• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biosorben Limbah Sagu Sebagai Potensi Su

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Biosorben Limbah Sagu Sebagai Potensi Su"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

INDONESIA PAPER COMPETITION TINGKAT NASIONAL

SCIENTIFIC VAGANZA 2013

STUDENT SCIENTIFIC FAIR

Biosorben Limbah

Metroxylon sagu

Sebagai Potensi Sumber Daya

Lokal Bangsa Indonesia Untuk Mengurangi Pencemaran Logam

Berat (Pb dan Cu) Di Wilayah Perairan

Oleh :

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

2013

Abrory Agus Cahya Pramana 10/301018/BI/8431

R. Aditya Aryandi Setiawibawa 10/296366/BI/8381

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Yogyakarta, 27 Mei 2013

Menyetujui,

Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan

(Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr. Sc.) NIP. 197003261995121001

Abdul Rahman Siregar, S.Si, M. Biotech

1. Judul Karya Tulis : Biosorben Limbah Metroxylon sagu Sebagai Potensi

Sumber Daya Lokal Bangsa Indonesia Untuk Mengurangi

Pencemaran Logam Berat (Pb dan Cu) Di Wilayah Perairan

2. Ketua Tim

a. Nama Lengkap : Abrory Agus Cahya Pramana

b. NIM : 10/301018/BI/8431

c. Jurusan/Fakultas : Biologi

d. Universitas : Universitas Gadjah Mada

e. Alamat Rumah : Jalan Kaliurang Km. 8

f. Email :

Pramana.abrory@gmail.commailto:akbareza@rocketmail.com g. No. Handphone : 087851130030

3. Nama

Anggota/Jurusan/Angkat

an

: a. R. Aditya Aryandi S./Biologi/2010

b. Rian Septiawan/Biologi/2012

4. Dosen Pembimbing

a. Nama Lengkap dan

Gelar

: Abdul Rahman Siregar, S.Si, M. Biotech

b. NIU : 1120110108/300

c. No. Telp./HP : 081328088284

(3)

NIP. 1964031019990031001 NIU. 1120110108/300

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis yang berjudul “Biosorben Limbah Metroxylon sagu Sebagai Potensi Sumber Daya Lokal Bangsa Indonesia Untuk Pengurangan Pencemaran Logam Berat (Pb dan Cu) Di Wilayah Perairan” adalah benar hasil karya kami atas nama:

No. Nama NIM Fakultas

1. Abrory Agus Cahya Pramana 10/301018/BI/8431 Biologi 2. R. Aditya Aryandi Setiawibawa 10/296366/BI/8381 Biologi

3. Rian Septiawan 12/329885/BI/8856 Biologi

belum pernah menjadi juara dalam bentuk pada lomba tingkat nasional yang lain. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian karya tulis ini.

Yogyakarta, 27 Mei 2013 Yang membuat pernyataan,

Ketua

(Abrory Agus Cahya P.) NIM. 10/301018/BI/8431

Anggota I

(R. Aditya Aryandi S.) 10/296366/BI/8381

Anggota II

(Rian Septiawan) 12/329885/BI/8856

(4)

Abdul Rahman Siregar, S. Si., M. Biotech. NIU. 1120110108/300

Biosorben Limbah Metroxylon sagu Sebagai Potensi Sumber Daya Lokal Bangsa Indonesia Untuk Pengurangan Pencemaran Logam Berat (Pb dan

Cu) Di Wilayah Perairan

Abrory Agus Cahya Pramana, R. Aditya Aryandi S., Rian Septiawan

Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada

Jalan Teknika Selatan, Sekip Utara, Yogyakarta, 55281

Abstrak

Logam berat merupakan zat berbahaya bagi manusia terutama ketika terjadi akumulasi berlebihan dalam tubuh. Logam berat dapat dihasilkan dari limbah pertanian, industri, ataupun rumah tangga. Selama ini banyak teknologi yang telah dikembangkan untuk mengatasi masalah mengenai pencemaran wilayah perairan yang diakibatkan oleh logam berat, akan tetapi hasil yang didapatkan kurang maksimal dan menggunakan biaya mahal. Limbah sagu merupakan hasil samping dari proses pembuatan sagu. Limbah sagu terdiri dari kulit batang batang sagu sekitar 17-25% dari serat batang, sedangkan ampas sekitar 75-83%. Limbah pengolahan sagu merupakan biomassa lignoselulosa yang mengandung komponen penting, seperti pati dan selulosa yang berpotensi dalam pembuatan karbon aktif sebagai biosorben. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui potensi limbah sagu sebagai biosorben logam berat (Cu dan Pb) di wilayah perairan guna meningkatkan nilai ekonomis limbah sagu. Berdasarkan studi literatur didapatkan bahwa limbah sagu dapat menyerap logam berat Cu dan Pb masing-masing sebesar >75% dan >95% dengan kapasitas adsorpsi Cu sebesar 32,467 mg/g pada pH 4 ± 0,2 sedangkan Pb sebesar 14, 35 mg/g pada pH 3,5. Dari hasil studi literatur dapat dijadikan suatu gagasan bahwa limbah sagu dapat dimanfaatkan sebagai potensi sumber daya lokal dalam pembuatan biosorben untuk mengurangi pencemaran logam berat (Cu dan Pb) di wilayah perairan.

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga

karya tulis dengan judul “Biosorben Limbah Metroxylon sagu Sebagai Potensi

Sumber Daya Lokal Bangsa Indonesia Untuk Mengurangi Pencemaran Logam Berat (Pb dan Cu) Di Wilayah Perairan” dapat diselesaikan dengan baik.

Karya tulis ini dapat diselesaikan dengan baik tentu tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Budi Setiadi Daryono, M. Agr. Sc. selaku Wakil Dekan bidang

Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada

yang terus menerus memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk terus

maju dan berkarya.

2. Abdul Rahman S.Si, M. Biotech. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan ilmu, saran dan kritik serta membimbing penulis

menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.

3. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis

menyadari bahwa karya tulsi ini jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, segala masukan, saran dan kritik yang membangun sangat

diharapkan untuk bisa menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Semoga dengan

adanya karya ini dapat menjadi suatu masukan ilmu dan memberikan manfaat di

masa yang akan datang bagi penulis dan masyarakat.

Yogyakarta, 27 Mei 2013

(6)

Penulis

Daftar Isi

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Halaman Pernyataan Orisinalitas ... iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi... vi

Daftar Gambar ... vii

Bab I. Pendahuluan ... 1

1. Latar belakang ... 1

2. Perumusan Masalah ... 2

3. Tujuan Penulisan ... 2

4. Manfaat ... 2

Bab II. Tinjauan Pustaka ... 3

1. Sagu ... 3

2. Biosorben ... 5

3. Pencemaran Logam Berat ... 5

Bab III. Metode Penulisan... 12

1. Teknik Pengumpulan Data ... 12

2. Teknik Analisis dan Sintesis ... 12

Bab IV. Pembahasan ... 14

1. Potensi Limbah Sagu Sebagai Biosorben Logam Berat di Wilayah Perairan ... 14

2. Pemanfaatan Potensi Lokal Metroxylon sagu Sebagai Biosorben Alami dengan Meningkatkan Nilai Guna Limbah secara Ekonomi .... 16

Simpulan dan Saran... 18

1. Simpulan ... 18

(7)

Daftar Pustaka ... 19

Lampiran ... 21

Daftar Gambar

Gambar 1. Tanaman Sagu ... 3

Gambar 2. Persebaran Metroxylon sagu ... 4

Gambar 3. Hasil SEM Pada Area Permukaan Karbon Aktif Limbah Padat

(8)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Logam berat diketahui berbahaya bagi manusia. Logam berat merupakan

kontaminan penting dalam sistem perairan. Kontaminasi Logam berat dalam

sistem perairan bertanggung jawab atas penyakit-penyakit kronis bahkan kematian

yang terjadi. Logam berat dapat berasal dari industri, pertanian, ataupun rumah

tangga. Metode konvensional untuk menghilangkan ion logam berat terlarut

meliputi presipitasi kimia, oksidasi kimia, filtrasi, pertukaran ion, perawatan

elektrokimia, penerapan teknologi membran dan penguapan. Namun,

proses-proses teknologi memiliki kelemahan sehingga pembersihan logam tidak lengkap.

Peralatan yang mahal, sistem pemantauan, reagen tinggi atau produk limbah lain

yang memerlukan pembuangan (Karthika et al, 2010).

Adsorpsi adalah suatu proses yang efisien yang memiliki aplikasi luas

dalam penghapusan ion logam dari air limbah. Dalam Adsorpsi dibutuhkan

Sorben untuk menyerap ion logam. Sorben yang paling umum digunakan adalah

karbon aktif. Namun, mengingat biaya tinggi, terdapat alternatif sorben yang

hanya memakan biaya rendah. Salah satu bahan alternatif yang digunakan untuk

membuat karbon aktif dapat berasal dari limbah pertanian, seperti limbah sagu.

Limbah sagu merupakan limbah pertanian yang merupakan limbah

berligninoselulosa. Secara kimia limbah berlignoselulosa kaya akan selulosa yang

dapat diolah menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi seperti karbon aktif

sebagai sorben logam berat. Kandungan pati dan selulosa pada limbah sagu adalah

salah satu alasan yang menjadikannya sebagai sumber karbon (Karthika et al,

2010).

Limbah sagu merupakan hasil samping industri pengolahan pati.

Perkembangan industri pengolahan pati menyebabkan peningkatan hasil

sampingan berupa limbah sagu, diantaranya kulit batang dan ampas sagu. Industri

ekstraksi pati sagu menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu residu selular empulur

(9)

2. Perumusan Masalah

Potensi sagu di Indonesia saat ini seluas 1,128 juta ha atau 51,3% dari

2,201 juta ha areal sagu dunia. Beberapa daerah penghasil sagu, di antaranya Irian

Jaya terdapat sekitar 6 juta ha dan daerah Pidie di pantai timur Aceh memiliki

2012 ha lahan untuk produksi sagu dengan kapasitas produksi 527 ton sagu

(McClatchey et al. 2006). Sejauh ini pemanfaatan tanaman sagu cenderung

terfokus pada pati yang dihasilkannya. Namun yang saat ini sering dilupakan

adalah limbah yang dihasilkan. Meningkatnya pemanfaatan tanaman sagu secara

tidak langsung berbanding lurus dengan peningkatan produksi limbah sagu.

Limbah pengolahan sagu berupa kulit batang batang sagu sekitar 17-25% dari

serat batang, sedangkan ampas sekitar 75-83%. Limbah pengolahan sagu

merupakan biomassa lignoselulosa yang mengandung komponen penting, seperti

pati dan selulosa. Biomassa lignoselulosa yang terdapat pada limbah sagu

berpotensi dalam pembuatan karbon aktif sebagai Biosorben. Namun, limbah sagu

belum banyak dimanfaatkan sehingga belum memiliki nilai ekonomi (McClatchey

et al. 2006; Asben 2005). Dari pernyataan tersebut muncullah pertanyaan

mengenai bagaimana potensi limbah sagu sebagai biosorben logam berat di

perairan dan bagaimana potensi limbah sagu sebagai sumber daya lokal?

3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini antara lain:

1. Mengetahui potensi limbah sagu sebagai biosorben logam berat di perairan

2. Meningkatkan nilai ekonomis limbah padatan sagu sebagai biosorben dari

sumber daya potensi local

4. Manfaat

Manfaat penulisan ini adalah menjadikan limbah sagu yang sebelumnya

tidak digunakan secara optimal untuk menjadi biosorben logam berat di perairan

sehingga meningkatkan nilai ekonomis limbah sagu sekaligus memberdayakan

(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Sagu

Metroxylon sagu merupakan tumbuhan endemik di Papua, New Britain,

dan Kepulauan Maluku. Papua merupakan pusat diversitas dari M. sagu. Sentra

penanaman sagu di dunia adalah Indonesia dan Papua Nugini, yang diperkirakan

luasan budi daya penanamannya mencapai luas 114.000 ha dan 20.000 ha.

Sedangkan luas penanaman sagu sebagai tanaman liar untuk kedua negara

tersebut diperkirakan mencapai 2.000.000 ha. Adapun sentra penanaman tanaman

sagu di Indonesia adalah Irian Jaya, Maluku, Riau, Sulawesi Tengah dan

Kalimantan.

Gambar 1. Tanaman sagu (McClatchey et al. 2006).

Sagu (Metroxylon sagu) memiliki kandungan pati yang lebih tinggi

dibandingka dengan jenis Metroxylon lainnya, sehingga sagu banyak

dimanfaatkan dalam berbagai industri termasuk pertanian. Saat ini, pemanfaatan

sagu hanya terfokus pada pati yang terkandung di dalamya. Perkembangan

industri pengolahan pati menyebabkan peningkatan hasil sampingan berupa

limbah sagu, diantaranya kulit batang dan ampas sagu. Limbah ikutan pengolahan

sagu berupa kulit batang batang sagu sekitar 17-25% dari serat batang, sedangkan

ampas sekitar 75-83% . Namun, limbah tersebut belum dimanfaatkan secara

(11)

Limbah sagu merupakan hasil samping industri pengolahan pati. Industri

ekstraksi pati sagu menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu residu selular empulur

sagu berserat (ampas), kulit batang sagu, dan air buangan. Jumlah kulit batang

sagu dan ampas sagu adalah sekitar 26% dan 14% berdasar bobot total balak sagu.

Biasanya kulit batang sagu dikeringkan dan digunakan untuk kayu bakar,

sedangkan ampas sagu dicampur dengan bahan makanan tambahan dan digunakan

sebagai makanan hewan. Kulit batang sagu dan ampas sagu juga digunakan

sebagai pengisi dalam pembuatan papan partikel (Kiat 2006; Singhal et al. 2008).

Kiat (2006) melaporkan bahwa limbah sagu mengandung komponen

penting seperti pati dan selulosa. Jumlah limbah kulit batang sagu mendekati

26%, sedangkan ampas sagu sekitar 14% dari total bobot balak sagu. Ampas

mengandung 65,7% pati dan dan sisanya merupakan serat kasar, protein kasar,

lemak, dan abu. Dari persentase tersebut ampas mengandung residu lignin sebesar

21%, sedangkan kandungan selulosa di dalamnya sebesar 20% dan sisanya

merupakan zat ekstraktif dan abu. Di sisi lain, kulit batang sagu mengandung

selulosa (57%) dan lignin yang lebih banyak (38%) daripada ampas sagu.

Pemanfaatan tanaman sagu sejauh ini cenderung terfokus pada pati yang

dihasilkannya. Pengolahan batang sagu menjadi pati hanya 16-28%. Hasil ikutan

pengolahan sagu berupa kulit batang dan ampas sekitar 72% merupakan biomassa

limbah sagu hasil industri pengolahan sagu yang masih sangat kurang

pemanfaatannya (Asben 2005).

(12)

2. Biosorben

Adsorpsi merupakan suatu proses terkonsentrasinya suatu zat pada

permukaan zat lain. Sistem adsoprsi adalah suatu sistem yang memanfaatkan

kemampuan zat oadat untuk menyerap suatu zat dan proses penyerapan tersebut

hanya berlangsung pada permukaan saja. Zat yang melakukan penyerapan disebut

sebagai adsorben, sedangkan ion, atom, atau molekul yang diserap diesbut sebagai

adsorbat. Proses adsorbsi dengan zat padat telah banyak dilakukan, karena dalam

prosesnya dapat diupayakan untuk proses penghilangan polutan dari suatu aliran

cairan ataupun gas (Danarto, 2007). Proses adsorpsi terbagi atas dua tipe

(Treyball, 1981), yaitu :

a. Pyhsical adsorption atau van der waals adsorption

Adsorpsi ini terjadi karena adanya gaya tarik-menaik antar gaya inter

molekul antara molekul-molekul padatan dengan material yang melayang

b. Chemisorption

Adsorpsi ini diakibatkan oleh proses interaksi yang terjadi antara padatan

dan material yang terserap secara kimiawi

Bahan biosorben merupakan suatu biomassa yang banyak tersedia di alam.

Seleksi dan pemilihan biomassa yang sesuai serta proses treatment awal

merupakan unsur penting dalam mendisain suatu proses biosorpsi (Barleani,

2005).

Biosropsi merupakan suatu proses penyerapan analit oleh biomassa.

Biosorpsi memanfaatkan kemampuan material biologis untuk mengakumulasikan

senyawa logam dalam proses metabolisme ataupun secara fisik dan kimiawi biota

tersebut (Anonim, 2003). Dalam prakteknya, proses biosorpsi menerapkan suatu

sistem adsorpsi dengan memanfaatkan biomassa sebagai biosorben yang pada

akhirnya dapat digunakan dalam suatu usaha melakukan perbaikan kualitas

terhadap air yang tercemar oleh logam berat.

(13)

Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria - kriteria

yang sama dengan logam-logam yang lain. Perbedaan terletak pada dari pengaruh

yang dihasilkan bila logam berat ini masuk atau diberikan ke dalam tubuh

organisme hidup (Heryanto, 2004). Istilah logam berat sebetulnya sudah

dipergunakan secara luas, terutama dalam perpustakaan ilmiah, sebagai unsur

yang menggambarkan bentuk dari logam tertentu (Sudarwin, 2008). Karakteristik

dari kelompok logam berat adalah sebagai berikut:

1. Memiliki spesifikasi grafitasi yang sangat besar (lebih dari 4).

2. Mempunyai nomor atom 22 - 23 dan 40 - 50 serta unsur

laktanida dan aktinida.

3. Mempunyai respon biokimia yang khas (spesifik) pada

organisme hidup (Fardiaz , 1995).

Semua logam berat dapat dikatakan sebagai bahan beracun yang akan meracuni

makhluk hidup. Sebagai contoh logam berat kadmium (Cd), timbal (Pb).

Meskipun semua logam berat dapat mengakibatkan keracunan atas makhluk

hidup, sebagian dari logam - logam berat tersebut dibutuhkan oleh makhluk

hidup. Kebutuhan tersebut dalam jumlah yang sangat kecil/sedikit. Tetapi apabila

kebutuhan yang sangat kecil tersebut tidak terpenuhi dapat berakibat fatal

terhadap kelangsungan makhluk hidup. Karena tingkat kebutuhan yang sangat

dipentingkan maka logam - logam tersebut juga dinamakan sebagai logam - logam

esensial tubuh. Bila logam - logam esensial yang masuk ke dalam tubuh dalam

jumlah yang berlebihan, maka berubah fungsi menjadi racun. Contoh dari logam

berat esensial ini adalah tembaga (Cu), seng (Zn), dan nikel (Ni) (Fardiaz, 1995).

A.1. Logam berat Pb, Cd, Hg dalam perairan

Keberadaan logam - logam dalam badan perairan dapat berasal dari sumber

alamiah dan dari aktifitas manusia. Sumber alamiah masuk ke dalam perairan bisa

dari pengikisan batuan mineral. Di samping itu partikel logam yang ada di udara,

karena adanya hujan dapat menjadi sumber logam dalam perairan. Adapun logam

yang berasal dari aktifitas manusia dapat berupa buangan industri ataupun

(14)

Kelarutan dari unsur-unsur logam dan logam berat dalam badan perairan dikontrol

oleh derajat keasaman air, jenis dan konsentrasi logam dan khelat serta keadaan

komponen mineral teroksidasi dan sistem yang berlingkungan redoks. Logam -

logam di perairan akan bereaksi dengan ligand - ligand. Ligand ini biasanya

mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan konsentrasi logam.

Sehingga biasanya terjadi kompetensi diantara ligand - ligand tersebut untuk

membentuk senyawa kompleks. Sementara untuk logam - logam seperti Pb (II),

Zn (II), Cd (II) dan Hg (II), mempunyai kemampuan untuk membentuk kompleks

sendiri. Logam-logam tersebut akan mudah membentuk kompleks dengan ion –

ion klorida dan atau sulfat, pada konsentrasi yang sama dengan yang ada di air

laut ( Fardiaz, 1995).

Keadaan logam di perairan juga dipengaruhi oleh interaksi yang terjadi

antara air dengan sedimen. Keadaan ini terutama sekali terjadi pada bagian dasar

perairan. Pada dasar sungai ion - ion logam dan kompleksnya yang terlarut dengan

cepat akan membentuk partikel - partikel yang lebih besar apabila terjadi kontak

dengan partikulat yang melayang - layang dalam badan perairan. Umumnya

logam - logam yang terdapat dalam tanah dan perairan dalam bentuk

persenyawaan, seperti senyawa hidroksida, oksida, karbonat dan sulfida. Senyawa

- senyawa ini sangat mudah larut dalam air. Namun pada perairan yang

mempunyai derajat keasaman mendekati normal atau pada kisaran pH 7 - 8,

kelarutan dari senyawa ini cenderung stabil (Sudarwin, 2008).

Kenaikan derajat asam pada badan perairan biasanya diikuti dengan

semakin kecilnya kelarutan dari senyawa - senyawa logam tersebut. Perubahan

tingkat kestabilan dari larutan tersebut biasanya terlihat dalam bentuk pergeseran

senyawa. Umumnya pada derajat keasaman yang semakin tinggi, maka kestabilan

akan bergeser dari karbonat ke hidroksida. Hidroksida ini mudah sekali

membentuk ikatan permukaan dengan partikel yang berada pada badan perairan.

Lama – kelamaan persenyawaan yang terjadi antara hidroksida dengan partikel

yang berada dalam badan perairan akan mengendap dan membentuk lumpur

(Fardiaz, 1995).

(15)

Risiko toksisitas berarti besarnya kemungkinan zat kimia untuk

menimbulkan keracunan. Hal ini tergantung dari besarnya dosis, konsentrasi, lama

dan seringnya pemaparan, juga cara masuk dalam tubuh (Kusnoputranto, 1996),

serta gejala keracunan antara lain disebabkan oleh adanya pencemaran/polusi.

Pencemaran merupakan keadaan yang berubah menjadi lebih buruk, keadaan yang

berubah karena akibat masuknya bahan - bahan pencemar. Bahan pencemar

umumnya mempunyai sifat toksik (racun) yang berbahaya bagi organisme hidup.

Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu

terjadinya pencemaran (Fardiaz, 1995).

Kegiatan toksisitas antara lain adalah menguji sifat - sifat dari efek negatif

yang ditimbulkan oleh bahan kimia/fisika, memperkirakan efek negatif yang

mungkin akan timbul karena keberadaan suatu bahan kimia/fisika. Klasifikasi

toksisitas dapat digolongkan menurut:

a. Berdasar durasi waktu timbulnya efek

Toksisitas dapat dikelompokkan menjadi : toksisitas akut sifatnya

mendadak, dalam waktu singkat, efeknya reversibel, serta toksisitas

kronis, durasi waktu lama, konstan serta terus menerus, efeknya

permanen atau irreversibel.

b. Berdasar tempat bahan kimia (toksikan) tersebut berefek: toksikan

lokal (efek terjadi pada tempat aplikasi atau exposure, di antara

toksikan dan sistem biologis) serta toksisitas sistemik (toksikan

diabsorpsi ke dalam tubuh dan di distribusi melalui aliran darah dan

mencapai organ di mana akan terjadi efek).

c. Berdasar respons yang terjadi dan organ di mana bahan kimia

tersebut mempunyai efek, toksisitas dibedakan : hepatotoksin,

nefrotoksin, neurotoksin, imunotoksin,teratogenik karsinogenik serta

allergen sensitizers (bahan kimia/fisika yang bisa merangsang

timbulnya reaksi alergi), karsinogenik.

Efek dari interaksi kimia (sinergis, potensiasi, dan antagonis) yang

(16)

1. Sinergis apabila dua bahan kimia yang mempunyai sifat toksi yang

sama, ketika digabungkan mempunyai efek toksik yang jauh lebih

besar dibanding dari hasil perhitungan atau penjumlahan efek dari

keduanya.

2. Potensiasi apabila zat kimia tidak mempunyai efek toksik sama

sekali namun apabila ditambahkan zat kimia yang lain yang

mempunyai efek toksik maka akan meningkatkan toksisitas dari zat

kimia kedua.

3. Antagonis apabila beberapa zat kimia digabungkan akan saling

mengurangi efek toksik dari masing - masing zat kimia tersebut

(Darmono, 2001).

Pembangunan di Indonesia diutamakan pada sektor industri. Kemajuan

dari sektor industri memberikan efek samping bagi manusia sendiri yaitu

timbulnya pencemaran, berupa buangan atau limbah industri yang mengandung

gugus logam berat (Fardiaz, 1995). Pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah

industri yang mengandung logam berat misalnya As, Cd, Pb, dan Hg dapat

berakumulasi dalam tanaman misalnya padi,rumput, sayuran, dan jenis tanaman

lain yang digunakan makanan ternak (Darmono, 2001 ).

Akibat yang ditimbulkan dari pencemaran adalah terganggunya aktivitas

kehidupan makhluk hidup, terlebih apabila organisme tersebut tidak mampu

mendegradasi bahan pencemar tersebut, sehingga bahan tersebut terakumulasi

dalam tubuhnya. Peristiwa tersebut akan mengakibatkan terjadinya biomagnifikasi

dari organisme satu ke organisme yang lain yang mempunyai tingkatan yang lebih

tinggi. Risiko apabila mengkonsumsi pakan mengandung bahan toksik setiap

harinya adalah akumulasi bahan toksik tersebut sehingga konsentrasi dalam tubuh

hewan lebih tinggi dari pada konsentrasi yang terkandung dalam pakan yang

dikonsumsi. Bila seekor hewan mengandung bahan toksik dikonsumsi hewan

lainnya maka hewan kedua memiliki konsentrasi bahan toksik lebih tinggi dari

hewan pertama, demikian juga hewan ketiga yang memakan hewan kedua,

rangkaian proses tersebut disebut ”food chain” (Darmono, 2001).

(17)

Timbal mempunyai berat atom 207,21; berat jenis 11,34; bersifat lunak

serta berwarna biru atau silver abu - abu dengan kilau logam, nomor atom 82

mempunyai titik leleh 327,4ºC dan titik didih 1.620ºC. Timbal termasuk logam

berat ”trace metals” karena mempunyai berat jenis lebih dari lima kali berat jenis

air. Bentuk kimia senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan akan

mengendap pada jaringan tubuh, dan sisanya akan terbuang bersama bahan sisa

metabolisme. Timbal adalah sebuah unsur yang biasanya ditemukan di dalam batu

- batuan,tanah, tumbuhan dan hewan. Timbal 95% bersifat anorganik dan pada

umumnya dalam bentuk garam anorganik yang umumnya kurang larut dalam air.

Selebihnya berbentuk timbal organik. Timbal organik ditemukan dalam bentuk

senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Tetra Methyl Lead (TML). Jenis senyawa

ini hampir tidak larut dalam air, namun dapat dengan mudah larut dalam pelarut

organik misalnya dalam lipid. Waktu keberadaan timbal dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti arus angin dan curah hujan. Timbal tidak mengalami

penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai partikel. Karena timbal

merupakan sebuah unsur maka tidak mengalami degradasi (penguraian) dan tidak

dapat dihancurkan (Tyas, 1998). Timbal banyak dimanfaatkan oleh kehidupan

manusia seperti sebagai bahan pembuat baterai, amunisi, produk logam (logam

lembaran, solder, dan pipa), perlengkapan medis (penangkal radiasi dan alat

bedah), cat, keramik, peralatan kegiatan ilmiah/praktek (papan sirkuit/CB untuk

komputer) untuk campuran minyak bahan - bahan untuk meningkatkan nilai

oktan.Konsentrasi timbal di lingkungan tergantung pada tingkat aktivitas

manusia,misalnya di daerah industri, di jalan raya, dan tempat pembuangan

sampah. Karena timbal banyak ditemukan di berbagai lingkungan maka timbal

dapat memasuki tubuh melalui udara, air minum, makanan yang dimakan dan

tanah pertanian (Sudarwin, 2008).

A.4. Tembaga (Cu)

Cu memiliki nomor atom 29 dalam barisan unsur-unsur di bumi. Massa

atom yang dimiliki sebessar 63.546 gram/mol. Tembaga memiliki titik lebur

(18)

Cu termasuk dalam kelompok logam essensial, di mana dalam kadar yang

rendah, unsur ini dibutuhkan oleh organisme untuk dijadikan sebagai Ko-enzim

dalam proses metabolisme tubuh, sifat racun dalam Cu akan Nampak ketika

pemakaian Cu yang telrlalu berlebihan dan dalam konsentrasi yang tinggi. Biota

perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam badan perairan di mana ia

hidup. Konsentrasi Cu terlarut dalam air laut sebesar 0,01 ppm dapat

mengakibatkan kematian fitoplankton. Kematian tersebut disebabkan daya racun

Cu telah menghambat aktivitas enzim dalam pembelahan sel fitoplankton.

Jenis-jenis yang termasuk dalam keluarga Crustasea akan mengalami kematian dalam

tenggang waktu 96 jam, bila konsentrasi Cu berada dalam kisaran 0.17-100 ppm.

Dalam tenggang waktu yang sama, biota yang tergolong ke dalam keluarga

moluska akan mengalami kematian bila kadar Cu yang terlarut dalam badan

perairan di mana biota tersebut hidup berkisar antara 0.16-0.5 ppm, dan kadar Cu

sebesar 2.5-3.0 ppm dalam badan perairan telah dapat membunuh ikan-ikan

(Bryan, 1976).

Bahaya bagi manusia jika terpapar logam berat Cu akan menyebabkan

adanya gangguan pada pernafasan, iritasi, sakit perut, muntah-muntah, dan diare.

Jika dibiarkan terlalu lama, maka akan menyebabkan sakit serius, seperti sakit

(19)

BAB III

METODE PENULISAN

Sebelum melakukan penulisan dilakukan studi literature terlebih dahulu.

Studi literature dilakukan dengan mencari informasi melalui media maupun

internet. Kemudian didapat informasi bahwa banyak daerah perairan laut di

Indonesia mengalami pencemaran logam berat yang berbahaya bagi ekosistem

maupun kesehatan manusia. Setelah itu dilakukan perumusan masalah dan

pencarian solusi dari masalah tersebut dengan memanfaatkan sumber daya alam

berupa potensi lokal yakni limbah padat Metroxylon sagu sebagai suatu biosorben

alami yang dapat dinaikkan nilai ekonominya dengan menjadikan sebagai

biosorben alami dalam proses bioremediasi perairan tercemar limbah logam berat.

A. Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang digunakan dalam penulisan karya ilmuah ini didapat melalui :

1. Studi Pustaka

Untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan,

maka dilakukan pengumpulan berbagai pustaka dan penelitian-penelitian

terkait mengenai manfaat, kelebihan, dan kemampuan limbah Metroxylon

sagu. Hasil-hasil dikumpulkan dan dikompilasi menjadi satu sebagai

referensi yang digunakan oleh penulis untuk menganalisis permasalahan

lebih lanjut.

2. Studi Komparasi

Studi komparasi dilakukan dengan membandingkan hasil karya yang telah

ada dengan ide yang penulis ajukan, dengan metode analisis yang

disesuaikan dengan menganalisis permasalahan lebih lanjut.

B. Teknik Analisis dan Sintesis

Teknik analisis yang dilakukan dalam penulisan karya tulis ini mencangkup empat

tahap, meliputi:

(20)

Seleksi data meliputi proses pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan dan

abstraksi dari data yang diperoleh pada saat studi pustaka. Seleksi data

dimaksudkan agar data yang akan ditampilkan lebih fokus dan membuang

data yang tidak berhubungan dengan tujuan penulisan, agar kesimpulan

akhir dapat diambil dengan lebih baik dan sesuai dengan tujuan penulisan.

2. Sajian Data

Hasil seleksi data selanjutnya disajikan dalam susunan informasi yang

stabil. Penulisan karya tulis ini menyajikan data yang diperoleh melalui

teknik dokumentasi secara lengkap. Kemudian di analisis sehingga

mendapat sajian data yang jelas dari permasalahan yang diangkat dalam

penulisan ini.

3. Analisis Solutif

Analisis solutif dilakukan dengan mendeskripsikan hasil sajian data yang

selanjutnya diinterpretasikan melalui serangkaian pembahasan yang

sistematis untuk mendapatkan simpulan koheren dengan tujuan penulisan.

Teknik sintesis merupakan langkah terakhir dalam analisis data. Teknik

sintesis dimaksudkan untuk menghasilkan alternatif pemecaham masalah

dan gagasan yang kreatif, yaitu menjadikan limbah padat Metroxylon sagu

sebagai biosorben di perairan laut tercemar untuk memperbaiki kualitas

perairan tersebut.

4. Penarikan Simpulan

Data yang telah diinterpretasikan melalui serangkaian pembahasan yang

sistematis kemudian dibuat dalam suatu simpulan yang merupakan

(21)

BAB IV PEMBAHASAN

1. Potensi Limbah Sagu Sebagai Biosorben Logam Berat di Wilayah Perairan

Wilayah perairan merupakan sumber daya yang sangat penting bagi

kehidupan manusia. Adanya peningkatan pada aktivitas manusia, berupa

perkembangan pesat pada wilayah industri serta meningkatnya limbah rumah

tangga, terutama Indonesia sebagai negara berkembang, meningkatkan resiko

terjadinya degradasi kualitas lingkungan perairan di banyak wilayah Indonesia

(Suwondo et al, 2005). Seperti diketahui sebelumnya, banyak daerah di Indonesia

memanfaatkan sumber daya alam di wilayah perairan sebagai suatu sumber daya

melimpah yang dijadikan sebagai bahan pangan ataupun dijadikan sebagai sentra

dalam bidang perdagangan. Misalnya, wilayah laut Indonesia yang sangat luas,

menjadikan Indonesia kaya akan keberadaan ikan air asin, begitu juga wilayah

danau dan sungai di Indonesia yang menyediakan berbagai macam ikan air tawar

yang banyak di konsumsi oleh masyarakat Indonesia. Masuknya logam berat ke

dalam wilayah perairan, akan menyebabkan adanya akumulasi terhadap

biota-biota perairan yang pada akhirnya pada tingkatan hierarki aliran energi, maka

manusia menjadi konsumen tertinggi dan menjadi bagian hierarki di mana

akumulasi logam berat paling besar terjadi di tingkatan ini. Logam berat akan

menjadi zat berbahaya bagi tubuh ketika konsentrasi dalam tubuh melebihi batas

toleransi tubuh (Wahi et al, 2010). Oleh sebab itu, akan sangat tepat ketika

penggunaan bahan lokal dalam hal ini limbah padat Metroxylon sagu, yang pada

dasarnya tersedia di alam pertanian Indonesia, untuk dijadikan sebagai biosorben

alami sebagai suatu alternatif pengolahan limbah yang masuk ke dalam perairan

Indonesia, sebagai langkah untuk mengembalikan kualitas perairan tercemar

limbah logam berat, dan meningkatkan nilai guna limbah pertanian tersebut

(Surchi, 2011).

Limbah padat Metroxylon sagu memiliki potensi sebagai biosorben alami

(22)

penelitian (Karthika et al, 2010) limbah padat sagu mampu dijadikan sebagai

biosorben untuk menyerap logam berat Pb. Penelitian tersebut mengungkapkan

bahwa kapasitas maksimum untuk adsorpsi sebesar 14,35 mg/g pada pH 3.5.

Berdasarkan penelitian (Maheswari et al, 2007), penggunaan limbah padat sagu

juga mampu melakukan penyerapan terhadap logam berat Cu. Kapasitas adsorpsi

yang didapatkan yakni 32,467 mg/g pada pH 4 ± 0,2 pada ukuran partikel

125-250µ. Ada kenaikan yang terjadi pada persentase penyerapan logam berat Cu pada

pH yang berkisar dari 2 hingga 4. Berdasarkan kedua penelitian tersebut, limbah

padat sagu yang banyak dihasilkan dari pengolahan sagu dapat dijadikan sebagai

suatu alternatif hasil pengolahan limbah pertanian yang dapat dijadikan sebagai

suatu karbon aktif yang mampu digunakan dalam mengurangi logam berat yang

dihasilkan dari limbah industri ataupun limbah rumah tangga. Dalam kedua

penelitian tersebut diuangkapkan bahwa area permukaan karbon aktif yang

dihasilkan dari limbah padat sagu sebesar 625 m2/g. Hasil ini lebih besar daripada

beberapa area permukaan karbon aktif yang dihasilkan dari limbah pertanian

lainnya, seperti kulit kacang, serabut empulur, kulit singkong, serabut kelapa.

Gambar 3. Hasil SEM Pada Area Permukaan Karbon Aktif Limbah Padat Sagu,

Magnifikasi-2500x (Maheswari et al, 2007)

Hal tersebut juga didukung dengan penelitian (Quek et al, 1998) yang

menyatakan bahwa efisiensi penyerapan terhadap logam berat khususnya Cu dan

Pb masing-masing sebesar >75% dan >95%. Dari beberapa penelitian tersebut,

(23)

terhadap limbah padat Metroxylon sagu yang nantinya dapat dijadikan sebagai

suatu usaha dalam meningkatkan nilai ekonomi dari limbah padat sagu, sekaligus

sebagai tanaman lokal dengan potensi sebagai biosorben alami yang mampu

dijadikan sebagai bahan karbon aktif yang dapat dipakai oleh industri untuk

mengurangi limbah berupa logam berat.

2. Pemanfaatan Potensi Lokal Metroxylon sagu Sebagai Biosorben Alami dengan Meningkatkan Nilai Guna Limbah secara Ekonomi

Metroxylon sagu adalah tanaman yang banyak terdapat di daerah timur

wilayah Indonesia. Tanaman ini memiliki fungsi dalam hal menyediakan pangan

lokal yakni berupa pangan olahan yang berasal dari tanaman sagu itu sendiri.

Dalam proses pembuatan pangan lokal tersebut, biasanya masyarakat akan

mengambil kulit, serta isi dari batang sagu tersebut untuk kemudian diambil pati

yang berasal dari keduanya, dengan cara dilakukan pencacahan terhadap kulit

batang, dan daerah pith batang, lalu dilakukan pencucian terhadap keduanya, dan

diambil sari pati, yang kemudian diendapkan dalam suatu wadah, hingga pada

akhirnya akan diperoleh tepung sagu yang mengendap pada wadah tersebut.

Pada proses pembuatan pangan lokal tersebut, masyarakat hanya

mengambil sari pati dari tanaman Metroxylon sagu, kemudian ampas sagu atau

limbah padat dari cacahan kulit batang dan bagian isi akan dibuang tanpa

dimanfaatkan kembali. Secara kuantitas, rata-rata limbah pengolahan sagu berupa

kulit batang sagu sekitar 17-25% dari serat batang, sedangkan ampas sagu sekitar

75-83%. Peningkatan pemanfaatan sagu tentu akan berbanding lurus dengan

produksi limbah sagu yang dihasilkan. Artinya banyak sekali limbah sagu yang

akan dihasilkan. Padahal jika dilihat secara kimiawi, limbah pengolahan sagu

merupakan biomassa lignoselulosa yang mengandung komponen penting, seperti

pati dan selulosa. Biomassa lignoselulosa yang terdapat pada limbah sagu

berpotensi dalam pembuatan karbon aktif sebagai biosorben. Pemanfaatan limbah

sagu sebagai biosorben akan menjadikan limbah yang sebelumnya tidak

digunakan sedikitpun dapat dimanfaatkan seluruhnya dalam pembuatan karbon

(24)

Jika ditinjau dari potensinya, saat ini di Indonesia terdapat 1,128 juta ha

atau 51,3% dari 2,201 juta ha areal sagu dunia. Beberapa daerah penghasil sagu,

di antaranya Irian Jaya terdapat sekitar 6 juta ha dan daerah Pidie di pantai timur

Aceh memiliki 2012 ha lahan untuk produksi sagu dengan kapasitas produksi 527

ton sagu. Namun seperti yang terlah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya,

pemanfaatan tanaman sagu sejauh ini cenderung terfokus pada pati yang

dihasilkannya dan mengesampingkan limbahnya. Padahal, Limbah sagu dapat

dimanfaatkan sebagai biosorben. Penerapan biosorben dari limbah sagu dalam

skala kecil maupun besar dapat melipatgandakan nilai ekonomi dari limbah sagu

sehingga limbah sagu dapat berperan optimal sebagai potensi sumber daya lokal

bangsa yang sangat potensial untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia dalam

(25)

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu limbah

padat sagu dapat dijadikan sebagai biosorben alami, murah, efisien serta

available, yang dapat digunakan sebagai inovasi baru bagi pembuatan karbon

aktif guna mengurangi dan menanggulangi pencemaran perairan oleh logam berat.

Selain itu dengan adanya pemanfaatan limbah padat sagu, dapat meningkatkan

nilai guna dan nilai tambah dari limbah padat sagu yang selama ini tidak banyak

dimanfaatkan oleh masyarakat ataupun industri yang mengolah sagu.

B. Saran

Perlu adanya suatu penelitian lebih lanjut mengenai instalasi karbon aktif

dari limbah padat sagu, yang nantinya dapat digunakan oleh industri untuk

melakukan proses bioremediasi terhadap limbah industri berupa logam berat,

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Biosorption. http:biosorption.mcgill.ca/BT/BTbrief.htm. Accessed

online 29 Mei 2010.

Anonim. 2010. Copper. http://www.lenntech.com/periodic/elements/cu.htm.

Accessed online 14 September 2011.

Asben A. 2009. Pemanfaatan Limbah Sagu untuk Pengembangan Enzim Selulase

Termite dalam Produksi Bioetanol [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca

Sarjana IPB.

Barleani, Ayu Astra. 2005. Pemodelan proses biosorpsi logam berat pada reaktor

fixed bed : suatu kajian analisis sensitivitas (modelling of heavy metal

biosorption process of fixed bed reactor : a sensitivity analysis study).

Masters Thesis. Program Pasca Sarjana Undip.

Danarto, Y. C., and Emmy Kriswiyanti. 2007. Model Kesetimbangan Adsorpsi Cr

dengan Lumput Laut.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Lingkungan. Universitas

Indonesia: Jakarta.

Fardiaz, S. 1995. Polusi air dan Udara. Penerbit Kanisisus: Yogyakarta

G.W. Bryan, In: A.P.M. Lockwood (Ed.). 1976. Effects of pollutants on Aquatic

Organisms, Cambridge University Press, Cambridge.

Heryanto, Polar. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. CV. Rineka

Capta: Jakarta.

Karthika, C., N. Vennilamani, S. Pattabhi, M. Sekar. Utilization of Sago Waste as

an Adsorbent for the Removal of Pb(II) from Aqueous Solution: Kinetic

and Isotherm Studies. J. Engineering Science and Technology. 26:

1867-1879.

Kiat, L. J. 2006. Preparation and Characterization of Carboxymethyl Sago Waste

and Its Hydrogel [Thesis]. Malaysia: Universiti Putra Malaysia

Kusnoputranto, Haryoto. 1996. Toksikologi Lingkungan. Dirjen Dikti: Jakarta.

Maheswari, P., N. Venilamani, S. Madhava Krishnan, P. S. Syed Shabudeen, R.

(27)

Adsorbent for the Removal of Cu(II) Ion form Aqueous Solution. J.

Chemistry. 5(2): 232-242.

McClatchey, W, Manner HI, dan Elevitch CR. 2006. Metroxylon amicarum, M.

paulcoxii, M. sagu, M. salomonense, M. vitiense, and M. warburgii (sago

palm) Arecaceae (palm family). Species Profiles for Pacific Island

Agroforestry. http://www.traditionaltree.org.

Quek, S. Y., Wase, D. A. J., and Forster, C. F. 1998. The Use of Sago Waste for

The Sorption of Lead and Copper. Water S. A. 24(3): 254-256.

Singhal RS, Kennedy JF, Gopalakrishnan SM, Kaczmarek Agnieszka, Knill CJ,

dan Akmar PF. 2008. Industrial production, processing, and utilization

of sago palm-derived products. Carbohydr Polym. 72: 1-20.

Sudarwin. 2008. Analisis Spasial Pencemaran Logam Berat (Pb, Cu, dan Cd)

Pada Sedimen Aliran Sungai dari Tempat Pembunagan Akhir Sampah

Jatibarang Semarang. Thesis S2. Program Pasca Sarjana, Univeritas

Diponegoro, Semarang.

Surchi, Kafia M. Shareef. 2011. Agriculutural Wastes as Low Cost Adsorbent for

Pb Removal: Kinetics, Equilibrium and Thermodynamics. J. Chemistry.

3: 103-112.

Suwondo, Yuslim Fauziah, Syafrianti, dan Sri Wariyanti. 2005. Akumulasi Logam

Cupprum (Cu) dan Zincum (Zn) Di Perairan Sungai Siak Dengan

Menggunakan Bioakumulator Eceng Gondok (Eichhornia crassipes). J.

Biogenesis. 1(2): 51-56.

Tyas. 1998. Analisis Kadar Timah Hitam Dalam Darah dan Pengaruhnya

Terhadap Aktivitas Enzim Delta Aminolevulinic Acid Dehydrate dan

Kadar Haemoglobin Dalam Darah Karyawan di Industri Peleburan

Timah Hitam. Universitas Padjajaran: Bandung.

Treyball, R. E. 1981. Mass-Transfer Operation. 3rd ed. Mc Graw Hill Books Co.,

Singapore.

Wahi, Rafeah, Devagi Kanakaraju and Noor Ashikin Yusuf. 2010. Preliminary

Study on Zinc Removal from Aqueous Solution by Sago Wastes. J.

(28)

LAMPIRAN Daftar Riwayat Penulis

1. Ketua Kelompok

Nama : Abrory Agus Cahya Pramana

Fakultas : Biologi

Universitas : Universitas Gadjah Mada

Angkatan : 2010

2. Anggota Kelompok

Nama : R. Aditya Aryandi Setiawibawa

Fakultas : Biologi

Universitas : Universitas Gadjah Mada

Angkatan : 2010

Nama : Rian Septiawan

Fakultas : Biologi

Universitas : Universitas Gadjah Mada

Gambar

Gambar 1. Tanaman sagu (McClatchey et al. 2006).
Gambar 2. Persebaran M. sagu (McClatchey et al. 2006).
Gambar 3. Hasil SEM Pada Area Permukaan Karbon Aktif Limbah Padat Sagu,

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu ada beberapa warga masyarakat yang ketika malam hari mencium bau tidak sedap seperti bau comberan hal inilah yang menjadi alasan kuat dimasyarakat mengenai adanya

Untuk gerak pith terjadi kenaikan nilai gerakan seiring dengan bertambahnya kecepatan kapal Nilai pith maksimum terjadi pada kecepatan kapal 12.68 m/s arah.

Dapatan kajian ini juga diharap dapat membantu pensyarah yang mengajar kursus Pendidikan Amali Fizik bagi mengenal pasti beberapa aspek yang memerlukan perhatian sewajarnya

Telah secara jelas didefinisikan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi di dalam pasal 1 angka 3 Bab Ketentuan Umum Undang–Undang Nomor 30 Tahun 2002 disebutkan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penyusunan Tugas Akhir ini, yaitu : Mengetahui nilai HPS menggunakan UCP untuk studi kasus pengembangan

Berdasarkan dapat diketahui bahwa peran ibu pekerja dalam perawatan balita di Desa Selopamioro paling banyak termasuk dalam kategori baik, yaitu sebesar 55,8% atau sebanyak

bezziana pada pengamatan hari ke-n pasca perlakuan L3 yang direndam dalam larutan yang mengandung ekstrak heksan daging biji srikaya selama 10 detik pada berbagai konsentrasi..