ABSTRAK
PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI LAMPUNG DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN
GELAP NARKOTIKA
Oleh
MONA ENCELINA SINAGA
Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang semakin tak terkendali, membuat Badan Narkotika Nasional membentuk Badan Narkotika Nasional Provinsi, termasuk BNN Provinsi Lampung. BNN Provinsi Lampung mempunyai tugas, fungsi, dan wewenang yang sama dengan Badan Narkotika Nasional. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah peranan Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat peranan Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung dalam menanggulangi penyahgunaan dan peredaran gelap narkotika tersebut.
Pendekatan masalah untuk membahas permasalahan tersebut penulis melakukan penelitian dengan pendekatan yuridis empiris dan pendekatan yuridis normatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan. Data sekunder adalah bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Data tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder dengan materi penulisan yang berasal dari kamus hukum.
MonaEncelinaSinaga
Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis menyarankan agar Pemerintah Daerah Provinsi Lampung hendaknya memberikan kebijakan untuk menambah besarnya dana yang dialokasikan pada BNN Provinsi Lampung, dengan demikian program kerja yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan semaksimal mungkin. Penulis menyarankan BNN Provinsi Lampung dapat mempertajam posisinya sebagai gerakan moral yang memotivasi masyarakat untuk menjauhi dan memusuhi narkotika.
PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI LAMPUNG DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN
GELAP NARKOTIKA
Oleh
Mona Encelina Sinaga
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI LAMPUNG DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN
GELAP NARKOTIKA
(Skripsi)
Oleh
MONA ENCELINA SINAGA
BAGIAN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ... 8
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9
E. Sistematika Penulisan ... 13
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peranan ... 15
B. Pengertian Badan Narkotika Nasional ... 16
1. Badan Narkotika Nasional ... 16
2. Badan Narkotika Nasional Provinsi ... 17
3. Tugas dan Fungsi Badan Narkotika Nasional ... 17
C. Pengertian Peredaran Gelap Narkotika ... 19
D. Pengertian Penyalahgunaan Narkotika... 20
E. Pengertian Tindak Pidana... 21
F. Pengertian Narkotika... 24
G. Teori Penanggulangan Kejahatan... 27
H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum ... 29
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 31
B. Sumber dan Jenis Data ... 31
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data... 33
E. Analisis Data ... 35
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden……… 36
B. Peranan Badan Narkotika Provinsi Lampung dalam Menanggulangi
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika... 37
C. Faktor-Faktor Penghambat Peranan Badan Narkotika Nasional
Provinsi Lampung dalam Menanggulangi Penyalahgunaan dan
Peredaran gelap Narkotika……… 76
V. PENUTUP
A. Simpulan………... 84
B. Saran ... 86
MOTO
Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.
(Filipi 1 :21)
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!
(Roma 12 : 12)
Some beautiful paths can t be discovered without getting lost
(Erol Ozan)
Some were born to be lucky, Some were born to be fighters
PERSEMBAHAN
Kuucapkan puji Syukurku kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kasih karunia dan anugerahNya
kepadaku.
Sebagai perwujudan rasa kasih sayang, cinta, hormatku, dan tanda baktiku yang tulus dari hatiku terdalam
Aku mempersembahkan karya ini kepada: Ayahku terhormat Kasmer Sinaga yang telah mengajarkanku untuk tetap kuat dan bersyukur dalam
segala hal.
Mamaku tercinta Nurida Sinambela
Yang telah memberikan dukungan dan doa serta harapan demi keberhasilanku kelak. Perempuan Tercantik yang pernah ada di dalam hidupku, wanita Terindah yang selalu
ada dihatiku selama-lamanya.
Kepada kakakku dan abangku yang ku kasihi
Megawati Sinaga, S.E. dan Pacur Frengki Sinaga, S.Kom Serta adikku Serda (Mar) Hendra Irawan Sinaga.
Serta Keluarga besar yang selalu berdoa dan berharap demi keberhasilanku dalam meraih cita-cita.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampungpada tanggal 10
Februari 1993, penulis merupakan anak ketiga dari empat
bersaudara dari pasangan Bapak Kasmer Sinaga dan Ibu Nurida
Sinambela.
Penulis memulai pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Bina Putra pada tahun
1998-1999. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negri
01 Palputih Simpang pada tahun 1999-2005. Penulis melanjutkan ke Sekolah
Menengah Pertama di SMP Lentera Harapan di Sidodadi Asri pada tahun
2005-2008. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di SMA Lentera
Harapan di Sidodadi Asri pada tahun 2008-2011.
Tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung melalui jalur Ujian Mandiri (UM). Penulis mengikuti Kuliah Kerja
Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Sukajawa, Kecamatan Bumiratu Nuban,
SANWACANA
Puji syukur selalu penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi dengan
judul “Peranan Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung dalam menanggulangi Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika” sebagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan,
bantuan, petunjuk dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis
mengucapkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada:
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan
saran, nasehat, masukan, dan bantuan dalam penulisan skripsi ini sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan saran, nasehat, masukan dan bantuan dalam proses penulisan
skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang
telah memberikan nasehat, kritikan, masukkan dan saran dalam penulisan
5. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I yang telah
memberikan nasehat, kritikan, masukkan dan saran dalam penulisan
skripsi ini.
6. Ibu Rini Fatonah, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembibing II yang telah
memberikan nasehat, kritikan, masukkan dan saran dalam penulisan
skripsi ini.
7. Ibu Hj. Wati Rahmi Ria , S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang
senantiasa memberikan nasehat dan pengarahan selama penulis kuliah di
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
8. Bapak Sutaji, S.H., M.H., Bapak Welly Dwi Saputra, S.H., M.H., Ibu
Supriyanti, S.H., dan Ibu Nikmah Rosidah, S.H., M.H. yang telah
memberikan izin penelitian, dan membantu dalam penelitian serta
penyediaan data untuk penyusunan skripsi ini.
9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama kuliah di
Fakultas Hukum Universitas lampung, penulis ucapkan banyak terima
kasih.
10. Mbak Yanti, mbak Sri dan mbak Yani, Babeh Narto atas bantuan dan
fasilitas selama kuliah dan penyusunan skripsi.
11. Guru-guruku selama menduduki bangku Sekolah, TK Bina Putra, SDN 1
Palputih Simpang, SMP Lentera Harapan, SMA Lentera Harapan. Penulis
ucapkan terimakasih atas ilmu, doa, motivasi dan kebaikan yang telah
12. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tersayang Bapak Kasmer Sinaga
dan Mamaku Nurida Sinambela untuk doa, kasih sayang, dukungan,
motivasi, dan pengajaran yang telah kalian berikan dari aku kecil hingga
saat ini, yang begitu berharga dan menjadi modal bagi kehidupanku.
13. Kepada saudara kandungku Megawati Sinaga S.E., Pacur Frengky Sinaga
S.Kom., dan Serda (Mar) Hendra Irawan Sinaga yang selalu memberikan
motivasi buatku dan memberi dukungan moril, kegembiraan, semangat,
serta materil yang diberikan.
14. Keluarga besarku yang selalu berdoa untukku serta dukungan dan
motivasinya.
15. Untuk temanku Marlina Siagian S.H., Merry Sulistiawati S.H., Wardiyanti
Sukmaya, Yuniar Ana Fitri S.H., Tan Jessica Novia Hermanto, Very
Susan, Torang Alfontius S.H., Ratih Barbie, yang telah memberikan
kenangan indah di masa kuliah.
16. Untuk temanku Surya Asmra S.H., Johanna Manalu, Reni Ledia, Jessica
dan Nunik Iswardhani S.H yang telah memberikan kenangan indah di
masa kuliah.
17. Untuk teman-teman Formahkris angkatan 2011, Kurniawan Manullang,
Yossafat Galang, Yonathan Aji, Bram Monang, Juna, Grace, Lasmaida,
Salamat, Try Gilbert, Yustinus, Mario, Erna, Prisca, Daniel Sitanggang,
David Pandapotan, Ferry, Dopdon, Nova Simbolon, Yonathan P.H. yang
telah memberikan kenangan yang luar biasa.
18. Senior di Formahkris, Kak Ivo, Kak Elsie, Kak Dede, Bang Tua, Bang
Bang Tommy, Kak Elfrida, Kak Sonya, Bang Rizal, Bang Saut, Bang
Ricko, Bang Sanggam, Bang Yoga, Bang Yuri, Bang Abram, Bang Ivo,
Bang Cio, Kak Ade Marbun, serta abang dan kakak lain yang tidak bisa
disebutkan, terima kasih untuk persahabatan serta pelayanannya.
19. Teman-teman Formahkris Angkatan 2012, 2013, dan 2014, Christina
Sidauruk, Ryan, Rio, Benny, Raymon, Anes, Meggy, Katherin, Elrenova,
Helena, Innes, Kristu, Yosef, Lova, Edward, Dona, Vera, Cindy, Uthe,
Johan, Agustina Sagala, Firdaus, Ridho, Landoria, Fauyani, Febri,
Fernando, Dabe, Wafernanda, Rico, Biaton, Darwin serta adik-adik lain
yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih untuk kekeluargaan
yang diberikan dalam wadah pelayanan Formahkris.
20. Teman-teman Mahasiswa Fakultas Hukum yang lain Aisyah, Lia
Nurjanah, Lia Aprilia, Natalia Katherine Sitompul, Miranti Dwi Saputri,
Nova, Dopdon, Syeh, Ivan Savero serta teman-teman yang tidak dapat
disebutkan satu persatu terimakasih untuk bantuan, kebersamaan,
kekompakan, canda tawa selama mengerjakan tugas besar atau tugas
harian, semoga selepas dari perkuliahan ini kita masih tetap jalin
komunikasi yang baik, tetap semangat Viva Justicia Hukum Jaya.
21. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) terima kasih untuk
kebersamaannya selama 40 (empatpuluh) hari.
22. Untuk Almamater Tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung yang
telah menjadi saksi bisu dari perjalanan ini hingga menuntunku menjadi
orang yang lebih dewasa dalam berfikir dan bertindak. Serta semua pihak
Semoga Tuhan memberikan balasan atas bantuan dan dukungan yang telah
diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk
menambah wawasan keilmuan bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis
pada khususnya.
Bandar Lampung, April 2015
Penulis,
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses perubahan sosial yang tengah berlangsung di Indonesia menandai pula
perkembangan kota-kota dengan kompleksitas fungsinya yang tidak lagi hanya
mempunyai fungsi administratif dan komersial, melainkan tumbuh sebagai simpul
interaksi sosial yang mempengaruhi sistem nilai dan norma serta perilaku warga
masyarakat1. Kehidupan di jaman modern sangat jauh dari kata ramah, hal ini terlihat
dari tingginya tingkat kesibukan masyarakat, tingginya angka depresi, banyaknya
anak-anak yang kurang perhatian orang tua, dan begitu beragamnya kegiatan yang
dilakukan sampai dengan ramainya kegiatan di jam-jam malam, ini terlihat dari
banyaknya tempat hiburan malam yang buka dan berkembang.
Hal ini sangat mempengaruhi pola kehidupan masyarakat, salah satunya adalah
keberadaan obat bius dan zat-zat narkotika. Di Indonesia keberadaan obat bius dan
zat-zat narkotika sudah mulai dikenal sebelum tahun 1927, dengan adanya kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang mengeluarkan V.M.O Staatsblad
1927 No. 278 jo No. 536, yaitu peraturan tentang obat bius dan candu. Pada awal
tahun 1970-an penyalahgunaan narkotika semakin tak terkendali sehingga pada
1
2
tanggal 8 September 1971, Presiden mengeluarkan Instruksi Nomor 6 Tahun 1971
yang intinya adalah memberantas kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika,
penyeludupan, uang palsu subversif, dan pengawasan orang asing.2Penyalahgunaan
narkotika diangggap cukup mendesak sehingga mendorong lahirnya Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1976, yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang
Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika yang kemudian direvisi kembali dengan
disahkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada tanggal
14 Desember 2009.3
Berbagai berita, himbauan, dan peringatan mengenai narkotika sudah sering
diselenggarakan, namun kasus penyalahgunaan dan peredaran narkotika saat ini
semakin marak terjadi di Indonesia. Indonesia saat ini sudah menjadi wilayah tujuan
pemasaran utama,4 karena perkembangan penyalahgunaan dan peredaran narkotika
yang begitu cepat, maka banyak kasus-kasus kejahatan narkotika yang muncul di
masyarakat. Banyaknya fakta yang disajikan para penyaji berita, baik melalui media
cetak maupun melalui media elektronik, mengemukakan ternyata barang haram
tersebut telah merebak kemana-mana tanpa pandang bulu.
Pemerintah Indonesia terus berupaya dalam menanggulangi kejahatan yang
mencakup pada permasalahan narkotika dengan membentuk Badan Narkotika
Nasional. Pembentukan BNN sendiri berdasarkan atas landasan hukum yang telah
2
Moh.Taufik Makarao, Suhasril, dan Moh. Zakky , Tindak Pidana Narkotika, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003, hlm. 1.
3Kusno Adi, Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak,
Malang: UMM Press, 2009, hlm. 9.
4
3
ditetapkan, yang tercantum dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2002 yang kemudian diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun
2007 dan direvisi kembali dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional.
BNN adalah lembaga pemerintahan non-kementerian yang berkedudukan di bawah
Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. BNN dipimpin oleh seorang
kepala dan berkedudukan di Ibukota Negara. sebagai lembaga independen diharapkan
dapat bekerja lebih baik serta transparan dan akuntabel dalam menumpas kejahatan
narkotika. Peran BNN jika dikaitkan dengan pencegahan tindak pidana narkotika
sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika
Nasional terdapat di dalam Pasal 2 ayat (1) yang salah satu perannya adalah
mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika.
Pada dasarnya pemerintah Indonesia sendiri melalui BNN telah berupaya untuk
menekan peningkatan kejahatan narkotika, walaupun upaya tersebut masih belum
bisa membuat pemerintah Indonesia untuk tetap menahan peningkatan kejahatan
narkotika tersebut. Merespon perkembangan permasalahan narkotika yang terus
meningkat dan semakin serius, maka BNN dinilai tidak dapat bekerja optimal dan
kurang mampu menghadapi permasalahan narkotika di berbagai daerah di Indonesia.
Oleh karena itu pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007
tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Nasional Propinsi (BNNP) dan
4
melalui kewenangan Anggota BNN terkait dalam satuan tugas, yang mana BNN,
BNNP, BNNKab/Kota merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, propinsi dan
kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur
dan Bupati/Walikota.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 143 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5062) di dalamnya mengamanatkan agar BNN memiliki perwakilan di
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pembentukan Badan Narkotika Nasional Provinsi dan
Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota diatur dalam Peraturan Kepala Badan
Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota. Dalam
peraturan tersebut menyatakan BNNP adalah instansi vertikal Badan Narkotika
Nasional yang melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang Badan Narkotika
Nasional dalam wilayah Provinsi dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan
Narkotika Nasional.
Melihat penyalahgunaan dan peredaran narkotika yang semakin tak terkendali, untuk
wilayah Lampung yang merupakan pintu gerbang masuk pulau Sumatera dari pulau
Jawa hal ini yang menyebabkan banyaknya kasus tindak pidana narkotika. Hal ini
terbukti dalam kurun waktu 1 (satu) tahun Polda Lampung berhasil mengungkap
kasus tindak pidana narkotika yang berdasarkan data Direktorat Narkoba Polda sejak
bulan Januari hingga akhir November 2014 mencapai 911 kasus dan 1.243 tersangka
5
yakni pada tahun 2013 sebanyak 815 kasus dan tahun 2012 sebanyak 644 kasus.
Sasaran pengguna narkoba, bukan lagi para pekerja yang notabene memiliki uang,
namun makin menyasar ke semua kalangan seperti pelajar, mahasiswa, PNS, anggota
DPR/DPRD, TNI, Polri, Swasta, Wiraswasta, Buruh, Tunakarya dan Narapidana.5
Jumlah tersangka dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika pada tahun
2014 dari jenis ganja sebanyak 57 orang tersangka dari kasus distribusi dan 287 orang
tersangka dari kasus konsumsi. Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika pada
tahun 2014 jenis shabu-shabu merupakan jenis narkotika tertinggi pada kasus
distribusi dan konsumsi, yaitu sebanyak 112 kasus distribusi dan 598 kasus konsumsi.
Jenis ganja yaitu sebanyak 44 kasus distribusi dan 197 kasus konsumsi, kemudian
ekstasi yaitu sebanyak 20 kasus distribusi dan 20 kasus konsumsi. jenis heroin
terdapat 3 kasus. Kasus distribusi narkotika pada tahun 2014 terdapat sebanyak 308
kasus dan untuk kasus konsumsi narkotika sebanyak 1436 kasus. Jadi jumlah
keseluruhan kasus narkotika pada tahun 2014 adalah sebanyak 1746 kasus.6
Jumlah para tersangka yang diamankan baik itu bandar, pengedar maupun
penyalahguna juga mengalami peningkatan dalam tiap tahunnya. Pada tahun 2014
sebanyak 1.243 tersangka yang diamankan, diantaranya pelajar sebanyak 37
tersangka, 36 mahasiswa, 26 Pegawai Negeri Sipil (PNS), 410 wiraswasta, 321
swasta, 279 buruh, 114 tunakarya, 10 narapidana, 1 anggota TNI, 5 anggota Polri dan
4 anggota DPR/DPRD. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan pada tahun 2013,
5
http://pelitanusantara.com/news, diakses pada 11-1-2015, pukul 19.00 WIB.
6
6
sebanyak 1.218 tersangka dan pada tahun 2012 sebanyak 999 tersangka yang
diamankan.7
Terkait dengan maraknya kasus narkotika di Lampung, maka diperlukan perhatian
khusus dan suatu langkah yang bijaksana dalam menangani permasalahan narkotika
tersebut. Keberadaan BNN Provinsi Lampung diharapkan menjadi Badan Narkotika
yang mampu menanggulangi dan dapat menjadi wadah berbagai masalah narkotika
dapat diperhatikan lebih fokus. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika memerlukan pemecahan bersama, melibatkan seluruh pemangku
kepentingan dan seluruh komponen masyarakat yang merupakan ancaman bagi kita
semua.8
Peran suatu lembaga/instansi sangat berpengaruh dalam menangani permasalahan ini.
Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Peranan Badan
Narkotika Nasional Provinsi Lampung dalam menanggulangi penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika”.
7
http://pelitanusantara.com/news, diakses pada 11-1-2015, pukul 19.00 WIB.
7
A. Rumusan masalah dan Ruang Lingkup
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, permasalahan dalam penelitian ini
sebagai berikut:
a. Bagaimanakah peranan Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung (BNNP)
dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika?
b. Apakah faktor-faktor penghambat dari peranan Badan Narkotika Nasional
Provinsi Lampung (BNNP) dalam menanggulangi penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika?
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah kajian hukum pidana, yang berkaitan dengan
peranan BNNP Lampung dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dalam kurun waktu tahun 2014 dan faktor-faktor yang menghambat
peranan BNNP Lampung menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dalam kurun waktu tahun 2014. Ruang lingkup lokasi penelitian adalah
8
B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui peranan BNNP Lampung dalam menanggulangi
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat peranan BNNP Lampung
dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan kajian
hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan peranan BNNP Lampung
dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dalam
kurun waktu tahun 2014 sesuai dengan peran BNNP sebagai lembaga
pemerintahan non-kementerian Indonesia yang mempunyai tugas di bidang
9
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna secara positif bagi pihak BNNP
dalam melaksanakan peranannya sebagai lembaga yang mempunyai tugas di
bidang pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika. Disamping itu, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi pihak-pihak yang terkait dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
C. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar
yang relevan untuk melaksanakan suatu penelitian ilmiah, khususnya penelitian
hukum.9Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
a. Teori Peranan
Peranan adalah aspek dinamis kedudukan (status), yang memiliki aspek-aspek
sebagai berikut:
1) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masysrakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
9
10
2) Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3) Peranan juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.10
Secara umum peranan adalah suatu keadaan dimana seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya dalam suatu sistem atau organisasi. Kewajiban yang dimaksud dapat
berupa tugas dan wewenang yang diberikan kepada seseorang yang memangku
jabatan dalam organisasi. Selanjutnya peranan terbagi menjadi :
a. Peranan normatif adalah peran yang dilakukan seseorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.
b. Peranan ideal adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya dilakukan sesuai dengan kedudukanya didalam suatu sistem.
c. Peranan faktual adalah peranan yang dilakukan seseorang atau lembaga yang didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata.11
b. Teori Penanggulangan Kejahatan
Menurut G. P. Hoefnagels yang dikutip oleh Barda Nawawi, penanggulangan
ditetapkan dengan cara:
1. Penerapan hukum pidana; 2. Pencegahan tanpa pidana;
3. Memengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media.12
Upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat terbagi dua, yaitu lewat
jalur penal (hukum pidana) dan jalur nonpenal (bukan atau di luar hukum pidana).
10
Soerjono Soekanto,Sosiologi suatu pengantar, Jakarta: Rajawali Press, 2002, hlm. 242.
11Ibid
. 2002. hlm. 243-224.
12
11
Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat
represif (penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi.
c. Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi penegakan Hukum
Penegakan hukum bukanlah semata-mata pelaksanaan undang-undang saja, namun
terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, sebagai berikut:
1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)
Praktek penyelenggaraan penegakan hukum dilapangan sering kali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah di tentukan secara normatif. Oleh karena itu suatu tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum.
2) Faktor penegak hukum
Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, kedilan dan kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan.
3) Faktor sarana dan fasilitas
Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai dan keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitasyang memadai, penegak hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak dapat menjalankan peranan semestinya.
4) Faktor masyarakat
Masyakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan penegakan hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik.
5) Faktor Kebudayaan
12
kebudayaan masyarakat, makan akan semakin mudahlah dalam menegakannya.13
2. Konseptual
Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep
khusus yang akan diteliti, baik dalam penelitian hukum normatif maupun empiris.
Biasanya telah merumuskan dalam definisi-definisi tertentu atau telah menjalankan
lebih lanjut dari konsep tertentu.14 Berdasarkan definisi tersebut, maka batasan dari
istilah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Peranan adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila sesorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia
menjalankan suatu peran.15
b. Badan Nasional Narkotika Provinsi adalah instansi vertikal Badan Narkotika
Nasional yang melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang Badan Narkotika
Nasional dalam wilayah Provinsi (Menurut Peraturan Kepala Badan Narkotika
Nasional).
c. Menanggulangi adalah menghadapi/ mengatasi.16
d. Penyalahguna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan
hukum. Dengan demikian, dapat kita artikan bahwa penyalahgunaan narkotika
13
Soerjono Soekanto,Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Rineka Cipta,. 1983, hlm. 8-10.
14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan 3, Jakarta:Universitas Indonesia Press,2007, hlm. 32.
15
Soerjono Soekanto,Sosiologi suatu pengantar, Rajawali Press :Jakata, 2002, hlm.242.
16
13
adalah penggunaan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. (Pasal 1 ayat (15)
UU Narkotika)
e. Peredaran gelap narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak
pidana narkotika danprekursornarkotika.(Pasal 1 ayat (6) UU Narkotika)
f. Narkotika adalah narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
Berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari Latar Belakang,
Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka
Teori dan Konseptual, serta Sistematika Penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan
14
pustaka terdiri dari pengertian peranan, Badan Narkotika Nasional Provinsi,
Menangulangi, Penyalahgunaan Narkotika, Peredaran Gelap Narkotika, dan
Narkotika.
III. METODE PENELITIAN
Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, terdiri dari Pendekatan Masalah,
Sumber Data, Penentuan Narasumber, Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan
Data serta Analisis Data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat
penelitian, terdiri dari deskripsi dan analisis mengenai peran BNNP Lampung
dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dalam
kurun waktu tahun 2014 dan faktor-faktor yang menghambat peranan BNNP
dalam dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
dalam kurun waktu tahun 2014.
V. PENUTUP
Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan
penelitian serta berbagai saran sesuai dengan saran permasalahan yang diajukan
15
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Peranan
Peran diartikan sebagai perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan di masyarakat. Kedudukan dalam hal ini diharapkan sebagai posisi
tertentu di dalam masyarakat yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah.
Kedudukan adalah suatu wadah yang isinya adalah hak dan kewajiban tertentu,
sedangkan hak dan kewajiban tersebut dapat dikatakan sebagai peran. Oleh karena
itu, maka seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu dapat dikatakan sebagai
pemegang pemegang peran (role accupant). Suatu hak sebenarnya merupakan
wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beben atau
tugas.17
Secara sosiologis peranan adalah aspek dinamis yang berupa tindakan atau perilaku
yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati atau memangku suatu posisi dan
melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuaian dengan kedudukannya. Jika seseorang
menjalankan peran tersebut dengan baik, dengan sendirinya akan berharap bahwa apa
yang dijalankan sesuai dengan keinginan diri lingkungannya. Peran secara umum
17
16
adalah kehadiran di dalam menentukan suatu proses keberlangsungan.18 Peranan
merupakan dinamisasi dari statis ataupun penggunaan dari pihak dan kewajiban atau
disebut subyektif. Peran dimaknai sebagai tugas atau pemberian tugas kepada
seseorang atau sekumpulan orang. Peranan memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
1) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2) Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3) Peranan juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.19
Jenis-jenis peran adalah sebagai berikut:
1) Peranan normatif adalah peran yang dilakukan seseorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.
2) Peranan ideal adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya dilakukan sesuai dengan kedudukanya di dalam suatu sistem.
3) Peranan faktual adalah peranan yang dilakukan seseorang atau lembaga yang didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata.20
B. Badan Narkotika Nasional dan Badan Narkotika Nasional Provinsi
1. Pengertian Badan Narkotika Nasional
Menurut Pasal 64 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
dinyatakan bahwa dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan
18
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Rajawali Press, 2002, hlm. 242.
19Ibid
. hlm. 242
20Ibid
17
peredaran gelap Narkotika dengan undang-undang ini dibentuk Badan Narkotika
Nasional, yang selanjutnya disingkat BNN. Ayat (2) BNN sebagaimana dimaksud
pada Ayat (1) merupakan lembaga pemerintahan non-kementerian yang
berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.
2. Pengertian Badan Narkotika Nasional Provinsi
Menurut Pasal 65 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
menyatakan bahwa BNN berkedudukan di ibukota negara dengan wilayah kerja
meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Ayat (2) menyatakan bahwa
BNN mempunyai perwakilan didaerah Provinsi dan Kabupaten/kota. Ayat (3)
menyatakan bahwa BNN Provinsi berkedudukan di ibukota Provinsi dan BNN
Kabupaten/Kota berkedudukan di ibukota Kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 65 Ayat (3) merupakan instansi vertikal. Menurut Pasal 1
Undang-Undang Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika
Nasional Kabupaten/Kota disebutkan bahwa BNNP adalah adalah instansi vertikal
Badan Narkotika Nasional yang melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang Badan
Narkotika Nasional dalam wilayah Provinsi.
3. Tugas dan Fungsi Badan Narkotika Nasional Provinsi
Menurut Pasal 2 Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan
18
melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang BNN dalam wilayah Provinsi. Menurut
Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional
menyatakan tugas BNN yaitu:
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Republik Negara Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
d. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat;
e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
f. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
g. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
h. Mengembangkan laboratorium narkotika dan prekursor narkotika;
i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.
Selain tugas sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), BNN juga bertugas menyusun dan
melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif
19
C. Peredaran Gelap Narkotika
Peredaran adalah setiap atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan
narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun
pemindahtanganan (Pasal 1 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009).
Perdagangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka
pembelian dan/atau penjualan termasuk penawaran untuk menjual narkotika, dan
kegiatan lain berkenaan dengan pemindahtanganan narkotika dengan memperoleh
imbalan (Pasal 1 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009). Menurut Pasal 4
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 bertujuan :
a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan narkotika.
c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan presekutor narkotika dan menjamin
pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahgunaan dan pecandu
20
D. Penyalahgunaan Narkotika
Secara etimologis, penyalahgunaan itu sendiri dalam bahasa asingnya disebut
“abuse”, yaitu memakai hak miliknya yang bukan pada tempatnya, dapat juga
diartikan salah pakai atau“misuse”, yaitu mempergunakan sesuatu yang tidak sesuai
dengan fungsinya.21
Penyalahgunaan dalam penggunaan narkotika adalah pemakaian obat-obatan atau zat
berbahaya dengan tujuan bukan untuk pengobatan dan penelitian serta digunakan
tanpa mengikuti aturan dan dosis yang benar. Dalam kondisi yang cukup wajar/sesuai
dosis yang dianjurkan dalam dunia kedokteran saja maka penggunaan narkoba secara
terus-menerus akan mengakibatkan ketergantungan, depensi, adiksi, atau
kecanduan.22
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tidak menjelaskan secara spesifik apa yang
dimaksud dengan penyalahgunaan narkotika. Namun, kita dapat melihat pada
pengaturan Pasal 1 Ayat (15) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang
menyatakan bahwa penyalahgunaan adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa
hak atau melawan hukum. Dapat kita artikan bahwa penyalahgunaan narkotika adalah
penggunaan narkotika tanpa hak atau melawan hukum.23
21
Ibid. hlm. 9.
22
http://kampungbener.wordpress.com. Di akses pada 20-1-2015, pukul 10.00 WIB.
23
21
Tanpa hak atau melawan hukum dalam hukum pidanadisebut juga dengan istilah
“wederrechtelijk”. Menurut Drs. P.A.F. Lamintang, S.H., Wederrenchtelijk ini
meliputi pengertian- pengertian:
1. Bertentangan dengan hukum objektif; atau
2. Bertentangan dengan hak orang lain; atau
3. Tanpa hak yang ada pada diri seseorang; atau
4. Tanpa kewenangan.24
E. Pengertian Tindak Pidana
Konsep hukum di Indonesia terdapat beberapa perbedaan dalam menyebutkan istilah
tindak pidana. Istilah tindak pidana atau Strafbaarfeit atau perbuatan pidana
merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana
disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, barangsiapa melanggar
larangan tersebut.25
Tindak pidana dalam konsep KUHP pengertian tindak pidana telah dirumuskan
dalam Pasal 11 Ayat (1) sebagai berikut:
“Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan pidana”.
24
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997, hlm. 354-355.
25
22
Adapun beberapa tokoh yang memiliki perbedaan pendapat tentang peristilahan
“Strafbaarfeit”atau tindak pidana antara lain:
a. Simons
Tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan
sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan
atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu
tindakan yang dapat dihukum.26
b. J.Bauman
Perbuatan/tindakan pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan delik,
bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.27
c. Moeljatno
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang diancam dengan pidana, barangsiapa
melanggar larangan tersebut.28
d. Pompe
Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja
ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana
penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya
tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum sebagai “de normoverteding (verstoring de rechsorde), warran de overtreder schuld heeft en waarvan de
26
Tongat,Dasar-Dasar Hukum Pidana IndonesiaDalam Perspektif Pembaharuan, Malang: UMM Press, 2009, hlm. 105.
27Ibid.
hlm. 106.
28
23
bestraffing is voor de handhaving der rechts orde en de behartiging van het
algemeen welzijn”.29
e. Van Hattum
Perkataan“Strafbaar”itu berarti“voor straf in aanmerking komend” atau“straff
verdiened”yang juga mempunyai arti sebagai pantas untuk dihukum, sehingga
perkataan “strafbaar feit”seperti yang telah digunakan oleh pembentuk
undang-undang di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu secara “eliptis”
haruslah diartikan sebagai suatu “tindakan, yang karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang menjadi dapat dihukum” atau suatu “feit terzake
van hetwelk een persoon strafbaar is”.30
f. Moeljatno
Perbuatan pidana didefinisikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi
barangsiapa melanggar larangan tersebut.31
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dipahami bahwa pengertian pidana dan
tindak pidana pada hakekatnya pidana merupakan suatu pengenaan atau nestapa
akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan sedangkan tindak pidana adalah suatu
perbuatan yang dilakukan sengaja maupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat
dipertanggungjawabkan atas tindakan yang dilakukan.
29
P.A.F. Lamintang,Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia,Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997, hlm. 184.
30Ibid.
hlm. 184.
31
24
Adapun jenis-jenis yang termasuk dalam tindak pidana sebagai berikut:
a. Kejahatan
Kejahatan adalah perbuatan yang melanggar dan bertentangan dengan apa yang
ditentukan dalam kaidah dan tegasnya, perbuatan yang melanggar larangan yang
ditetapkan dalam kaidah hukum dan tidak memenuhi atau melawan perintah yang
telah ditetapkan dalam kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat.32
b. Pelanggaran
Dalam KUHP yang mengatur tentang pelanggaran adalah Pasal 489-569/ BAB I-IX.
Pelanggaran adalah “Wetsdelichten” yaitu perbuatan-perbuatan yang didasari oleh
masyarakat sebagai suatu tindak pidana karena undang-undang menyebutkan sebagai
delik.
F. Pengertian Narkotika
Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2009 yang dimaksud dengan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
32
25
Sedangkan menurut Djoko Prakoso, Psikotropika ialah obat atau zat yang berbahaya
yaitu zat kimia yang dapat merubah reaksi tingkah seseorang terhadap
lingkungannya. Tindak pidana penyalahgunaan psikotropika adalah penggunaan
psikotropika yang tidak sesuai degan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 35 tahun 2009.33
Narkotika merupakan bahan/zat/obat yang digunakan oleh sektor pelayanan
kesehatan, yang menitikberatkan pada upaya penanggulangan dari sudut kesehatan
fisik, psikis dan sosial. Naspza sering disebut juka sebagai obat psikoaktif, yaitu zat
yang bekerja pada otak sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan dan
pikiran. Menurut Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI,
narkotika adalah bahan/zat/obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan
mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan
gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosial karena terjadi kebiasaan, ketagihan
(adiksi) serta ketergantungan (dependensi).
Secara umum yang dimaksud dengan narkotika adalah suatu kelompok zat yang bila
dimasukkan ke dalam tubuh maka akan membawa pengaruh terhadap tubuh pemakai
yang bersifat:
1) Menenangkan
2) Merangsang
3) Menimbulkan khayalan
33
26
Secara etimologi narkotika berasal dari kata “Narkoties” yang sama artinya dengan
kata “Narcosis” yang berarti membius. Sifat dari zat tersebut terutama berpengaruh
terhadap otak sehingga menimbulkan perubahan pada perilaku, perasaan, pikiran,
persepsi, kesadaran, dan halusinasi disamping dapat digunakan dalam pembiusan.
Menurut Smite Kline dan French Clinic Staff, narkotika adalah zat-zat (obat) yang
dapat menimbulkan akibat ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat
tersebut bekerja mempengaruhi susunan saraf sentral. Definisi ini sudah termasuk
candu (marphine, codein, heroindah candu sintesis).34 Penggolongan jenis-jenis
narkotika berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
35 Tahun 2009 sebagai berikut:
Huruf (a)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “Narkotika Golongan I” adalah
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Huruf (b)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “Narkotika Golongan II” adalah
Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dengan terapi dan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Huruf (c)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “Narkotika Golongan III” adalah
Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
34M. Ridha Ma’roef,Narkotika Masalah dan Budayanya
27
G.Teori Penanggulangan Kejahatan
Kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari perilaku
menyimpang yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat, tidak ada
masyarakat yang sepi dari kejahatan.35 Atas hal tersebut, diperlukan adanya suatu
upaya penanggulangan kejahatan. Menurut G. P. Hoefnagels yang dikutip oleh Barda
Nawawi, penanggulangan ditetapkan dengan cara:
1. Penerapan hukum pidana; 2. Pencegahan tanpa pidana;
3. Memengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media.36
Upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat terbagi dua, yaitu lewat
jalur penal (hukum pidana) dan jalur nonpenal (bukan atau di luar hukum pidana).
Secara kasar dapatlah dibedakan bahwa upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur
penal lebih menitikberatkan pada sifat represif (penindasan) sesudah kejahatan
terjadi.37Penanggulangan kejahatan dengan menggunakan (hukum) pidana atau penal
merupakan cara yang paling tua, setua peradaban manusia itu sendiri.38
Penanggulangan kejahatan secara penal dilakukan melalui pemberian sanksi pidana.
Roeslan Saleh yang dikutip oleh Shafruddin, mengemukakan beberapa alasan
penggunaan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan, yaitu:
35
Saparinah Sadli. 1976. Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang. Jakarta: Bulan Bintang. 1976, hlm. 56.
28
a. Perlu tidaknya hukum pidana tidak terletak pada persoalan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, tetapi terletak pada persoalan seberapa jauh untuk mencapai tujuan itu boleh menggunakan paksaan; persoalannya bukan terletak pada hasil yang akan dicapai, tetapi dalam pertimbangan antara nilai dari hasil itu dan nilai dari batas-batas kebebasan pribadi masing-masing.
b. Ada usaha-usaha perbaikan atau perawatan yang tidak mempunyai arti sama sekali bagi si terhukum; dan disamping itu harus tetap ada suatu reaksi atas pelanggaran-pelanggaran norma yang telah dilakukannya itu dan tidaklah dapat dibiarkan begitu saja.
c. Pengaruh pidana atau hukum pidana bukan semata-mata ditunjukkan pada si penjahat, tetapi juga untuk mempengaruhi orang-orang yang tidak jahat yaitu warga masyarakat yang tidak mentaati norma-norma masyarakat.39
Menurut Nigel Walker yang dikutip oleh Barda Nawawi, dalam menggunakan sarana
penal haruslah memperhatikan “prinsip-prinsip pembatas (the limiting principles)”,
berupa:
a. Jangan hukum pidana digunakan semata-mata untuk tujuan pembalasan; b. Jangan menggunakan hukum pidana untuk memidana perbuatan yang
tidak merugikan atau tidak membahayakan;
c. Jangan menggunakan hukum pidana untuk mencapai suatu tujuan yang dapat dicapai secara lebih efektif dengan sarana-sarana lain yang lebih ringan;
d. Jangan menggunakan hukum pidana apabila kerugian atau bahaya yang timbul dari pidana lebih besar daripada kerugian atau bahaya dari perbuatan atau tindak pidana itu sendiri;
e. Larangan-larangan hukum pidana jangan mengandung sifat lebih berbahaya dari perbuatan yang akan dicegah;
f. Hukum pidana jangan memuat larangan-larangan yang tidak mendapat dukungan kuat dari publik.40
Upaya penanggulangan kejahatan secara nonpenal lebih menitikberatkan pada sifat
preventif (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan itu terjadi.
Upaya penanggulangan secara nonpenal lebih bersifat tindakan pencegahan untuk
39
Shafruddin. 1998.Politik Hukum Pidana. Bandar Lampung: Universitas Lampung, hlm. 17.
40
29
terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor
penyebab terjadinya kejahatan.41
Sarana-sarana untuk menanggulangi kejahatan dengan nonpenal dilakukan dengan
penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab
sosial warga masyarakat melalui pendidikan moral, agama dan sebagainya;
peningkatan usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja; kegiatan patrol dan
pengawasan lainnya secara kontinyu oleh polisi dan aparat keamanan lainnya. Upaya
nonpenal dapat meliputi bidang yang sangat luas diseluruh sektor kebijakan sosial.42
Upaya-upaya nonpenal dapat ditempuh dengan menyehatkan masyarakat lewat
kebijakan sosial dan dengan menggali berbagai potensi yang ada di dalam masyarakat
itu sendiri.43
H. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Penegakan hukum bukanlah semata-mata pelaksanaan undang-undang saja, namun
terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu:
1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)
Praktek penyelenggaraan penegakan hukum di lapangan sering kali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah di tentukan secara normatif. Oleh karena itu suatu tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum.
41
Barda Nawawi Arief.Kebijakan Hukum Pidana, loc. cit.
42
Muladi dan Barda Nawawi Arief.Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung, 1998, hlm. 149.
43
30
2) Faktor Penegak Hukum
Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, kedilan dan kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan.
3) Faktor Sarana dan Fasilitas
Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai dan keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegak hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak dapat menjalankan peranan semestinya.
4) Faktor Masyarakat
Masyakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan penegakan hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik.
5) Faktor Kebudayaan
Kebudayaan indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat.berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, makan akan semakin mudahlah dalam menegakanya.44
44
✁
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif
dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan sebagai
upaya memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan
hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk memperoleh
kejelasan dan pemahaman dari permasalahan dalam penelitian berdasarkan realitas
yang ada.45
B. Sumber dan Jenis Data
Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah:
1. Data Primer
Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan
penelitian dengan cara melakukan wawancara langsung dengan narasumber. Penulis
akan mengkaji dan meneliti sumber data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan
responden yang berkompeten yaitu BNNP di bidang pencegahan dan pemberantasan.
45
✂ ✄
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dengan
mempelajari literatur-literatur hal-hal yang bersifat teoritis, pandangan-pandangan,
konsep-konsep, doktrin serta karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan. Data
sekunder dalam penulisan proposal ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier.
a. Bahan hukum primer terdiri dari:
Bahan hukum primer bersumber dari:
1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
Narkotika Nasional.
3) Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan
Narkotika Nasional Kabupaten/Kota.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder diperoleh
dengan cara studi dokumen, mempelajari permasalahan dari buku-buku, literatur,
makalah dan bahan-bahan lainnya yang berkaitan dengan materi, ditambah lagi
☎☎
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier atau penunjang yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, misalnya bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, indek
kumulatif dan sebagainya.46
C. Penentuan Narasumber
Narasumber yang dijadikan responden dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. BNNP Lampung di bidang pencegahan : 1 orang
b. BNNP Lampung di bidang pemberantasan : 1 orang
c. Reserse Narkoba Lampung :1 orang +
Jumlah : 3 orang
D. Pengumpulan Data dan Prosedur Pengolahan Data
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan
Studi Kepustakaan adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan cara membaca,
mengutip buku-buku, peraturan perundang-undangan yang berlaku serta literatur
yang berhubungan atau berkaitan dengan penulisan.
46
✆ ✝
b. Studi Lapangan
Studi Lapangan adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan cara wawancara
yang dilakukan langsung terhadap responden. Dalam melakukan wawancara akan
diajukan pertanyaan-pertanyaan lisan yang berkaitan dengan penulisan penilitian dan
narasumber menjawab secara lisan pula guna memperoleh keterangan atau jawaban
yang diperlukan dalam penelitian.
2. Prosedur Pengolahan Data
Data-data yang diperlukan dalam penulisan dikumpulkan dan diproses melalui
pengolahan data. Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara
kemudian diolah dengan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Editing, yaitu melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan data, kejelasan dan
kebenaran data untuk menentukan sesuai atau tidaknya serta perlu atau tidaknya
data tersebut terhadap permasalahan.
b. Sistematisasi, yaitu penyusunan dan penempatan data secara sistematis pada
masing-masing jenis dan pokok bahasan secara sistematis dengan tujuan agar
mempermudah dalam pembahasan.
c. Klasifikasi data, yaitu pengolahan data dilakukan dengan cara menggolongkan
dan mengelompokkan data dengan tujuan untuk menyajikan data secara
✞ ✟
E. Analisis Data
Analisis data merupakan langkah senajutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi
suatu laporan. Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data
dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang didasarkan oleh data.47Analisis data yang
diperoleh dilakukan dengan analisis secara kualitatif. Analisis secara kualitatif adalah
analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini. Analisis secara kualitatif adalah tata
cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif yaitu apa yang dinyatakan oleh
responden atau narasumber secara tertulis atau secara lisan dan perilaku yang nyata.
Kemudian dari hasil analisis tersebut ditarik kesimpulan secara induktif yaitu suatu
cara berpikir yang melihat pada realitas bersifat umum untuk kemudian menarik
kesimpulan secara khusus.
47
84
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan yang
diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Peranan BNN Provinsi Lampung dalam menanggulangi penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika diantaranya melalui 2 (dua) cara, yaitu:
a. Peranan Normatif yaitu melalui pelaksanaan Program Pencegahan,
Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkotika
(P4GN). P4GN dilakukan dengan melalui berbagai macam bidang, yaitu
bidang pencegahan, bidang pemberdayaan masyarakat, bidang
rehabilitasi, bidang pemberantasan, dan bidang hukum dan kerjasama.
b. Peranan Ideal yaitu melalui pelaksanaaan koordinasi dengan pihak
kepolisian dan instansi yang berwenang dalam mencegah dan
memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. BNN
Provinsi Lampung melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian dalam
menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika melalui
pembentukan satuan tugas anti narkotika di beberapa tempat di wilayah
Lampung, seperti Kecamatan Tanjung Bintang, Kecamatan Tanjung Sari,
85
dalam proses penyidikan, informasi dan dalam pemusnahan barang bukti
narkoba.
2. Faktor-faktor penghambat peranan BNN Provinsi Lampung menanggulangi
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sebagai berikut:
a. Faktor penegak hukum, masih kurangnya personil penyidik BNN Provinsi
Lampung, sedangkan jumlah tindak pidana ini cenderung mengalami
peningkatan;
b. Faktor sarana atau fasilitas, keterbatasan sarana pada BNN Provinsi
Lampung berupa laboratorium forensik, sehingga apabila ditemukan
barang bukti maka penyidik harus mengirimkan ke BNN Pusat, gedung
BNN Provinsi Lampung yang sampai saat ini merupakan gedung sewaan
serta kurangnya ruang tahanan dan tidak adanya IPWL rawat inap;
c. Faktor masyarakat, sikap masyarakat yang cuek, tidak peduli, dan egois
sangat menghambat proses penegakan hukum, kurangnya keberanian
dalam melaporkan diri atau melaporkan orang lain apabila terjadi tindak
pidana narkotika sebab hal tersebut bukan merupakan kepentingannya.
d. Faktor kebudayaan, kebudayaan masyarakat yang masih mengkonsumsi
narkotika amphetamine type stimulants seperti minuman beralkohol,
merokok, pecandu kopi, lem aibon, tiner, obat-obatan yang diminum tanpa
resep atau petunjuk dari dokter, serta obat psikoaktif yang merupakan awal
86
B. Saran
Penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis guna untuk
mengetahui peranan BNN Provinsi Lampung dalam menanggulangi
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika tersebut, penulis memberikan
saran guna untuk membuat peranan BNN Provinsi Lampung dalam
menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika menjadi lebih
baik, yaitu:
1. Pemerintah Daerah Provinsi Lampung hendaknya memberikan kebijakan
untuk menambah besarnya dana yang dialokasikan pada BNN Provinsi
Lampung, dengan demikian program kerja yang telah ditetapkan dapat
dilaksanakan semaksimal mungkin.
2. BNN Provinsi Lampung Dalam rangka menanggulangi penyalahgunaaan dan
peredaran gelap Narkotika, sebaiknya dapat mempertajam posisinya sebagai
gerakan moral yang memotivasi masyarakat untuk menjauhi dan memusuhi
narkotika. Tanpa adanya kesatuan mental ini, maka dikhawatirkan akan
muncul penilaian dari masyarakat bahwa BNN Provinsi Lampung tidak
berbeda jauh dengan organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan lainnya,
yaitu mencari kesempatan dalam kesempitan. Adanya beberapa pegawai yang
tidak konsisten terhadap visi dan misi Badan Narkotika Nasional Provinsi
Lampung, yang pada akhirnya akan berdampak pada kualitas dan kuantitas
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Adi, Kusno. 2009. Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak. UMM Press. Malang.
Andrisman, Tri. 2010. Hukum Acara Pidana. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Arief, Badra Nawawi. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. 2011. Pencegahan Penyalagunaan Narkoba Bagi Remaja.
Bakir R. Suyoto. 2009. Kamus lengkap Bahasa Indonesia. Karisma Publishing Group. Tangerang.
BNN.2011.Rencana Aksi Nasional Anti Narkotika 2011-2015.BNN. Jakarta.
BNN. 2012. Buku Saku P4GN: Badan Narkotika Nasional Pusat Pencegahan. BNN. Jakarta.
BNN. 2012.Rencana Aksi Pemberdayaan Masyarakat. BNN. Jakarta.
BNNP Lampung. 2012. Selamatkan Penyalahguna Narkoba. BNNP lampung. Lampung.
BNNP Lampung.2012. Selamatkan Penyalaguna Narkoba Melalui Rehabilitas. BNNP Lampung. Lampung.