Summary
ANALISIS KUALITAS MUSEUM BERDASARKAN
PERSEPSI PENGUNJUNG MUSEUM MANDALA BHAKTI SEMARANG
Diajukan untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Sukmadati Dagsani
10.30.0130
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Soegijapranata
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota Semarang memiliki berbagai potensi wisata, seperti
wisata kuliner, wisata budaya, wisata sejarah, dan lain-lain. Dari
berbagai potensi wisata tersebut, wisata budaya lebih menjadi
perhatian bagi pemerintah sedangkan wisata sejarah cenderung
memiliki perhatian kecil, seperti obyek wisata kota lama dimana
tersimpan potongan-potongan cerita sejarah yang dapat dijadikan
sebuah pembelajaran. Namun, karena kurangny perhatian dari
pemerintah sehingga membuat daerah obyek wisata kota lama terlihat
kumuh dan kotor. Wisata sejarah yang dapat dikunjungi misalnya,
situs-situs, candi, museum, dan lain-lain. Dalam hal ini museum juga
termasuk wisata sejarah yang masih kurang mendapat perhatian.
Museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak
mencari keuntungan, melayani masyarakat dan pengembangannya
terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat, menghubungkan
dan memamerkan untuk tujuan pendidikan, penelitian dan
kesenangan, barang-barang pembuktian manusia dan lingkungannya.
(International Council of Museum, 1974). Semarang memiliki 3 (dua)
buah museum yaitu, Museum Ranggawarsito, Museum Mandala
Bhakti, dan Museum Rekor Indonesia dimana setiap museum
memamerkan koleksinya masing-masing. Museum Ranggawarsito
berisi tentang sejarah kebudayaan Jawa Tengah sedangkan Museum
Mandala Bhakti berisi tentang senjata-senjata, diorama, dan foto-foto
dari pahlawan kota Semarang yang berjuang melawan penjajah pada
waktu itu, dan Museum Rekor Indonesia berisi tentang hasil karya
masyarakat Indonesia, dokumentasi, aneka benda yang berhubungan
dengan Jamu Jago, dan lain sebagainya. Namun, seiring
berkembangnya waktu dimana semakin canggih dan modernnya
jaman ini, masyarakat tidak lagi suka dan peduli terhadap nilai-nilai
tersebut menjadi terbengkalai, bangunan semakin rusak dan tidak
terawat, barang-barang yang dipamerkan pun menjadi berdebu, kotor,
dan penuh sarang laba-laba terlebih untuk Museum Mandala Bhakti
yang terletak di Jl. Mgr.Sugijopranoto No.1 Pemuda, Semarang.
Selain itu, kebersihan yang ada di Museum Mandala Bhakti
pun sangat kurang. Contohnya, kebersihan kamar mandi bagi
pengunjung terlihat sangat kotor. Mulai dari keadaan dinding yang
sudah mengelupas, pintu yang tidak ada pengait, lampu yang terlalu
kecil sehingga cahaya yang masuk menjadi kurang, hingga keadaan
WC yang sangat kotor dan seperti tidak pernah dibersihkan.
Hal ini berbanding terbalik dengan keadaan WC umum yang
terletak di bagian luar museum dekat parkir mobil. Meskipun dinding
dan lampu memiliki keadaan yang sama, namun keadaan toilet dan
airnya pun sangat bersih dan juga tidak berbau. Sementara itu,
terdapat vandalisme pada bagian dinding dalam toilet serta lampu
yang hanya terletak di bagian tengah antara toilet satu dengan yang
lain sehingga menyebabkan pencahayaan di dalam toilet berkurang.
Gedung Museum Mandala Bhakti ini pertama kali dirancang
sebagai tempat Pengadilan Tinggi bagi golongan rakyat Eropa di
Semarang dan dibangun sekitar tahun 1930-an. Kemudian pada tahun
1950-an, bangunan ini digunakan oleh Kodam IV Diponegoro sebagai
Markas Besar Komando Wilayah Pertahanan II. Beberapa koleksi
yang dimiliki museum ini seperti, foto, dokumen, senjata TNI, dan
lain-lain terlihat sangat kotor dan berdebu bahkan sering kali hilang
dan dipinjam oleh pihak yang tidak bertanggung jawab (artikel
Museum Mandala Bhakti. Musliman Hamadi. 14 November 2012. Pkl
11:27). Padahal semua koleksi tersebut sangat penting bagi kota
Semarang agar bisa mengenang jasa para pahlawan yang berkorban
hingga titik darah penghabisan untuk melawan penjajah. Perlu
diketahui, museum ini berada dibawah kepemimpinan Kodam
isinya sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari Kodam itu sendiri
sebagai pihak pengelola.
Museum ini sebenarnya memiliki potensi untuk bisa menjadi
daya tarik tersendiri dan dapat menjadi ikon dari Kota Semarang.
Akan tetapi, dilihat dari segi fisik bangunan dari museum tersebut
sudah tidak begitu bagus dan tidak terawat. Bangunan disekitar
museum yang dijadikan kantor oleh Kodam pun kelihatan kumuh.
Bagian dalam museum terasa singup dan gelap karena kurangnya
pencahayaan. Keadaan luar museum pun juga demikian. Sering
ditemui terdapat dinding bangunan yang memudar menjadi coklat dan
berlumut, kurangnya fasilitas pendukung seperti warung makan,
penjualan souvenir, dan lain-lain. Loket yang digunakan sebagai
tempat untuk membeli tiket masuk tidak difungsikan malah beralih
menjadi tempat istirahat bagi penjaga piket museum.
Hal inilah yang menyebabkan kualitas museum tersebut
menjadi berkurang sehingga kemungkinan bisa membuat pengunjung
yang datang menjadi kurang puas. Ditambah lagi, apabila pengunjung
hanya datang kurang dari 5 orang, pemandu yang sedang bertugas
terkadang tidak menemani sehingga pengunjung dibiarkan berkeliling
museum sendiri. Pelayanan yang tidak maksimal menyebabkan
museum ini menjadi bernilai kurang dimata pengunjung. Meskipun
tidak dibawah kepemimpinan pemerintah, pihak pengelola juga harus
memperhatikan hal ini agar dapat menunjang perkembangan museum
menjadi daya tarik wisata yang diminati wisatawan. Karena biar
bagaimanapun museum ini merupakan sarana pengingat masyarakat
tentang sejarah para pahlawan Semarang dimana bila tidak
dilestarikan maka lama-kelamaan akan punah.
Sementara itu, berdasarkan hasil wawancara dengan petugas
piket yang ada di Museum Mandala Bhakti tentang pengunjung yang
datang setiap harinya, terungkap bahwa setiap hari ada pengunjung
Perancis dan Turki datang ke Semarang hanya untuk mengunjungi
Museum Mandala Bhakti karena ingin melihat koleksinya dan melihat
keindahan dari bangunannya. Tabel dibawah ini memaparkan data
pengunjung yang ada pada tahun 2010 hingga tahun 2013, sebagai
berikut :
Tabel 1.1
Jumlah Pengunjung Museum Mandala Bhakti Tahun 2010 s.d 2013
NO PENGUNJUNG TAHUN
2010 2011 2012 2013
1 WISNUS 8017 8365 7585 4546
2 WISMAN 96 107 48 27
Sumber: Arsip Museum Mandala Bhakti tahun 2010-2013
Data tersebut, menunjukkan bahwa jumlah pengunjung
wisatawan nusantara dari tahun 2010 s.d 2013 mengalami penurunan,
sedangkan jumlah wisatawan mancanegara tidak stabil. Mengalami
peningkatan yang pesat yaitu pada tahun 2011 dan menurun secara
drastis pada tahun 2013. Dalam hal ini pula, masih ada sebagian
masyarakat Indonesia yang berkunjung untuk berwisata ke Museum
Mandala Bhakti. Sebagian orang yang datang membawa rombongan
besar dari suatu sekolah atau dari suatu lembaga. Namun, proses
penurunan itulah yang sebaiknya diperbaiki terutama untuk
tahun-tahun kedepan melihat tahun-tahun 2013 ini jumlah wisatawan nusantara
menurun drastis.
Melihat dari uraian tersebut, pihak yang bertanggung jawab
terhadap pengelolaan harus segera bertindak untuk bisa membuat
Museum Mandala Bhakti sebagai obyek wisata yang digemari
masyarakat. Sebagaimana pemerintah mengembangkan dan
melestarikan wisata-wisata lain, maka Museum Mandala Bhakti pun
sebaiknya juga harus dikembangkan, diperbaiki, dan dilestarikan oleh
pihak pengelola. Karena disitulah terdapat kenangan-kenangan dari
Semarang dari para penjajah sehingga dapat menjadi kota yang seperti
saat ini. Apabila tidak dimulai dari masyarakat, maka museum
tersebut tidak akan bisa berkembang dan wisata sejarah yang ada di
kota Semarang akan semakin hilang.
Berdasarkan uraian yang ada, penulis tertarik untuk
mengambil Museum Mandala Bhakti sebagai bahan penelitian yang
berjudul “Analisis Kualitas Museum Berdasarkan Persepsi
Pengunjung Museum Mandala Bhakti Semarang”.
1.2. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas pada penelitian ini dirumuskan
dalam perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana persepsi pengunjung terhadap kualitas obyek wisata
Museum Mandala Bhakti Semarang?
2. Apa saja yang harus dilakukan untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas Museum Mandala Bhakti Semarang dilihat
dari persepsi pengunjung?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun beberapa tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui persepsi pengunjung terhadap kualitas
obyek wisata Museum Mandala Bhakti Semarang yang
meliputi aspek penampilan (appearance), pola arus
(sirkulasi), display, penempatan dan tata letak atraksi, serta
lokasi dan layout fasilitas.
b. Untuk mengetahui hal-hal yang harus dilakukan terkait
dengan kualitas Museum Mandala Bhakti Semarang,
(sirkulasi), display, penempatan dan tata letak atraksi, serta
lokasi dan layout fasilitas.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Selain tujuan, manfaat penelitian ini diharapkan dapat
membantu beberapa pihak. Manfaat tersebut dijelaskan sebagai
berikut :
a. Pembaca diharapkan dapat mengetahui dan memahami akan
pentingnya sejarah kota Semarang dan pentingnya Museum
Mandala Bhakti sebagai sarana dan prasarana untuk
mengetahui sejarah kota Semarang.
b. Bagi Pengelola Museum Mandala Bhakti Semarang,
penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan evaluasi
terhadap wisata sejarah terutama bagi Museum Mandala
Bhakti Semarang.
2. LANDASAN TEORI
2.2. Pengertian Pariwisata
Pasal 1 butir 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, mengemukakan pariwisata adalah berbagai macam
kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah
daerah.
2.2. Wisatawan
Ada beberapa teori menurut para ahli tentang wisatawan.
Menurut Suwantoro (2000 : 4) dalam Monang Sitorus (2008) ,
wisatawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan
suatu perjalanan wisata, jika lama tinggalnya sekurang-kurangnya 24
jam di daerah atau negara yang dikunjunginya. Sedangkan menurut
wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Bagi Ogilvie yang
dijelaskan dalam Pendit (2003:47) dalam Monang Sitorus (2008),
wisatawan adalah semua orang yang memenuhi dua syarat, (1) bahwa
mereka meninggalkan rumah kediamannya untuk jangka waktu
kurang dari satu tahun, dan (2) bahwa sementara mereka bepergian,
mengeluarkan uang ditempat mereka kunjungi tanpa maksud mencari
nafkah ditempat tersebut.
Dari beberapa teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa
wisatawan merupakan seseorang yang melakukan kegiatan wisata
baik di dalam negri maupun diluar negri dengan jangka waktu kurang
dari satu tahun tanpa bermaksud untuk mencari nafkah.
2.3. Pengertian Museum
Museum berasal dari bahasa latin yaitu „Mouseon‟ (Lexicon – Erasco – Latinum 1554 Guailama Buge):
“A place dedicated to the muses and to study where no engages one self in noble discipline. Museum an instution that
assembles studies and observes objek representative of nature and
main in order to set them before the public for the sake of information
education and employment”.
Berperan memberikan informasi dan gambarang secara nyata
dengan bahan-bahan yang menjadi koleksinya. Kemudian koleksi
dilakukan berdasarkan suatu tema-tema tertentu. Di lain sisi juga
menampilkan obyeknya dalam kondisi yang memudahkan manusia
untuk memahami dan menikmati dengan baik (Encyclopedia
Britainnica, A New Survey of Universal Knowledge Vol. 15 USA
1976. p.990).
Dari beberapa teori tentang museum menurut beberapa ahli
berfungsi untuk menyimpan benda-benda penting yang memiliki nilai
sejarah dan budaya sebagai ilmu pengetahuan bagi masyarakat.
2.4. Fungsi Museum
Berdasarkan hasil musyawarah umum ke-11 International
Council of Museum (ICOM) pada tanggal 14 Juni 1974 di Denmark,
dikemukakan 9 (sembilan) fungsi museum, yaitu sebagai berikut :
1. Pengumpulan dan pengamanan warisan alam dan budaya.
2. Dokumentasi dan penelitian ilmiah.
3. Konservasi dan preservasi.
4. Penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum.
5. Pengenalan dan penghayatan kesenian.
6. Pengenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa.
7. Visualisasi warisan alam dan budaya.
8. Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia.
9. Pembangkit rasa takwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
2.5. Komponen Dasar Museum
Museum yang baik harus memiliki beberapa komponen dasar
agar museum tersebut dapat „menjual‟ kepada masyarakat sehingga
dapat menjadi suatu daya tarik obyek wisata yang diminati. Menurut
Axioma (2003), komponen-komponen tersebut yang perlu
diperhatikan yaitu :
1. Penampilan (appearance) pintu masuk, ruang kedatangan utama
dan tanda-tanda petunjuk arah bagi pengunjung, termasuk
informasi yang tersedia di bagian karcis.
2. Pola arus (sirkulasi) pengunjung yang mengikuti tata letak
3. Display, presentasi dan informasi yang memadai dan tersedia
dengan mudah, termasuk daya dukung bahan audio visual, tape,
guide, dan sebagainya.
4. Penempatan dan tata letak kegiatan atraksi penunjang di lokasi.
5. Lokasi serta tata letak berbagai fasilitas yang tersedia di museum
(toilet, cafe, musholla, toko, souvenir, bangku duduk, dan
sebagainya).
2.6. Pengertian Persepsi
Menurut William Ittelson (dalam Lang, 1987:89) kemudian
dijelaskan kembali oleh Harisah dan Masiming (2008), persepsi
merupakan bagian dari proses kehidupan yang dimiliki oleh setiap
orang, pandangan orang pada titik tertentu, lalu orang tersebut
mengkreasikan hal yang dipandangnya untuk dunianya sendiri,
kemudian orang tersebut mencoba mengambil keuntungan untuk
kepuasannya. Sedangkan menurut kamus Webster (1997) dalam
Harisah dan Masiming (2008), persepsi memiliki arti yaitu pengertian,
pengetahuan dan lain-lain yang diterima dengan cara merasakan, atau
ide khusus, konsep, kesan dan lain-lain yang terbentuk.
Menurut Kottler (1999) dalam Poerwanto (2004:79)
mengemukakan definisi dari persepsi, yaitu sebagai proses yang
dilalui orang dalam memilih, mengorganisasikan dan
menginterpretasikan informasi untuk membentuk gambaran yang
mempunyai makna.
Dari teori-teori tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa
persepsi adalah sebuah rangsangan seseorang yang
menginterpretasikan sebuah obyek sehingga membentuk informasi
2.7. Persepsi Kualitas
Dalam konsep pemasaran, istilah kualitas mempunyai ruang
lingkup yang beragam. Menurut Zeithaml (1998) dalam Pawitra
(1995) kemudian dijelaskan kembali oleh Yunitasari, Yuniawan
(2006) bahwa persepsi kualitas merupakan sebuah pandangan dari
konsumen yang mempunyai ruang lingkup tersendiri yang berbeda
dengan kualitas dalam pandangan produsen saat mengeluarkan suatu
produk yang biasa disebut dengan kualitas sebenarnya. Kualitas dalam
pandangan konsumen lebih merupakan respon subjektif konsumen
terhadap fenomena produk sehingga cenderung relatif. Sedangkan
menurut Durianto (2001) dalam Yunitasari, Yuniawan (2006),
persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan
kualitas suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud
yang diharapkan. Kemudian dijelaskan pula bahwa persepsi kualitas
berperan sangat penting dalam keputusan pelanggan.
Dari keterangan tentang persepsi kualitas tersebut, disimpulkan
bahwa persepsi kualitas merupakan sebuah pandangan konsumen
terhadap baik dan buruknya sebuah produk atau jasa.
2.8. Pengertian Kualitas
Menurut Spence (1994) dalam Poerwanto (2004), mengartikan
kualitas sebagai suatu yang memuaskan pelanggan sehingga setiap
upaya pengambangan kualitas harus dimulai dari pemahaman
terhadap persepsi dan kebutuhan pelanggan. Bagi ISO 8402 Quality
Vocabulary yang divariasikan oleh Gaspersz (2002) dalam Poerwanto
(2004) mendefinisikan kualitas sebagai totalitas dari karakteristik
suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan yang dispesifikasikan. Kualitas sering diartikan sebagai
kepuasan pelanggan atau konformansi terhadap kebutuhan.
Selain itu, dikemukakan pula oleh Rangkuti (2006:28-29)
penyampaian jasa yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan.
Dari kualitas jasa tersebut dipengaruhi oleh 2 (dua) variabel, yaitu jasa
yang dirasakan (perceived value) dan jasa yang diharapkan (expected
value), karena jasa tidak kasat mata serta kualitas teknik jasa tidak
selalu dapat dievaluasi secara akurat, oleh karena itu pelanggan
berusaha menilai kualitas jasa berdasarkan apa yang dirasakannya,
yakni atribut-atribut yang mewakili kualitas proses dan kualitas
pelayanan.
Disimpulkan bahwa kualitas merupakan gambaran dari
karaktertistik suatu tempat wisata yang berhubungan dengan kepuasan
dan kebutuhan konsumen. Selain itu disimpulkan pula, kualitas
museum tersebut adalah gambaran dari keseluruhan yang dilihat
secara kasat mata dimana hal tersebut dapat dirasakan oleh
pengunjung untuk kemudian dinilai dengan atribut-atibut yang
mewakili kualitas dari proses, fisik, dan pelayanan.
2.9. Kerangka Pikir
Kerangka Pikir di atas, menjelaskan bahwa untuk bisa
mengetahui persepsi pengunjung terhadap kualitas Museum Mandala
Bhakti Semarang, dibutuhkan adanya penilaian pengunjung terhadap
obyek wisata Museum Mandala Bhakti berdasarkan penampilan
(appearance), pola arus (sirkulasi), display, penempatan dan tata letak
atraksi, lokasi dan tata letak fasilitas.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Obyek dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini memakai beberapa pihak yang berhubungan
dengan penelitian kualitas Museum Mandala Bhakti Semarang. Oleh
karena itu, obyek penelitian ini adalah persepsi pengunjung terhadap
obyek wisata dan lokasi penelitian ini di Museum Mandala Bhakti
yang terletak di Jl, Soegijapranata no. 1 Semarang.
3.2. Populasi dan Sampling
3.2.1. Populasi
Sugiyono (2010:389), populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian diambil kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah pengunjung dari
Museum Mandala Bhakti Semarang yang sedang berwisata,
penjaga piket, dan pemandu dari Museum Mandal Bhakti
Semarang.
3.2.2. Sampling dan Teknik Sampling
Sampel merupakan sebagian dari populasi (Sugiyono,
2010:389). Menurut Hartono (2004:73), proses pengambilan
sampel merupakan proses yang penting. Proses pengambilan
tepat. Proses pengambilan sample ini harus memiliki hasil
yang tepat dan akurat. Dalam penelitian ini menggunakan
purposive sampling dengan kriteria kelayakan dan kemampuan
mengisi kuesioner sebagai alat penelitian dimana responden
yang diambil adalah yang sudah pernah berkunjung minimal 1
(satu) kali dalam arti, pada saat datang sudah mencapai ke-2
kalinya.
Mengingat kemungkinan mendapati pengunjungn
yang datang untuk kedua kalinya, maka untuk menentukan
jumlah sampel, digunakan Quota sampling. Kuota sampling
merupakan teknik untuk menentukan sampel dan populasi
yang mempunyai ciri-ciri sampai pada jumlah (kuota) yang
diinginkan (Sugiyono, 2010:122). Maka, sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sejumlah 20
pengunjung.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
3.3.1. Sumber dan Jenis Data
Sumber dan jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer. Menurut Sekaran (2006:61),
data primer adalah data yang diperoleh dari tangan pertama
untuk analisis berikutnya untuk menemukan solusi atau
masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini, data primer
diperoleh langsung dari pengunjung Museum Mandala Bhakti
Semarang.
3.3.2. Teknik Pengumpulan
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan 2
1. Kuesioner
Kuesioner merupakan daftar pertanyaan tertulis yang telah
dirumuskan sebelumnya yang akan responden jawab,
biasanya dalam alternatif yang didefinisikan dengan jelas
(Sekaran, 2006:82). Kuesioner tersebut dibagikan kepada
pengunjung Museum Mandala Bhakti agar diperoleh data
yang memberikan informasi tentang kualitas dari museum
itu sendiri.
2. Dokumentasi
Dokumentasi dapat berupa catatan, buku, dan foto dimana
data yang diperoleh dari penelitian ini berasal dari Museum
Mandala Bhakti Semarang.
Skala variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Poin 6 : Kolom Sangat Setuju (SS)
b. Poin 5 : Kolom Setuju (S)
c. Poin 4 : Kolom Netral (N)
d. Poin 3 : Kolom Tidak Setuju (TS)
e. Poin 2 : Kolom Sangat Tidak Setuju (STS)
f. Poin 1 : Kolom Not Answer (N.A)
Untuk bisa mendapatkan hasil dari data yang diolah,
maka digunakan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2010).
Maka, teknik pengukuran data dan pengolahan data yang
digunakan bersifat scoring dengan menghitung rentang skala
untuk bisa menentukan kategori dari masing-masing indikator
dan dengan memakai rumus sebagai berikut :
Keterangan :
RS : Rentang Skala
m : Jumlah kategori
Maka, diperoleh skala yang digunakan untuk
penilaian setiap aspek terhadap jawaban responden, adalah :
= 6−1 3
= 5
3
,
=
�
,
�
Dari jumlah tersebut, dilakukan pembagian dengan skor
berdasarkan hasil analisa data, yakni :
Tabel 3.1 Kategori Hasil Analisa Data
No Skor Kategori Keterangan
1 1,00 – 2,66 Kurang / Tidak baik Hasil analisa tidak baik
2 2,67 – 4,33 Baik Hasil analisa baik
3 4,34 – 6,00 Sangat baik Hasil analisa sangat baik
3.4. Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan alat analisa deskriptif
kualitatif. Dalam deskriptif kualitatif, hasil jawaban responden
kemudian diolah dengan menggunakan SPSS versi 21. Dengan
melakukan tabulasi silang dan perhitungan secara frekuensi terhadap
tanggapan responden terkait dengan aspek-aspek yang dinilai
berkaitan dengan Museum Mandala Bhakti. Setelah itu hasil olahan
data akan dianalisa dengan melihat skor bobot penilain responden
sehingga akan terbentuk pula kategori bobot penilaian terhadap obyek
wisata Museum Mandala Bhakti.
Interpretasi atas keseluruhan hasil tersebut adalah hasil
keseluruhan persepsi responden terhadap kelima aspek kualitas
museum yang berkaitan dengan obyek wisata Museum Mandala
kesimpulan penelitian, sebagai jawaban atas perumusan masalah yang
sudah ditentukan.
4. HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Penelitian
Analisis obyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah
wisatawan domestik yang berkunjung ke obyek wisata Museum
Mandala Bhakti Semarang. Direncanakan 50 sampel dengan kriteria
telah mengunjungi obyek wisata sebanyak 1 kali, dalam arti ketika
berkunjung sudah mencapai 2 kali. Namun dalam prosesnya, sesuai
waktu yang diharapkan, hanya dijumpai 20 orang. Dengan demikian
sample yang diambil adalah sebanyak 20 responden dengan kriteria
yang telah ditentukan tersebut.
Data tersebut diperoleh dengan cara membagikan kuesioner
secara langsung kepada pengunjung obyek wisata Museum Mandala
Bhakti Semarang.
4.2. Deskripsi Kegiatan Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner ini
dilakukan kurang lebih selama 1 bulan lebih dengan obyek yaitu
wisatawan domestik yang berkunjung ke Museum Mandala Bhakti.
Dalam melakukan penyebaran kuesioner ini, peneliti mengalami
berbagai macam hambatan. Awal dari jumlah kuesioner yang disebar
adalah 50. Namun, obyek wisata Museum Mandala Bhakti ternyata
tidak terlalu ramai pengunjung. Setiap harinya, pengunjung yang
datang juga tidak menentu. Terkadang sehari hanya 3 orang yang
datang, sesekali 5 orang, bahkan juga pernah tidak ada pengunjung
yang datang. Selain itu, setiap hari senin, sabtu, dan minggu museum
Oleh karena itulah proses pengumpulan data ini menjadi
memakan waktu lama sehingga peneliti memutuskan sampel yang
digunakan hanya sejumlah 20 orang.
4.3. Gambaran Umum Obyek Wisata Museum Mandala Bhakti
Obyek wisata Museum Mandala Bhakti terletak di kawasan
Tugu Muda, tepatnya di Jalan Mgr.Sugijopranoto No.1 Pemuda,
Semarang. Gedung Museum Mandala Bhakti ini merupakan bangunan
peninggalan milik Belanda dimana awalnya bernama Raad van
Justitie (Gedung Pengadilan Tinggi) yang dibangun pada tahun
1930-an.
Memasuki halaman Museum Mandala Bhakti, terdapat
patung besar yang berisikan Sapta Marga Prajurit dan 2 buah (dua)
senjata yang melambangkan isi dari museum ini. Gedung berlantai 2
ini pernah digunakan sebagai Markas Kodam IV Diponegoro pada
tahun 1950-an. Kemudian setelah penjajahan selesai, bangunan ini
menjadi tidak berfungsi lagi. Lalu pada tanggal 1 Maret 1985
diresmikan menjadi Museum Mandala Bhakti atau yang biasa disebut
dengan Museum Perjuangan TNI. Sesuai dengan namanya, museum
ini dikelola oleh Kodam Diponegoro yang berisi benda-benda koleksi
yang digunakan sewaktu masa penjajahan, seperti basoka,
senjata-senjata, pedang, tank, data dan dokumen pada saat Tentara Nasional
Indonesia bertempur melawan penjajah.
Pada lantai 2 (dua), terdapat patung Panglima Besar
Sudirman dan sebuah kendi raksasa yang bertuliskan “Kendi
Manunggal TNI-Rakyat” yang menggambarkan bahwa perjuangan
TNI tidak lepas dari campur tangan rakyat Indonesia. Terdapat pula
beberapa ruangan yang ada pada Museum Mandala Bhakti, seperti
ruang auditorium dan ruang rapat, serta lukisan-lukisan yang
Gambar 4.1 Patung Panglima Besar Sudirman
Gambar 4.2
Patung Kendi Raksasa bertuliskan “Kendi Manunggal TNI-Rakyat”
Obyek wisata yang dikelola oleh Kodam Diponegoro ini
bisa dikatakan minim perhatian dari pihak pengelola. Terlepas dari
campur tangan pemerintah pariwisata, pihak pengelola berusaha
dengan tenaga kerja yang ada agar dapat membuat pengunjung merasa
nyaman ketika berkunjung. Menurut Bapak Eko, salah satu petugas
dari Museum Mandala Bhakti, ketika ada pengunjung datang, malam
harinya museum tersebut dibersihkan terlebih dahulu agar pengunjung
merasa nyaman ketika berkeliling museum. Karena minimnya dana
yang ada untuk membuat museum tersebut menjadi lebih indah, maka
yang dilakukan oleh pengelola sementara hanya sebatas
membersihkan seluruh ruangan museum. Sementara untuk merombak,
mengecat ulang, membenahi tembok-tembok yang rapuh untuk saat
Untuk menarik pengunjung agar berkunjung ke Museum
Mandala Bhakti, pihak pengelola sudah melakukan berbagai cara,
salah satunya mengikuti setiap event yang diadakan oleh dinas
pariwisata. Selain itu, pihak pengelola Museum Mandala Bhakti juga
melakukan promosi melalui pemerintah dinas pariwisata.
4.3. Gambaran Umum Responden
Dalam penelitian ini, yang termasuk dalam gambaran
umum responden yakni nama responden, jenis kelamin, usia, alamat,
pekerjaan, hobi, asal kota, dan tempat lain yang pernah dikunjungi.
Selain itu juga ada sudah pernah berkunjung atau belum, berapa kali
berkunjung, dengan siapa, jenis kendaraan yang digunakan, tujuan
berkunjung, kunjungan berkala, mengenal obyek wisata atau tidak,
tertarik terhadap atraksi atau tidak, serta informasi yang diperoleh
tentang obyek wisata Museum Mandala Bhakti Semarang.
4.4. Analisa Tanggapan Responden
Analisa yang dilakukan terhadap tanggapan responden
mengenai Museum Mandala Bhakti tercakup dalam 5 aspek, yakni
penampilan (appearance), pola arus (sirkulasi), display, penempatan
dan tata letak atraksi, serta lokasi dan tata letak fasilitas.
4.4.1. Analisa Aspek Penampilan (Appearance)
Berikut ini adalah tanggapan responden mengenai
Museum Mandala Bhakti dilihat dari aspek Penampilan
(Appearance) dengan beberapa pernyataan yang telah
disediakan, antara lain kondisi area luar dan dalam, kerusakan
fisik bangunan, benda koleksi terlihat bersih, dan lain
sebagainya.
Tabel dibawah ini menunjukkan bahwa secara garis
besar persepsi pengunjung terhadap kualitas museum dilihat
Namun, beberapa poin masih ada yang kurang baik, misalnya
pernyataan nomer 7 mengenai adanya loket dan fungsinya.
Dari hal-hal yang terlihat masih kurang harus segera diperbaiki
guna meningkatkan kualitas Museum Mandala Bhakti
Semarang.
Tabel 4.16
Tanggapan Responden Terhadap Aspek Penampilan (Appearance)
No Keterangan SS S N TS STS N.A Total
Sumber : Data primer yang diolah, 2014
4.4.2 Analisa Aspek Pola Arus (Sirkulasi)
Pada tabel 4.17 akan dijelaskan mengenai tanggapan
responden terhadap pola arus (sirkulasi) dari Museum Mandala
Tabel 4.17
Sumber : Data primer yang diolah, 2014
Melihat kualitas museum berdasarkan persepsi
pengunjung dilihat dari aspek pola arus (sirkulasi) secara
umum dapat dikatakan baik. Akan tetapi, masih ada beberapa
poin yang kurang baik, misalnya poin nomer 5 tentang peta
layout dari Museum Mandala Bhakti masih belum memadai.
Perhatian dari pihak pengelola masih sangat dibutuhkan dalam
hal ini.
4.4.3. Analisa Aspek Display
Berikut akan diketahui tanggapan responden dilihat
Tabel 4.18
Tanggapan Responden Terhadap Aspek Display
No Keterangan SS S N TS STS N.A Total
5. Terdapat pemandu yang
memadai 4 24 8 40 1 4 2 6 2 4 3 3 81 4,05 Baik
10. Terdapat buku panduan
museum 3 18 7 35 2 8 3 9 0 0 5 5 75 3,75 Baik
Rata-rata 4,1 24,6 7,2 36 2,5 10 2,2 6 0,7 1,3 3,3 3,3 81,5 40,75 Baik Sumber : Data primer yang diolah, 2014
Melihat kualitas museum berdasarkan persepsi
pengunjung dilihat dari aspek display, secara umum dapat
dikatakan baik. Meskipun masih ada pula beberapa poin yang
dikatakan kurang baik dan perlu adanya suatu perubahan.
Misalnya, pada nomer 4 tentang sarana audio visual terkait
informasi tentang museum masih belum memadai. Hal ini bisa
menjadi perhatian pula bagi pihak pengelola supaya
memudahkan pengunjung dalam mendapatkan informasi
ketika hendak mengunjungi Museum Mandala Bhakti
4.4.4. Analisa Aspek Penempatan dan Tata Letak Atraksi
Dibawah ini akan dijelaskan tanggapan responden
terhadap Museum Mandala Bhakti yang dilihat dari aspek
penempatan dan tata letak atraksi, sebagai berikut:
Tabel 4.19
Tanggapan Responden Terhadap Aspek Penempatan dan Tata Letak Atraksi
No Keterangan SS S N TS STS N.A Total
Sumber : Data yang diolah, 2014
Tanggapan responden terhadap Museum Mandala
Bhakti yang dilihat dari aspek penempatan dan tata letak
atraksi secara umum dapat dikatakan baik pula karena hampir
setiap poin dari aspek tersebut tidak ada yang buruk.
4.4.5. Analisa Aspek Lokasi dan Layout Fasilitas
Pada bagian ini, akan diketahui tanggapan responden
terhadap Museum Mandala Bhakti yang dilihat dari aspek
Tabel 4.20
Tanggapan Responden Terhadap Aspek Lokasi dan Layout Fasilitas
No Keterangan SS S N TS STS N.A Total
Sumber : Data yang diolah, 2014
Tabel diatas menunjukkan persepsi pengunjung
dilihat dari aspek lokasi dan layout fasilitas. Menurut
baik. Namun, masih ada beberapa poin yang kurang dan harus
menjadi perhatian bagi pihak pengelola untuk dirubah,
ditambah, maupun diperbaiki. Poin tersebut misalnya, terdapat
toko souvenir (poin 11) dan adanya cctv sebagai keamanan
(poin 15). Bagi sebuah obyek wisata yang baik, toko souvenir
dan cctv sebagai keamanan sangatlah penting karena setiap
pengunjung yang berkunjung ke sebuah obyek wisata ingin
merasa aman dan nyaman. Selain itu, adanya souvenir yang
dijual terkait dengan museum juga penting karena dengan
adanya souvenir secara tidak langsung pengunjung
memberikan apresiasi terhadap obyek wisata tersebut.
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Setelah melihat uraian-uraian di atas, sampailah pada
kesimpulan. Adapun kesimpulan antara lain, sebagai berikut:
a. Pengunjng museum yang menjadi responden adalah 20 orang dan
sebagian besar adalah perempuan dengan usia 20 tahun hingga 24
tahun memiliki pekerjaan mahasiswa.
b. Pengunjung museum yang menjadi responden adalah yang
memiliki kriteria sudah pernah berkunjung sebanyak 2 kali. Ada
beberapa responden yang berasal dari luar kota bersedia melakukan
kunjungan ulang dengan tujuan untuk memenuhi kewajibannya
sebagai pelajar.
c. Persepsi pengunjung domestik Museum Mandala Bhakti ditinjau
dari 5 (lima) aspek, yaitu penampilan (appearance), pola arus
(sirkulasi), display, penempatan dan tata letak atraksi, serta lokasi
dan layout fasilitas. Dari kelima aspek tersebut secara umum dapat
dikatakan baik.
d. Persepsi pengunjung terhadap aspek penampilan (appearance),
sudah cukup baik. Meskipun dari keempat aspek tersebut masih ada
yang kurang baik. Untuk aspek lokasi dan layout fasilitas dapat
dikatakan kurang baik karena ada beberapa poin yang harus
dirubah, ditambah, atau bahkan diperbaiki.
5.2. Saran
Adapun beberapa saran yang diberikan kepada Museum
Mandala Bhakti agar menjadi lebih baik lagi dan dapat menjadi obyek
wisata yang banyak dikunjungi wisatawan, baik domestik maupun
mancanegara, sebagai berikut :
a. Disarankan adanya toko souvenir karena menjadi salah satu hal
yang diinginkan pengunjung. Karena dengan adanya toko souvenir,
pengunjung dapat memiliki cindera mata berasal dari Museum
Mandala Bhakti. Souvenir yang ditunjukkan misalnya, gantungan
kunci berbentuk pahatan para pahlawan yang berjuang saat
penjajahan di Semarang, bisa juga baju yang bergambar Museum
Mandala Bhakti, dan lain sebagainya. Kurangnya promosi juga
menjadi perhatian oleh pengunjung. Perlu dilakukan promosi
kembali agar Museum Mandala Bhakti mempunyai banyak
pengunjung. Misalnya seperti, mengadakan acara tertentu di sekitar
area museum. Dengan demikian, Museum Mandala Bhakti akan
semakin dikenal oleh masyarakat dan banyak pengunjung yang
tertarik untuk berkunjung.
b. Selain itu, berbagai macam keluhan terlontar ketika peneliti
mencoba mengobrol dengan petugas Museum Mandala Bhakti.
Keluhan tersebut seperti, tenaga kerja yang bertugas membersihkan
museum beserta dengan fasilitas-fasilitasnya juga masih minim.
Kurangnya dana juga menjadi keluhan tersendiri sehingga tidak
dapat membuat Museum Mandala Bhakti menjadi lebih bagus. Dari
pihak pengelola sendiri tidak dianggarkan dana untuk memperbaiki
memperbaiki Museum Mandala Bhakti karena museum ini
merupakan sarana yang penting bagi kota Semarang dan sangat
sayang sekali apabila museum ini tidak dirawat dengan baik. Dan
mungkin, kendala yang muncul lagi yaitu dari pihak pengelola
tidak memiliki dana yang cukup, maka tidak ada anggaran untuk
Museum Mandala Bhakti. Hal ini bisa disiasati, misalnya melalui
kerjasama antar pemangku kepentingan, termasuk dinas pariwisata
dengan mendonasikan uang sehingga dapat meningkatkan kualitas
dari Museum Mandala Bhakti.
c. Pengunjung Museum Mandala Bhakti berharap agar museum dapat
menjadi perhatian bagi pihak pengelola dan para pemangku
kepentingan, terlebih dalam hal dana dan promosi. Dengan
melakukan perbaikan pada bagian-bagian yang dirasa sudah rusak
serta kebersihan yang selalu dijaga mulai dari benda koleksi hingga
fasilitas-fasilitas yang ada di dalam museum. Pengunjung juga
mengharapkan adanya toko souvenir yang berkaitan dengan
museum supaya pengunjung dapat membawa cindera mata sebagai
bukti bahwa ia pernah berkunjung ke Museum Mandala Bhakti.
Dalam sebuah obyek wisata, keamanan sangatlah penting. Oleh
karena itu, Museum Mandala Bhakti sebaiknya memfokuskan pada
keamanan supaya pengunjung yang berkunjung dapat merasakan
aman, nyaman, dan tentram.
d. Museum Mandala Bhakti mempunyai potensi besar untuk dapat
menjadi sebuah obyek wisata yang digemari masyarakat, melihat
dari letaknya yang strategis yaitu di tengah kota, dekat dengan
Tugu Muda. Sebaiknya perlu dilakukan promosi-promosi kembali
agar para pengunjung tertarik untuk datang. Karena pihak
pengelola adalah Kodam Diponegoro, sebaiknya juga bekerja sama
dengan pemerintah untuk meningkatkan kualitas dari Museum
e. Perlu adanya perlindungan bangunan-bangunan bersejarah, seperti
yang sekarang menjadi Museum Mandala Bhakti, terlebih dengan
tidak menghilangkan bentuk bangunan yang dibangun oleh