• Tidak ada hasil yang ditemukan

kel 5 rs patient safety

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "kel 5 rs patient safety"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS ADMINISTRASI PUSKESMAS DAN RUMAH SAKIT

“PATIENT SAFETY”

IKMA 2010 KELOMPOK 5

1. RESTU ANANDYA P 101011107

2. ULIL NUR FARIZ AZIZ 101011108

3. YENNI SURYANSYAH 101011109

4. AYU IRLIANTI 101011111

5. REKHA FINAZIS 101011113

6. GALUH KURNIAWATI 101011114

7. FEBRY AYU WULAN 101011115

8. RAHMADANI 101011116

9. ADI SUSENO 101011117

10. UMI SALAMAH 101011219

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami diberikan kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Ibu Inge Damayanti selaku dosen pengajar mata kuliah Administrasi Puskesmas dan Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Tugas ini juga di susun agar kita dapat mengetahui tentang materi Administrasi Puskesmas dan Rumah Sakit tentang Patient Safety.

Tiada gading yang tak retak. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan bantuan baik secara materi maupun moril atas penyelesaian makalah ini. Makalah kami pun masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu kami terbuka terhadap saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Harapan kami makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, 18 November 2011

(3)

Daftar Isi

2.1.2 Tujuan Sistem Patient Safety 5

2.1.3 Urgensi Patient Safety 6

2.1.4 Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling

Umum dalam Patient Safety 7

2.1.5 Standar Keselamatan Pasien 8

2.1.6 Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit 18

2.2 Aspek Hukum Terhadap Patient Safety 22

2.3 Implementasi Patient Safety 25

2.3.1 Langkah-Langkah Kegiatan Pelaksanaan Patient Safety 26

2.3.2 Manajemen Patient Safety 28

2.4 Program “Keselamatan Pasien Rumah Sakit” sebagai Langkah

Strategis 30

2.5 Indikator Patient Safety 32

2.5.1 Tujuan penggunaan Indikator Patient Safety 33

2.6 Pengembangan Budaya Patient Safety 34

BAB 3 STUDI KASUS

3.1 Kasus 38

3.2 Pembahasan studi kasus 40

3.3 Solusi 41

BAB 4 KESIMPULAN dan SARAN

4.1 Kesimpulan 43

(4)

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi risiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).

(5)

Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.

Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostik seperti kesalahan atau keterlambatan diagnosis, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventif seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau sistem yang lain.

Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.

(6)

2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.

Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.

(7)

BAB 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Patient Safety

2.1.1 Definisi Patient Safety

Tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan (Kohn, Corrigan & Donaldson, 2000).

Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko. Meliputi:

1) Assessment risiko

2) Identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien 3) Pelaporan dan analisis insiden

4) Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya 5) Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

(8)

tujuan. Accidental injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).

Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan (KTD = missed = adverse event) atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss). Near miss ini dapat disebabkan karena: keberuntungan (misal: pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), atau peringanan (suatu obat dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).

2.1.2 Tujuan Sistem Patient Safety

Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah: 1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit

2) Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat 3) Menurunnya KTD di Rumah Sakit

4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD

Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah: 1) Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)

2) Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif) 3) Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari

(9)

4) Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery (mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi)

5) Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)

6) Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh)

2.1.3 Urgensi Patient Safety

(10)

2.1.4 Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum dalam Patient Safety

1) 5 isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu: a) keselamatan pasien;

b) keselamatan pekerja (nakes);

c) keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan); d) keselamatan lingkungan;

e) keselamatan bisnis. 2) Elemen Patient Safety:

a) Adverse drug events(ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan obat/kesalahan pengobatan)

b) Restraint use (kendali penggunaan)

c) Nosocomial infections (infeksi nosokomial) d) Surgical mishaps (kecelakaan operasi) e) Pressure ulcers (tekanan ulkus)

f) Blood product safety/administration (keamanan produk darah/administrasi) g) Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)

h) Immunization program (program imunisasi) i) Falls (terjatuh)

(11)

k) Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan pasien/pengunjung laporan kejadian)

3) Most Common Root Causes of Errors (Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum):

a) Communication problems (masalah komunikasi)

b) Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai) c) Human problems (masalah manusia)

d) Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien)

e) Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer pengetahuan) f) Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)

g) Technical failures (kesalahan teknis)

h) Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang tidak memadai)

[AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality) Publication No. 04-RG005, December 2003]

2.1.5 Standar Keselamatan Pasien

(12)

1) Hak pasien

Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:

a) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.

b) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan

c) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD

2) Mendidik pasien dan keluarga

Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:

a) Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur b) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab

(13)

d) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan e) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS f) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa g) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri sebagai berikut:

a) Koordinasi pelayanan secara menyeluruh

b) Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya

c) Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi d) Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

4) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

Standarnya adalah RS harus mendisain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP dengan criteria sebagai berikut:

a) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai dengan”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.

(14)

c) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif

d) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis

5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien Standarnya adalah:

a) Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui penerapan “7 Langkah Menuju KP RS”.

b) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program mengurangi KTD.

c) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP

d) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP. e) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam

meningkatkan kinerja RS & KP, dengan criteria sebagai berikut: (1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan

pasien.

(2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden,

(3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi

(15)

pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.

(5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,

(6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden (7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar

unit dan antar pengelola pelayanan

(8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan (9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi

menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien Standarnya adalah:

a) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.

b) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria sebagai berikut:

(16)

(2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.

(3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. Standarnya adalah:

a) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.

b) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan criteria sebagai berikut:

(1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.

(2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

B. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit

1) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”

(17)

a) Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga

b) Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden c) Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden

d) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP Bagi Tim:

a) Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden b) Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan

tindakan/solusi yang tepat

2) Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus yang kuat & jelas tentang KP di RS anda”

Bagi Rumah Sakit:

a) Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP

b) Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi “Penggerak” (champion) KP

c) Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen d) Masukkan KP dalam semua program latihan staf

Bagi Tim:

(18)

3) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah”

Bagi Rumah Sakit:

a) Struktur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup KP b) Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko

c) Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian terhadap pasien

Bagi Tim:

a) Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada manajemen terkait

b) Penilaian risiko pada individu pasien

c) Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tsb.

4) Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS” Bagi Rumah Sakit:

a) Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS – PERSI

Bagi Tim:

(19)

5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien”

Bagi Rumah Sakit:

a) Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien & keluarga

b) Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden

c) Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan pasien)

Bagi Tim:

a) Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi insiden

b) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi insiden

c) Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien & keluarga. 6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf

anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”

Bagi Rumah Sakit:

a) Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab b) Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause

(20)

metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun untuk proses risiko tinggi

Bagi Tim:

a) Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden

b) Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut

7) Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan”

Bagi Rumah Sakit:

a) Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis

b) Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KP

c) Asesmen risiko untuk setiap perubahan

d) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI

e) Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden

Bagi Tim:

a) Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman b) Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya

(21)

2.1.6 Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit

WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions” (“Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit”). Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.

Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error) mau pun yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.

Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah.

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.

a. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names).

(22)

(medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik. b. Pastikan Identifikasi Pasien.

Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.

c. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.

(23)

para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima. d. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.

Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.

e. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).

Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.

f. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.

(24)

untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.

g. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).

Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar).

h. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.

(25)

dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman.

i. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi Nosokomial.

Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang lain.

2.2 Aspek Hukum Terhadap Patient Safety

Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut: UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit

a. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum 1) Pasal 53 (3) UU No.36/2009

“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.” 2) Pasal 32n UU No.44/2009

(26)

3) Pasal 58 UU No.36/2009

a) “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.”

b) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.”

b. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit 1) Pasal 29b UU No.44/2009

”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.”

2) Pasal 46 UU No.44/2009

“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”

3) Pasal 45 (2) UU No.44/2009

“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.”

c. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit

1) Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit

(27)

d. Hak Pasien

1) Pasal 32d UU No.44/2009

“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”

2) Pasal 32e UU No.44/2009

“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”

3) Pasal 32j UU No.44/2009

“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”

4) Pasal 32q UU No.44/2009

“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”

e. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien 1) Pasal 43 UU No.44/2009

a) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien

b) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.

(28)

d) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

2.3 Implementasi Patient Safety

Menurut James Reason dalam Human error management: models and management dikatakan ada dua pendekatan dalam penanganan error atau KTD. Pertama pendekatan personal. Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang tidak aman, melakukan dan pelanggaran prosedur, dari orang-orang yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan (dokter, perawat, ahli bedah, ahli anestesi, farmasis dll).

Tindakan tidak aman ini dianggap berasal dari proses mental yang menyimpang seperti mudah lupa, kurang perhatian, motivasi yang buruk, tidak hati-hati, alpa dan sembrono.

(29)

bahwa kita tidak akan dapat mengubah sifat alamiah manusia ini, tetapi kita harus mengubah kondisi dimana manusia itu bekerja. Pemikiran utama dari pendekatan ini adalah pada pertahanan sistem yang digambarkan sebagai model keju Swiss (Gb. 2). Dimana berbagai pengembangan pada kebijakan, prosedur, profesionalisme, tim, individu, lingkungan dan peralatan akan mencegah atau meminimalkan terjadinya KTD.

Pada hakekatnya program keselamatan pasien harus meliputi tiga hal: pertama, perubahan budaya yaitu perubahan dari mencari kesalahan personal menjadi mencari kegagalan sistem seperti yang diungkapkan oleh Kenneth Shine (The President Institute of Medicine),”Error occurs because of system failure. American health care system needs a fundamental change tryng harder will not work. Changing the system in which we practice will”.

Tujuan dari perubahan budaya adalah transparansi. Kedua, perubahan proses. Proses memerlukan standarisasi dan meminimalisir variasi guna meningkatkan kualitas pelayanan dan menurunkan terjadinya KTD. Ketiga, mengukur proses. Proses harus dapat diukur apakah sudah baik atau belum. Dalam buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada tahun 2006 sudah terdapat hal-hal yang harus diukur yaitu berupa 7 standar dan 9 parameter.

2.3.1 Langkah-langkah Kegiatan Pelaksanaan Patient Safety a. Di Rumah Sakit

(30)

2) Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal tentang insiden

3) Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia

4) Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.

5) Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.

b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota

1) Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit di wilayahnya

2) Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.

3) Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit c. Di Pusat

1) Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia

2) Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit 3) Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas

Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan.

(31)

2.3.2 Manajemen Patient Safety

Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan Pelaporan serta Monitoring san Evaluasi

a. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Pada Patient Safety 1) Di Rumah Sakit

a) Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.

b) Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.

c) Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja

d) Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.

(32)

2) Di Propinsi

Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari Komite Keselamatan Rumah Sakit

3) Di Pusat

a) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan dari rumah sakit untuk menjaga kerahasiaannya

b) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis yang telah dilakukan oleh rumah sakit

c) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis laporan insiden bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang ditunjuk sebagai laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah sakit

d) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.

b. Monitoring dan Evaluasi 2) Di Rumah sakit

(33)

3) Di propinsi

Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya.

4) Di Pusat

a) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit-rumah sakit

b) Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahan satu kali.

2.4 Program “Keselamatan Pasien Rumah Sakit” sebagai Langkah Strategis

Keselamatan Pasien Rumah Sakit- KPRS (patient safety) adalah suatu sistem dimana RS membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ni termasuk: asesment risiko, “Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, “Peloporan dan analisis insiden, “Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta “implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Tujuan sistem keselamatan pasien RS: 1) terciptanya budaya keselamatan pasien di RS 2. meningkatnya akuntabilitas RS terhadap pasien dan masyarakat, 3) menurunnya KTD di RS, 4) terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD (Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006).

(34)

a. Tantangan Global Keselamatan Pasien. Focusing over an initial two-year cycle on the challenge of health-care associated infection 2005-2006: “Clean care

associated infection: “Clean Care is safer Care”

b. Pasien untuk Keselamatan Pasien. Involving patient organizations and individuals in Alliance work.

c. Taxonomy untuk Keselamatan Pasien. Ensuring consistency in the concepts, principles, norms and terminology used in patient safety work

d. Riset untuk Keselamatan Pasien. Promoting existing interventions in patient safety and coordinating international efforts to develop solutions.

e. Pelaporan dan Pembelajaran. Generating best practice guidelines for existing and new reporting systems.

Program: six areas of action (2005)

a. Speak up if you have questions or concerns: it’s your right to know b. Pay attention to the care you are receiving

c. Educate youself about your diagnosis, test and treatment d. Ask a trusted family member or friend to be your advocate e. Know what medications you take and why you take them

f. Use a health – care provider that rigorously evaluates itself against safety standars

g. Participate in all decisions about your care

(WHO: World Alliance for Patient safety, Forward Programme, 2004)

(35)

a. Membangun Kesadaran Akan Nilai KP, menciptakan kepemimpinan & budaya yang terbuka & adil

b. Memimpin dan Dukung Staf Anda, membangun komitmen & fokus yang kuat & jelas tentang KP di RS Anda

c. Mengintegrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko, mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah

d. Mengembangkan Sistem Pelaporan, memastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian / insiden, serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS e. Melibatkan dan Berkomunikasi dengan Pasien, mengembangkan cara-cara

komunikasi yang terbuka dengan pasien

f. Melakukan Kegiatan Belajar & Berbagi Pengalaman Tentang KP, mendorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul

g. Mencegah Cedera Melalui Implementasi Sistem KP, menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan

2.5 Indikator Patient Safety

(36)

pasien selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai tindakan medik yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan mendasarkan pada IPS ini maka rumah sakit dapat menetapkan upaya-upaya yang dapat mencegah timbulnya outcome klinik yang tidak diharapkan pada pasien. (Dwiprahasto, 2008).

Secara umum IPS terdiri atas 2 jenis, yaitu IPS tingkat rumah sakit dan IPS tingkat area pelayanan.

a. Indikator tingkat rumah sakit (hospital level indicator) digunakan untuk mengukur potensi komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah saat pasien mendapatkan berbagai tindakan medik di rumah sakit. Indikator ini hanya mencakup kasus-kasus yang merupakan diagnosis sekunder akibat terjadinya risiko pasca tindakan medik.

b. Indikator tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat tindakan medik yang didokumentasikan di tingkat pelayanan setempat (kabupaten/kota). Indikator ini mencakup diagnosis utama maupun diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat tindakan medik.

2.5.1 Tujuan penggunaan Indikator Patient Safety

Indikator patient safety (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi area-area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, seperti misalnya untuk menunjukkan:

a. adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu.

(37)

c. tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan

d. disparitas geografi antar unit-unit pelayanan kesehatan (pemerintah vs swasta atau urban vs rural) (Dwiprahasto, 2008).

Selain penjelasan di atas metode tim perlu menjadi strategi dalam penanganan patient safety karena metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang

perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Sitorus, 2006). Pada metode ini juga memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh. Adanya pemberian asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. (Nursalam, 2002). Jadi dengan pemberian asuhan keperawatan yang menyeluruh kepada pasien diharapkan keselamatan pasien dapat diperhatikan, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan.

2.6 Pengembangan Budaya Patient Safety

Menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan budaya Patient safety ini:

a. Put the focus back on safety

(38)

peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.

b. Think small and make the right thing easy to do

Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.

c. Encourage open reporting

Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.

d. Make data capture a priority

Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.

e. Use systems-wide approaches

(39)

pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.

f. Build implementation knowledge

Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.

g. Involve patients in safety efforts

Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?

h. Develop top-class patient safety leaders

(40)
(41)

BAB 3 Studi Kasus

3.1 Kasus

MENGUJI PALU HAKIM UNTUK SATU KASUS MALPRAKTEK

JAKARTA -- Akhir Januari setahun lalu, seorang wartawan lepas bernama Eko Warijadi meninggal dunia karena penyakit malaria. Tak ada yang salah dengan penanganan dokter yang dilakukan terhadapnya. Sayangnya, tim dokter dari Rumah Sakit Islam Cempaka Putih yang menanganinya mengakui penanganan medis yang dilakukan mereka tidak optimal lantaran si pasien terlambat dibawa ke RS tersebut.

Ihwal keterlambatan itu sendiri disebabkan, sebelumnya almarhum dibawa ke RS Haji Pondok Gede yang salah mendiagnosa penyakit si wartawan. Penyakit malaria yang dideritanya didiagnosa sebagai penyakit tifus yang otomatis ditangani dengan standar medis untuk penderita penyakit tifus.

Malang tak dapat dihindari akibat salah penanganan itu. Namun, sang istri yang juga seorang wartawati di situs berita detik.com merelakan kepergian si suami. Meski, diyakininya apa yang dialami oleh pasangan hidupnya itu adalah malpraktek dalam dunia kedokteran.

(42)

dalam kurun waktu dua bulan. Diantara diagnosa yang berbeda itu, menurut kuasa hukum Syafri dari LBH Jakarta, Taufik Basari adalah luka usus, kista, tumor kandungan dan miyoma.

Berihwal dari muntah darah yang dialami oleh Ny. Santi, berbagai dokter dari RS yang berbeda pun mendiagnosanya dengan hasil yang berbeda-beda. Tragis, ia menghembuskan nafas terakhir karena pemasangan alat suntik infus di bagian leher kanannya. Pemasangan infus itu sendiri dilakukan oleh tenaga medis yang tidak berhasil menemukan pembuluh darah nadi di tangan yang bersangkutan.

Kasus ini pun saat ini tengah berproses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) melalui gugatan perdata yang diajukan Syafri kepada RSCM, RS Pelni Petamburan dan RS PMI Bogor serta delapan orang dokternya. Setelah digelar persidangan pertama pada 18 Maret 2004, PN Jakpus memberikan tenggat waktu 22 hari bagi kedua pihak untuk mediasi. Dalam tahap pertama mediasi ini sendiri, kedua pihak belum juga menemukan kata sepakat.

Gugatan ganti rugi senilai materiil Rp 47,3 juta dan imateriil Rp 3 miliar atas tuduhan malpraktek yang dilakukan pihak tergugat di persidangan perdana yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (18/3). Gugatan itu dirincikan; Rp 17,8 juta kepada RS PMI Bogor, Rp 25,5 juta terhadap RS Pelni, dan sisanya ditanggung RSCM.

(43)

3.2 Pembahasan studi kasus

Dari contoh kasus di atas kita dapat menyimpulkan bahwa di Rumah Sakit tersubut tidak menerapkan prinsip Patient Savety. Pada contoh kasus di atas terdapat dua kasus yang berbeda.

Yang pertama adalah kematian seorang wartawan dikarenakan kesalahan diagnosa penyakit yang dideritanya dan juga kesalahan penanganan yang dilkukan oleh tim dokter. Dia yang seharusnya terserang malaria, didiagnosa hanya terserang penyakit tipus dan tim dokter menanganinya dengan berdasarkan diagnosa tersebut.

Hal ini jelas – jelas telah menyimpang dari tujuan Patient Safety secara internasional poin pertama, yakni Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar). Tim dokter yang menangani penyakit wartawan ini tidak mendiagnosis penyakit yang dideritanya dengan tepat.

Masalah ini juga termasuk dari salah satu elemen Patient Safety, yakni adverse drug events (ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan obat/kesalahan pengobatan), terutama pada aspek kesalahan pengobatan, karena kesalahan pengenalan pasien / diagnosa, tim dokter salah memberikan penanganan medis dan pengobatan yang seharusnya, sehingga menyebabkan meninggalnya pasien.

(44)

Pada kasus kedua ini ada kemiripan dengan kasus pertama, yakni penyimpangan dari tujuan Patient Safety secara internasional poin pertama, yakni Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar). Tim dokter dari beberapa RS yang menangani pasien ini tidak mendiagnosis penyakit yang dideritanya dengan tepat dan berbeda antara RS satu dengan yang lainnya.

Namun yang membedakan antara keduanya adalah, penyebab utama kasus kedua adalah penyimpangan pada tujuan Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery (mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi), karena tim medis yang merawat pasien ini salah menempatkan jarum infus pada leher pasien, bukan pada tangannya, sehingga menyebabkan pasien meninggal.

3.3 Solusi

Kejadian – kejadian pada kasus di atas termasuk kejadian yang tidak diinginkan / KTD, yang seharusnya bisa dihindari apabila benar – benar memperhatikan tujuan dan elemen pasien safety, serta menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit dengan benar.

Dan pada kasus di atas beberapa dari Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang bisa di terapkan adalah:

a. Pastikan Identifikasi Pasien.

(45)

terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.

b. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).

(46)

BAB 4

Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan

Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit, meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya KTD di Rumah Sakit, terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD

Isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu: keselamatan pasien; keselamatan pekerja (nakes); keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan); keselamatan lingkungan; keselamatan bisnis.

(47)

reporting of patient/visitor incident reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan pasien/pengunjung laporan kejadian)

Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum yaitu: Communication problems (masalah komunikasi), Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai), Human problems (masalah manusia), Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien), Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer pengetahuan), Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja), Technical failures (kesalahan teknis), Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang tidak memadai)

(48)

Daftar Pustaka

Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan.

Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3

Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit. Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas University, Indonesia

Panduang Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005

Tim keselamatan Pasien RS RSUD Panembahan Senopati. Patient Safety.

Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings of National Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15 November 2006.

Yahya, Adib A. (2007) Fraud & Patient Safety. Proceedings of PAMJAKI meeting “Kecurangan (Fraud) dalam Jaminan/Asuransi Kesehatan” Hotel Bumi Karsa, Jakarta 13 December 2007.

Referensi

Dokumen terkait

Didalam ilmu pengetahuan alam dikemukakan,bahwa sampai sekarang ini manusia telah mengenal sembilan buah planet dalam tata surya ini,dimana bumi termasuk salah satu

Gejala lain yang sering muncul dari penyakit busuk/hawar daun pada tanaman talas adalah pengembangan, eksudasi dan adanya tetesan yang mengalir berwarna merah

Sabak Auh Kabupaten Siak Dalam rangka mempercepat adopsi inovasi Badan Litbang Pertanian oleh masyarakat (petani), maka Kementerian Pertanian memberikan mandat kepada

pembatalan Perda Kabupaten Tanah Datar Nomor 24 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 5 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Pengambilan

Pasien telah melakukan pengobatan sesuai dengan informasi yang telah ia dapatkan dari sekitarnya mulai dari keluarganya rumah sakit hingga ke fisioterapi. Namun pasien sulit di

Penilaian resiko : proses evaluasi resiko yang ditimbulkan oleh suatu bahaya dengan Penilaian resiko : proses evaluasi resiko yang ditimbulkan oleh suatu bahaya

Dapat dilihat pada Gambar 11 yang menunjukkan penggunaan huruf yang konsisten dan Gambar 12 yang menunjukkan penggunaan huruf yang tidak konsisten, terlihat jelas bahwa

diantaranya cukup masyhur, yaitu hubungan antara satu surat dengan surat sebelumnya, hubungan antara nama surat dengan isi atau tujuan surat, hubungan antara