• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Di Wilayah Hukum Polsek Tegineneng) (Jurnal Skripsi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Di Wilayah Hukum Polsek Tegineneng) (Jurnal Skripsi)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

(Di Wilayah Hukum Polsek Tegineneng)

(Jurnal Skripsi)

Oleh

RIZKA MASFUFA NPM. 1342O11150

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

(Di Wilayah Hukum Polsek Tegineneng)

Oleh

Rizka Masfufa, Firganefi, Rini Fathonah (Email: [email protected])

Penyalahgunaan narkotika telah bersifat transnasional dengan modus operandi tinggi, teknologi canggih, didukung jaringan organisasi yang luas, dan banyak menimbulkan korban generasi muda yang sangat merugikan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah upaya kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika diPolsek Tegineneng? (2) Apakah yang menjadi faktor penghambat upaya kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika diPolsek Tegineneng? Pendekatan masalah yang digunakan yaitupendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Hasil penelitian danpembahasaan menunjukkan: (1) Upaya kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika (a) Upaya penal (Penindakan) dilakukan sesudah terjadinya penyalahgunaan narkotika, (b) upaya non penal (Pencegahan) dilakukan sebelum terjadinya penyalahgunaan narkotka. (2) Faktor penghambat upaya kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika (a) Faktor penegak hukum,secara kuantintas masih terbatasnya jumlah anggota kepolisian. (b) Faktor sarana dan fasilitas yang tidak mendukung, kurang memadai sehingga penegakan hukum kurang berjalan lancar. (c) Faktor masyarakat, yaitu ketidaklengkapan data dan informasi yang disampaikan oleh pelaku korban yang terlibat dalam penyalahgunaan narkotika. (d) Faktor karakter personal pelaku, korban dan keluarganya yang tidak mendukung penyelesaian pekara di luar peradilan atau perdamaian. Saran dalam penelitian ini adalah : (1) aparat kepolisian harus lebih mengintensifkan upaya tindakan preventif agar dapat menekan jumlah kejahatan penyalahgunaan narkotika. (2) Perlunya pembentukan kader anti Madat di desa dibawah lembaga kepolisian agar kinerja aparat kepolisian dalam pemberantasan narkotika dapat berjalan optimal serta peran aktif masyarakat agar peredaran penyalahgunaan narkotika segera teratasi.

(3)

ABSTRACT

POLICE MEASURES IN DISASTERING NARCOTICS ABUSE (In the Tegineneng Police Territory)

By

Rizka Masfufa, Firganefi, Rini Fathonah (Email: [email protected])

Narcotics abuse has been transnational with high modus operandi, advanced technology, supported by a vast network of organizations, and many of the victims of the young generation are very detrimental to the lives of people, nations, and countries. The problems in this research are: (1) How is the police effort to overcome the abuse of narcotics in Tegineneng Police? (2) What are the factors that hamper the police efforts to overcome the abuse of narcotics in Tegineneng Police? The problem approach used is the normative juridical approach and the empirical juridical approach. The results of research and discussion show: (1) Police efforts in overcoming narcotics abuse (a) Penal effort (Penanggakan) is done after the occurrence of narcotics abuse, (b) non penalty (Prevention) done before the abuse of narcotics. (2) Inhibiting factors of police effort in overcoming narcotics abuse (a) Law enforcement factors, in quantity, there is still limited number of police officers. (B) Facilities and facilities that are not supportive, inadequate so that law enforcement is not running smoothly. (C) Community factors, namely the incompleteness of data and information submitted by victim actors involved in narcotics abuse. (D) The personal character of the perpetrator, the victim and his family who do not support the settlement of pekara outside the judiciary or the peace. Suggestions in this study are: (1) police officers should further intensify efforts of preventive measures in order to suppress the number of abuse of narcotics crimes. (2) The need for the establishment of anti Madat cadres in the villages under the police institution so that the performance of police officers in the eradication of narcotics can run optimally as well as the active role of the community so that the circulation of narcotics abuse will be resolved soon.

(4)

I.PENDAHULUAN

Proses perubahan social yang tengah berlangsung di Indonesia menandai pula perkembangan kota-kota dengan kompleksitas fungsinya yang tidak lagi hanya mempunyai fungsi administrative dan komersial, melainkan tumbuh sebagai simpul interaksi social yang mempengaruhi system nilai dan norma serta perilaku warga masyarakat. Kehidupan di jaman modern sangat jauh dari kata ramah, hal ini terlihat dari tingginya tingkat kesibukan masyarakat, tingginya angka depresi, banyaknya anak-anak yang kurang perhatian orang tua, dan begitu beragamnya kegiatan yang dilakukan sampai dengan ramainya kegiatan dijam-jam malam, ini terlihat dari banyaknya tempat hiburan malam yang buka dan berkembang. Hal ini sangat mempengaruhi pola kehidupan masyarakat, salahs atunya adalah keberadaan obat bius dan zat-zat narkotika. 1Indonesia keberadaan obat bius dan zat-zat narkotika sudah mulai dikenal sebelum Tahun 1927, dengan adanya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang mengeluarkan V.M.O Staatsblad 1927 No.278jo No536, yaitu peraturan tentang obat bius dan candu.

Pada awal Tahun 1970-an penyalahgunaan narkotika semakin tak terkendali sehingga pada tanggal 8 September 1971, Presiden mengeluarkan Instruksi No. 6 Tahun 1971 yang salah satu intinya adalah memberantas Penyalahgunaan

1Julianan Lisa FR,NengahSutrisna

W,Narkotika,Psikotropika dan gangguan jiwa, Nuha Medika,Yoygakarta, 2013, hlm.2.

Narkotika.2

Penyalahgunaan narkotika dianggap cukup mendesak sehingga mendorong lahirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976, yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Yang kemudian direvisi kembali dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.3

Narkotika terdiri dari zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Apabila narkotika tersebut digunakan tanpa pembatasan dan pengawasan yang seksama dapat membahayakan kesehatan bahkan jiwa pemakainya.4

Dewasa ini penyalahgunaan Narkotika marak terjadi di Indonesia. Berdasarkan Laporan Akhir Survei

Nasional Perkembangan

Penyalahgunaan Narkotika Tahun anggaran 2015, jumlah penyalahgunaan Narkotika diperkirakan ada sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta orang yang pernah memakai Narkotika dalam setahun terakhir pada kelompok usia 10-59 Tahun di tahun 2015 di Indonesia. Jadi, ada sekitar 1 dari 44 sampai 48 orang berusia10-59 tahun masih atau pernah pakai Narkotika pada Tahun

2HeriadyWilly,BerantasNarkotika Tak

Cukup HanyaBicara – (TanyaJawab dan Opini),(Yogyakarta :UIIPress), 2005, hlm70

3 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009

tentang Narkotika.

4Moh.TaufikMakarao,Suhasril,danMoh.Za

(5)

2

2015. Jenis Narkotika yang paling banyak di salah gunakan adalah ganja, shabu dan ekstasi. Jenis Narkotika tersebut sangat terkenal bagi pelajar/mahasiswa, pekerja, dan rumah tangga. Sebagian besar penyalahgunaan berada pada kelompok coba pakai terutama pada kelompok pekerja. Alasan penggunaan Narkotika karena pekerjaan yang berat, kemampuan social ekonomi, dan tekanan lingkungan teman kerja merupakan factor pencetus terjadinya penyalahgunaan Narkotika pada kelompok pekerja.5

Peraturan perundang-undangan hadir dimana hokum berfungsi sebagai pengendali social (socialcontrol), memaksa warga masyarakat untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-undang yang mengatur mengenai narkotika sebagai hokum yang wajib ditaati, karena dibentuk atas kerjasama antara wakil-wakil rakyat dengan pemerintah. Ini artinya telah ada kesepakatan antara rakyat dengan pemerintah tentang peraturan narkotika, yangsama-sama harus ditaati oleh semuanya. Adapun tujuannya, agar hokum dapat diberlakukan dengan lancer sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa tindak pidana narkotika telah bersifat trans nasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operan di yang tinggi, teknologi yang canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas,

5http://m.nasional.rimanews.com/hukum/rea

d/20150706/222588/Polsek-Tegineneng-Ungkap-Kasus-Narkotika diakses pada tanggal 25 November 2016 pukul 14.00 WIB

dan sudah banyak menimbulkan korban terutama dikalangan generasi muda yang sangat merugikan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Indonesia yang pada mulanya sebagai Negara transit perdagangan narkotika, kini sudah dijadikan daerah tujuan operasi oleh jaringan Narkotika Internasional. Angka kasus penyalahgunaan Narkotika di wilayah Hukum Polsek Tegineneng saat ini sangat meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah kasus yang meningkat setiap tahunnya.

(6)

Desa Donomulyo, Sekampung. 6 “Barang bukti dari keduanya yaitu ganja satu paket dan sabu satu paket, dalam hal pemeriksaan dan penyidikan pelaku pengedar narkotika tersebut sudah sampai proses ke Pengadilan Negeri dan sudah di jatuhkan sanksi pidana tanpa hak mengedarkan narkotik diancam hukuman 5 Tahun sampai dengan 15 Tahun penjara/kurungan ditambah denda 250jt sampai dengan 750jt ”. 7

Upaya pencegahan dan

penanggulangan yang dilakukan oleh Polsek Tegineneng, khususnya satuan reserse Narkotika, dalam hal ini memerlukan langkah-langkah lebih lanjut dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan Narkotika. Realisasi dari penanggulangan pemberantasan tindak pidana penyalahgunaan narkotika tidak lepas dari peran aparat penegak hukum saja, diperlukan adanya kerjasama dari berbagai pihak antara lain adalah peran serta masyarakat. Bentuk peran serta masyarakat disini dapat berupa memberikan informasi mengenai tindak pidana penyalahgunaan Narkotika kepada penyidik Polri. Dapat juga berupa melalui lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan organisasi-organisasi masyarakat yang memfokuskan diri dalam pemberantasan Narkotika secara menyeluruh. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik melakukan penulisan skripsi yang

berjudul “Upaya Kepolisian dalam Menanggulangi Penyalahgunaan Narkotika” (Di Wilayah Hukum Polsek Tegineneng).

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, pendekatan empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dan prosedur pengumpulan data dalam penulisan penelitian ini dengan cara studi kepustakaan dan lapangan.

II.PEMBAHASAN

A. Upaya Kepolisian Dalam MenanggulangiPenyalahgunaa n Narkotika di Polsek Tegineneng

Syamsu Rizal dan Anggota Reskrim Polsek Tegineneng menjelaskan, dari sarana non penal mereka melakukan Operasi Rutin Kepolisian dan Operasi Khusus Kepolisian. Selain itu yang dilakukan, yaitu: 8

a. Melakukan kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat b. Melakukan kerjasama dengan

Lembaga Swadaya Masyarakat dan instansi terkait, Satuan Narkotika Polsek Tegineneng dalam melakukan upaya penangulangan penyalahgunaan narkotika melakukan berbagai kerjasama dengan Lembaga

Swadaya masyarakat

8 Hasil Wawancara dengan Inspektur Polisi

(7)

4

(LSM)bergerak di bidang pencegahan narkotika dan instansi pemerintah untuk saling memberikan dukungan informasi mengenai keberadaan penyalahgunaan narkotika.9 c. Melakukan Operasi atau razia

rutin

d. Kepolisian di terjunkan langsung ke wilayah-wilayah yang mencurigakan dijadikan tempat penampungan, penyimpanan dan peredaran narkotika. Polisi juga mengadakan razia untuk keperluan penyelidikan dan penyidikan bahkan penangkapan terhadap orang-orang yang diduga menyalahgunakan narkotika. Razia ini biasanya dilakukan di tempat-tempa hiburan malam dan juga tempat-tempat yang informasinya didapatkan dari masyarakat. Operasi ini juga termasuk melakukan razia terhadap kendaraan bermotor.

e. Pemasangan reklame

Pemasangaan reklame tentang bahaya Narkotika bagi kesehatan dan masa depan anak.

f. Melakukan kerjasama dengan BNN Provinsi Lampung

Melakukan kerjasama dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung dalam proses pencegahan, pembrantasan, rehabilitasi dan lain-lain.10

Penulis juga memasukan beberapa isi dari Peraturan bersama Ketua mahkamah agung republik Indonesia, Menteri hukum dan hak asasi manusia republik Indonesia, Menteri

9

Undang-Undang Kepolisian Pasal 13 tentang tugas pokok polri.

10 Hasil Wawancara dengan Inspektur Polisi

Satu, Syamsu Rizal, S.IP, Kepala Kepolisian Sektor Tegineneng, 22 Maret 2017 Pukul 11.00 WIB.

kesehatan republik Indonesia, Menteri sosial republik indonesia , Jaksa agung republik Indonesia, Kepala kepolisian negara republik Indonesia, Kepala badan narkotika nasional republic. Nomor: 01/pb/ma/iii/2014, Nomor:03 tahun 2014, Nomor : 11/tahun 2014, Nomor : 03 tahun 2014, Nomor : per-005/a/ja/03/2014, Nomor : 1

tahun 2014, Nomor :

perber/01/iii/2014/bnn. Tentang penanganan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi yang isinya, yaitu:

Pasal 3:11

1 Pecandu Narkotika dan Korban penyalahgunaaan Narkotika sebagai tersangka dan/atau

terdakwa dalam

penyalahguaaan Narkotika yang sedangmenjalani proses penyidikan ,penuntutan,dan

persidangan di

pengadilandapatdiberikan pengobatan,perawatan,dan

pemulihan pada lembaga rehabilitasi medis dan/atau lembaga rehabilitasi sosial.

2 Pecandu Narkotika dan Korban Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menderita komplikasi medis dan/atau komplikasi psikiatris, dapat ditempatkan di rumah sakit Pemerintah yang biayanya ditanggung oleh kluarga atau bagi yang tidak mampu ditanggung Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(8)

Penyalahgunaan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memilih ditempatkan di rumah sakit swasta yang ditunjuk Pemerintah, maka biaya menjadi tanggungan sendiri. 4 Keamanan dan Pengawasan

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang ditempatkan dalam lembaga rehabilitas medis, lembaga rehabilitas sosial, dan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dilaksanakan oleh rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitas yang memenuhi standar keamanan tertentu serta dalam pelaksanaannya dapat berkordinasi dengan Polri.

5 Pecandu Narkotika dan korban penyalahguanaan Narkotika sebagai tersangka dan/atau terdakwa yang telah dilengkapi surat hasil asesmen dari tim Asesmen terpadu, dapat ditempatkan pada lembaga rehabilitas medis/atau rehabilitas sosial dengan kewenangan intitusi masing-masing12.

Pasal 11:

1. Instansi yang menaungi lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial melakukan pembinaaan untuk meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi 2. Dalam melakukan pembinaaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), instansi terkait berkoordinasi antar kemntrian atau lembaga.

3. Untuk menjamin kualitas penyelenggaraan rehabilitas medis dan/atau rehabilitas sosial,

lembaga rehabilitas medis dan/atau rehabilitas sosial melakukan menyampaikan perkembangan program rehabilitas kepada penegak hukum yang mentata dilakukannya rehabilitas sesuai dengan tingkat proses peradilan. sesuai dengan putusan hakim. Pasal 16:

Lembaga rehabilitas medis dan rehabilitas sosial sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 Undang-undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Surat Edaran Mahkamh Agung Republik Indonesia Nomor 04 tahun 2010

tentang Penempatan

Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika dalam lampiran I, Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No 03 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitas Sosial dan surat Edaran

Jaksa Agung

(9)

6

Menteri Kesehatan

No.2415/MENKES/PER/XII/2011 tentang Rehabillitas Medis Pecandu Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Peraturan Menteri Sosial No. 03/2013 tentang standar Lembaga Rehabilitad Sosial Korban Penyalahgunaan Napza merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam Peraturan Bersama ini.

Pasal 17:

Paraturan Bersama ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bersama ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Didorong oleh rasa keprihatinan yang mendalam atas meningkatnya

produksi, permintaan,

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan psikotropika serta kenyataan bahwa anak-anak dan remaja digunakan sebagai pasar pemakai narkotika perdagangan gelap narkotika dan psikotropika, telah mendorong lahirnya konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang pemberantasan gelap narkotika dan psikotropika, 1988. Konvensi tersebut secara keseluruhan berisi pokok-pokok pikiran, antrara lain, sebagai berikut:13

1. Masyarakat bangsa-bangsa dan Negara-negara didunia perlu memberikan perhatian dan prioritas utama atas masalah pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.

2. Pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika merupakan masalah semua

13https://portal.mahkamahkonstitusi.go.id/ela

w/mg58ufsc89hrsg/UU7_1997.pdf

Negara yang perlu ditangani secara bersama pula.

3. Ketentuan-ketentuan yang diantur dalam konvensi tunggal narkotika, 1961, protokol 1972 tentang perubahan konvensi tunggal narkotika 1961, dan konvensi psikotropika 1971, perlu dipertegas, dan disempurnakan sebagai sarana hukum untuk mencegah dan memberantas peredaran gelap narkotika dan psikotropika.

4. Perlunya memperkuat dan meningkatkan sarana hukum yang lebih efektif dalam rangka kerjasama internasional dalam kegiatan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.

(10)

B. Faktor Penghambat Upaya

Kepolisian Dalam

Menanggulangi

Penyalahgunaan Narkotika

Soerjono Soekanto, penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu sebagai berikut: 14

1. Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)

Syamsu Rizal menyatakan,15 dalam kelemahan dari segi Undang-Undang Narkotika tidak dapat menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku jenis narkotika yang baru atau tidak ada didalam Undang-Undang, sehingga pelaku pengedar penyalahgunaan Narkotika bisa berbuat semau mereka karena belum adanya peraturan Undang-Undang Narkotika jenis baru di dalam Undang-Undang Narkotika.

2. Faktor penegak hukum

Novianto menjelaskan,16 kurangnya jumlah personil kepolisian yang terbatas hanya ada 20 orang di polsek tegineneng ini menjadi faktor pnghambat upaya kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika, itu bisa memperlambat upaya penyidikan karena banyaknya kasus penyalahgunaan narkotika

14 Prof.Dr. Soerjono Soekanto, SH., M.A,

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegak Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1986

15 Hasil Wawancara dengan Inspektur Polisi

Satu, Syamsu Rizal, S.IP, Kepala Kepolisian Sektor Tegineneng, 24 Maret 2017 Pukul 13.00 WIB.

16Hasil Wawancara dengan Penyidik

Novianto, Anggota Reskrim Polsek Tegineneng, 25 Maret 2017 pada pukul 16.00 WIB.

yang di lakukan oleh masyarakat dan tidak seimbang dengan jumlah personil kepolisian sendiri sehingga membuat polisi sendiri pun bisa kuwalahan menanganinya dan akhirnya polsek langsung melimpahkan kasus tersebut ke polda atau polres jika tidak selesai dalam penanganan kasusnya.

3. Faktor sarana dan fasilitas

Novianto menjelaskan,17 sarana dan fasilitas dari kepolisian yang juga kurang memadai karena polisi pun juga membutuhkan kendaraan untuk berpatroli dan kendaraan tersebut memerlukan bensin untuk berkeliling, jika dari sarana pun tidak

mendukung maka tidak

memungkinkan akan berjalan lancar dalam proses pemberantasan penyalahgunaan narkotika tersebut. Budi Rizki Husin menjelaskan,18 dalam hal pemeriksaan pelaku, perlunya Lab untuk alat bantu atau alat bukti yang sah, untuk membuktikan benar atau tidaknya orang tersebut menggunakan narkotika atau tidak.

4. Faktor masyarakat

Syamsu Rizal menjelaskan,19 di polsek tegineneng sendiri masyarakat kurang berperan aktif dalam

mengungkap terjadinya

17Hasil Wawancara dengan Penyidik

Novianto, Anggota Reskrim Polsek Tegineneng, 25 Maret 2017 pada pukul

19 Hasil Wawancara dengan Inspektur Polisi

(11)

8

penyalahgunaan narkotika dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk mau membantu kepolisian dalam hal pengaduan atau pelaporan kebanyakan dari mereka tidak peduli jika ada terjadi kasus yang melibatkan warga mereka hanya sedikit masyarakat yang mau melapor itupun hanya beberapa yang sudah kenal dan diminta bantuan oleh polisi dan yang memang ingin ikhlas membantu, padahal dari segi Undang-Undang sudah dijelaskan masyarakat harus berperan aktif dalam membantu aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas mereka khususnya dalam hal

pemberantasan kasus

penyalahgunaan narkotika. 5. Faktor Kebudayaan

Deprison menjelaskan bahwa,20 penyalahgunaan narkotika itu timbul karena adanya disparitas antara tujuan dan sarana yang digunakan untuk mencapai kesuksesan. Kekurangpaduan antara apa yang diminta oleh budaya (yang mendorong kesuksesan) dengan apa yang diperbolehkan oleh struktur (yang mencegahnya memperoleh kesuksesan) dapat menyebabkan norma-norma runtuh karena tidak lagi efektif untuk membimbing tingkah laku. Kesempatan untuk meningkat dalam jenjang sosial tidak tersebar secara merata, seseorang yang lahir dari keluarga miskin dan tidak berpendidikan hampir tidak memiliki peluang untuk meraih sukses sebagaimana yang dimiliki

20 Hasil Wawancara dengan Penyidik

Deprison, S.H, AJUN Komisaris Polisi Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung, 30 Maret 2017 Pukul 14.00 WIB.

anak yang lahir dari sebuah keluarga kaya dan berpendidikan, semua orang dalam masyarakat memiliki tujuan yang sama dalam meraih kesuksesan namun memiliki sarana yang berbeda untuk mencapai kesuksesan tersebut. Kesenjangan antara tujuan dan sarana inilah yang dapat menjadi faktor penghambat dan menyebabkan terjadinya kejahatan termasuk penyalahgunaan narkotika

Berdasarkan pembahasan mengenai faktor penghambat upaya kepolisian

dalam menanggulangi

(12)

III.PENUTUP

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Upaya kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika yaitu:

a. Sarana penal, dilakukan dengan cara bertahap dalam hal penyidikan melakukan tindakan pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, pemasukan rumah, penyitaan benda, pemeriksaan surat, pemeriksaan saksi, pemeriksaan ditempat kejadian, pelaksanaan penetapan dan sampai putusan pengadilan.

b. Sarana Non penal, melakukan kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan instansi terkait (LSM) bergerak di bidang pencegahan narkotika dan instansi pemerintah untuk saling memberikan dukungan informasi

mengenai keberadaan

penyalahgunaan narkotika, anggota-anggota kepolisian di terjunkan langsung ke wilayah-wilayah yang mencurigakan dijadikan tempat penampungan, penyimpanan dan peredaran narkotika, polisi juga mengadakan razia,melakukan kerjasama dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung.

2. Faktor penghambat penyalahgunaan narkotika, dapat disimpulkan dari segi Undang-Undang Narkotika tidak dapat menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku jenis narkotika yang baru, kurangnya personil kepolisian yang berjumlah hanya 20 orang, sarana dan fasilitas yang

kurang memadai, faktor masyarakat yang kurang berperan aktif dalam mengungkap terjadinya penyalahgunaan narkotika, dan Kekurangpaduan antara apa yang diminta oleh budaya (yang mendorong kesuksesan) dengan apa yang diperbolehkan oleh struktur (yang mencegahnya memperoleh kesuksesan) dapat menyebabkan norma-norma runtuh karena tidak lagi efektif untuk membimbing tingkah laku, kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena itu merupakan esensi dari penegak hukum, juga merupakan tolak ukur dari pada efektivitas penegakan hukum. Pada elemen pertama, yang menentukan dapat berfungsinya hukum tertulis tersebut dengan baik atau tidak adalah tergantung dari aturan hukum itu sendiri.

B.Saran

Faktor penghambat upaya kepolisian

dalam menanggulangi

penyalahgunaan narkotika di polsek tegineneng, dari simpulan di atas maka penulis memberikan saran. Perlunya Pasal baru dari segi Undang-Undang Narkotika untuk penjatuhan pidana terhadap pelaku narkotika jenis baru, Perlunya peningkatan kualitas penyidik Polri khususnya pada Direktorat Narkotika, dan peningkatan anggaran penyelidikan dan penyidikan kasus Narkotika, peningkatan sarana dan prasarana pendukung, guna lebih memberdayakan Polri dalam

mengungkapkan kasus

(13)

10

atau memperlancar dan mempermudah kepolisian dalam proses penyidikan, dari segi faktor masyarakat sendiri sudah jelas didalam Undang-Undang sudah dijelaskan masyarakat harus berperan aktif dalam membantu aparat penegak hukum dalam ungkap kasus, sehingga aparat penegak hukum atau kepolisian dalam menjalankan tugas khususnya dalam hal pemberantasan kasus penyalahgunaan narkotika dapat menurunkan atau mengurangi jumlah kasus penyalahgunaan narkotika setiap tahunnya khususnya yang ada di polsek tegineneng.

DAFTAR PUSTAKA

FR, Julianan Lisa,

W,NengahSutrisna,2013, Narkoba,Psikotropika dan gangguan jiwa, Nuha Medika,Yoygakarta.

Makarao,

Moh.Taufik,Suhasril,danZakky ,Moh,2003,TindakPidanaNark otika,Jakarta:GhaliaIndonesia. Mardani, 2007, Penyalahgunaan

Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum PidanaNasional, Jakarta: Raja Grafindo.

Perundang-undangan

Undang-Undang Kepolisian Pasal 13 tentang tugas pokok polri. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009

tentang Narkotika.

Internet:

http://m.nasional.rimanews.com/huku m/read/20150706/222588/Polse k-Tegineneng-Ungkap-Kasus-Narkotika

http://artikata.com/arti-326961-faktorpenyebab.html

http://m.artikata.com/arti-361287-menanggulangi.html Sip-belajar.blogspot.com.

https://portal.mahkamahkonstitusi.go .id/elaw/mg58ufsc89hrsg/UU7 _1997.pdf

http://bali.bnn.go.id/cms/wp-content/uploads/2014/06/PER ATURAN-BERSAMA- KETUA-MAHKAMAH-AGUNG-DKK.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini, penulis memberikan saran dengan menitikberatkan pada upaya mengatasi faktor penyalahgunaan narkotika, yaitu perlunya peran aparat penegak hukum

tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anggota polisi di. wilayah hukum

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa: (1) Proses penegakan hukum terhadap anggota polisi yang terjerat kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika

tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Kendala yang dihadapi Polda DIY dan masyarakat dalam. menanggulangi peredaran

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “Peran Kepolisian Resort Sleman Dalam Menanggulangi Peredaran Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Upaya pemberantasan penyalahgunaan narkotika ini dilakukan dengan upaya preemtif (pembinaan) kepada masyarakat tentang dampak buruk penyalahgunaan narkotika ,

Proses penyidikan terhadap anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika Pelaksanaan proses penyidikan tindak pidana narkotika diawali

Upaya dalam mengatasi hambatan yang ditemui Profesi dan Pengamanan (Propam) dalam penegakan hukum tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anggota