• Tidak ada hasil yang ditemukan

Burung bubut jawa yang makin langka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Burung bubut jawa yang makin langka"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Burung bubut jawa yang

makin langka

Kalau melihat penampilan fisik burung bubut jawa / javan coucal (Centropus nigrorufus), mungkin Anda mengira spesies ini termasuk burung predator seperti elang. Meski matanya merah, dengan postur tubuh besar, dan bentuk paruh yang sangar, bubut jawa bukanlah jenis burung raptor atau birds of prey. Burung ini merupakan pemakan serangga dan termasuk dalam keluarga Cuculidae. Seperti apa kondisi burung bubut jawa saat ini?

Burung bubut jawa / javan coucal (Centropus nigrorufus).

Burung bubut jawa merupakan burung endemik di Pulau Jawa. Postur tubuhnya besar, dengan panjang sekitar 46 cm. Warna tubuhnya hitam mengkilat, mulai dari kepala, punggung, paruh, kaki, dan ekornya. Hanya sayapnya yang berwarna merah-karat, dan iris mata merah menyala.

(2)

Bagian sayap burung bubut jawa berwarna merah-karat.

Meski penampilannya sangar seperti burung predator, dengan paruh yang keras dan besar, bubut jawa merupakan burung pemakan serangga. Serangga yang disukai antara lain belalang, kupu-kupu besar, ulat bulu, jangkrik, kumbang, dan capung.

Selain serangga, mereka juga menyukai siput, lipan, anakan burung, katak , ular kecil, hingga hewan pengerat seperti tikus kecil. Di alam liar, bubut jawa tidak hidup berdampingan dengan spesies burung bubut lainnya, karena perbedaan habitat.

Perkembangbiakan burung bubut jawa

Bubut jawa, burung endemik di Pulau Jawa.

(3)

dibangun menggunakan daun-daun dari tanaman pakis (Acrostichium) yang terdapat di pinggir sungai atau rawa.

Sarang biasanya diletakkan sekitar 3 – 6 meter di atas permukaan air pada hutan bakau. Ada perbedaan data mengenai jumlah telur yang dihasilkan burung bubut jawa betina.

Menurut Bartels & Hellebrekers, induk betina hanya menghasilkan 1-3 butir telur dalam setiap periode peneluran (clutch). Namun, menurut Birdlife Internasional, jumlah telur burung ini bisa mencapai 3-5 butir per clutch.

Jika pendapat Bartels & Hellebrekers benar, maka inilah salah satu alasan

mengapa Badan Konservasi Dunia (IUCN) kini memasukkan bubut jawa ke dalam daftar burung yang terancam punah, dengan status Rentan (Vulnerable).

Burung bubut jawa kini dalam status Rentan (Vulnerable) . Bubut jawa sering ditangkap untuk diambil minyaknya.

Harus diakui, sebagian besar burung endemik di Pulau Jawa menghadapi

(4)

Akibatnya, burung endemik yang umumnya penetap ini kehilangan sumber pakan alaminya, dan sebagian besar mati. Ketika laju pertumbuhan populasi bubut jawa sangat rendah, hanya bertelur 1-3 butir (versi Bartels & Hellebrekers), tentu makin menurunkan angka populasinya di alam liar.

Celakanya, kasus perburuan liar juga menjadi salah satu penyebab menipisnya populasi bubut jawa. Lebih celaka lagi, perburuan liar ini bukan untuk memenuhi pasar burung. Tak banyak kicaumania yang memiliki bubut jawa di rumah. Lalu, untuk apa burung ini diburu dan ditangkap?

Rupanya, burung bubut jawa (juga jenis bubut lainnya) ditangkap bukan untuk dipelihara, melainkan untuk diambil minyaknya. Konon, minyak bubut ini

dipercaya

memiliki khasiat obat, khususnya membantu dalam penyembuhan patah tulang.

Yang membuat kita makin miris, proses pembuatan minyak bubut membutuhkan daun-daun herbal yang di alam liar justru digunakan burung bubut jawa dalam membangun sarangnya. Jadi, para pemikat burung tak hanya mengambil burungnya saja, tetapi juga sarangnya.

Berbagai kondisi yang tak kondusif inilah yang membuat keberadaan burung

bubut jawa makin langka di habitatnya, baik di hutan-hutan mangrove (bakau)

dan vegetasi rawa di pesisir utara dan selatan Jawa.

(5)

Stop perburuan bubut jawa dengan alasan apapun!

Bahkan burung ini makin sulit dijumpai di Jakarta. Seiring menipisnya kawasan

terbuka hijau di Ibu Kota, makin menipis pula populasi burung bubut jawa (juga

elang bondol). Bubut jawa hanya tersisa di Kawasan Konservasi Muara Angke,

itu pun terus menyusut akibat perburuan liar dan lambatnya regenerasi hutan

bakau, polusi perairan, dan tekanan pembangunan di sekitar kawasan

konservasi.

(6)

Burung bubut alang-alang (Centropus bengalensis).

Burung bubut besar dan bubut alang-alang memiliki populasi yang lebih aman,

karena wilayah persebaran tidak terbatas di Jawa saja, melainkan juga di

Sumatera (termasuk Nias dan Mentawai), Kalimantan, dan Bali.

Burung bubut besar (Centropus sinensis).

Sebagian penggemar burung eksotik pasti tertarik memelihara burung bubut, karena menganggapnya jenis burung raptor. Sebagian kicaumania mungkin juga penasaran dengan suara kicauannya, sehingga mereka pun terpikat membeli saat melihatnya di pasar burung.

Namun, banyak di antara mereka yang kecewa. Sebab, setelah beberapa hari dipelihara, burung ini sama sekali tidak berkarakter seperti elang. Bahkan suaranya pun kurang enak didengar, sehingga dilepas ke alam liar.

(7)

Referensi

Dokumen terkait