• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Terhadap Peternakan. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Persepsi Masyarakat Terhadap Peternakan. docx"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

PERENCANAAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP USAHA PETERNAKAN SAPI POTONG DI DESA LOMPO TENGAH, KECAMATAN TANETE RIAJA,

KABUPATEN BARRU.

KELOMPOK VI

KARTINA I111 12 017

SRI WAHYUNINGSIH I111 12 026

MEGAWATI I111 12 040

PADU L PASAMPANG I111 12 260 M. ASFAR SYAFAR I111 12 286

KURNIATI I111 12 291

RAHMAT HIDAYAT I111 12 309 ISNAWATI MUHAJIR I111 12 321

DARMAWANGSA I111 12 902

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

(2)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat di pedesaaan di Indonesia. Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Namun, produksi daging sapi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan karena populasi dan tingkat produktivitas ternak rendah. Rendahnya populasi sapi potong antara lain disebabkan sebagian besar ternak dipelihara oleh peternak berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas. Industri peternakan sapi potong sebagai suatu kegiatan agribisnis mempunyai cakupan yang sangat luas. Rantai kegiatan tidak terbatas pada kegiatan produksi di hulu tetapi juga sampai kegiatan bisnis di hilir dan semua kegiatan bisnis pendukungnya (Murtidjo, 1990).

(3)

Persepsi adalah merupakan hasil interaksi antara dunia luar individu (lingkungan) dengan pengalaman individu yang sudah diinternalisasi dengan sistem sensorik alat indera sebagai penghubung, dan dinterpretasikan oleh system syaraf di otak (Suharto, 2005). Pembangunan peternakan sapi potong tidak akan lepas dari persepsi masyarakat disekitar lingkungan tempat didirikannya usaha peternakan. Hal inilah yang melatar belakangi dilaksanakannya praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan.

I.2Tujuan Praktek Lapang

Tujuan yang ingin dicapai pada Praktek Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan ini agar dapat mengetahui persepsi masyarakat terhadap usaha peternakan sapi potong di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.

I.3 Kegunaan Praktek Lapang

Praktek Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, antara lain:

a. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap usaha peternakan usaha sapi potong di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Umum Usaha Ternak Sapi Potong

Sapi potong asli Indonesia adalah sapi potong yang sejak dahulu kala sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia, tetapi sudah berkembang biak dan dibudidayakan lama sekali di Indonesia, sehingga telah mempunyai ciri khas tertentu. Bangsa sapi potong asli Indonesia hanya sapi Bali (Bos Sondaicus), sedangkan yang termasuk sapi lokal adalah sapi Madura dan sapi Sumba Ongole (Soehartono, 2010).

Memelihara sapi sangat menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan daging atau susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai potensi tenaga kerja. Sapi potong sebagai penghasil daging, persentase karkas (bagian yang dapat dimakan) cukup tinggi, yaitu berkisar antara 45% - 55% yang dapat dijual pada umur 4-5 tahun (Rianto dan Purbowati, 2006).

Bibit ternak, dari segi usaha peternakan sapi potong mempunyai arti penting dalam mendukung keberhasilan usaha. Sedangkan dari segi pemeliharaan sendiri, tujuan ternak sapi potong di kenal dua alternatif, yaitu:

 Usaha pemeliharaan sapi potong bibit bertujuan pengembangbiakan sapi potong. Keuntungan yang diharapkan adalah hasil keturunannya.

 Usaha pemeliharaan sapi potong bakalan bertujuan memelihara sapi potong dewasa, untuk selanjutnya digemukkan. Keuntungan yang diharapkan adalah hasil penggemukan.

(5)

secara umum yang menjadi pilihan petani peternak, adalah sapi potong yang pada umumnya dipelihara di daerah atau lokasi peternakan, dan yang paling mudah pemasarannya (Murtidjo,1990).

Di indonesia cukup banyak dikenal sapi potong lokal, jenis sapi potong impor, maupun sapi peranakan atau hasil silangan yang dikembangkan lewat kawin suntik (inseminasi buatan). Penilaian keadaan individual sapi potong yang akan dipilih sebagai sapi potong bibit atau bakalan, pada prinsipnya berdasarkan pada umur, bentuk luar tubuh, daya pertumvbuhan dan temperamen Namun secara praktis yang umumnya dipergunakan dalam penilaian individual, adalah mengamati bentuk luar, yakni bentuk tubuh umum, ukuran vital dari bagian-bagian tubuh, normal tidaknya pertumbuhan organ kelamin, dan dari sudut silislah tidsak terlepas dari faktor genetis sapi potong. (Murtidjo, 1990)

(6)

Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Dari jenis-jenis sapi potong itu, masing-masing mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan). Sapi-sapi Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura. Dari populasi sapi potong yang ada, yang penyebarannya dianggap merata masing-masing adalah: sapi Bali, sapi PO, Madura dan Brahman. Memelihara sapi potong sangat menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan daging dan susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai tenaga kerja. Sapi juga dapat digunakan menarik gerobak, kotoran sapi juga mempunyai nilai ekonomis, karena termasuk pupuk organik yang dibutuhkan oleh semua jenis tumbuhan. Kotoran sapi dapat menjadi sumber hara yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi lebih gembur dan subur (Yusdja Y, 2004).

II.2 Tinjauan Umum Perencanaan Pembangunan Peternakan

Direktorat Jenderal Peternakan menekankan bahwa pola perencanaan pembangunan Peternakan menganut prinsip sinergi antara pola top downpolicy dengan bottom up planning. Dengan pola ini sangat diharapkan bahwa kegiatan yang dilakukan benar-benar sesuai dengan tujuan nasional, potensi dan kebutuhan daerah (Ditjennak Peternakan, 2011).

(7)

apabila peternakan dijadikan platform pembangunan nasional. Untuk itu revitalisasi peternakan menjadi sangat penting. Ada beberapa keywords untuk mencapai keberhasilan pembangunan peternakan, yaitu: keberpihakan, koordinasi, sumberdaya manusia, dan investasi (Ditjennak Peternakan, 2011).

Keberpihakan. Revitalisasi peternakan memerlukan keberpihakan dari

seluruh komponen bangsa, terutama politisi dan pengambil kebijakan agar menempatkan peternakan yang kaya potensi dan merupakan mata pencaharian mayoritas masyarakat, menjadi sub sektor yang perlu mendapatkan dukungan konkrit. Dukungan dapat berupa penyediaan infrastruktur, kebijakan moneter dan permodalan, asuransi, serta jaminan pemasaran yang adil. Dalam era globalisasi, tanpa adanya keberpihakan, keniscayaan tentang revitalisasi peternakan itu hanyalah angan-angan belaka (Ditjennak Peternakan, 2011).

Koordinasi. Pertanian termasuk peternakan didalamnya merupakan sektor

(8)

Sumberdaya Manusia. Kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang masih

rendah juga menjadi persoalan. Sebagian besar (sekitar 79,5%) SDM yang bekerja pada sektor pertanian adalah lulusan atau tidak tamat Sekolah Dasar. Kondisi tersebut menggambarkan pentingnya perhatian pemerintah dalam peningkatan kualitas SDM. Secara umum indeks pengembangan SDM Indonesia masih rendah (lebih rendah dibandingkan Sri Langka dan Vietnam). Investasi dalam peningkatan kualitas SDM adalah investasi jangka panjang yang mutlak dilakukan (Ditjennak Peternakan, 2011).

Investasi. Peningkatan iklim investasi terutama melalui jaminan

keamanan, stabilitas politik dan kepastian hukum sangat dibutuhkan untuk revitalisasi peternakan, untuk mendorong pebisnis menanamkan modalnya di sektor agribisnis. Revitalisasi peternakan akan berjalan cepat sesuai harapan apabila key parties yaitu Academician, Businessman, and Government(ABG) dapat bersinergi dalam visi yang sama. Akademisi di semua instansi dan masyarakat harus menyumbangkan pemikiran/konsep pembangunan, teknologi, SDM yang berkualitas, dan menjadi moral force dalam percepatan pembangunan. Iklim investasi harus terus diperbaiki agar pebisnis dapat terpacu menanamkan modalnya di Indonesia dan mengisi program-programnya yang telah dicanangkan, sedangkan pemerintah harus mendorong pembangunan melalui kebijakan/peraturan yang tepat, pembangunan infrastruktur, memberikan prioritas dalam alokasi anggaran pendidikan dan menyelenggarakan pemerintahan yang bersih (goodgovernance) (Ditjennak Peternakan, 2011).

(9)

khususnya masyarakat petani peternak, agar mampu melaksanakan usaha produktif dibidang peternakan secara mandiri. Usaha tersebut dilaksanakan bersama oleh petani peternak, pelaku usaha dan pemerintah sebagai fasilitator yang mengarah kepada berkembangnya usaha peternakan yang efisien dan memberi manfaat bagi petani peternak. Pembangunan peternakan di Indonesia ditujukan kepada upaya peningkatan produksi peternakan yang sekaligus untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani peternak, memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, mendorong pengembangan Agroindustri dan Agribisnis (Saputra, 2009.).

Pembangunan peternakan di Indonesia memiliki prospek yang cerah dimasa yang akan datang, hal ini disebabkan karena besarnya jumlah penduduk sehingga secara matematis permintaan akan produk peternakan seperti daging, telur dan susu akan semakin meningkat pula. Salah satu sub sektor peternakan yang berperan dalam penyediaan protein hewani adalah dibidang perunggasan. Telur merupakan salah satu bahan pangan hewani yang paling lengkap gizinya (Ratna, 2012).

(10)

1. Bagian dari prioritas pembangunan ketahanan pangan nasional sesuai Peraturan Presiden No.5/2010 tentang Rencana Pembangunan jangka Menengah Nasiona 2010-2014 (RPJMN 2010-2014)

2. Pengarahan Bapak Presiden RI kepada Mentri dan Gubernur se-Indonesia dalam Rapat kerja Program Percepatan dan Peningkatan Ekonomi Nasional yang dilaksanakan tanggal 19-21 April 2010.

3. Peraturan Presiden No.32 tahun 2011, tentang Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (MP3EI 2011-2025) telah ditetapkan bahwa kegiatan ekonomi utama bidang peternakan difokuskan pada Koridor Ekonomi Bali-Nusa tenggara.

4. Blue Print Program Swasembada Daging Sapi 2014 (PSDS 2014) yang diterbitkan berdasarkan Permentan No.19/Permentan/OT.140/2/2010, tentang Pedoman Umum Swasembada Daging Sapi 2014.

Dalam hubungan itu semua, tantangan mendasar yang timbul dalam perencanaan pembangunan adalah bagaimana menjaga konsistensi antara dasar Negara sebagai falsafah bangsa dalam bernegara yang merupakan “pemersatu jiwa dan pemikiran bangsa” dengan pilihan paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, dan antar keduanya dengan stategi. Kebijakan, program, kegiatan-kegiatan, dan kinerja pembangunan (Ratna, 2012).

(11)

1. Koordinasi bidang pengembangan urusan perikanan dan peternakan, dengan sasaran meningkatnya koordinasi kebijakan, serta indikator jumlah rekomendasi pembangunan peternakan dan veteriner, diseminasi, promosi dan publikasi.

2. Penelitian dan pengembangan peternakan dan veteriner, dengan sasaran meningkatnya inovasi teknologi peternakan veteriner mendukung program percepatan produksi swasembada, serta dengan indikator: a)Jumlah SDG peternakan, TPT dan veteriner yang dikonservasi dan dikaterisasi b) Jumlah galur baru ternak dan TPT yang dihasilkan c)Jumlah inovasi peternakan, TPT dan veteriner yang dihasilkan dan dialihkan/didesiminasikan kepada pengguna.

3. Peningkatan kuantitas dan kualitas benih dan bibit dengan mengoptimalkan sumber daya lokal, dengan sasaran dan indikator sebagai berikut: a) Sasaran peningkatan kualitas dan kuantitas benih dan bibit ternak, dengan indikator peningkatan kualitas semen (dosis) b) Sasaran penguatan kelembagaan pembibitan dengan good breeding practices, dengan indikator peningkatan produksi embrio c) Sasaran penerapan standar mutu benih dan bibit ternak, dengan indikator peningkatan kuantitas bibit sapi d) Sasaran penerapan teknologi pembibitan, dengan indikator peningkatan kualitas bibit unggas lokal e) Sasaran pengembangan usaha dan investasi pembibitan, dengan indikator peningktan kuantitas bibit kambing dan domba

4. Peningkatan produksi ternak ruminansia dengan pendayagunaan sumber daya lokal, dengan sasaran meningkatnya populasi dan produksi ternak ruminansia, serta dengan indikator pengembangan ternak potong (ekor), pengembangan sapi perah (ekor), pengembangan integrasi tanaman ternak (unit), pengembangan ternak ruminansia. 5. Peningkatan produksi ternak non ruminansia dengan pendayagunaan sumber daya

(12)

ruminansia serta dengan indikator pengembangan kelompok non unggas, pengembangan pakan ternak dan pengembangan alsin ternak.

II.3 Persepsi Masyarakat Terhadap Usaha Peternakan Sapi Potong

Persepsi pada hakikatnya adalah merupakan proses penilaian seseorang terhadap obyek tertentu. Menurut Suharto (2005) persepsi merupakan aktivitas mengindera, mengintegrasikan dan memberikan penilaian pada obyek-obyek fisik maupun obyek sosial, dan penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan stimulus sosial yang ada di lingkungannya. Sensasi-sensasi dari lingkungan akan diolah bersama-sama dengan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya baik hal itu berupa harapan-harapan,nilai-nilai, sikap, ingatan dan lain-lain.

Setiap individu dalam kehidupan sehari-hari akan menerima stimulus atau rangsang berupa informasi, peristiwa,objek dan lainnya yang berasal dari lingkungan sekitar, stimulus atau rangsang tersebut dinamakan persepsi. Persepsi adalah proses pengolahan informasi dari lingkungan yang berupa stimulus, yang diterima melalui alat indera dan diteruskan ke otak untuk diseleksi, diorganisasikan sehingga menimbulkan penafsiran atau penginterpretasian yang berupa penilaian dari penginderaan atau pengalaman sebelumnya. Persepsi merupakan hasil interaksi antara dunia luar individu (lingkungan) dengan pengalaman individu yang sudah diinternalisasi dengan sistem sensorik alat indera sebagai penghubung, dan dinterpretasikan oleh system syaraf di otak ( Sila R, 2013 ).

(13)

motivasi, harapan, pengalaman masa lalu dan kepribadian), 2) stimulus yang berupa obyek maupun peristiwa tertentu (benda, orang, proses dan lain-lain), 3) stimulus dimana pembentukan persepsi itu terjadi baik tempat, waktu, suasana (sedih, gembira dan lain-lain).

Simamora (2002) menyatakan bahwa secara formal, persepsi dapat didefenisikan sebagai proses dimana seseorang menyeleksi, mengorganisasi dan menginterpretasikan stimulus ke dalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh. Stimulus adalah setiap input yang dapat ditangkap oleh indera seperti produk, kemasan, merek, iklan, harga dan lain-lain. Stimulus yang diterima oleh pancaindera seperti mata, telinga, mulut, hidung dan kulit.

Persepsi bersifat relatif, walaupun suatu objek dapat diperkirakan yang tepat tetapi setidaknya dapat dikatakan bahwa yang satu melebihi yang lain. Dengan demikian, perlu diperhatikan bahwa dalam membuat pesan, persepsi orang lain terhadap bagian-bagian dari pesan tersebut sangat ditentukan oleh bagian yang mendahului pesan itu. Menurut Van Den Ban dan Hawkins (1999), persepsi adalah proses menerima informasi atau stimulus dari lingkungan dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologis. Seorang penyuluh tidak dituntut memahami psikologis persepsi manusia yang rumit, tetapi mereka diminta untuk menghargai timbulnya tafsiran mengenai lingkungan yang berbeda serta bagaimana perbedaan tersebut mempengaruhi perilaku komunikasinya.

(14)
(15)

BAB III

METODE PRAKTEK LAPANG

III.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan dilaksanakan pada tanggal 7–8 November 2014 bertempat di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.

III.2 Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Data kualitatif yaitu data-data yang berbentuk pernyataan/kalimat yang menggambarkan dan menjelaskan indikator-indikator dari peternakan babi yang diamati. Berhubung jenis penelitian kuantitatif, maka data yang sifatnya kualitatif akan diubah menjadi kuantitatif melalui pengukuran skala likert dengan pemberian bobot/nilai.

Adapun sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah :

a. Data primer merupakan data yang bersumber dari hasil wawancara langsung dengan masyarakat yang berlokasi dekat usaha peternakan babi dengan menggunakan kuisioner.

b. Data sekunder yaitu data yang bersumber dari hasil telaah dokumen, buku serta laporan-laporan yang berkaitan dengan penelitian yaitu keadaan umum wilayah penelitian.

III.3 Metode Pengambilan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara : a. Observasi, yaitu pengambilan data yang dilakukan melalui pengamatan

(16)

b. Wawancara, yaitu melakukan wawancara langsung dengan pihak masyarakat mengenai variabel-variabel penelitian dan menggunakan bantuan kuisioner. c. Studi Kepustakaan yaitu berdasarkan beberapa buku sebagai literatur dan

landasan teori yang berhubungan dengan penelitian ini. III.4 Kegiatan yang Dilakukan

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama pelaksanaan Praktek Lapang Perencanaan Peternakan di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru yaitu antara lain:

a. FGD (Focus Group Discussion) yaitu kegiatan yang mempertemukan antara mahasiswa dengan peternak setempat untuk membahas/berdiskusi terkait bagaimana persepsi masyarakat setempat terkait usaha peternakan sapi potong.

(17)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Profil Wilayah dan Gambaran Kondisi Wilayah IV.1.1 Administrasi Wilayah

Berdasarkan data sekunder praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru diperoleh data administrasi wilayah seperti pada tabel berikut:

Tabel 1. Administrasi Wilayah Desa Lompo Tengah

No Dusun Banyaknya RT

Sumber: Data Sekunder Praktek Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan, 2014.

Berdasarkan tabel diatas maka diketahui bahwa Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru merupakan salah satu desa dari 54 desa dan kelurahan di wilayah kabupaten Barru, yang dibelah jalur trans sulawesi tembus Pekkae-Soppeng, terdiri atas 5 dusun yang dibagi dalam 19 RT, dengan luas wilayah desa lompo tengah kurang lebih 429,8 hektar.

IV.1.2 Kondisi Geografis

Desa Lompo Tengah berada pada ketinggian tanah dari permukaan laut yang berkisar 1.500 m dengan curah hujan rata-rata 2.000 mm pertahun dan suhu udara rata-rata 220C - 280C sehingga dengan demikian dapat digolongkan ke dalam suatu daerah beriklim tropis (sedang). Desa lompo tengah berada pada batas-batas sebagai berikut :

(18)

- Sebelah timur : Desa Kading - Sebelah Barat : Desa pao – pao - Sebelah Barat : Desa Lempang

Bila dilihat dari lokasinya, maka orbitasi (jarak dari pusat – pusat pemerintahan sebagai berikut :

- Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan 8.00 Km - Jarak dari ibukota kabupaten adalah 12.00 Km - Jarak dari ibukota provinsi adalah 100 Km IV.1.3 Potensi Sumber Daya Alam

Berdasarkan data sekunder praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru diperoleh data potensi sumber daya alam seperti pada tabel berikut:

Tabel 2. Potensi Sumber Daya Alam

No. Jenis Potensi Jumlah/Volume

1 Sungai 10 km

2 Bukit 2 Ha

3 Pegunungan 10 Ha

4 Sawah 240 Ha

Sumber: Data Sekunder Praktek Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan, 2014.

(19)

IV.1.4 Kondisi Ekonomi

Berdasarkan data sekunder praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru diketahui bahwa kondisi sosial ekonomi diwilayah setempat tergolong sebagai wilayah agraris yang mayoritas wilayahnya terdiri dari hamparan areal persawahan yang luasnya mencapai kurang lebih 248 ha, atau 50% wilayah Desa Lompo Tengah. Luas wilayah perkebunan kurang lebih 160,17 ha, atau 35% wilayah Desa Lompo tengah. Sedangkan untuk wilayah pegunungan dan perbukitan mencapai panjang kurang lebih 5 km. Kondisi alam yang seperti ini membawa dampak pada perekonomian yang didominasi oleh sektor pertanian dan perkebunan. Meskipun begitu, terdapat beberapa penduduk yang bekerja disektor lain misalnya sebagai buruh, tukang, pegawai negeri/ sipil/ swasta, pengrajin usaha- usaha lainnya untuk menambah penghasilan masyarakat, keluarga dan rumah tangga.

IV.1.5 Kondisi Sosial Budaya

Berdasarkan data sekunder praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan diketahui bahwa jumlah penduduk di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru seperti pada tabel berikut:

Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Lompo Tengah

No Dusun

4 Botto Lampe 151 424 304 728 19,0

5 AlakkangE 132 304 263 637 16,6

Jumlah 792 1407 1626 3825 100%

(20)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Desa Lompo Tengah seluruhnya adalah 3.825 Jiwa yang tersebar di 5 Dusun dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) adalah 792 jiwa dengan kepadatan penduduk 1155 / 1 km2. Penduduk dengan jumlah terbanyak berada di Dusun Lisu dengan jumlah 1196 jiwa atau dengan persentase sebesar 31,2%, sedangkan wilayah dengan jumlah penduduk terendah berada di Dusun Botto-Botto yang hanya 480 jiwa atau dengan persentase sebesar 12,5%.

IV.1.6 Infrastruktur Wilayah

Berdasarkan data sekunder praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan diketahui bahwa infrastruktur wilayah yang terdapat di Desa Lompo

Sumber: Data Sekunder Praktek Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan, 2014.

(21)

terdiri atas jalan Negara sepanjang 5 km, jalan desa sepanjang 15 km, jalan dusun sepanjang 10 km, jalan setapak sepanjang 2 km. Dari segi infrastruktur pendidikan berupa gedung sekolah terdiri atas 2 unit MA, 2 unit MTS, 1 unit MI, 5 unit Sekolah Dasar dan 3 unit TK. Sedangkan dari segi infrasturktur kesehatan berupa posyandu terdapat 6 unit dan Puskesmas 1 unit serta infrastruktur desa berupa 1 unit Kantor desa.

IV.1.7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan data sekunder praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan diketahui bahwa jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru diketahui seperti pada tabel berikut:

Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Penduduk Persentase (%)

1 Laki-Laki 1407 46,39%

2 Perempuan 1626 53,61 %

Jumlah 3033 100 %

Sumber: Data Sekunder Praktek Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan, 2014.

(22)

IV.1.8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Mata Pencaharian

Berdasarkan data sekunder praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan diketahui bahwa jumlah penduduk berdasarkan tingkat mata pencaharian di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru diketahui seperti pada tabel berikut:

Tabel 6. Jumlah Kelompok Tenaga Kerja Desa Lompo Tengah

No Mata Pencaharian Jumlah Persentase(%)

(23)

IV.1.9 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan data sekunder praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan diketahui bahwa jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru diketahui seperti pada tabel berikut:

Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan

(24)

IV.2 Kajian FGD (Focus Group Discussion) dan Kuosioner

IV.2.1 Gambaran Umum Responden

Berdasarkan praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan yang telah dilaksanakan di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru diketahui identitas responden seperti pada tabel berikut:

Tabel 8. Identitas Responden Sumber: Data Primer Praktek Lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan,

2014.

Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa dari 5 orang responden usia yang paling muda berusia 31 tahun dan yang tertua berusia 75 tahun. Berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa secara keseluruhan responden berjenis kelamin laki-laki, dengan tingkat pendidikan secara umum Sekolah Menengah Atas (SMA). Berdasarkan jenis pekerjaan diketahui bahwa umumnya responden bekerja sebagai petani/peternak dan selebihnya bekerja sebagai pegawai maupun pensiunan.

(25)

tamatan SMA menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden secara umum sudah cukup baik, hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan yang dijalankan oleh responden pada umumnya tidak membutuhkan tingkat pendidikan yang tinggi, yang mana dengan dominasi mata pencaharian sebagai petani-peternak menunjukkan bahwa mereka lebih banyak menjalankan usaha menggunakan pengalaman dibanding menggunakan ilmu pengetahuan. Selain itu pekerjaan responden yang didominasi oleh petani-peternak didukung oleh kondisi wilayah setempah yang didominasi oleh persawahan dan pegunungan.

IV.2.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Usaha Peternakan Sapi Potong

IV.2.2.1 Peran Kelembagaan Peternakan

Berdasarkan wawancara yang telah dilaksanakan dengan beberapa responden di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru mengenai peranan kelembagaan peternakan dalam Perencanaan Pembangunan Peternakan diwilayah setempat diperoleh beberapa informasi seperti berikut:

a) Menurut Muh. Ali (2014) bahwa peran kelembagaan peternakan di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru sudah cukup baik, hal itu nampak dari intensitas pertemuan anggota kelompok tani-ternak yang cukup rutin yaitu sebanyak 2 kali sebulan. Meskipun begitu responden mengakui bahwa pengaruh kelembagaan peternakan ini belum dapat dirasakan terhadapa perkembangan usaha peternakan yang dijalankan.

(26)

minimal 6 kali dalam setahun. Selain itu responden beranggapan bahwa kelembagaan peternakan diwilayah setempah sangat berdampak baik terhadap usaha peternakan yang dijalankan, dimana responden dapat aktif berdiskusi dengan peternak lainnya terkait masalah pakan, pemanfaatan feses dan hal-hal lainnya.

c) Menurut Musakkir (2014) bahwa peran kelembagaan peternakan di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru masih belum nampak, hal ini terlihat dari rendahnya intensitas pertemuan antara kelompok tani-ternak yang hanya sebanyak 2 kali dalam setahun. Meskipun begitu responden mengakui bahwa kelembagaan peternakan diwilayah setempat memiliki pengaruh yang baik terhadap usaha peternakan yang dijalankan. Yang mana kelembagaan peternakan dapat membantu peternakan dalam usaha kerjasama pengembangan sapi potong, memberikan pengetahuan terkait bagaimana cara memelihara dan merawat sapi yang baik dan benar. d) Menurut Mu’minin (2014) bahwa peran kelembagaan peternakan di Desa

Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru belum dapat dirasakan, yang mana hal ini disebabkan oleh minimnya petermuan antara petani-peternak yang hanya sebanyak 3 kali dalam setahun. Terlebih lagi responden mengakui bahwa kelembagaan peternakan diwilayah setempat belum memiliki pengaruh dan dampak yang baik terhadap usaha peternakan yang dijalankannya.

(27)

petani-peternak dalam setahun. Meskipun begitu responden mengakui bahwa perkembangan peternakan khususnya usaha sapi potong lokal diwilayah setempat sudah semakin berkembang.

IV.2.2.2 Peran Pemerintah

Berdasarkan wawancara yang telah dilaksanakan dengan beberapa responden di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru mengenai peranan pemerintah dalam Perencanaan Pembangunan Peternakan diwilayah setempat diperoleh beberapa informasi seperti berikut:

a) Menurut Muh. Ali (2014) bahwa peran pemerintah terkait pengembangan usaha peternakan di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru sudah cukup baik, hal itu nampak dari intensitas kegiatan penyuluhan yang cukup rutin yaitu sebanyak 1 kali sebulan. Meskipun begitu responden mengakui bahwa peran pemerintah disektor peternakan belum dapat dirasakan terhadapa perkembangan usaha peternakan yang dijalankan. b) Menurut Mukhsin (2014) bahwa peran pemerintah terkait pengembangan

(28)

c) Menurut Musakkir (2014) bahwa peran pemerintah terkait pengembangan usaha peternakan di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru masih belum nampak, hal ini terlihat dari rendahnya intensitas pelaksanaan penyuluhan yang hanya sebanyak 2 kali dalam setahun. Meskipun begitu responden mengakui bahwa peran pemerintah diwilayah setempat memiliki pengaruh yang baik terhadap usaha peternakan yang dijalankan. Yang mana melalui kegiatan penyuluhan peternak dapat mengetahui tatacara penggemukan sapi potong yang baik, serta manajemen pemberian pakan yang benar.

d) Menurut Mu’minin (2014) bahwa peran pemerintah terkait pengembangan usaha peternakan di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru belum dapat dirasakan, yang mana hal ini disebabkan oleh minimnya kegiatan penyuluhan yang hanya dilaksanakan sebanyak 3 kali dalam setahun. Meskipun begitu responden mengakui bahwa kegiatan penyuluhan yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintah terkait memiliki sedikit pengaruh terhadap usaha peternakan yang dijalankan.

(29)

IV.2.2.3 Pandangan Umum Responden

Berdasarkan wawancara yang telah dilaksanakan dengan beberapa responden mengenai persepsi masyarakat terhadap usaha peternakan sapi potong di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru diperoleh beberapa informasi seperti berikut:

a) Menurut Muh. Ali (2014) bahwa kondisi usaha peternakan sapi potong di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru sudah cukup berkembang, hal ini nampak dari antusiasme masyarakat yang lebih memilih mengembangkan sektor peternakan dibanding sektor pertanian karena tingkat keuntungan yang didapat lebih besar. Sejauh ini responden mengakui bahwa tidak ada kendala besar yang dihadapi selama menjalankan usaha peternakan, namun responden mengakui bahwa mereka membutuhkan bantuan dana dari pemerintah untuk membeli indukan sapi Bali dalam rangka pengembangan usaha sapi potong yang dijalankannya.

(30)

pengembangan usaha, kandang yang sempit serta lahan penggembalaan yang sempit. Lebih lanjut peternak membutuhkan modal untuk perbaikan kandang dan pembelian bibit sapi dalam pengembangan usaha sapi potong yang dijalankannya.

c) Menurut Musakkir (2014) bahwa kondisi usaha peternakan sapi potong di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru sudah sangat bagus. Hal ini nampak dari antusiasme peternak setempat yang banyak membeli bibit sapi potong untuk dipelihara melihat potensi peternakan wilayah setempat yang dijadikan sebagai salah satu pusat pengembangan sapi potong lokal. Sejauh ini kendala yang paling sering dihadapi peternak adalah sulitnya untuk mendapatkan pakan hijauan berupa rumput, sehingga peternak membutuhkan bantuan pakan rumput gajah khususnya saat musim kemarau. d) Menurut Mu’minin (2014) bahwa kondisi peternakan sapi potong di Desa

Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru sudah cukup baik, hal ini ditandai dengan peningkatan populasi sapi potong diwilayah setempat. Meskipun begitu responden mengakui bahwa masalah pakan dan penyediaan hijauan menjadi kendala bagi peternak setempat sehingga peternak membutuhkan bantuan hijauan/rumput dan biaya untuk pengembangan usaha peternakan yang dijalankannya.

(31)
(32)

BAB V PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktek lapang Perencanaan Pembangunan Peternakan di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru maka dapat disimpulkan bahwa umumnya masyarakat Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru mengantungkan hidupnya pada profesi pertanian dan peternakan. Penduduk yang berprofesi sebagai peternak mayoritas laki-laki dengan umur kisaran 35-50 tahun.

Tingkat pendidikan peternak di Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru kebanyakan hanya pada tingkat Sekolah Menengah Atas, hal ini menunjukkan bahwa mereka menjalankan usaha peternakan berdasarkan pengalaman dengan sedikit informasi ilmu pengetahuan yang diberikan oleh lembaga peternakan setempat.

(33)

Masyarakat Desa Lompo Tengah, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru memiliki persepsi yang baik terhadap usaha peternakan sapi potong diwilayah setempat. Hal ini nampak dari tingginya jumlah masyarakat yang bergantung terhadap sektor peternakan, selain itu masyarakat beranggapan bahwa sektor peternakan masih lebih menguntungkan dibanding sektor pertanian melihat tingginya keuntungan yang didapat.

V.2 Saran

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, W. 2003. Analisis Usaha Peternakan Sapi Potong Rakyat Berdasarkan. Biaya Produksi dan Tingkat Pendapatan Peternakan . Fakultas Peternakan, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Ditjennak. 2011. Perencanaan Pembangunan Peternakan. Direktorat. Jenderal Peternakan

Lestari S dkk. 2012. Persepsi Masyarakat Terhadap Limbah Usaha Peternakan Sapi Potong. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar.

Muhyadi, 1989. Pengertian Persepsi. Http://infoskripsi.com. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2014.

Mulyadi. 1981. Akuntansi Biaya. Peranan Biaya Dalam Pengambilan Keputusan. Fakultas Ekonomi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Murtidjo, Bzbb.A., 1990. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta

Ratna, 2012. Perencanaan Pembangunan peternakan. http://iniblog-koe. blogspot. com/ html Diakses pada tanggal 29 oktober 2014

Rianto, Edi dan Purbowati, Endang. 2006. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Saputra, 2009. Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong Berwawasan Agribisnis. journal litbang sumut (Online) whttp://elibrary.mb.ipb.ac.id Sila R. 2013. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan RPH di kelurahan

Kambiolangi, Kacamatan Alla, Kabupaten Enrekang. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Simamora, B. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Soehartono. 2010. Usaha Peternakan Sapi Potong. Http://Belajar-ternak.com . Diakses pada tanggal 19 Oktober 2014.

(35)

Van Den Ban dan H.S Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1. Administrasi Wilayah Desa Lompo Tengah
Tabel 2. Potensi Sumber Daya Alam
Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Lompo Tengah
Tabel 4. Infrastruktur Wilayah
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kesimpulan disarankan bahwa untuk dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat dilakukan pemisahan dan pemurnian serta penentuan struktur terhadap

Makna yang dipadukan dengan warna merah dan kuning memiliki makna tersendiri melalui pandangan dari orang Manado, Tionghoa dan Batak' Orang Manado mengatakan"

saham dan dapat dipecah menjadi maksimal 50 transaksi masing-masing 1 lot. Selain perubahan satuan perdagangan, aturan ini juga mengubah aturan mengenai minimum

Dalam pengertian di atas, bila kita lihat dari kasus negara Arab dan Qatar, Qatar berjuang keras untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat embargo yang

1 Populasi perempuan menopause di Indonesia akan meningkat, dengan seegala dampak akibat penurunan hormon estrogen berupa keluhan klimaterik dan peningkatan risiko

Dalam penelitian Tugas Akhir didapatkan data yang diperoleh dari kuesioner yang selanjutnya dilakukan analisis data dan diperoleh tingkat persepsi dan tingkat harapan

[r]

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna atau adanya pengaruh yang signifikan dari perlakuan yang diberikan terhadap hasil belajar