• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENINGKATAN MOBILITAS MANUSIA B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH PENINGKATAN MOBILITAS MANUSIA B"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENINGKATAN MOBILITAS MANUSIA, BARANG, DAN JASA TERHADAP PENYEBARAN PENYAKIT

DAN UPAYA ANTISIPASINYA

Pengelolaan Kesehatan Hewan dan Lingkungan (FKH 300)

OLEH:

KELOMPOK 4

Hana Shabrina B04120167 ( )

Mentari Lentera A B04120178 ( )

Pradifta Ramdani B04120185 ( )

Rindy Fazni Nengsih B04120190 ( )

Alif Rahman B04120220 ( )

FAKULTAS KEDOTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengaruh positif yang disebabkan dari berkembangnya teknologi di segala bidang transportasi, menjadikan manusia dapat dengan mudah berpindah lokasi dengan cepat. Namun di sisi lain penyebaran dari penyakit juga semakin mudah dan cepat. Hal ini disebabkan karena manusia termasuk agen ataupun veKtor dari suatu penyakit. Penyebaran penyakit tidak hanya disebabkan oleh manusia yang sebagai agen ataupun vektor dari suatu penyakit saja, melainkan barang yang dibawa oleh manusia tersebut karena kita tidak dapat menjamin lingkungan sekitar dalam kondisi bebas mikroorganisme pathogen.

Berbicara tentang mobilitas, dalam dunia peternakan dan perdagangan pun terjadi proses mobilitas. Hewan dan barang yang dikirim ataupun diterima, tidak bisa kita simpulkan bebas dari mikroorganisme pathogen yang dapat menginfeksi atau menyeran kita. Apabila daya imunitas kita sedang tidak baik, mikroorganisme pathogen tersebut akan menginfeksi tubuh dan selanjutnya kita akan sakit.

Dalam proses jasa pengiriman hewan dan barang, tidak jarang ditemukan bahwa setelah hewan dan barang tersebut sampai di tujuan, kondisi hewan telah mati atau kondisi barang telah rusak. Hal yang seperti ini juga berpeluang menjadi agen maupun vector penyakit. Untuk itu, pengetahuan mengenai pengaruh terhadap monilitas manusia, barang, dan jasa terhadap penyebaran suatu penyakit sangat dibutuhkan agar dapat diantisipasi sehingga penyakit tersebut tidak menjadi ancaman lingkungan sekitar.

1.2 Tujuan

(3)

BAB II ISI

2.1 Mobilisasi Manusia Terhadap Penyebaran Penyakit

Peningkatan jumlah manusia dengan berbagai akitivitas pekerjaannya menyebabkan penyebaran penyakit semakin mudah dan cepat, baik penularan secara langsung maupun secara penularan yang tidak langsung. Penularan secara langsung dapat melalui gigitan nyamuk malaria mapun demam berdarah (dengue) yang merupakan vektor penyakit dan penderita yang terkena tidak mengenali bahkan mengapresiasi faktor risiko atau potensi penularan yang berkaitan dengan orang, hewan domestik atau satwa liar, dan lingkungan.

Penyakit lainnya yang sering terserang pada manusia adalah leptospirosis. Leptospira merupakan salah satu contoh agen patogen penyakit yang faktor penyebarannya dipengaruhi oleh faktor kegiatan manusia dan mobilitasnya. Perjalanan yang dilakukan manusia baik di hutan belantara atau di alam bebas menyebabkan terjadinya kontak dengan atau tidak sengaja menelan air yang terkontaminasi leptospira.

Leptospira merupakan agen patogen yang memiliki reservoir infeksi, yakni hewan domestik dan satwa liar seperti anjing, singa laut, dan tikus dan ditularkan dengan cara mengekskerikan leptospira melalui urin. Leptospira memerlukan tanah yang lembab ataupun air yang tergenang untuk mempertahankan virulensi dan persistensi di luar tubuh inang. Penyakit leptospirosis banyak terjadi pada penyelam, perenang, pekerja kanal, dan wisatawan yang berpetualang melintasi hutan dan rawa.

2.2 Mobilisasi Barang Terhadap Penyebaran Penyakit

(4)

Salah satu sumber penularan penyakit adalah mobilitas produk pangan asal hewan yang berasal dari tempat yang tidak memiliki higiene pangan yang baik. Mobilitas pangan dan pakan, mulai dari proses pengolahan sampai distribusi sangat rentan terkena cemaran yang dapat menularkan penyakit jika tidak ada higiene yang baik.

Seperti kita ketahui, wabah penyakit zoonosis seperti adanya gejala keracunan yang menyebabkan diare adalah contoh akibat terjadinya mobilisasi bahan makanan yang tidak ditangani dengan baik. Disamping itu, uji laboratorium terhadap pangan asal hewan masih ditemukan kuman-kuman patogen Stapylococcus aureus dan Salmonella sp. yang dapat menimbulkan kecemasan pada masyarakat.

Penyakit pada hewan dapat ditularkan langsung maupun tidak langsung melalui produk pangan asal hewan seperti daging, susu, telur termasuk penyakit akibat mengkonsumsi makanan (foodborne disease) dan penyakit yang disebabkan masuknya agen patogen ke dalam saluran pencernaan (food infection).

Produk pangan asal ternak beri

siko tinggi terhadap cemaran mikroba yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh pangan asal ternak adalah penyakit antraks, salmonelosis, brucellosis, tuberkulosis, klostridiosis, dan penyakit akibat cemaran Staphylococcus aureus (Supar dan Ariyanti 2005). Setelah ternak dipotong, mikroba yang terdapat pada hewan mulai merusak jaringan sehingga bahan pangan hewani cepat mengalami kerusakan bila tidak mendapat penangan yang baik. Mikroba pada produk ternak terutama berasal dari saluran pencernaan. Apabila daging tercemar mikroba saluran pencernaan maka daging tersebut dapat membawa bakteri patogen seperti Salmonella. Menurut Rahayu (2006), bakteri patogen dari daging yang tercemar dapat mencemari bahan pangan lain seperti sayuran, buah-buahan, dan makanan siap santap bila bahan pangan tersebut diletakkan berdekatan dengan daging yang tercemar.

(5)

panjang menyebabkan produk ini rentan terhadap cemaran mikroba. Dalam pengolahan sate ayam ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan sebagai titik kendali kritis, yaitu tahap penyiapan (pemotongan dan penusukan), pembekuan, pemanggangan, serta pengangkutan dan penyajian (Harmayani et al. 1996).

Susu sapi yang berasal dari sapi yang sehat dapat tercemar mikroba non patogen yang khas segera setelah diperah. Pencemaran juga dapat berasal dari sapi, peralatan pemerahan, ruang penyimpanan yang kurang bersih, debu, udara, lalat dan penanganan oleh manusia (Volk dan Wheeler 1990). Beberapa bakteri patogen yang umum mencemari susu adalah Brucella sp., Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, Campylobacter sp., Staphylococcus aureus, dan Salmonella sp. (Adams dan Motarjemi 1999).

Lebih dari 90% kejadian penyakit pada manusia disebabkan mengonsumsi makanan yang tercemar bakteri patogen, seperti penyakit tipus, disentri, botulisme, dan intoksikasi bakteri lainnya seperti hepatitis A (Winarno 1997).

Pangan membawa berbagai jenis mikroba, yang dapat berasal dari mikroflora alami tanaman atau hewan, baik yang berasal dari lingkungan maupun yang masuk selama pemanenan atau penyembelihan, distribusi, penanganan pascapanen, pengolahan, serta penyimpanan produk.

2.3 Mobilisisasi Jasa Transportasi Terhadap Penyebaran Penyakit

Seiring dengan kemajuan teknologi, alat transportasi pun mengalami perkembangan dari zaman ke zaman, yakni mulai dari penggunaan kuda dan kapal layar berubah ke penggunaan kapal uap, kereta api, otomobil dan pesawat udara sehingga dapat mencapai suatu daerah dalam waktu singkat. Pada tahun 2006, penerbangan udara dari perjalanan internasional mencapai 46%, perjalanan darat 43%, transportasi air 7%, dan kereta api 4% (Chen 2008). Hal ini menunjukkan bahwa risiko penumpang untuk terkena penyakit menular semakin tinggi mengingat jaringan penerbangan global yang menghubungkan hampir seluruh wilayah di dunia dan bercampurnya manusia dari berbagai wilayah sehingga memungkinkan terjadinya penyebaran penyakit secara cepat dan meluas.

(6)

pesawat dapat berupa Salmonella, Staphylococcus, dan Vibrio cholerae (Chen 2008). Infeksi pada penumpang di kapal pesiar dapat melalui agen patogen Salmonella, Shigella, Staphylococcus, Vibrio Cholera, Legionella, dan rubella (Chen 2008).

2.4 Jasa Ekowisata Terhadap Penyebaran Penyakit

Ekowisata merupakan salah satu kegiatan pemerintahan dalam mendukung upaya perlindungan wilayah-wilayah alam dengan memperoleh keuntungan ekonomi melalui kesempatan tenaga kerja dan masyarakat lokal dalam mengelola wilayahnya tersebut. Dengan adanya kegiatan ekowista menyebabkan banyak para pendatang, baik lokal maupun lur negeri datang berkunjung. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor penyebaran penyakit dari wilayahnya ke wilayah yang lain. Para pendatang tersebut dapat berperan menjadi vektor biologis suatu penyakit atau terkontaminasi penyakit yang disebabkan oleh mikroba atau vektor yang menempel pada tubuhnya, pakaiannya, atau barang-barang bawaannya dan bertindak sebagai vektor mekanis penyakit (APHIS 2001).

2.5 Antisipasi penyebaran penyakit zoonosis

Kontak yang dilakukan oleh orang sakit atau alat alat yang dipergunakan untuk menangani hewan yang sakit serta mobilisasi yang dipermudah telah dianggap sebagai sumber penularan penyakit bagi hewan atau orang lainnya. Hal ini mengakibatkan kontak dengan hewan atau orang yang sedang sakit dianggap suatu hal yang berbahaya. Pencegahan penyakit zoonosis perlu dilakukan agar suatu daerah dapat mempertahan areanya terbebas dari penyakit endemik ataupun penyakit endemik yang dapat dicegah dan tidak meluas menjadi penyakit pandemik.

(7)

yang telah bebas dari penyakit rabies, di mana kita tidak bisa menjamin anjing/kucing dari bogor itu bebas dari rabies. Berbeda dengan jalur udara, hewan tidak dapat bebas keluar masuk. Peraturan yang dibuat untuk transportasi hewan melalui udara sudah cukup baik. Hewan harus dikarantina terlebih dahulu, diperiksa kondisi kesehatan dan dipastikan terbebas dari penyakit endemik yang membahayakan suatu daerah agar tidak mengakibatkan suatu penyebaran penyakit lebih luas.

Beberapa jenis penyakit hewan menular, penularan penyakit dari satu hewan ke hewan lainnya dapat disebabkan oleh suatu barang. Barang yang dipergunakan untuk menangani suatu hewan dan dipergunakan untuk hewan lainnya memiliki peluang yang besar untuk menularkan suatu penyakit.

Pada umumnya suatu penyakit yang ditularkan melalui barang adalah suatu penyakit yang menyerang sistem imun tubuh di saat tubuh hewan tersebut sedang lemah akibat daya tahan tubuh menurun diluar. Hewan atau orang dapat tertular suatu penyakit dapat melalui sekreta dan produk hasil hewani oleh hewan yang terkena suatu penyakit. Masalah ini dapat diatasi dengan melakukan tes kandungan gizi suatu makanan dan tes positif suatu makanan terhadap suatu penyakit.

(8)

SIMPULAN

Penyakit endemik dapat dipengaruhi oleh perluasaan penyebaran penyakit yang disebabkan dari peningkatan mobilitas manusia, barang, dan jasa, kontak secara langsung maupun tidak langsung. Manusia dapat menjadi vektor biologis bahkan vektor mekanik, yakni dari pakaian barang-barang yang dimilikinya. Jasa transportasi juga mempengaruhi penyebaran suatu penyakit yang disebabkan oleh kemajuan teknologi sehingga suatu daerah yang jauh jaraknya dapat ditempuh dalam waktu singkat sehingga memungkinkan penyebaran penyakit secara cepat.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Adams M, Motarjemi Y. 1999. Basic Food Safety for Health Workers. Rome: World Health Organization of the United Nations.

APHIS USDA . 2001. Market Watch. Nature Travel and Ecotourism: Animal and Human Health Concerns. Center for Emerging Issues, October 2001. Chen LH, Wilson ME. 2008. The Role of the Traveler in Emerging Infections and

Magnitude of Travel. Med. Clin. N. Am. 92: 1409-1432.

Djaafar FT, Rahayu S. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakit Yang Ditimbulkan dan Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian. 26(2). Harmayani E, Santoso E, Utami T, Raharjo S. 1996. Identifikasi Bahaya

Konta-minasi S. aureus dan Titik Kendali Kritis pada Pengolahan Produk Daging Ayam dalam Usaha Jasa Boga. Agrotech, Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian 16(3): 7−15.

Raharjo S. 1999. Teknik Dekontaminasi Cemaran Bakteri pada Karkas dan Daging. Agrotech, Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian 19(2): 8.

Rahayu ES. 2006. Amankah Produk Pangan Kita: Bebaskan dari Cemaran Berbahaya. Makalah disampaikan dalam Apresiasi Peningkatan Mutu Hasil Olahan Pertanian. Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kelompok Pemerhati Keamanan Mikrobiologi Produk Pangan, Yogyakarta, 1 April 2006.

Supar, Ariyanti T. 2005. Keamanan pangan produk peternakan ditinjau dari aspek pra- panen: permasalahan dan solusi. Prosiding Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan, Bogor, 14 September 2005. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm. 27−29.

Referensi

Dokumen terkait

a. Kas di Bendahara Penerimaan, merupakan saldo kas yang dikelola oleh bendahara penerimaan untuk tujuan pelaksanaan penerimaan di lingkungan kementerian/lembaga

Upaya kesehatan berguna untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental terhadap lingkungan yang berubah baik di lingkungan darat, laut dan udara. Ruang lingkup

Pemberian Pilates Exercise Dalam Penurunan Skor Disability Index Pada Penderita Hernia Nukleus Pulposus Pada pengujian kelompok perlakuan satu dengan menggunakan uji beda

Perusahaan “Pulau Teladan” adalah perusahaan yang bergerak di bidang konfeksi. Penelitian di perusahaan “Pulau Teladan” ini menitik beratkan pada produk pakaian

Potensial yang dihasilkan pada pH di bawah 4,5 relatif lebih rendah, hal ini disebabkan karena kemungkinan terjadinya protonasi membentuk ion hidronium pada gugus

pada BMT BIF dan 25 warga penerima dana ZISWAF yang 2 diantaranya melakukan penelitian mendalam melalui wawancara, dianggap bisa mewakili untuk memperkaya data

Penggunakan RP dianggap lebih murah dibandingkan dengan pupuk superfosfat (SP 36) yang merupakan pupuk pabrik. 3) Pupuk Kalium (K), sumber hara yang banyak digunakan adalah pupuk MOP

Peraturan Bupati Batang Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Taman Pesisir Ujungnegoro Kabupaten Batang sebagaimana telah diubah