INDONESIA PAPER COMPETITION TINGKAT NASIONAL
SCIENTIFIC VAGANZA 2013
STUDENT SCIENTIFIC FAIR
Biosorben Limbah
Metroxylon sagu
Sebagai Potensi Sumber Daya
Lokal Bangsa Indonesia Untuk Mengurangi Pencemaran Logam
Berat (Pb dan Cu) Di Wilayah Perairan
Oleh :
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2013
Abrory Agus Cahya Pramana 10/301018/BI/8431
R. Aditya Aryandi Setiawibawa 10/296366/BI/8381
LEMBAR PENGESAHAN
Yogyakarta, 27 Mei 2013
Menyetujui,
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
(Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr. Sc.) NIP. 197003261995121001
Abdul Rahman Siregar, S.Si, M. Biotech
1. Judul Karya Tulis : Biosorben Limbah Metroxylon sagu Sebagai Potensi
Sumber Daya Lokal Bangsa Indonesia Untuk Mengurangi
Pencemaran Logam Berat (Pb dan Cu) Di Wilayah Perairan
2. Ketua Tim
a. Nama Lengkap : Abrory Agus Cahya Pramana
b. NIM : 10/301018/BI/8431
c. Jurusan/Fakultas : Biologi
d. Universitas : Universitas Gadjah Mada
e. Alamat Rumah : Jalan Kaliurang Km. 8
f. Email :
Pramana.abrory@gmail.commailto:akbareza@rocketmail.com g. No. Handphone : 087851130030
3. Nama
Anggota/Jurusan/Angkat
an
: a. R. Aditya Aryandi S./Biologi/2010
b. Rian Septiawan/Biologi/2012
4. Dosen Pembimbing
a. Nama Lengkap dan
Gelar
: Abdul Rahman Siregar, S.Si, M. Biotech
b. NIU : 1120110108/300
c. No. Telp./HP : 081328088284
NIP. 1964031019990031001 NIU. 1120110108/300
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis yang berjudul “Biosorben Limbah Metroxylon sagu Sebagai Potensi Sumber Daya Lokal Bangsa Indonesia Untuk Pengurangan Pencemaran Logam Berat (Pb dan Cu) Di Wilayah Perairan” adalah benar hasil karya kami atas nama:
No. Nama NIM Fakultas
1. Abrory Agus Cahya Pramana 10/301018/BI/8431 Biologi 2. R. Aditya Aryandi Setiawibawa 10/296366/BI/8381 Biologi
3. Rian Septiawan 12/329885/BI/8856 Biologi
belum pernah menjadi juara dalam bentuk pada lomba tingkat nasional yang lain. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian karya tulis ini.
Yogyakarta, 27 Mei 2013 Yang membuat pernyataan,
Ketua
(Abrory Agus Cahya P.) NIM. 10/301018/BI/8431
Anggota I
(R. Aditya Aryandi S.) 10/296366/BI/8381
Anggota II
(Rian Septiawan) 12/329885/BI/8856
Abdul Rahman Siregar, S. Si., M. Biotech. NIU. 1120110108/300
Biosorben Limbah Metroxylon sagu Sebagai Potensi Sumber Daya Lokal Bangsa Indonesia Untuk Pengurangan Pencemaran Logam Berat (Pb dan
Cu) Di Wilayah Perairan
Abrory Agus Cahya Pramana, R. Aditya Aryandi S., Rian Septiawan
Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada
Jalan Teknika Selatan, Sekip Utara, Yogyakarta, 55281
Abstrak
Logam berat merupakan zat berbahaya bagi manusia terutama ketika terjadi akumulasi berlebihan dalam tubuh. Logam berat dapat dihasilkan dari limbah pertanian, industri, ataupun rumah tangga. Selama ini banyak teknologi yang telah dikembangkan untuk mengatasi masalah mengenai pencemaran wilayah perairan yang diakibatkan oleh logam berat, akan tetapi hasil yang didapatkan kurang maksimal dan menggunakan biaya mahal. Limbah sagu merupakan hasil samping dari proses pembuatan sagu. Limbah sagu terdiri dari kulit batang batang sagu sekitar 17-25% dari serat batang, sedangkan ampas sekitar 75-83%. Limbah pengolahan sagu merupakan biomassa lignoselulosa yang mengandung komponen penting, seperti pati dan selulosa yang berpotensi dalam pembuatan karbon aktif sebagai biosorben. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui potensi limbah sagu sebagai biosorben logam berat (Cu dan Pb) di wilayah perairan guna meningkatkan nilai ekonomis limbah sagu. Berdasarkan studi literatur didapatkan bahwa limbah sagu dapat menyerap logam berat Cu dan Pb masing-masing sebesar >75% dan >95% dengan kapasitas adsorpsi Cu sebesar 32,467 mg/g pada pH 4 ± 0,2 sedangkan Pb sebesar 14, 35 mg/g pada pH 3,5. Dari hasil studi literatur dapat dijadikan suatu gagasan bahwa limbah sagu dapat dimanfaatkan sebagai potensi sumber daya lokal dalam pembuatan biosorben untuk mengurangi pencemaran logam berat (Cu dan Pb) di wilayah perairan.
KATA PENGANTAR
Segala puji kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
karya tulis dengan judul “Biosorben Limbah Metroxylon sagu Sebagai Potensi
Sumber Daya Lokal Bangsa Indonesia Untuk Mengurangi Pencemaran Logam Berat (Pb dan Cu) Di Wilayah Perairan” dapat diselesaikan dengan baik.
Karya tulis ini dapat diselesaikan dengan baik tentu tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Budi Setiadi Daryono, M. Agr. Sc. selaku Wakil Dekan bidang
Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada
yang terus menerus memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk terus
maju dan berkarya.
2. Abdul Rahman S.Si, M. Biotech. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan ilmu, saran dan kritik serta membimbing penulis
menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.
3. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis
menyadari bahwa karya tulsi ini jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, segala masukan, saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan untuk bisa menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Semoga dengan
adanya karya ini dapat menjadi suatu masukan ilmu dan memberikan manfaat di
masa yang akan datang bagi penulis dan masyarakat.
Yogyakarta, 27 Mei 2013
Penulis
Daftar Isi
Halaman Judul ... i
Halaman Pengesahan ... ii
Halaman Pernyataan Orisinalitas ... iii
Abstrak ... iv
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi... vi
Daftar Gambar ... vii
Bab I. Pendahuluan ... 1
1. Latar belakang ... 1
2. Perumusan Masalah ... 2
3. Tujuan Penulisan ... 2
4. Manfaat ... 2
Bab II. Tinjauan Pustaka ... 3
1. Sagu ... 3
2. Biosorben ... 5
3. Pencemaran Logam Berat ... 5
Bab III. Metode Penulisan... 12
1. Teknik Pengumpulan Data ... 12
2. Teknik Analisis dan Sintesis ... 12
Bab IV. Pembahasan ... 14
1. Potensi Limbah Sagu Sebagai Biosorben Logam Berat di Wilayah Perairan ... 14
2. Pemanfaatan Potensi Lokal Metroxylon sagu Sebagai Biosorben Alami dengan Meningkatkan Nilai Guna Limbah secara Ekonomi .... 16
Simpulan dan Saran... 18
1. Simpulan ... 18
Daftar Pustaka ... 19
Lampiran ... 21
Daftar Gambar
Gambar 1. Tanaman Sagu ... 3
Gambar 2. Persebaran Metroxylon sagu ... 4
Gambar 3. Hasil SEM Pada Area Permukaan Karbon Aktif Limbah Padat
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Logam berat diketahui berbahaya bagi manusia. Logam berat merupakan
kontaminan penting dalam sistem perairan. Kontaminasi Logam berat dalam
sistem perairan bertanggung jawab atas penyakit-penyakit kronis bahkan kematian
yang terjadi. Logam berat dapat berasal dari industri, pertanian, ataupun rumah
tangga. Metode konvensional untuk menghilangkan ion logam berat terlarut
meliputi presipitasi kimia, oksidasi kimia, filtrasi, pertukaran ion, perawatan
elektrokimia, penerapan teknologi membran dan penguapan. Namun,
proses-proses teknologi memiliki kelemahan sehingga pembersihan logam tidak lengkap.
Peralatan yang mahal, sistem pemantauan, reagen tinggi atau produk limbah lain
yang memerlukan pembuangan (Karthika et al, 2010).
Adsorpsi adalah suatu proses yang efisien yang memiliki aplikasi luas
dalam penghapusan ion logam dari air limbah. Dalam Adsorpsi dibutuhkan
Sorben untuk menyerap ion logam. Sorben yang paling umum digunakan adalah
karbon aktif. Namun, mengingat biaya tinggi, terdapat alternatif sorben yang
hanya memakan biaya rendah. Salah satu bahan alternatif yang digunakan untuk
membuat karbon aktif dapat berasal dari limbah pertanian, seperti limbah sagu.
Limbah sagu merupakan limbah pertanian yang merupakan limbah
berligninoselulosa. Secara kimia limbah berlignoselulosa kaya akan selulosa yang
dapat diolah menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi seperti karbon aktif
sebagai sorben logam berat. Kandungan pati dan selulosa pada limbah sagu adalah
salah satu alasan yang menjadikannya sebagai sumber karbon (Karthika et al,
2010).
Limbah sagu merupakan hasil samping industri pengolahan pati.
Perkembangan industri pengolahan pati menyebabkan peningkatan hasil
sampingan berupa limbah sagu, diantaranya kulit batang dan ampas sagu. Industri
ekstraksi pati sagu menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu residu selular empulur
2. Perumusan Masalah
Potensi sagu di Indonesia saat ini seluas 1,128 juta ha atau 51,3% dari
2,201 juta ha areal sagu dunia. Beberapa daerah penghasil sagu, di antaranya Irian
Jaya terdapat sekitar 6 juta ha dan daerah Pidie di pantai timur Aceh memiliki
2012 ha lahan untuk produksi sagu dengan kapasitas produksi 527 ton sagu
(McClatchey et al. 2006). Sejauh ini pemanfaatan tanaman sagu cenderung
terfokus pada pati yang dihasilkannya. Namun yang saat ini sering dilupakan
adalah limbah yang dihasilkan. Meningkatnya pemanfaatan tanaman sagu secara
tidak langsung berbanding lurus dengan peningkatan produksi limbah sagu.
Limbah pengolahan sagu berupa kulit batang batang sagu sekitar 17-25% dari
serat batang, sedangkan ampas sekitar 75-83%. Limbah pengolahan sagu
merupakan biomassa lignoselulosa yang mengandung komponen penting, seperti
pati dan selulosa. Biomassa lignoselulosa yang terdapat pada limbah sagu
berpotensi dalam pembuatan karbon aktif sebagai Biosorben. Namun, limbah sagu
belum banyak dimanfaatkan sehingga belum memiliki nilai ekonomi (McClatchey
et al. 2006; Asben 2005). Dari pernyataan tersebut muncullah pertanyaan
mengenai bagaimana potensi limbah sagu sebagai biosorben logam berat di
perairan dan bagaimana potensi limbah sagu sebagai sumber daya lokal?
3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini antara lain:
1. Mengetahui potensi limbah sagu sebagai biosorben logam berat di perairan
2. Meningkatkan nilai ekonomis limbah padatan sagu sebagai biosorben dari
sumber daya potensi local
4. Manfaat
Manfaat penulisan ini adalah menjadikan limbah sagu yang sebelumnya
tidak digunakan secara optimal untuk menjadi biosorben logam berat di perairan
sehingga meningkatkan nilai ekonomis limbah sagu sekaligus memberdayakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sagu
Metroxylon sagu merupakan tumbuhan endemik di Papua, New Britain,
dan Kepulauan Maluku. Papua merupakan pusat diversitas dari M. sagu. Sentra
penanaman sagu di dunia adalah Indonesia dan Papua Nugini, yang diperkirakan
luasan budi daya penanamannya mencapai luas 114.000 ha dan 20.000 ha.
Sedangkan luas penanaman sagu sebagai tanaman liar untuk kedua negara
tersebut diperkirakan mencapai 2.000.000 ha. Adapun sentra penanaman tanaman
sagu di Indonesia adalah Irian Jaya, Maluku, Riau, Sulawesi Tengah dan
Kalimantan.
Gambar 1. Tanaman sagu (McClatchey et al. 2006).
Sagu (Metroxylon sagu) memiliki kandungan pati yang lebih tinggi
dibandingka dengan jenis Metroxylon lainnya, sehingga sagu banyak
dimanfaatkan dalam berbagai industri termasuk pertanian. Saat ini, pemanfaatan
sagu hanya terfokus pada pati yang terkandung di dalamya. Perkembangan
industri pengolahan pati menyebabkan peningkatan hasil sampingan berupa
limbah sagu, diantaranya kulit batang dan ampas sagu. Limbah ikutan pengolahan
sagu berupa kulit batang batang sagu sekitar 17-25% dari serat batang, sedangkan
ampas sekitar 75-83% . Namun, limbah tersebut belum dimanfaatkan secara
Limbah sagu merupakan hasil samping industri pengolahan pati. Industri
ekstraksi pati sagu menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu residu selular empulur
sagu berserat (ampas), kulit batang sagu, dan air buangan. Jumlah kulit batang
sagu dan ampas sagu adalah sekitar 26% dan 14% berdasar bobot total balak sagu.
Biasanya kulit batang sagu dikeringkan dan digunakan untuk kayu bakar,
sedangkan ampas sagu dicampur dengan bahan makanan tambahan dan digunakan
sebagai makanan hewan. Kulit batang sagu dan ampas sagu juga digunakan
sebagai pengisi dalam pembuatan papan partikel (Kiat 2006; Singhal et al. 2008).
Kiat (2006) melaporkan bahwa limbah sagu mengandung komponen
penting seperti pati dan selulosa. Jumlah limbah kulit batang sagu mendekati
26%, sedangkan ampas sagu sekitar 14% dari total bobot balak sagu. Ampas
mengandung 65,7% pati dan dan sisanya merupakan serat kasar, protein kasar,
lemak, dan abu. Dari persentase tersebut ampas mengandung residu lignin sebesar
21%, sedangkan kandungan selulosa di dalamnya sebesar 20% dan sisanya
merupakan zat ekstraktif dan abu. Di sisi lain, kulit batang sagu mengandung
selulosa (57%) dan lignin yang lebih banyak (38%) daripada ampas sagu.
Pemanfaatan tanaman sagu sejauh ini cenderung terfokus pada pati yang
dihasilkannya. Pengolahan batang sagu menjadi pati hanya 16-28%. Hasil ikutan
pengolahan sagu berupa kulit batang dan ampas sekitar 72% merupakan biomassa
limbah sagu hasil industri pengolahan sagu yang masih sangat kurang
pemanfaatannya (Asben 2005).
2. Biosorben
Adsorpsi merupakan suatu proses terkonsentrasinya suatu zat pada
permukaan zat lain. Sistem adsoprsi adalah suatu sistem yang memanfaatkan
kemampuan zat oadat untuk menyerap suatu zat dan proses penyerapan tersebut
hanya berlangsung pada permukaan saja. Zat yang melakukan penyerapan disebut
sebagai adsorben, sedangkan ion, atom, atau molekul yang diserap diesbut sebagai
adsorbat. Proses adsorbsi dengan zat padat telah banyak dilakukan, karena dalam
prosesnya dapat diupayakan untuk proses penghilangan polutan dari suatu aliran
cairan ataupun gas (Danarto, 2007). Proses adsorpsi terbagi atas dua tipe
(Treyball, 1981), yaitu :
a. Pyhsical adsorption atau van der waals adsorption
Adsorpsi ini terjadi karena adanya gaya tarik-menaik antar gaya inter
molekul antara molekul-molekul padatan dengan material yang melayang
b. Chemisorption
Adsorpsi ini diakibatkan oleh proses interaksi yang terjadi antara padatan
dan material yang terserap secara kimiawi
Bahan biosorben merupakan suatu biomassa yang banyak tersedia di alam.
Seleksi dan pemilihan biomassa yang sesuai serta proses treatment awal
merupakan unsur penting dalam mendisain suatu proses biosorpsi (Barleani,
2005).
Biosropsi merupakan suatu proses penyerapan analit oleh biomassa.
Biosorpsi memanfaatkan kemampuan material biologis untuk mengakumulasikan
senyawa logam dalam proses metabolisme ataupun secara fisik dan kimiawi biota
tersebut (Anonim, 2003). Dalam prakteknya, proses biosorpsi menerapkan suatu
sistem adsorpsi dengan memanfaatkan biomassa sebagai biosorben yang pada
akhirnya dapat digunakan dalam suatu usaha melakukan perbaikan kualitas
terhadap air yang tercemar oleh logam berat.
Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria - kriteria
yang sama dengan logam-logam yang lain. Perbedaan terletak pada dari pengaruh
yang dihasilkan bila logam berat ini masuk atau diberikan ke dalam tubuh
organisme hidup (Heryanto, 2004). Istilah logam berat sebetulnya sudah
dipergunakan secara luas, terutama dalam perpustakaan ilmiah, sebagai unsur
yang menggambarkan bentuk dari logam tertentu (Sudarwin, 2008). Karakteristik
dari kelompok logam berat adalah sebagai berikut:
1. Memiliki spesifikasi grafitasi yang sangat besar (lebih dari 4).
2. Mempunyai nomor atom 22 - 23 dan 40 - 50 serta unsur
laktanida dan aktinida.
3. Mempunyai respon biokimia yang khas (spesifik) pada
organisme hidup (Fardiaz , 1995).
Semua logam berat dapat dikatakan sebagai bahan beracun yang akan meracuni
makhluk hidup. Sebagai contoh logam berat kadmium (Cd), timbal (Pb).
Meskipun semua logam berat dapat mengakibatkan keracunan atas makhluk
hidup, sebagian dari logam - logam berat tersebut dibutuhkan oleh makhluk
hidup. Kebutuhan tersebut dalam jumlah yang sangat kecil/sedikit. Tetapi apabila
kebutuhan yang sangat kecil tersebut tidak terpenuhi dapat berakibat fatal
terhadap kelangsungan makhluk hidup. Karena tingkat kebutuhan yang sangat
dipentingkan maka logam - logam tersebut juga dinamakan sebagai logam - logam
esensial tubuh. Bila logam - logam esensial yang masuk ke dalam tubuh dalam
jumlah yang berlebihan, maka berubah fungsi menjadi racun. Contoh dari logam
berat esensial ini adalah tembaga (Cu), seng (Zn), dan nikel (Ni) (Fardiaz, 1995).
A.1. Logam berat Pb, Cd, Hg dalam perairan
Keberadaan logam - logam dalam badan perairan dapat berasal dari sumber
alamiah dan dari aktifitas manusia. Sumber alamiah masuk ke dalam perairan bisa
dari pengikisan batuan mineral. Di samping itu partikel logam yang ada di udara,
karena adanya hujan dapat menjadi sumber logam dalam perairan. Adapun logam
yang berasal dari aktifitas manusia dapat berupa buangan industri ataupun
Kelarutan dari unsur-unsur logam dan logam berat dalam badan perairan dikontrol
oleh derajat keasaman air, jenis dan konsentrasi logam dan khelat serta keadaan
komponen mineral teroksidasi dan sistem yang berlingkungan redoks. Logam -
logam di perairan akan bereaksi dengan ligand - ligand. Ligand ini biasanya
mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan konsentrasi logam.
Sehingga biasanya terjadi kompetensi diantara ligand - ligand tersebut untuk
membentuk senyawa kompleks. Sementara untuk logam - logam seperti Pb (II),
Zn (II), Cd (II) dan Hg (II), mempunyai kemampuan untuk membentuk kompleks
sendiri. Logam-logam tersebut akan mudah membentuk kompleks dengan ion –
ion klorida dan atau sulfat, pada konsentrasi yang sama dengan yang ada di air
laut ( Fardiaz, 1995).
Keadaan logam di perairan juga dipengaruhi oleh interaksi yang terjadi
antara air dengan sedimen. Keadaan ini terutama sekali terjadi pada bagian dasar
perairan. Pada dasar sungai ion - ion logam dan kompleksnya yang terlarut dengan
cepat akan membentuk partikel - partikel yang lebih besar apabila terjadi kontak
dengan partikulat yang melayang - layang dalam badan perairan. Umumnya
logam - logam yang terdapat dalam tanah dan perairan dalam bentuk
persenyawaan, seperti senyawa hidroksida, oksida, karbonat dan sulfida. Senyawa
- senyawa ini sangat mudah larut dalam air. Namun pada perairan yang
mempunyai derajat keasaman mendekati normal atau pada kisaran pH 7 - 8,
kelarutan dari senyawa ini cenderung stabil (Sudarwin, 2008).
Kenaikan derajat asam pada badan perairan biasanya diikuti dengan
semakin kecilnya kelarutan dari senyawa - senyawa logam tersebut. Perubahan
tingkat kestabilan dari larutan tersebut biasanya terlihat dalam bentuk pergeseran
senyawa. Umumnya pada derajat keasaman yang semakin tinggi, maka kestabilan
akan bergeser dari karbonat ke hidroksida. Hidroksida ini mudah sekali
membentuk ikatan permukaan dengan partikel yang berada pada badan perairan.
Lama – kelamaan persenyawaan yang terjadi antara hidroksida dengan partikel
yang berada dalam badan perairan akan mengendap dan membentuk lumpur
(Fardiaz, 1995).
Risiko toksisitas berarti besarnya kemungkinan zat kimia untuk
menimbulkan keracunan. Hal ini tergantung dari besarnya dosis, konsentrasi, lama
dan seringnya pemaparan, juga cara masuk dalam tubuh (Kusnoputranto, 1996),
serta gejala keracunan antara lain disebabkan oleh adanya pencemaran/polusi.
Pencemaran merupakan keadaan yang berubah menjadi lebih buruk, keadaan yang
berubah karena akibat masuknya bahan - bahan pencemar. Bahan pencemar
umumnya mempunyai sifat toksik (racun) yang berbahaya bagi organisme hidup.
Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu
terjadinya pencemaran (Fardiaz, 1995).
Kegiatan toksisitas antara lain adalah menguji sifat - sifat dari efek negatif
yang ditimbulkan oleh bahan kimia/fisika, memperkirakan efek negatif yang
mungkin akan timbul karena keberadaan suatu bahan kimia/fisika. Klasifikasi
toksisitas dapat digolongkan menurut:
a. Berdasar durasi waktu timbulnya efek
Toksisitas dapat dikelompokkan menjadi : toksisitas akut sifatnya
mendadak, dalam waktu singkat, efeknya reversibel, serta toksisitas
kronis, durasi waktu lama, konstan serta terus menerus, efeknya
permanen atau irreversibel.
b. Berdasar tempat bahan kimia (toksikan) tersebut berefek: toksikan
lokal (efek terjadi pada tempat aplikasi atau exposure, di antara
toksikan dan sistem biologis) serta toksisitas sistemik (toksikan
diabsorpsi ke dalam tubuh dan di distribusi melalui aliran darah dan
mencapai organ di mana akan terjadi efek).
c. Berdasar respons yang terjadi dan organ di mana bahan kimia
tersebut mempunyai efek, toksisitas dibedakan : hepatotoksin,
nefrotoksin, neurotoksin, imunotoksin,teratogenik karsinogenik serta
allergen sensitizers (bahan kimia/fisika yang bisa merangsang
timbulnya reaksi alergi), karsinogenik.
Efek dari interaksi kimia (sinergis, potensiasi, dan antagonis) yang
1. Sinergis apabila dua bahan kimia yang mempunyai sifat toksi yang
sama, ketika digabungkan mempunyai efek toksik yang jauh lebih
besar dibanding dari hasil perhitungan atau penjumlahan efek dari
keduanya.
2. Potensiasi apabila zat kimia tidak mempunyai efek toksik sama
sekali namun apabila ditambahkan zat kimia yang lain yang
mempunyai efek toksik maka akan meningkatkan toksisitas dari zat
kimia kedua.
3. Antagonis apabila beberapa zat kimia digabungkan akan saling
mengurangi efek toksik dari masing - masing zat kimia tersebut
(Darmono, 2001).
Pembangunan di Indonesia diutamakan pada sektor industri. Kemajuan
dari sektor industri memberikan efek samping bagi manusia sendiri yaitu
timbulnya pencemaran, berupa buangan atau limbah industri yang mengandung
gugus logam berat (Fardiaz, 1995). Pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah
industri yang mengandung logam berat misalnya As, Cd, Pb, dan Hg dapat
berakumulasi dalam tanaman misalnya padi,rumput, sayuran, dan jenis tanaman
lain yang digunakan makanan ternak (Darmono, 2001 ).
Akibat yang ditimbulkan dari pencemaran adalah terganggunya aktivitas
kehidupan makhluk hidup, terlebih apabila organisme tersebut tidak mampu
mendegradasi bahan pencemar tersebut, sehingga bahan tersebut terakumulasi
dalam tubuhnya. Peristiwa tersebut akan mengakibatkan terjadinya biomagnifikasi
dari organisme satu ke organisme yang lain yang mempunyai tingkatan yang lebih
tinggi. Risiko apabila mengkonsumsi pakan mengandung bahan toksik setiap
harinya adalah akumulasi bahan toksik tersebut sehingga konsentrasi dalam tubuh
hewan lebih tinggi dari pada konsentrasi yang terkandung dalam pakan yang
dikonsumsi. Bila seekor hewan mengandung bahan toksik dikonsumsi hewan
lainnya maka hewan kedua memiliki konsentrasi bahan toksik lebih tinggi dari
hewan pertama, demikian juga hewan ketiga yang memakan hewan kedua,
rangkaian proses tersebut disebut ”food chain” (Darmono, 2001).
Timbal mempunyai berat atom 207,21; berat jenis 11,34; bersifat lunak
serta berwarna biru atau silver abu - abu dengan kilau logam, nomor atom 82
mempunyai titik leleh 327,4ºC dan titik didih 1.620ºC. Timbal termasuk logam
berat ”trace metals” karena mempunyai berat jenis lebih dari lima kali berat jenis
air. Bentuk kimia senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan akan
mengendap pada jaringan tubuh, dan sisanya akan terbuang bersama bahan sisa
metabolisme. Timbal adalah sebuah unsur yang biasanya ditemukan di dalam batu
- batuan,tanah, tumbuhan dan hewan. Timbal 95% bersifat anorganik dan pada
umumnya dalam bentuk garam anorganik yang umumnya kurang larut dalam air.
Selebihnya berbentuk timbal organik. Timbal organik ditemukan dalam bentuk
senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Tetra Methyl Lead (TML). Jenis senyawa
ini hampir tidak larut dalam air, namun dapat dengan mudah larut dalam pelarut
organik misalnya dalam lipid. Waktu keberadaan timbal dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti arus angin dan curah hujan. Timbal tidak mengalami
penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai partikel. Karena timbal
merupakan sebuah unsur maka tidak mengalami degradasi (penguraian) dan tidak
dapat dihancurkan (Tyas, 1998). Timbal banyak dimanfaatkan oleh kehidupan
manusia seperti sebagai bahan pembuat baterai, amunisi, produk logam (logam
lembaran, solder, dan pipa), perlengkapan medis (penangkal radiasi dan alat
bedah), cat, keramik, peralatan kegiatan ilmiah/praktek (papan sirkuit/CB untuk
komputer) untuk campuran minyak bahan - bahan untuk meningkatkan nilai
oktan.Konsentrasi timbal di lingkungan tergantung pada tingkat aktivitas
manusia,misalnya di daerah industri, di jalan raya, dan tempat pembuangan
sampah. Karena timbal banyak ditemukan di berbagai lingkungan maka timbal
dapat memasuki tubuh melalui udara, air minum, makanan yang dimakan dan
tanah pertanian (Sudarwin, 2008).
A.4. Tembaga (Cu)
Cu memiliki nomor atom 29 dalam barisan unsur-unsur di bumi. Massa
atom yang dimiliki sebessar 63.546 gram/mol. Tembaga memiliki titik lebur
Cu termasuk dalam kelompok logam essensial, di mana dalam kadar yang
rendah, unsur ini dibutuhkan oleh organisme untuk dijadikan sebagai Ko-enzim
dalam proses metabolisme tubuh, sifat racun dalam Cu akan Nampak ketika
pemakaian Cu yang telrlalu berlebihan dan dalam konsentrasi yang tinggi. Biota
perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam badan perairan di mana ia
hidup. Konsentrasi Cu terlarut dalam air laut sebesar 0,01 ppm dapat
mengakibatkan kematian fitoplankton. Kematian tersebut disebabkan daya racun
Cu telah menghambat aktivitas enzim dalam pembelahan sel fitoplankton.
Jenis-jenis yang termasuk dalam keluarga Crustasea akan mengalami kematian dalam
tenggang waktu 96 jam, bila konsentrasi Cu berada dalam kisaran 0.17-100 ppm.
Dalam tenggang waktu yang sama, biota yang tergolong ke dalam keluarga
moluska akan mengalami kematian bila kadar Cu yang terlarut dalam badan
perairan di mana biota tersebut hidup berkisar antara 0.16-0.5 ppm, dan kadar Cu
sebesar 2.5-3.0 ppm dalam badan perairan telah dapat membunuh ikan-ikan
(Bryan, 1976).
Bahaya bagi manusia jika terpapar logam berat Cu akan menyebabkan
adanya gangguan pada pernafasan, iritasi, sakit perut, muntah-muntah, dan diare.
Jika dibiarkan terlalu lama, maka akan menyebabkan sakit serius, seperti sakit
BAB III
METODE PENULISAN
Sebelum melakukan penulisan dilakukan studi literature terlebih dahulu.
Studi literature dilakukan dengan mencari informasi melalui media maupun
internet. Kemudian didapat informasi bahwa banyak daerah perairan laut di
Indonesia mengalami pencemaran logam berat yang berbahaya bagi ekosistem
maupun kesehatan manusia. Setelah itu dilakukan perumusan masalah dan
pencarian solusi dari masalah tersebut dengan memanfaatkan sumber daya alam
berupa potensi lokal yakni limbah padat Metroxylon sagu sebagai suatu biosorben
alami yang dapat dinaikkan nilai ekonominya dengan menjadikan sebagai
biosorben alami dalam proses bioremediasi perairan tercemar limbah logam berat.
A. Teknik Pengumpulan Data
Data-data yang digunakan dalam penulisan karya ilmuah ini didapat melalui :
1. Studi Pustaka
Untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan,
maka dilakukan pengumpulan berbagai pustaka dan penelitian-penelitian
terkait mengenai manfaat, kelebihan, dan kemampuan limbah Metroxylon
sagu. Hasil-hasil dikumpulkan dan dikompilasi menjadi satu sebagai
referensi yang digunakan oleh penulis untuk menganalisis permasalahan
lebih lanjut.
2. Studi Komparasi
Studi komparasi dilakukan dengan membandingkan hasil karya yang telah
ada dengan ide yang penulis ajukan, dengan metode analisis yang
disesuaikan dengan menganalisis permasalahan lebih lanjut.
B. Teknik Analisis dan Sintesis
Teknik analisis yang dilakukan dalam penulisan karya tulis ini mencangkup empat
tahap, meliputi:
Seleksi data meliputi proses pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan dan
abstraksi dari data yang diperoleh pada saat studi pustaka. Seleksi data
dimaksudkan agar data yang akan ditampilkan lebih fokus dan membuang
data yang tidak berhubungan dengan tujuan penulisan, agar kesimpulan
akhir dapat diambil dengan lebih baik dan sesuai dengan tujuan penulisan.
2. Sajian Data
Hasil seleksi data selanjutnya disajikan dalam susunan informasi yang
stabil. Penulisan karya tulis ini menyajikan data yang diperoleh melalui
teknik dokumentasi secara lengkap. Kemudian di analisis sehingga
mendapat sajian data yang jelas dari permasalahan yang diangkat dalam
penulisan ini.
3. Analisis Solutif
Analisis solutif dilakukan dengan mendeskripsikan hasil sajian data yang
selanjutnya diinterpretasikan melalui serangkaian pembahasan yang
sistematis untuk mendapatkan simpulan koheren dengan tujuan penulisan.
Teknik sintesis merupakan langkah terakhir dalam analisis data. Teknik
sintesis dimaksudkan untuk menghasilkan alternatif pemecaham masalah
dan gagasan yang kreatif, yaitu menjadikan limbah padat Metroxylon sagu
sebagai biosorben di perairan laut tercemar untuk memperbaiki kualitas
perairan tersebut.
4. Penarikan Simpulan
Data yang telah diinterpretasikan melalui serangkaian pembahasan yang
sistematis kemudian dibuat dalam suatu simpulan yang merupakan
BAB IV PEMBAHASAN
1. Potensi Limbah Sagu Sebagai Biosorben Logam Berat di Wilayah Perairan
Wilayah perairan merupakan sumber daya yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Adanya peningkatan pada aktivitas manusia, berupa
perkembangan pesat pada wilayah industri serta meningkatnya limbah rumah
tangga, terutama Indonesia sebagai negara berkembang, meningkatkan resiko
terjadinya degradasi kualitas lingkungan perairan di banyak wilayah Indonesia
(Suwondo et al, 2005). Seperti diketahui sebelumnya, banyak daerah di Indonesia
memanfaatkan sumber daya alam di wilayah perairan sebagai suatu sumber daya
melimpah yang dijadikan sebagai bahan pangan ataupun dijadikan sebagai sentra
dalam bidang perdagangan. Misalnya, wilayah laut Indonesia yang sangat luas,
menjadikan Indonesia kaya akan keberadaan ikan air asin, begitu juga wilayah
danau dan sungai di Indonesia yang menyediakan berbagai macam ikan air tawar
yang banyak di konsumsi oleh masyarakat Indonesia. Masuknya logam berat ke
dalam wilayah perairan, akan menyebabkan adanya akumulasi terhadap
biota-biota perairan yang pada akhirnya pada tingkatan hierarki aliran energi, maka
manusia menjadi konsumen tertinggi dan menjadi bagian hierarki di mana
akumulasi logam berat paling besar terjadi di tingkatan ini. Logam berat akan
menjadi zat berbahaya bagi tubuh ketika konsentrasi dalam tubuh melebihi batas
toleransi tubuh (Wahi et al, 2010). Oleh sebab itu, akan sangat tepat ketika
penggunaan bahan lokal dalam hal ini limbah padat Metroxylon sagu, yang pada
dasarnya tersedia di alam pertanian Indonesia, untuk dijadikan sebagai biosorben
alami sebagai suatu alternatif pengolahan limbah yang masuk ke dalam perairan
Indonesia, sebagai langkah untuk mengembalikan kualitas perairan tercemar
limbah logam berat, dan meningkatkan nilai guna limbah pertanian tersebut
(Surchi, 2011).
Limbah padat Metroxylon sagu memiliki potensi sebagai biosorben alami
penelitian (Karthika et al, 2010) limbah padat sagu mampu dijadikan sebagai
biosorben untuk menyerap logam berat Pb. Penelitian tersebut mengungkapkan
bahwa kapasitas maksimum untuk adsorpsi sebesar 14,35 mg/g pada pH 3.5.
Berdasarkan penelitian (Maheswari et al, 2007), penggunaan limbah padat sagu
juga mampu melakukan penyerapan terhadap logam berat Cu. Kapasitas adsorpsi
yang didapatkan yakni 32,467 mg/g pada pH 4 ± 0,2 pada ukuran partikel
125-250µ. Ada kenaikan yang terjadi pada persentase penyerapan logam berat Cu pada
pH yang berkisar dari 2 hingga 4. Berdasarkan kedua penelitian tersebut, limbah
padat sagu yang banyak dihasilkan dari pengolahan sagu dapat dijadikan sebagai
suatu alternatif hasil pengolahan limbah pertanian yang dapat dijadikan sebagai
suatu karbon aktif yang mampu digunakan dalam mengurangi logam berat yang
dihasilkan dari limbah industri ataupun limbah rumah tangga. Dalam kedua
penelitian tersebut diuangkapkan bahwa area permukaan karbon aktif yang
dihasilkan dari limbah padat sagu sebesar 625 m2/g. Hasil ini lebih besar daripada
beberapa area permukaan karbon aktif yang dihasilkan dari limbah pertanian
lainnya, seperti kulit kacang, serabut empulur, kulit singkong, serabut kelapa.
Gambar 3. Hasil SEM Pada Area Permukaan Karbon Aktif Limbah Padat Sagu,
Magnifikasi-2500x (Maheswari et al, 2007)
Hal tersebut juga didukung dengan penelitian (Quek et al, 1998) yang
menyatakan bahwa efisiensi penyerapan terhadap logam berat khususnya Cu dan
Pb masing-masing sebesar >75% dan >95%. Dari beberapa penelitian tersebut,
terhadap limbah padat Metroxylon sagu yang nantinya dapat dijadikan sebagai
suatu usaha dalam meningkatkan nilai ekonomi dari limbah padat sagu, sekaligus
sebagai tanaman lokal dengan potensi sebagai biosorben alami yang mampu
dijadikan sebagai bahan karbon aktif yang dapat dipakai oleh industri untuk
mengurangi limbah berupa logam berat.
2. Pemanfaatan Potensi Lokal Metroxylon sagu Sebagai Biosorben Alami dengan Meningkatkan Nilai Guna Limbah secara Ekonomi
Metroxylon sagu adalah tanaman yang banyak terdapat di daerah timur
wilayah Indonesia. Tanaman ini memiliki fungsi dalam hal menyediakan pangan
lokal yakni berupa pangan olahan yang berasal dari tanaman sagu itu sendiri.
Dalam proses pembuatan pangan lokal tersebut, biasanya masyarakat akan
mengambil kulit, serta isi dari batang sagu tersebut untuk kemudian diambil pati
yang berasal dari keduanya, dengan cara dilakukan pencacahan terhadap kulit
batang, dan daerah pith batang, lalu dilakukan pencucian terhadap keduanya, dan
diambil sari pati, yang kemudian diendapkan dalam suatu wadah, hingga pada
akhirnya akan diperoleh tepung sagu yang mengendap pada wadah tersebut.
Pada proses pembuatan pangan lokal tersebut, masyarakat hanya
mengambil sari pati dari tanaman Metroxylon sagu, kemudian ampas sagu atau
limbah padat dari cacahan kulit batang dan bagian isi akan dibuang tanpa
dimanfaatkan kembali. Secara kuantitas, rata-rata limbah pengolahan sagu berupa
kulit batang sagu sekitar 17-25% dari serat batang, sedangkan ampas sagu sekitar
75-83%. Peningkatan pemanfaatan sagu tentu akan berbanding lurus dengan
produksi limbah sagu yang dihasilkan. Artinya banyak sekali limbah sagu yang
akan dihasilkan. Padahal jika dilihat secara kimiawi, limbah pengolahan sagu
merupakan biomassa lignoselulosa yang mengandung komponen penting, seperti
pati dan selulosa. Biomassa lignoselulosa yang terdapat pada limbah sagu
berpotensi dalam pembuatan karbon aktif sebagai biosorben. Pemanfaatan limbah
sagu sebagai biosorben akan menjadikan limbah yang sebelumnya tidak
digunakan sedikitpun dapat dimanfaatkan seluruhnya dalam pembuatan karbon
Jika ditinjau dari potensinya, saat ini di Indonesia terdapat 1,128 juta ha
atau 51,3% dari 2,201 juta ha areal sagu dunia. Beberapa daerah penghasil sagu,
di antaranya Irian Jaya terdapat sekitar 6 juta ha dan daerah Pidie di pantai timur
Aceh memiliki 2012 ha lahan untuk produksi sagu dengan kapasitas produksi 527
ton sagu. Namun seperti yang terlah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya,
pemanfaatan tanaman sagu sejauh ini cenderung terfokus pada pati yang
dihasilkannya dan mengesampingkan limbahnya. Padahal, Limbah sagu dapat
dimanfaatkan sebagai biosorben. Penerapan biosorben dari limbah sagu dalam
skala kecil maupun besar dapat melipatgandakan nilai ekonomi dari limbah sagu
sehingga limbah sagu dapat berperan optimal sebagai potensi sumber daya lokal
bangsa yang sangat potensial untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia dalam
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu limbah
padat sagu dapat dijadikan sebagai biosorben alami, murah, efisien serta
available, yang dapat digunakan sebagai inovasi baru bagi pembuatan karbon
aktif guna mengurangi dan menanggulangi pencemaran perairan oleh logam berat.
Selain itu dengan adanya pemanfaatan limbah padat sagu, dapat meningkatkan
nilai guna dan nilai tambah dari limbah padat sagu yang selama ini tidak banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat ataupun industri yang mengolah sagu.
B. Saran
Perlu adanya suatu penelitian lebih lanjut mengenai instalasi karbon aktif
dari limbah padat sagu, yang nantinya dapat digunakan oleh industri untuk
melakukan proses bioremediasi terhadap limbah industri berupa logam berat,
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Biosorption. http:biosorption.mcgill.ca/BT/BTbrief.htm. Accessed
online 29 Mei 2010.
Anonim. 2010. Copper. http://www.lenntech.com/periodic/elements/cu.htm.
Accessed online 14 September 2011.
Asben A. 2009. Pemanfaatan Limbah Sagu untuk Pengembangan Enzim Selulase
Termite dalam Produksi Bioetanol [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca
Sarjana IPB.
Barleani, Ayu Astra. 2005. Pemodelan proses biosorpsi logam berat pada reaktor
fixed bed : suatu kajian analisis sensitivitas (modelling of heavy metal
biosorption process of fixed bed reactor : a sensitivity analysis study).
Masters Thesis. Program Pasca Sarjana Undip.
Danarto, Y. C., and Emmy Kriswiyanti. 2007. Model Kesetimbangan Adsorpsi Cr
dengan Lumput Laut.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Lingkungan. Universitas
Indonesia: Jakarta.
Fardiaz, S. 1995. Polusi air dan Udara. Penerbit Kanisisus: Yogyakarta
G.W. Bryan, In: A.P.M. Lockwood (Ed.). 1976. Effects of pollutants on Aquatic
Organisms, Cambridge University Press, Cambridge.
Heryanto, Polar. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. CV. Rineka
Capta: Jakarta.
Karthika, C., N. Vennilamani, S. Pattabhi, M. Sekar. Utilization of Sago Waste as
an Adsorbent for the Removal of Pb(II) from Aqueous Solution: Kinetic
and Isotherm Studies. J. Engineering Science and Technology. 26:
1867-1879.
Kiat, L. J. 2006. Preparation and Characterization of Carboxymethyl Sago Waste
and Its Hydrogel [Thesis]. Malaysia: Universiti Putra Malaysia
Kusnoputranto, Haryoto. 1996. Toksikologi Lingkungan. Dirjen Dikti: Jakarta.
Maheswari, P., N. Venilamani, S. Madhava Krishnan, P. S. Syed Shabudeen, R.
Adsorbent for the Removal of Cu(II) Ion form Aqueous Solution. J.
Chemistry. 5(2): 232-242.
McClatchey, W, Manner HI, dan Elevitch CR. 2006. Metroxylon amicarum, M.
paulcoxii, M. sagu, M. salomonense, M. vitiense, and M. warburgii (sago
palm) Arecaceae (palm family). Species Profiles for Pacific Island
Agroforestry. http://www.traditionaltree.org.
Quek, S. Y., Wase, D. A. J., and Forster, C. F. 1998. The Use of Sago Waste for
The Sorption of Lead and Copper. Water S. A. 24(3): 254-256.
Singhal RS, Kennedy JF, Gopalakrishnan SM, Kaczmarek Agnieszka, Knill CJ,
dan Akmar PF. 2008. Industrial production, processing, and utilization
of sago palm-derived products. Carbohydr Polym. 72: 1-20.
Sudarwin. 2008. Analisis Spasial Pencemaran Logam Berat (Pb, Cu, dan Cd)
Pada Sedimen Aliran Sungai dari Tempat Pembunagan Akhir Sampah
Jatibarang Semarang. Thesis S2. Program Pasca Sarjana, Univeritas
Diponegoro, Semarang.
Surchi, Kafia M. Shareef. 2011. Agriculutural Wastes as Low Cost Adsorbent for
Pb Removal: Kinetics, Equilibrium and Thermodynamics. J. Chemistry.
3: 103-112.
Suwondo, Yuslim Fauziah, Syafrianti, dan Sri Wariyanti. 2005. Akumulasi Logam
Cupprum (Cu) dan Zincum (Zn) Di Perairan Sungai Siak Dengan
Menggunakan Bioakumulator Eceng Gondok (Eichhornia crassipes). J.
Biogenesis. 1(2): 51-56.
Tyas. 1998. Analisis Kadar Timah Hitam Dalam Darah dan Pengaruhnya
Terhadap Aktivitas Enzim Delta Aminolevulinic Acid Dehydrate dan
Kadar Haemoglobin Dalam Darah Karyawan di Industri Peleburan
Timah Hitam. Universitas Padjajaran: Bandung.
Treyball, R. E. 1981. Mass-Transfer Operation. 3rd ed. Mc Graw Hill Books Co.,
Singapore.
Wahi, Rafeah, Devagi Kanakaraju and Noor Ashikin Yusuf. 2010. Preliminary
Study on Zinc Removal from Aqueous Solution by Sago Wastes. J.
LAMPIRAN Daftar Riwayat Penulis
1. Ketua Kelompok
Nama : Abrory Agus Cahya Pramana
Fakultas : Biologi
Universitas : Universitas Gadjah Mada
Angkatan : 2010
2. Anggota Kelompok
Nama : R. Aditya Aryandi Setiawibawa
Fakultas : Biologi
Universitas : Universitas Gadjah Mada
Angkatan : 2010
Nama : Rian Septiawan
Fakultas : Biologi
Universitas : Universitas Gadjah Mada