• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEHIDUPAN EKONOMI SOSIAL AGAMA DAN POLIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEHIDUPAN EKONOMI SOSIAL AGAMA DAN POLIT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS SEJARAH INDONESIA

KEHIDUPAN EKONOMI SOSIAL AGAMA DAN POLITIK KERAJAAN BULELENG,TULANG BAWANG,KOTA KAPUR

DAN DINASTI WARWADEWA

DISUSUN OLEH: ISNAINI NURJANATI R

X IIS 2/15

(2)

PEMBAHASAN KERAJAAN BULELENG

Kerajaan Buleleng merupakan Kerajaan Hindu Budha tertua di Bali. Kerajaan ini berkembang pada abad IX-XI Masehi. Kerajaan ini diperintah oleh Dinasti Warmadewa. Kerajaan ini dapat dipelajari melalui prasasti Belanjong, Penempahan, dan Melatgede. Kerajaan ini berpusat di Buleleng, Bali bagian utara. Buleleng tereletak dipesisir pantai menyebabkan Buleleng sering disinggahi kapal-kapal.

a. Kehidupan Politik

Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan prasasti Belanjong, Sri Kesari Warmadewa merupakan keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal menaklukan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kegagalan tersebut menyebabkan Sri Kesari Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan pemeerintahan baru.

Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana Warmadewa. Udayana memiliki 3 putra yaitu, Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Nantinya Airlangga akan menjadi raja terbesar di Medang Kemulan, Jawa Timur. Menurut prasasti yang terdapat di pura Batu Madeg, Raja Udayan menjalin hubungan dengan Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya Dharmapatni merupakan keturunan Mpu Sindok. Raja Udayana digantikan oleh putranya Marakatapangkaja.

(3)

b. Kehidupan Ekonomi

Kegiatan ekonomi masyarakat Buleleng pada sektor pertanian. Kehidupan masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari prasasti Bulian. Dalam prasasti Bulian terdapat bebrapa istilah yang berhubungan dengan sistem bercocok tanam seperti sawah, parlak (sawah kering), (gaga) ladang, kebwan (kebun), dan lain sebagainya.

Perdagangan antarpulau di Buleleng juga sudah cukup maju ditandai dengan banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan penduduk Buleleng. Komoditas yang terkenal di Buleleng adalah kuda. Dalam prasasti Lutungan dikatakan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan 30 ekor kuda dengan saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut membuktikan bahwa perdagangan pada saat itu sudah maju sebab kuda merupakan binatang yang besar sehingga memerlukan kapal yang besar pula untuk mengangkutnya.

c. Kehidupan Agama

Agama Hindu Syiwa adalah agama yang paling banyak dianut masyarakat Buleleng. Tetapi tradisi megalitik masih ada dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktukan dengan ditemukannya beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura di Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa agama Budha mulai berkembang. Perkembangan ini ditandai dengan penemuan unsure-unsur Budha seperti arca Budha di Gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.

Agama Hindu dan Budha mulai mendapat peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Siwa dan brahmana Budha diangkat sebagai salah satu penasehat raja. Masyarakat Buleleng menganut agama Hindu Waesnawa.

d. Kehidupan Sosial

Dalam kehidupan sosial, masyarakat Bali, tidak terlepas dari agama yang

dianutnya yaitu agama hindu dari Budha sehingga keadaan sosialnya sebagai berikut: 1. Terdapat pembagian kasta dalam masyarakat yaitu Brahmana, Ksatria dan Waisya.

(4)

Dari ketiga hal diatas dapa kiata ambil kesimpulan:

1. Kehidupan sosial masyarakat Bali sudah teratur dan rapi 2. Sudah ada system pembagian kerja

3. Hasil budaya kerajaan Bali antara lain berupa: a. Prasasti.

b. Cap Materai kecil dari tanah liat yang disimpan dalam stupa kecil c. Arca misalnya arca durga.

d. Dua kitab undang-undang yang dipakai pada masa pemerintahan Jayasakti yaitu Uttara Widdhi Balawan dan Rajawacana/Rajaniti.

e. Pada zaman Jayasakti agam Budha dan Syiwa berlambang dengan baik bahkan raja sendiri disebut sebagai penjelmaan dewa Wisnu (airan Waisnawa).

(5)

KERAJAAN TULANG BAWANG

Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah yang memberikan keterangan mengenai kerajaan ini. Musafir Tiongkok yang pernah mengunjungi Nusantara pada abad VII, yaitu I Tsing dalam catatannya menyatakan pernah singgah di To-Lang P’o-Hwang (“Tulangbawang”), suatu kerajaan di pedalaman Pulau Sumatera. Dari sumber-sumber sejarah Cina, kerajaan awal yang terletak di daerah Lampung adalah kerajaan Tulang Bawang.

Kehidupan Ekonomi

Berita Cina dari abad ke-5, yaitu dari kitab Liu-sung-Shu, mengemukakan bahwa pada tahun 499 M sebuah kerajaan yang terletak di wilayah Nusantara bagian barat bernama P’u-huang atau P’o-huang mengirimkan utusan dan barang-barang upeti ke negeri Cina. Kitab ini mengemukakan bahwa Kerajaan P’o-huang menghasilkan lebih dari 41 jenis barang yang diperdagangkan ke Cina. Catatan sejarah dari berbagai sumber ada yang menyebut tentang Tulang Bawang. Dalam catatan ini jelas-jelas tersurat bahwa antara Sunda dan Tulang Bawang pernah menjalin hubungan dagang terutama lada.

Kehidupan Politik

(6)

KERAJAAN KOTA KAPUR

Dari hasil penelitian arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur tahun 1994, diperoleh petunjuk tentang kemungkinan adanya sebuah pusat kekuasaan di daerah itu sebelum munculnya Kerajaan Sriwijaya. Pusat kekuasaan ini meninggalkan temuan arkeologi berupa sisa-sisa sebuah bangunan candi Hindu (Waisnawa) terbuat dari batu bersama dengan arca-arca batu, di antaranya dua buah arca-arca.

Sebelumnya di situs Kota Kapur selain telah ditemukan sebuah inskripsi batu dari Kerajaan Sriwijaya yang berangka tahun 608 Saka (686 Masehi), telah ditemukan peninggalan-peninggalan yang lain di antaranya sebuah arca Wisnu dan sebuah arca Durga Mahisasuramardhini. Dari peninggalan arkeologi tersebut terlihat kekuasaan di Pulau Bangka pada waktu itu bercorak Hindu-Waisnawa, seperti di Kerajaan Tarumanegara. Temuan lain yang penting dari situs Kota Kapur ini adalah peninggalan berupa benteng pertahanan yang kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat dari timbunan tanah.Tanggul ini menunjukkan angka tahun 530 M sampai 870 M. Benteng pertahanan tersebut dibangun sekitar pertengahan abad ke-6.

(7)

DINASTI WARMADEWA

Kerajaan Dinasti Warmadewa merupakan kerajaan yang raja-rajanya merupakan anggota wangsa (dinasti). Dari bukti tertulis diketahui bahwa kerajaan ini didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa, seseorang Buddha yang ditugaskan dari Jawa ke Bali. Kerajaan ini memiliki hubungan dengan Kerajaan Medang yang berada di Jawa Timur. Kerajaan Warmadewa menguasai bebrapa daerah di Pulau Bali, salah satunya adalah Buleleng. Selama kerajaan ini berdiri, raja yang membawa pada zaman keemasan adalah raja Anak Wungsu. Kehidupan Ekonomi

Pada zaman keemasan raja Anak Wungsu, kegiatan yang paling terkenal dari kerajaan ini adalah perdagangan, dengan barang dagangan berupa; beras; asam; kemiri; dan hasil pertanian lainnya. Diketahui juga bahwa kerajaan ini sudah menggunakan alat tukar berupa uang dengan nama ma su dan piling. Dengan perkembangan perdagangan laut antar pulau di zaman kuno secara ekonomi Buleleng memiliki peranan yang penting bagi perkembangan kerajaan-kerajaan di Bali misalnya pada Kerajaan Dinasti Warmadewa.

Dari beberapa prasasti yang dikeluarkan oleh raja-raja Bali kuna dapat diketahui mengenai kehidupan dan mata pencaharian masyarakat Bali kuno. Umumnya penduduk pulau Bali sejak hidup terutama dari bercocok tanam. Dalam prasasti Songan Tambahan salah sebuah prasasti dari raja Marakata disebutkan istilah-istilah yang berhubungan dengan cara mengolah sawah dan menanam padi.

Pada masa pemerintahan Raja Marakata, bahkan mungkin pada masa sebelumnya, pertanian khususnya pengolahan tanah di Bali telah maju. Macam-macam tanaman yang merupakan hasil perkebunan antara lain adalah nyu (kepala), kelapa kering (kopra), hano (enau), kamiri (kemiri), kapulaga, kasumbha (kesumba), tals (ales, keladi), bawang bang (bawang merah), pipakan (jahe), mula phala (wartel dan umbi-umbian lainnya), pucang (pinang), durryan (durian), jeruk, hartak (kacang hijau), lunak atau camalagi (asam), cabya (nurica), pisang atau byu, sarwaphala (buah-buahan), sarwa wija atau sarwabija (padi-padian), kapas, kapir (kapuk randu), damar (damar).

Raja raja yang pernah memerintah:

1. Shri Kesari Warmadewa (882M - 914M) 2. Shri Ugrasena(915M -942M)

(8)

4. Shri Candrabhaya Singha Warmadewa (961M - 975M) 5. Shri Janasadhu Warmadewa (975M - 983M)

6. Shri Maharaja Sriwijaya Mahadewi (983M - 989M)

7. 989M - 1011M Shri Udayana Warmadewa (Dharmodayana Warmadewa)- Gunaprya Dharmapatni. Shri Udayana Warmadewa, menurunkan tiga putra:

A. Airlangga B. Marakata C. Anak Wungsu

8. Shri Adnyadewi / Dharmawangsa Wardhana (1011M - 1022M) 9. Shri Dharmawangsa Wardhana Marakatapangkaja (1022M - 1025M) 10. Anak Wungsu (1049M - 1077M)

11. Shri Walaprabu (1079M - 1088M)

12. Shri Sakalendukirana (1088M - 1098M) & Shri Suradhipa (1115M - 1119M) PENINGGALAN

a. Prasasti Blanjong

Prasasti Blanjong menerangkan tentang Kerajaan Medang dan Kerajaan Dinasti Warmadewa.

Isinya berbunyi : “Pada tahun 835 çaka bulan phalguna, seorang raja yang mempunyai kekuasaan di seluruh penjuru dunia beristana di keraton Sanghadwala, bernama Çri Kesari telah mengalahkan musuh-musuhnya di Gurun dan di Swal. Inilah yang harus diketahui sampai kemudian hari."

b. Pura antara lain:

1. Pura Tirta Empul, di daerah Tampaksiring Bali. 2. Pura Penegil Dharma, di Kubutambahan Buleleng.

Referensi