal 2 juta. Bagi yang terverifikasi, mereka dapat gapoktan maupun dari pemerintah secara langsung, tapi yang belum terverifikasi mereka hanya mendapatkan pembinaan dari gapoktan.

Menurut Pak Mumun, terdapat masalah-masalah yang membuat sasaran gapoktan tidak terlaksana dengan baik. Masalah-masalah yang dihadapi gapoktan “Sumber Makmur” diantaranya:

1. Tidak adanya regenarasi petani, yang artinya tidak ada kaula muda yang ingin meneruskan di bidang pertanian di desa hegarmanah. Yang sekarang notabene petani di desa hegarmanah adalah orang tua.

2. Pembinaan belum merata, yang artinya tidak semua petani ikut terbina. Yang secara statistic hanya kurang lebih 50% petani yang terbina

3. Masalah dana. Anggaran utama gapoktan diperoleh dari petani itu sendiri, dengan cara memberi kredit kepada petani, bunga sebesar 2% untuk produksi (biasanya selama 4bulan) dan 3% untuk pemasaran (biasanya selama 6bulan). Dari hasil pengkreditan petani untuk selanjutnya anggaran tersebut untuk menambah anggota gapoktan yang belum terverifikasi.

4. Lahan pertanian di desa hegarmanah termasuk lahan pertanian terbesar di Jatinangor, tetapi masalahnya sedikit demi sedikit lahan untuk pertanian tersebut dialih-fungsikan. Walaupun dipindahkan ke tempat lain, tetapi lahan yang sudah dipindahkan tidak bisa dijadikan lahan pertanian.

(14)

Berbeda dengan tiga Gabungan Kelompok Tani sebelumnya, Gapoktan Bina Karya Mandiri yang berlokasi di Desa Cileles kini sedang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ketua Gapoktan H.Lili Hidayat yang telah menjadi ketua gapoktan selama periode 2006-2015, mengundurkan diri dengan alasan sudah lanjut usia. Anggota Gapoktan Bina Karya Mandiri kebingungan untuk mencari pengganti H. Lili. Hal ini tentu akan sangat menghambat keberlangsungan program maupun kegiatan Gapoktan Bina Karya Mandiri.

Saat kepengurusan 2016 belum di adakan musyawarah untuk membentuk kepengurusan gapoktan yang baru tetapi pembentukan kepengurusan yang sukarelawan. Gapoktan Desa Cileles terdiri dari beberapa kelompok tani yaitu Mekar Harapan 1 dan 2, Cileles Jaya, Lebak Jati, Cahyasari, Mekar Jaya, dan Bina Karya Mandiri.

Selama ini gapoktan di desa Cileles disubsidikan pupuk, gabah, benih jagung sebanyak 1,5 Ton. Namun, pada tahun 2015 masing-masing kelompok tani mengajukan kepada UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) Pertanian untuk memberikan bibit tanaman rempah yaitu jahe dan 2 kelompok tani menerima pupuk yaitu kelompok tani pak Ukri. Mereka mengatakan bahwa subsidi pupuk baru mereka dapatkan setelah mengajukan proposal terlebih dahulu lalu pihak UPTD menyetujui dan memberikan subsidi pupuk tersebut. Proses yang dilakukan oleh kelompok tani lakukan yaitu tanpa sepengetahuan gapoktan karena mereka menganggap bahwa ada tidaknya gapoktan kelompok tani akan tetap jalan. Hal ini memicu adanya kontra terhadap masyarakat lokal dari daerah Cileles karena mereka menganggap bahwa gapoktan penting.

(15)

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Permasalahan yang dihadapi setiap Gapoktan di Jatinangor hampir sama. Yaitu :

1. Gapoktan belum berbadan hukum sehingga sulit untuk mendapat bantuan.

2. Status kepemilikan lahan yang mayoritas dimiliki oleh orang luar Gapoktan (bukan petani).

3. Kurangnya modal produksi seperti sarana produksi pertanian dan modal finansial.

4. Kurangnya ilmu pengetahuan mengenai pasar pertanian.

5. Lemahnya Sumber Daya Manusia yang ada.

6. Menurunnya regenerasi petani muda sehingga mayoritas tenaga kerja pertanian sudah berumur tua.

7. Gapoktan kini hanya berfungsi sebagai jembatan untuk mendapat bantuan pemerintah.

Gapoktan Tani Makmur dapat dikatakan sebagai Gapoktan terbaik jika dibandingkan dengan 3 Gapoktan lainnya , yaitu Gapoktan Tani Karya, Gapoktan Tani Sumber Makmur dan Gapoktan Bina Karya Mandiri. Ini dikarenakan Gapoktan Tani makmur memiliki kerjasama produksi yang baik, koordinasi penanaman yang teratur, pemasaran yang baik dan jelas, kelembagaan yang tersusun baik, serta penggunaan bantuan pemerintah yang dapat dikatakan optimal.

Berbeda dengan Gapoktan Tani Makmur, Gapoktan Tani Karya belum memiliki kerjasama produksi dan koordinasi penanaman yang teratur. Namun secara keseluruhan, Gapoktan yang berlokasi di Desa Jatiroke telah memiliki apa yang telah dimiliki Gapoktan Tani Makmur.

Selanjutnya adalah Gapoktan Sumber Makmur. belum memiliki kerjasama produksi dan koordinasi penanaman yang teratur, Gapoktan ini belum memiliki sistem pemasaran yang baik. Sehingga cukup kesulitan ketika akan memasarkan hasil pertaniannya. Tetapi, Gapoktan Sumber Makmur mampu memanfaatkan bantuan pemerintah dengan baik.

(16)

kelembagaan dan struktur organisasi yang tidak jelas, membuat Gapoktan ini menjadi Gapoktan yang paling “buruk” jika dibandingkan dengan 3 Gapoktan sebelumnya.

3.2 Saran

Dengan melihat berbagai permasalahan yang ada, pemerintah seharusnya lebih peka dan serius dalam menangani permasalahan di sektor pertanian. Petani saat ini bukan hanya membutuhkan bantuan fisik seperti sarana produksi pertanian dan bantuan finansial saja, tetapi petani membutuhkan juga bantuan berupa ilmu pengetahuan dan dorongan moral untuk dapat mengembangkan pertanian di desa-desa.

Selain lewat bantuan, pemerintah juga dapat membantu petani dengan membuat peraturan dan kebijakan yang membantu keberlangsungan pertanian terutama di desa-desa terpencil. Misalnya dengan menetapkan lahan abadi untuk sektor pertanian sehingga petani tidak perlu khawatir lahan yang digarapnya akan di jual, dan dapat mengembangkan lahannya secara bekelanjutan.

(17)

Daftar Pustaka

Amien, Mappadjantji. 2005. Kemandirian Lokal. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Hasil wawancara kelompok Desa Cikeruh, Gapoktan Tani Makmur

Hasil wawancara kelompok Desa Jatiroke, Gapoktan Tani Karya

Hasil wawancara kelompok Desa Hegarmanah, Gapoktan Sumber Makmur

Hasil wawancara kelompok Desa Cileles, Gapoktan Bina Karya Mandiri

http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/ISU5-1b.pdf

(diakses pada tanggal : 15 Juni 2016)

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah

Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa Penggunaan Kartu Kredit tidak berpengaruh terhadap Resiko Gagal Bayar, berarti hipotesis kedua yang menyatakan: Semakin

Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu permasalahan yang banyakmenyita perhatian berbagai organisasi saat ini karena mencakup permasalahan segi

Tulisan Mies van der Rohe yang dimuat pada G-Magazine, menjelaskan bahwa tugas utama dari seorang arsitek, adalah menterjemahkan barbagai kebutuhan kedalam ruang, termasuk

Pendataan guru bersertifikat pendidik yang akan mengikuti sertifikasi untuk bidang tugas yang baru (sertifikasi kedua), sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pendidikan dan

This study aims to find translation procedures from source language (English) to target language (Indonesian) used in translating the Eclipse novel which have

[r]

diterima, dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered