• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII PENGUPAHAN Oleh: Hindun (100231100077) Alfiya Tur Rofi’ah (100231100059) - PENGUPAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB VII PENGUPAHAN Oleh: Hindun (100231100077) Alfiya Tur Rofi’ah (100231100059) - PENGUPAHAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VII

PENGUPAHAN

Oleh:

Hindun (100231100077) Alfiya Tur Rofi’ah (100231100059)

7.1 Teori pengupahan

Sistem pengupahan disuatu Negara didasarkan kepada falsafah atau sistem perekonomian negara tersebut. Teori yang mendasari sistem pengupahan pada dasarnya dibedakan menurut dua ekstrim, yaitu: 1) sistem pengupahan yang dilakukan dinegara-negara penganut paham komunis; 2) sistem pengupahan yang digunakan dinegara-negara yang digolongkan kapitalis.

Sistem pengupahan diberbagai Negara termasuk Indonesia, pada umumnya berada diantara dua ekstrim tersebut. Landasan sistem pengupahan di Indonesia adalah UUD, Pasal 27 ayat 2 dan penjabarannya dalam hubungan Industrial Pancasila. Sistem pengupahan pada prinsipnya haruslah: (1) mampu menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya; (2) mencerminkan pemberian imbalan terhadap hasil kerja seseorang; dan (3) memuat pemberian insentif yang mendorong peningkatan produktivitas kerja dan pendapatan nasional.

1. Karl Max

(2)

buruh. Akibatnya, adanya pengangguran besar-besaran sehingga menurunkan upah. Untuk itu, tiada jalan lain bagi buruh kecuali untuk menjadi milik bersama.

Implikasi dari pandangan teori nilai adalah:

a. Harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan untuk seluruh proses produksi barang tersebut.

b. Jumlah jam kerja yang dikorbankan untuk memproduksi suatu jenis barang adalah hamper sama. Oleh sebab itu, harganya dibeberapa tempat terjadi kira-kira sama.

c. Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh, jadi dengan demikian hanya buruh (pekerja) yang berhak memperoleh seluruh pendapatan nasional tersebut.

Sedangkan implikasi dari teori pertentangan kelas:

a. Kebutuhan konsumsi tiap-tiap orang macam dan jumlahnya sama. Nilai setiap barang sama adalah juga sama walupun berbeda tempat sehingga upah yang hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan konsumtif dari buruh sebagai pelaksanaan fungsi sosial.

b. Sistem pengupahan tidak mempunyai fungsi pemberian insentif untuk menjamin peningkatan produktivitas kerja dan pendapatan nasional.

c. Sistem kontrol yang sangat ketat diperlukan untuk menjamin setiap orang betul-betul mau kerja menurut kemampuannya sehingga memerlukan sentralisasi kekuasaan dan system paksaan.

2. Malthus

(3)

3. John Stuart Mills

Menurut Mills, dalam masyarakat tersedia dana upah untuk pembayaran upah. Dunia usaha menyediakan sebagian dari dananya yang diperuntukkan bagi pembayaran upah. Pendapat ini berkembang secara kebetulan bertepatan dengan terjadinya revolusi industri yang menyerap tenaga kerja secara missal dengan upah rendah. Disamping karena rendahnya keterampilan mereka, hal ini juga karena sikap kurang begitu menghargainya pimpinan usaha terhadap perana tenaga kerja.

4. Kelompok Neoklasik

Teori ini mengemukakan bahwa dalam rangka memaksimumkan keuntungan tiap-tiap pengusaha menggunakan factor-faktor produksi sedemikian rupa sehingga tiap faktor produksi yang dipergunakan menerima atau diberi imbalan sebesar nilai pertambahan hasil marjinal dari factor produksi tersebut. Pengusaha memperkerjakan karyawan sehingga nilai pertambahan hasil marjinal seorang sama dengan upah yang diterima orang tersebut. Tingkat upah yang dibayarkan oleh pengusaha adalah:

W=WMPPL=MPPL x P Keterangan:

W = tingkat upah yang dibayarkan perusahaan kepada karyawan P = harga jual barang dalam rupiah per unit barang

WMPPL = pertambahan hasil marjinal pekerja, diukur dalam unit barang per unit waktu

MPPL = nilai pertambahan hasil marjinal pekerja atau karyawan

(4)

7.2 Sistem Pengupahan dan Komponen Upah

Sistem pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan ditetapkan sistem. Pengupahan di Indonesia pada umumnya didasarkan kepada tiga fungsi upah, yaitu: (a) menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya; (b) mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang; (c) menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja.

Penghasilan atau imbalan yang diterima sesorang karyawan atu pekerja sehubungan dengan pekerjanya dapat digolongkan kedalam bentuk, yaitu:

a. Upah dan Gaji

Sistem pengajian di Indonesia pada umumnya mempergunakan gaji pokok yang didasarkan pada kepangkatan dan masa kerja. Pangkat seseorang umumnya didasarkan pada tingkat pendidikan dan pengalaman kerja. Dengan kata lain, penentuan gaji pokok pada umumnya didasarkan pada prinsip-prinsip teori human capital, yaitu bahwa upah atau gaji seseorang diberikan dengan tingkat pendidikan dan latihan yang dicapainya.

b. Tunjangan dalam Bentuk natura

Tunjangan dalam betuk natura seperti beras, gula, garam, dan pakaian pada mulanya diberikan terutama buat karyawan perkebunan yang tempatnya terpencil atau jauh dari kota. Ditempat terpencil seperti itu, pengadaan barang-barang tersebut sangat sulit, sehingga harganya pun menjadi sangat tinggi bahkan kadang mencapai dua kali lipat lebih mahal. Oleh sebab itu, tujuan pemberian tunjangan dalam bentuk natura adalah: pertama, untuk menghindari karyawan dari permainan harga oleh pedagang; kedua, untuk menjamin pengadaan kebutuhan yang paling primer dari karyawan dan keluarganya; ketiga, untuk menghemat waktu para pekerja untuk berbelanja dikota.

Dengan adanya tingkat inflasi yang sangat tinggi dan tidak teratur sejak akhir tahun 1950-an, maka untuk menjaga upah riel terhadap inflasi, Pemerintah sejak tahun 1960-an memberikan tunjangan dalam bentuk natura kepada pegawai negeri.

c. Fringe Benefits

(5)

benefits ini dapat berbentuk dana yang disisihkan oleh pengusaha untuk pensiun, asuransi kesehatan, upah yang dibayarkan pada hari libur, sakit, cuti, dan waktu istirahat, kendaraan dinas, perumahan dinas, dan sebagainya. Fringe benefits ini berbeda jumlahnya. Nilai tiap jenis benefits yang diterima oleh setiap orang sukar dihitung.

d. Kondisi Lingkungan kerja

Kondisi lingkungan kerja yang berbeda disetiap perusahaan dapat memberikan tingkat kepuasan yang berbeda juga bagi setiap karyawan. Kondisi lingkungan kerja dalam hal ini dapat mencakup lokasi perusahaan dan jaraknya dari tempat tinggal, kualiats, dan sebagainya. Aspek ini lebih sulit lagi untuk diukur. Sama halnya dengan Fringe benefits, pperbaikan-perbaikan kondisi lingkungan kerja oleh perusahaan merupakan tambahan biaya perusahaan, dan oleh sebab itu, meningkatkan biaya tenaga kerja per unit barang yang diproduksikan.

Bagi pekerja atau karyawan, yang sering dianggap sebagai gaji adalah gaji bersih. Nilai yang diterima dalam bentuk Fringe benefits dan kondisi lingkuagan kerja jarang dianggap sebagai bagian dari upah atau penghasilan. Sebaliknya bagi pengusaha, semua biaya yang dikelurkan sehubungan dengan memperkerjakan seorang karyawan, seperti pembayaran gaji dalam bentuk uang. Tunjangan dalam bentuk natura, Fringe benefits dan kondisi lingkkungan kerja dpandang sebagai bagian dari upah.

7.3 Struktur Upah

Struktur upah dibagi menjadi dua, yaitu: Stuktur Upah Internal dan Struktur Upah Eksternal.

7.3.1 Struktur Upah Internal

Dalam sebuah organisasi biasanya terdapat struktur upah yang teratur. Kriterianya didasarkan atas isi jabatan. Semakin berat tanggung jawab pekerjaan, maka semakin tinggi upahnya. Struktur pengupahan semacam ini menikuti pad astruktur organisasi yang menjadi wadahnya.

(6)

Tingkat upah antar perusahan sangat beragam. Untuk sesuatu jenis keterampilan, jenis jabatan, lapangan usaha tertentu terkait dalam suatu struktur tertentu.

7.3.2.1 Sektoral

Struktural upah sektoral mendasarkan diri pada kenyataan bahwa kemampuan satu sektor dengan sektor lain. Misalnya saja di sektor pertanian, pada umumnya orang yang mempunyai keterampilan/kemampuan lebih akan ditawarkan tingkat upah lebih tinggi daripada yang tidak mempunyai keterampilan khusus. Selain itu juga, bank swasta cenderung memberikan tingkat upah yang lebih tinggi daripada bank milik negara/emerintah yang bergerak disektor pertanian rakyat.

7.3.2.2 Jenis Jabatan

Upah juga berbeda karena perbedaan jenis jabatan. Dalam batas-batas tertentu jenis-jenis jabatan sudah mencerminkan jenjang organisatoris atau keterampilan. Misalnya, sama-sama berlatar belakang pendidikan teknik, yang satu menjabat sebagai kepala bagian operasi di lapangan dan kepala bagian perawatan mesin. Hal ini akan mempengaruhi struktur upah antar yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini, jenis jabatan hanyalah merupakan simbol dari berbagai faktor, seperti isi jabatan, jenis keterampilan, dan sebagainya. Jadi, perbedaan upah karena jenis jabatan merupakan perbedaan formal.

7.3.2.3 Geografis

Perbedaan lainnya mungkin disebabkan karena letak geografis pekerjaan. Sama-sama pengetik yang mempunyai kemampuan sama seringkali menerima upah berbeda. Misalnya, dokota besar cenderung memberikan upah yang lebih tinggi daripada kota kecil atau pedesaan.

7.3.2.4 Seks

(7)

7.4 Dinamika Pengupahan

Struktur upah tidak statis melainkan dinamis. Beberapa penyebab dinamiknya pengupahan adalah sebagai berikut.

Pertama, Produktivitas merupakan sumber yang dapat menambah pendapatan perusahaan, maka bila produktivitas naik, maka upah juga cenderung naik. Produktivitas berubah karena perbaikan dalam modal insan yang terbenam dalam tenaga kerja atau karena perubahan teknologi.

Kedua, Besarnya Penjualan. Penjualan merupakan sumber pendapatan usaha yang menentukan kemampuan membayar.

Ketiga, Laju Inflasi. Bagi rumah tangga, daya beli merupakan unsur yang penting dari upah yang diterimanya dan bukan upah nominalnya. Oleh karena itu, laju inflasi yang digunakan untuk mendeflasika upah nominal menjadi upah riil sangat penting.

Keempat, Sikap Pengusaha. Kecepatan perubahan tingkat upah tergantung sikap pengusaha dalam menghadapi hal-hal yang dapat mengakibatkan upah berubah.

7.5 Perbedaan Tingkat Upah

Kenyataan yang dapat disaksikan adalah bahwa terdapat perbedaan tingkat upah. Perbedaan tingkat upah tersebut terjadi karena:

Pertama, perbedaan tingkat pendidikan, latihan dan/ pengalaman kerja.

Kedua, tingkat upah di tiap perusahaan berbeda menurut persentase biaya pekerja terhadap seluruh biaya produksi. Semakin kecil proporsi biaya pekerja terhadap biaya keseluruhan, semakin tinggi tingkat upah.

Ketiga, perbedaan proporsi keuntungan perusahaan terhadap penjualannya. Semakin besar proporsi keuntungan terhadap penjualan dan semakin besar jumlah absolut keuntungan, semakin tinggi tingkat upah.

(8)

Kelima, tingkat upah dapat berbeda menurut besar kecilnya perusahaan. Perusahaan besar cenderung lebih mampu memberikan tingkat upah yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil.

Keenam, tingkat upah yang dapat berbeda menurut tingkat efisiensi dan manajemen perusahaan. Semakin efektif manajemen perusahaan, semakin efisien cara-cara penggunaan faktor produksi, dan semakin besar upah yang dapat dibayarkan kepada para pekerja.

Ketujuh, perbedaan kemampuan atau kekuatan serikat pekerja juga dapat mengakibatkan perbedaan tingkat upah. Dengan kata lain, tingkat upah di perusahaan-perusahaan yang serikat pekerjanya kuat, biasanya lebih tinggi daripada tingkat upah diperusahaan-perusahaan yang serikat pekerjanya lemah.

Kedelapan, tingkat upah dapat pula berbeda karena faktor kelangkaan. Semakin langka tenaga kerja dengan keterampilan tertentu, semakin tinggi upah yang ditawarkan pengusaha.

Kesembilan, tingkat upah dapat berbeda sehubungan dengan besar kecilnya risiko atau kemungkinan mendapat kecelakaan di lingkungan pekerjaan. Semakin tinggi kemungkinan mendapat risiko, semakin tinggi tingkat upah.

Perbedaan tingkat upah terdapat juga dari satu sektor ke sektor industri yang lain. Perbedaan ini pada dasarnya disebabkan oleh satu atau lebih dari sembilan alasan tersebut diatas. Pada akhirnya perbedaan tingkat upah itu dapat terjadi karena pemerintah campur tangan seperti dalam menentukan harga minimum yang berbeda.

7.6 Upah dan Jaminan Sosial

Dalam rangka meningkatkan kelancaran, efisiensi dan kelangsungan hidup perusahaan, pengusaha perlu menjamin pemberian imabalan yang layak secara kemanusiaan dan sesuai dengan sumbangan jasa yang dihasilkan oleh beruh atau pekerja. Sehubungan dengan itu, pihak perusahaan wajib memeperhatikan peningkatan kesejahteraan buruh berdasarkan kemampuan dan sesuai dengan kemajuan yang dicapai perusahaan.

(9)

tersebut, maka pelaksanaa asuransi kecelakaan kerja dan tabungan hari tua yang dikaitkan dengan tunjangan kematian.

7.7 Jaminan Sosial dan Asuransi Sosial

Perkembangan jaminan sosial pada dasarnya merupakan tahap awal dalam proses pembentukan sistem pemeliharaan pendapatan hari tua yang pelaksanaannya dapat mengarah pada sistem asuransi sosial. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin tinggi kebutuhan akan program jaminan sosial.

Pelaksanaan jaminan sosial di Indonesia harus mengacu pada perkembangan asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK). Aturan tentang jaminan sosial tenaga kerja tercantum dalam UU No. 3 tahun 1992. Tujuan dari JAMSOSTEK adalah memberikan perlindungan tenaga kerja, pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraan tenaga kerja tesebut bila tenaga kerja mengalami resiko sosial berupa kecelakaan kerja, usia atupun kematian juga kesehatan para tenaga kerja.

Adapun pengertian dan prinsip jaminan sosial dan asuransi sosial, antara lain sebagai berikut:

1) Jaminan sosial sebagaimana diatur dalam UU jaminan sosial pada dasarnya adalah proses pembentukan program pemeliharaan kesehatan dan santunan hari tua yang biayanya dibebankan atas keuangan negara.

2) Sedangkan lingkup asuransi sosial menurut Prof. Mustgrave cenderung dipergunakan untuk mengatasi resiko sosial yang berkaitan dengan resiko pekerjaan serta pembiayaanya dibebankan atas dasar iuran atau kontribusi para anggotanya.

3) Meskipun asuransi sosial dapat dikembangkan, namun dalam hal ini pelaksanaan program jaminan sosial berlaku mengingat kegagalan suatu pasar untuk dapat menciptakan program asuransi yang cocok terutama bagi orang-orang miskin. Oleh karena itu, jaminan sosial tetap dipertahankan di negara-negara maju guna menstabilkan ekonomi politik.

(10)

Masalah pertama yang dapat timbul dalam bidang pengupahan dan karyawan pada umumnya mempunyai pengertian dan kepentingan yang berbeda mengenai upah. Bagi pengusaha, upah dapat dipandang sebagai beban, karena semakin besar upah yang dibayarkan kepada pekerja, semakin kecil proporsi keuntungan bagi pengusaha. Segala sesuatu yang dikeluarkan oleh pengusaha sehubungan dengan mempekerjakan seseorang dipandang sebagai komponen upah. Dipihak lain, karyawan melalui serikat pekerja atau dengan mengundang campur tangan pemerintah selalu menuntut kenaikan upah dan perbaikan fringe benefits. Tuntutan seperti itu yang tidak disertai dengan peningkatan produktivitas kerja akan mendorong pengusaha: (1) mengurangi penggunaan tenaga kerja dengan menurunkan produksi; (2) menggunakan teknologi yang padat modal; dan (3) menaikkan harga jual barang yang kemudian mendorong inflasi.

Masalah kedua dibidang pengupahan berhubungan dengan keanekaragaman sistem pengupahan sebagaimana dijelaskan sebelumnya, proporsi bagan upah dlam bentuk natura dan frine benefits cukup besar, dan besarnya tidak seragam antara perusahaan-perusahaan. Sehingga kesulitan dalam perumusan kebijakan nasional.

Masalah ketiga yaitu, rendahnya tingkat upah atau pendapatan masyarakat. Banyak karyawan yang berpenghasilan rendah, bahkan lebih rendah daripada kebutuhan fisiknya. Hal ini disebabkan oleh 2 faktor, pertama adalah rendahnya tingkat kemampuan manajemen pengusaha. Tingkat kemaampuan manajemen yang rendah menimbulkan banyak keborosan. Akibatnya karyawan tidak dapat bekerja dengan efisien dan biaya produksi menjadi besar. Dengan demikian, pengusaha tidak mampu membayar upah yang tinggi. Kedua yaitu disebabkan oleh rendahnya produktivitas kerja. Produktivitas kerja karyawan rendah, sehingga pengusaha memberikan imbalan dalam bentuk upah yang rendah juga. Akan tetapi, rendahnya produktivitas ini justru dalam banyak hal diakibatkan oleh tingkat penghasilan dan nilai gizi yang rendah.

7.9 Kebijakan Pendapatan atau Pengupahan

(11)

diantaranya. Kebijakan upah minimum bertujuan untuk mengoreksi kelemahan mekanisme pasar yang berakhir pada tingkat upah yang rendah daripada tingkat upah yang lebih cepat memenuhi kebutuhan.

Penerapan upah minimum yang dilaksanakan selama ini baru bersifat pencegahan dan stimulasi. Pencegahan artinya supaya tidak terjadi pembayaran upah yang lebih rendah dari upah yang sudah diberikan perusahaan. Sedangkan stimulasi berarti menumbuhkan alam pikiran pengusaha mengenai usaha-usaha perbaikan upah. Dalam hal ini adanya kebijakan upah minimum akan melindungi karyawan dari sikap kesewenang-wenangan pengusaha tetapi tidak juga menekan pengusaha dan terlalu memberatkan pengusaha dalam menjalankan perusahaan.

Didalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bagian kedua pasal 88 ayat 2 dan 3 dijelaskan bahwa Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi: upah minimum; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja karena berhalangan; upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; upah karena menjalankan hak sewaktu istirahat kerjanya; bentuk dan acara pembayaran upah; denda dan potongan upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; struktur dan skala pengupahan yang proporsional; upah untuk membayaran pesangon; dan upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Daftar Pustaka

BR, Arfida. 2002. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Malang: Penerbit Ghalia Indonesia.

Simanjuntak, Payaman J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia.

Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sumarsono, Sonny. 2003. Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia & Ketenagakerjaan. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Referensi

Dokumen terkait

Pada motor injeksi, setiap melakukan perubahan bagian yang berhubungan dengan ruang bakar, saluaran isap atau saluran buang, maka harus dilakukan setting

Pada Penelitian Perilaku Pemilih Masyarakat Di Desa Toapaya Utara Kecamatan Toapaya Kabupaten Bintan Dalam Pemilihan Kepala Daerah Gubernur Tahun 2010 ini penulis

Dari variasi pemasangan sensor yang ada, kasus 8 dengan sensor pada titik 2 dan 4, merupakan pilihan yang paling baik, karena menghasilkan kandidat batang yang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diketahui bahwa dari 8 variabel yang diteliti terdapat 3 variabel yang berhubungan dengan kejadian kapasitas vital paru

Dilihat dari buku-buku yang digunakan sebagai sumber bahan dalam pengembangan bahan ajar mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan tidak semua buku yang tertulis dalam

Sesuai penjelasan tersebut, penulis mengamati pelaksanaan yang dilakukan oleh guru dalam mengajarkan materi menentukan pokok-pokok berita, menarik kesimpulan isi

(1) Menganalisis rancang bangun (blue print) media pembelajaran berbasis blog pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan komunikasi kelas VII SMP Negeri 1 Sukasada;