• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN STR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN STR"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini stroke menjadi salah satu gangguan kesehatan yang sangat

ditakuti oleh masyarakat baik internasional maupun lokal. Stroke adalah suatu

penyakit yang menyebabkan pembuluh darah dalam menyediakan darah kepada otak

terganggu, namun sebagian orang belum memahaminya dengan pasti. Meskipun kita

sering mengetahui bahwa serangan stroke sebagai suatu kelumpuhan separuh badan

yang terjadi mendadak, tetapi keadaan tersebut sebenarnya lebih dari itu. Stroke

dapat menyebabkan hilangnya fungsi tubuh yang diatur oleh bagian otak yang

terputus aliran darahnya oleh stroke. Biasanya terjadi pada lanjut usia tapi tidak

menutup kemungkinan juga dapat terjadi pada usia yang produktif. Stroke

dikategorikan menjadi 2 yaitu Stroke Hemoragik (SH) dan Stroke Non Hemoragik

(SNH). Stroke Hemoragik merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan

subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu.

Sedangkan Stroke Non Hemoragic dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis

serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi

hari (Muttaqin, 2008).

Stroke memerlukan penanganan yang serius, karena stroke dapat

mengakibatkan penderitanya kehilangan fungsi tubuh seperti kemampuan untuk

berkomunikasi dan berfikir. Oleh sebab itu penyakit ini dapat menimbulkan masalah

bagi penderita maupun orang – orang terdekatnya. Stroke dapat menyerang siapa saja

(2)

Di Amerika Serikat pada tahun 2002 stroke menjadi penyebab kematian

ketiga terbanyak yaitu sekitar 162.672 orang. Jumlah tersebut setara dengan 1 di

antara 15 kematian di Amerika Serikat. Mengacu pada laporan American Heart

Assocation, sekitar 700.000 orang di Amerika Serikat terserang stroke setiap

tahunnya. Dari jumlah ini, 500.000 di antaranya menderita serangan stroke yang

berulang. Saat ini ada 4 juta orang di Amerika Serikat yang hidup dalam keterbatasan

fisik akibat stroke, dan 15-30% di antaranya menderita cacat menetap (Centers for

Disease Control and Prevention, 2009).

Di Indonesia, 8 dari 1000 orang terkena stroke. Stroke merupakan penyebab

utama kematian pada semua umur, dengan proporsi 15,4%. Setiap 7 orang yang

meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke (Depkes, 2013). Menurut WHO

(2011), Indonesia telah menempati peringkat ke-97 dunia untuk jumlah penderita

stroke terbanyak dengan jumlah angka kematian mencapai 138.268 orang atau 9,70%

dari total kematian yang terjadi pada tahun 2011. Menurut data tahun 1990-an,

diperkirakan ada 500.000 orang penderita stroke di Indonesia, sekitar 125.000 di

antaranya meninggal atau cacat seumur hidup. Tetapi jumlah sebenarnya sulit

diketahui karena banyak yang tidak dibawa ke dokter karena ketiadaan biaya atau

jarak rumah sakit yang jauh dari tempat tinggal. Kasus stroke di Indonesia

menunjukkan kecenderungan terus meningkat dari tahun ke tahun. Setelah tahun

2000 kasus stroke yang terdeteksi terus melonjak. Pada tahun 2004, beberapa

penelitian di sejumlah rumah sakit menemukan pasien rawat inap yang disebabkan

stroke berjumlah 23.636 orang. Sedangkan yang rawat jalan atau yang tidak dibawa

ke rumah sakit tidak diketahui jumlahnya (Kompas, 2008)

Di Bali jumlah penderita Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik yang

(3)

medik RSUP Sanglah Denpasar didapatkan jumlah penderita stroke 2 tahun terakhir

memang mengalami penurunan, namun jumlah kasusnya masih tergolong banyak.

Pada tahun 2011 jumlah penderita stroke yang menjalani perawatan adalah 848 orang

dimana bila dirata-ratakan terdapat 71 kasus per bulan. Sedangkan pada tahun 2012

menjadi 715 orang dimana bila dirata-ratakan terdapat 60 kasus per bulan.

Stroke telah terbukti menjadi penyebab utama kecacatan kronik di semua

lapisan masyarakat. Stroke tanpa disadari akan menunjukkan perubahan-perubahan

pada diri penderita, diantaranya adalah kehilangan motorik, kehilangan komunikasi,

gangguan persepsi, disfungsi kandung kemih, bahkan kerusakan kognitif akibat

kerusakan otak. Namun demikian, gangguan-gangguan yang muncul juga tidak lepas

dari dimana lokasi terjadinya lesi atau penyumbatan pada pembuluh darah otak

terjadi, ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, serta jumlah aliran darah

kolateralnya (Dewi, 2004).

Pada kasus stroke dengan kehilangan fungsi motorik sering kali kita jumpai

paralisis dan hilang atau turunnya refleks tendon. Kehilangan fungsi komunikasi juga

merupakan gangguan yang banyak muncul dan menjadi salah satu indikator klinis

seseorang mengalami stroke selain lumpuh setengah badan, dimana pada kasus

dengan kehilangan fungsi ini biasanya mengalami kesulitan dalam berbicara atau

sering disebut dengan pelo. Selain gangguan tersebut, pada kasus stroke kita kadang

akan dapat melihat gangguan persepsi dan disfungsi kandung kemih. Gangguan

persepsi pada kasus stroke dapat berupa disfungsi persepsi visual, gangguan dalam

hubungan visual-spasial dan kehilangan sensori. Banyak juga pasien dengan stroke

yang mengalami disfungsi kandung kemih, sehingga pasien tidak dapat mengontrol

(4)

Sedangkan pada perubahan kognitifnya ditunjukkan dengan ketidakmampuan

untuk membuat keputusan, kerusakan memori dan penilaian, disorientasi, salah

persepsi, penurunan rentang perhatian, dan kesulitan berfikir logis. Gangguan

kognitif ini tentu saja dipengaruhi oleh lokasi dari kerusakan otak. Misalnya saja

stroke sumbatan pada otak kiri dapat menyebabkan adanya gangguan kognitif

berbahasa (Suzanne C. Smeltzer B. G., 2001).

Gangguan fungsi kognitif juga menjadi salah satu parameter kualitas hidup

masyarakat Indonesia. Apabila tidak ditangani dengan baik, gangguan pada fungsi

kognitif dapat mengakibatkan gangguan psikososial, sehingga dapat dikatakan

kualitas hidup penderitanya akan menurun. Salah satu contoh yang paling sederhana

adalah akan terjadinya kepikunan setelah mengalami stroke, yang tentu saja sangat

mengganggu aktifitas sehari-hari (Kemenkes, 2010).

Penelitian terhadap gangguan mental bukanlah semata-mata merupakan

kepentingan akademis saja. Pasien dengan angka abnormal dalam pemeriksaan status

mental dalam hal ini adalah fungsi kognitif berkesempatan lebih besar mengalami

kebingungan saat perawatan di rumah sakit, setelah keluar dari perawatan, dan pada

masa pascabedah. Pasien perawatan di rumah sakit dengan gangguan mental

merupakan yang kurang stabil, dan mengalami peningkatan morbiditas serta

mortilitas, risiko kehilangan kemandirian, komplikasi-komplikasi pascabedah, dan

kesulitan-kesulitan dalam berperilaku (Joseph J. Gallo, 1998)

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah disabilitas akibat

gangguan kognitif dan perilaku adalah dengan program stimulasi atau rehabilitasi

kognitif. Stimulasi atau rehabilitasi kognitif adalah suatu rangkaian proses terapi,

(5)

cedera otak, dalam hal ini adalah stroke. Hal itu dapat dilakukan atas kerjasama

keluarga dengan tenaga kesehatan profesional untuk meringankan gangguan kognitif

yang dialami serta meningkatkan kemampuan hidup sehari-hari (Kemenkes, 2010).

Menurut hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan di IRNA D RSUP

Sanglah Denpasar, dari 10 pasien stroke yang diamati, terdapat 90% dari total jumlah

pasien yang diamati mengalami penurunan daya ingat bahkan beberapa diantaranya

mengalami penurunan dalam orientasi dan perhatiannya. Maka dari itu penulis

merasa perlu untuk mengetahui bagaimana gambaran fungsi kognitif pada pasien

stroke pada pasien yang dirawat di IRNA D RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2013.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

“Bagaimanakah gambaran fungsi kognitif pasien stroke di IRNA D RSUP Sanglah

Denpasar tahun 2013?”

C. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini tujuan penelitian dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

1) Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran fungsi kognitif pasien stroke di IRNA D RSUP Sanglah

Denpasar tahun 2013.

2) Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi gambaran fungsi kognitif pasien stroke di IRNA D RSUP

(6)

b. Mengidentifikasi gambaran fungsi kognitif pasien stroke berdasarkan tingkat

umur di IRNA D RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013.

c. Mengientifikasi gambaran fungsi kognitif pasien stroke berdasarkan tingkat

pendidikan di IRNA D RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013.

d. Mengidentifikasi gambaran fungsi kognitif pasien stroke berdasarkan waktu

serangan di IRNA D RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013

D. Manfaat Penelitian

1. Praktis

Bagi tenaga kesehatan dapat digunakan untuk mengantisipasi penurunan

fungsi kognitif dengan menyediakan jadwal dan catatan kegiatan sehari – hari bagi

pasien.

2. Teoritis

a. Bagi Keperawatan

Dapat mengembangkan dan memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang

keperawatan.

b. Bagi Peneliti Lain

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke 1. Pengertian

Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran

darah ke otak yang dapat timbul secara mendadak atau secara cepat dengan gejala

atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu (Rosjidi, 2007).

Stroke adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat

pembatasan atau terhentinya suplai darah ke otak (Price, 2005).

Stroke adalah suatu gangguan yang timbul karena terjadi gangguan

peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak

sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian .

2. Klasifikasi Stroke

Menurut Corwin (2009), stroke dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu stroke

hemoragik dan stroke non hemoragik.

a. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga

menyebabkan iskemia (penurunan aliran) dan hipoksia di sebelah hilir. Penyebab

stroke hemoragik adalah hipertensi, pecahnya aneurisma, atau malformasi

(8)

meningkatkan tekanan intrakranial, yang memperburuk cedera otak yang

dihasilkannya.

b. Stroke Non Hemoragik

Menurut Price (2006) definisi dari stroke non hemoragik adalah gangguan

serebral yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh darah

misalnya trombus, embolus, atau penyakit vaskuler dasar seperti arterosklerosis atau

arteritis yang mengganggu aliran darah serebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen

ke otak menurun yang menyebabkan terjadinya infark.

Corwin (2009) menyebutkan penyumbatan arteri yang menyebabkan stroke

iskemik dapat terjadi akibat trombus (bekuan darah di arteri serebri) atau embolus

(bekuan darah yang berjalan ke otak dari tempat lain di tubuh). Ada dua penyebab

stroke non hemoragik.

1) Stroke Trombotik

Stroke trombotik terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena aterosklerosis

berat. TIA adalah gangguan fungsi otak singkat yang reversibel akibat hipoksia

serebral. TIA mungkin terjadi ketika pembuluh darah arterosklerotik mengalami

spasme, atau saat kebutuhan oksigen otak meningkat dan kebutuhan ini tidak dapat

dipenuhi karena arterosklerosis yang berat. Berdasarkan definisi, TIA berlangsung

kurang dari 24 jam. Stroke trombotik biasanya berkembang dalam 24 jam. Selama

periode perkembangan stroke, individu dikatakan mengalami stroke in evolution. Pada akhir periode tersebut, individu dikatakan mengalami stroke lengkap

(9)

2) Stroke Embolik

Stroke embolik berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus yang terbentuk di luar

otak. Sumber umum embolus yang menyebabkan stroke adalah jantung setelah infark

miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang merusak arteri karotis komunis

atau aorta.

3. Etiologi Stroke

Menurut Brunner and Suddarth dalam (Suzanne C. Smeltzer B. G., 2001)

etiologi stroke ada empat yaitu:

a. Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.

b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak

dari bagian tubuh yang lain.

c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak.

d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan

ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.

4. Faktor Risiko Stroke

Menurut Rosjidi (2007) faktor risiko stroke dapat dibagi menjadi :

a. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko mayor/utama/potensial. Hipertensi dapat

mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Pecahnya

(10)

terjadi interupsi aliran darah ke bagian distal disamping itu darah ekstravasal akan

tertimbun sehingga akan menimbulkan tekanan intra kranial yang meningkat

sedangkan menyempitnya pembuluh darah otak akan menimbulkan terganggunya

aliran darah ke otak dan sel-sel otak akan mengalami kematian

b. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus akan berakibat menebalkan pembuluh darah otak yang

berukuran besar. Penebalan ini akan berakibat terjadinya penyempitan lumen

pembuluh darah sehingga akan mengganggu aliran darah serebral dengan akibat

terjadinya iskemia dan infark.

c. Penyakit Jantung

Penyakit jantung pada umumnya akan melepas gumpalan darah atau sel-sel

jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah menuju ke otak. Emboli ini akan

menyumbat aliran pembuluh darah atau ditempat-tempat terjadinya trombosis. Salah

satu faktor risiko yang paling penting adalah Fibrilasi Atrium. Fibrilasi Atrium yang

tidak diobati akan mengakibatkan risikro stroke lebih tinggi.

d. Gangguan Aliran Darah Sepintas (Transient Iskemic Attack/TIA)

Berbagai faktor risiko stroke yang ada pada seseorang, dapat mengakibatkan

gangguan aliran darah otak sepintas, yang akan menimbulkan gejala-gejala

sementara (kurang dari 24 jam). Gejala yang sering muncul seperti: Hemiparesis,

disartria, kelumpuhan otot-otot mulut, kebutaan mendadak, hemiparestesi, afasia.

Makin sering seseorang mengalami serangan sepintas ini maka akan semakin besar

(11)

Sepersepuluh pasca setangan TIA jika tidak mendapatkan pengobatan yang

tepat akan mengalami stroke dalam tiga bulan dan sepertiga akan mengalami stroke

dalam lima tahun pasca serangan TIA yang pertama. Terus akan meningkat

kemungkinan serangan stroke seiring bertumbuhnya usia dan akan lebih tinggi lagi

bagi mereka yang sering mengalami TIA.

e. Hiperkolesterolemi

Meningkatnya kadar kolesterol dalam darah, terutama LDL (Low Density Lipoprotein), merupakan faktor risiko penting terjadinya aterosklerosis. Peningkatan kadar lemak darah merupakan masalah pada masyarakat modern. Peningkatan kadar

lemak darah merupakan cerminan dari tingginya asupan lemak dalam makanan.

Tiga Hipotesis menjelaskan proses terjadinya arterosklerosis pada pembuluh

darah dan memperlihatkan bagaimana peran lemak yang sangat besar pada proses

tersebut.

1) Hipotesis reaksi terhadap cidera, terjadinya injury pada lapian endotelium

pembuluh darah arteri secara berulang akan menimbulkan lesi secara

perlahan-lahan yang berkembang mengakibatkan kenaikan sel otot polos, jaringan

pengikat dan lipid secara bertahap. Lesi-lesi ini akan terus berkembang dan

akibatnya lumen pembuluh darah menjadi menyempit karena intima menebal.

2) Hipotesis monoklonial, menjelaskan bahwa terjadinya kegagalan dalam menahan

ateroma sejalan dengan bertambahnya usia seseorang karena sel-sel yang

mengontrol ini hilang atau mati dan tidak diganti secara cukup.

3) Hipotesis lipid, menjelaskan peran serum lipid terutama serum kolesterol sebagai

(12)

f. Infeksi

Tuberkulosis, malaria, lues, lepstospirosis dan infeksi cacing merupakan

faktor risiko terjadinya serangan stroke.

g. Obesitas

Kelebihan berat badan atau obesitas akan meningkatkan risiko stroke 15%

karena meningkatnya penyakit hipertensi, penyakit jantung, DM tipe dua dan

arterosklerosis. Indeks Massa Tubuh (IMT) digunakan untuk menetapkan ukuran

berat badan seseorang, apakah individu mengalami overweight atau kelebihan berat badan. IMT dihitung dengan cara membagi berat badan individu dalam kilogram

dengan tinggi badan dalam meter kuadrat.

h. Merokok

Merokok meningkatkan risiko stroke empat kali lipat, hal ini berlaku untuk

semua jenis rokok, sigaret, pipa atau cerutu (Feign, 2004). Merokok dapat

meningkatkan konsentrasi fibrinogen, peningkatan ini akan mempermudah terjadinya

penebalan dinding pembuluh darah juga peningatan viskositas darah. Disamping

rokok merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung koroner.

Rokok dapat merangsang proses arterosklerosis karena efek langsung

karbon monoksida pada dinding arteri, kemudian nikotin dapat menyebabkan

mobilisasi katokolamin juga menyebabkan kerusakan endotel arteri. Rokok juga

dapat memicu penurunan HDL, meningkatnya fibrinogen dan memacu agregasi

trombosit, dan yang lebih berbahaya daya angkut oksigen ke jaringan perifer menjadi

(13)

i. Kelainan Pembuluh Darah Otak

Pada umumnya kelainan pembuluh darah otak bersifat bawaan atau karena

infeksi dan ruda paksa. Pembuluh darah yang abnormal tadi dapat pecah, robek atau

mengganggu aliran darah spontan sehingga akan menimbulkan perdarahan otak atau

infark.

j. Lanjut usia

Proses degenerasi akan selalu mengiringi proses menua, termasuk pembuluh

darah otak.

k. Penyakit paru-paru menahun terutama asma bronkial.

Yang menjadi faktor risiko stroke yang berhubungan dengan paru-paru

terutama adalah asma bronkial.

l. Penyakit darah tertentu

Polisetamia dapat menghambat aliran darah ke otak, leukimia dapat

mengakibatkan perdarahan otak.

m. Asam urat yang berlebihan

Asam urat yang berlebih akan menimbulkan masalah pada persendian dan

ginjal. Tidak sedikit penderita stroke yang kadar asam uratnya sangat tinggi.

5. Patofisiologi Stroke

Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan

(14)

menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang

dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen.

Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati

permanen dan mengakibatkan infark pada otak.

Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang

terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri

serebral tengah dan arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat tidak

diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi.

Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli,

maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen

dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan

kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama

menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang mengalami nekrosis

disebut infark.

Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada

metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan

glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen yang

terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak.

Peredaran intrakranial termasuk peredaran ke dalam ruang subarakhnoid

atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan

dan degeneratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral

sehingga peredaran menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat

(15)

Peredaran biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin

trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi.

Ruptur ulangan merupakan risiko serius yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah

perdarahan pertama.

Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah bagian tertentu,

menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat

menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan cairan

serebrospinal (CCS), dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepanjang

serabut). Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak.

Perubahan sirkulasi CCS, obstruksi vena, adanya edema dapat

meningkatkan tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat.

Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus

atau serebellum. Di samping itu, terjadi bradikardia, hipertensi sistemik, dan

gangguan pernafasan.

Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah

dapat mengiritasi pembuluh darah, meningen, dan otak. Darah dan vasoaktif yang

dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi serebral.

Spasme serebri atau vasospasme biasa terjadi pada hari ke-4 sampai ke-10 setelah

terjadinya perdarahan dan menyebabkan konstriksi arteri otak. Vasospasme

merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal neurologis,

iskemik otak, dan infark (Batticaca, 2008)

(16)

Stroke dapat mengakibatkan berbagai defisit neurologis bagi penderitanya,

bergantung pada lokasi lesi, ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah

aliran darah kolateral. Beberapa gangguan yang ditimbulkan oleh stroke antara lain

(Suzanne C. Smeltzer B. G., 2001) :

a. Kehilangan Motorik

Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan

kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas,

gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan

kerusakan pada neuron motor atas pada sisi berlawanan dari otak. Disfungsi motor

paling umum adalah hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.

Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.

b. Kehilangan Komunikasi

Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan

komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa adalah

penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dimanifestasikan oleh tiga hal yaitu

disartia (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (bicara detektif atau kehilangan

bicara), dan apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang telah

dipelajari sebelumnya).

c. Gangguan Persepsi

Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke

dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan

(17)

Gangguan persepsi visual seperti homonimus yaitu kehilangan setengah

lapang pandang, dapat permanen atau sementara. Pada kasus ini klien hanya mampu

melihat setengah ruangan, sering mengabaikan sisi yang tidak terlihat.

Gangguan hubungan visual-spasial, gangguan mendapatkan hubungan

antara dua hal atau objek dalam area spasial. Sering terlihat pada klien yang

mengalami hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa

bantuan karena ketidakmampuan mencocokan pakaian ke bagian tubuhnya.

Kehilangan sensori, ketidakmampuan untuk merasakan, seperti

ketidakmampuan untuk merasakan sentuhan ringan , atau mungkin sentuhan berat,

kehilangan propriosepsi (ketidakmampuan untuk merasakan posisi dan gerakan

bagian tubuh), serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan

auditorius.

d. Disfungsi Kandung Kemih

Inkontinensia dapat terjadi karena konfusi, ketidakmampuan

mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal

karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kandung kemih menjadi atonik

dengan kerusakan sensasi dalam merespon pengisian kandung kemih.

e. Kerusakan Fungsi Kognitif dan efek psikologik

Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas,

memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi

ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,

(18)

frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin

diperberat oleh respons alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah

psikologik lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional,

bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.

B. Fungsi Kognitif 1. Pengertian

Menurut Stuart and Sundeen (1987), kognitif adalah kemampuan berfikir

dan memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi

dan memperhatikan.

2. Rentang Respon Kognitif

Respon kognitif maladaptif mencangkup ketidakmampuan untuk membuat

keputusan, kerusakan memori dan penilaian, disorientasi, salah persepsi, penurunan

rentang perhatian, dan kesulitan berfikir logis. Respon tersebut dapat terjadi secara

episodik atau terjadi terus menerus. Suatu kondisi dapat reversibel atau ditandai

dengan penurunan fungsi secara progresif, bergantung pada stresor. Rentang respon

kognitif dapat digambarkan sebagai berikut:

Rentang Respon Kognitif

(19)

Tegas

Rentang respon fungsi kognitif (Stuart and Sundeen 1995)

3. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart (2006), respon kognitif pada umumnya merupakan akibat

dari gangguan biologis pada fungsi sistem saraf pusat. Faktor yang mempengaruhi

individu mengalami gangguan kognitif termasuk:

a. Gangguan suplai oksigen, glukosa, dan zat gizi dasar yang penting lainnya ke

otak. Hal tersebut dapat terjadi karena perubahan vaskular arteriosklerotik,

serangan iskemik sementara, hemoragi serebral, dan infark otak kecil multipel.

b. Degenerasi yang berhubungan dengan penuaan.

(20)

d. Virus imunodefisiensi manusia (HIV).

e. Penyakit hati kronik.

f. Penyakit ginjal kronik.

g. Defisiensi vitamin (terutama tiamin).

h. Malnutrisi.

i. Abnormalitas genetik.

Gangguan jiwa mayor, seperti skizofrenia, gangguan bipolar, gangguan

ansietas, dan depresi, juga dapat mempengaruhi fungsi kognitif.

4. Faktor Presipitasi

Setiap serangan mayor pada otak cenderung mengakibatkan gangguan

fungsi kognitif. Berikut ini merupakan faktor presipitasi (Stuart, 2006):

a. Hipoksia.

b. Gangguan metabolik, termasuk hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipoglikemia,

hipopituitarisme, dan penyakit adrenal.

c. Toksisitas dan infeksi.

d. Respon yang berlawanan terhadap pengobatan.

e. Perubahan struktur otak, seperti tumor atau trauma.

(21)

5. Gambaran Klinis Aspek Kognitif

Menurut Kemenkes (2010), aspek kognitif meliputi:

a. Orientasi merupakan kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar dengan

pengalaman lampau. Orientasi terhadap waktu dan tempat dapat dianggap

sebagai ukuran memori jangka pendek, yaitu kemampuan pasien memantau

perubahan sekitar yang kontinue. Bila orientasi pasien terganggu, hal ini dapat

merupakan pentunjuk bahwa memori jangka pendeknya mungkin terganggu.

b. Registrasi menggunakan perhatian untuk menduplikasi informasi, dan bagian

dari kemampuan mengingat dengan mengulang kembali apa yang telah

disebutkan.

c. Atensi merupakan kemampuan untuk memfokuskan (memusatkan) perhatian

pada masalah yang dihadapi. Konsentrasi merupakan hal yang penting dalam

belajar. Hal ini memberikan kemampuan untuk memproses hal penting yang

dipilih dan mengabaikan yang lainnya. Visuospasial merupakan fungsi kognitif

yang kompleks mengenai kemampuan tata ruang, termasuk menggambar 2

maupun 3 dimensi. Pada gangguan visuospasial penderita mudah tersesat di

lingkungannya.

d. Memori menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Memori membuat kita

mampu menginterpretasi dan bereaksi terhadap persepsi yang baru dengan

mengacu kepada pengalaman lampau. Evaluasi yang akurat dan tepat dari fungsi

memori merupakan salah satu bidang yang paling penting dalam evaluasi fungsi

kognitif. Mereka mungkin lupa tanggal, lupa rincian pekerjaan atau gagal

(22)

e. Bahasa merupakan fungsi kognitif dasar bagi komunikasi pada manusia. Bila

terdapat gangguan pada bahasa, penilaian faktor kognitif yang lain agak sulit

untuk diperiksa. Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa

merupakan hal yang sangat penting. Bila terdapat gangguan, hal ini akan

mengakibatkan hambatan yang berarti bagi seseorang.

6. Penurunan Fungsi Fognitif Pada Pasien Stroke

Secara umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan

mengalami gejala yang berbeda, sesuai dengan yang terganggu yaitu (Stuart and

Sundeen, 1995):

a. Gangguan pada lobus frontalis, akan ditemukan gejala-gejala kemampuan

memecahkan masalah berkurang, hilang rasa sosial dan moral, impilsif, regresi.

b. Gangguan pada lobus temporalis akan ditemukan gejala amnesia dan demensia.

c. Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala yang

hampir sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi.

d. Gangguan pada sistim limbik akan menimbulkan gejala yang bervariasi seperti

gangguan daya ingat, memori, dan disorientasi.

7. Prinsip Dasar Stimulasi/Rehabilitasi Kognitif

Menurut Kemenkes (2010), prinsip dasar stimulasi/rehabilitasi kognitif

adalah menilai gangguan yang berkaitan dengan fungsi dan struktur otak tertentu

dengan cara menganalisis proses kognitif. Adapun prinsip dasar stimulasi/rehabilitasi

(23)

a. Stimulasi/rehabilitasi kognitif berkaitan erat dengan proses belajar dengan

penekanan pada penguatan fungsi-fungsi yang hilang, kemampuan diri, dan

kontrol diri.

b. Stimulasi/rehabilitasi kognitif dilaksanakan dengan melakukan diagnostik medis

dan diagnostik neuropsikologis, untuk melihat gangguan yang terjadi dan

penyebabnya meliputi perspektif fisik, kognitif, emosi, dan sosial.

c. Sesi stimulasi/rehabilitasi kognitif selalu terstruktur dan terencana dengan

membangun aktivitas dengan referensi dari kedua pengukuran (pengukuran

gangguan kognitif dan gangguan aktivitas sosial/sehari-hari) dengan data yang

ada dan merespon kebutuhan evaluasi objektif untuk menilai efektivitas terapi.

d. Rehabilitasi kognitif bersifat fleksibel dan memberikan pemahaman penderita

untuk lebih memahami kondisi saat ini sehingga dapat beradaptasi dengan

memunculkan kemampuan-kemampuan baru yang adaptif serta

memodifikasi/merubah pemikiran, perasaan dan emosi negatif.

e. Pendekatan stimulai/rehabilitasi sosial dilakukan dengan dukungan dari terapis,

klien, dan anggota keluarga yang menyembuhkan. Pendekatan dilakukan dengan

melalui partisipasi aktif dan berorientai pada tujuan yang terfokus untuk

mengatasi problem pasien agar dapat membangun kepercayaan diri.

8. Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Usia Pada Pasien Stroke

Stroke telah terbukti menjadi penyebab utama kecacatan kronik di semua

lapisan masyarakat. Penderita yang selamat dari stroke dapat mengalami kecacatan

fungsi kognitif akibat kerusakan otak. Pada dasarnya semua kelainan yang mengenai

(24)

Terminologi fungsi kognitif biasa digunakan untuk menjelaskan berbagai

kemampuan mental dan intelektual termasuk memori, perhatian, penalaran, dan

kondisi kesadaran secara umum. Pada stroke tahap awal hampir 50% kerusakan

menyebabkan perubahan tingkat kesadaran. Ada yang tidak sadar untuk jangka

waktu panjang (koma); kebingungan, diorientasi atau tampak aphatheic dan

lethargeic untuk beberapa jam atau hari (Djohan, 2006).

Menurut Kemenkes (2010), faktor-faktor yang berpengaruh pada fungsi

kognitif penderita stroke adalah faktor usia dan tingkat pendidikannya. Usia lanjut

merupakan salah satu faktor risiko utama akan timbulnya berbagai penyakit yang

berhubungan denggan proses penuaan. Sebagai contoh adalah demensia merupakan

penyakit yang sering ditemukan pada usia lanjut. Pada awal penyakit demensia dapat

ditemukan gejala mudah lupa yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut

kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak

mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Gejala gangguan

kognitif ini dapat diikitu gangguan perilaku seperti waham (curiga, sampai menuduh

ada yang mencuri barang), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah,

mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan berkelana. Gejalanya antara

lain, disorientasi, gangguan bahasa (afasia), penderita mudah bingung, penurunan

fungsi memori lebih berat sehingga penderita tidak dapat melakukan kegiatan sampai

selesai, tidak mengenal anggota keluarganya dan tidak dapat mengingat tindakan

yang sudah dilakukan sehingga dapat mengulanginya lagi. Selain itu penderita dapat

mengalami gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di

lingkungannya.

Issue menganai penurunan kognitif selama tahun-tahun masa dewasa

(25)

mengembangkan skala inteligensi menyimpulkan bahwa masa dewasa dicirikan

dengan penurunan kognitif karena adanya proses penuaan yang dialami setiap orang

pada hal ini stroke. Dari banyak penelitian diterima secara luas bahwa kecepatan

memproses informasi, mengingat dan memecahkan masalah, mengalami penurunan

pada masa dewasa akhir. Penelitian lain membuktikan bahwa penderita stroke pada

dewasa lanjut kurang mampu mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan

dalam ingatannya. Ini berarti fungsi kognitif pada pasien stroke sangat erat

hubungannya dengan faktor usia. Semakin bertambahnya usia, fungsi kognitif pada

pasien stroke semakin menurun.

9. Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Tingkat Pendidikan Pada Pasien Stroke

Selain umur, tingkat pendidikan juga diketahui sebagai salah satu faktor yang

mempengaruhi dalah hasil pemeriksaan fungsi kognitif. Pendidikan merupakan

komponen penting yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif individu berusia lanjut.

Fasilitas pendidikan semakin tahun memang semakin meningkat, sehingga generasi

sekarang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik dari

generasi sebelumnya. Hal ini tentu sangat berdampak pada uji tes MMSE (Mini Mental State Examination) untuk penderita stroke yang berusia lanjut. Kemampuan intelektual seseorang berkorelasi positif dengan hasil skor pada test fungsi kognitif

yaitu tes MMSE.

10. Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Waktu Terjadinya Stroke

Gangguan fungsi kognitif juga dipengaruhi dari lama stroke itu terjadi yaitu

pada fase akut dan sub akut.

(26)

Kerusakan pada lokasi otak tertentu menyebabkan gangguan kognisi yang

sesuai. Stroke pada hemisfer dominan menyebabkan gangguan berbahasa (afasia)

dan apraksia. Pada hemisfer non dominan gangguan kognitif dapat berupa neglect

(pengabaian) pada salah satu sisi obyek atau ruang. Gangguan kognisi tidak hanya

terjadi pada kerusakan di kortikal, namun dapat juga pada subkorteks karena

mengenai sirkuit-sirkuit yang ikut mengatur fungsi kognitif antar bagian-bagian di

otak. Gangguan kognisi juga dapat sekunder akibat gangguan sensorik, visual dan

motorik.

b. Gangguan fungsi kognitif pada stroke subakut

Kebanyakan gangguan kognitif pasca stroke membaik setelah periode subakut

(sampai 3 bulan setelah stroke) atau lebih awal. Pada fase subakut, proporsi

gangguan kognitif berkisar antara 50-90%, tergantung populasi dan metode

penelitian yang dipakai. Pada fase ini menentukan perkembangan fungsi kognitif

adaah perbaikan sirkulasi serebral karena rekanalisasi spontan, neuroplastisitas, dan

adanya ppenyulit yang menyertai. Kebanyakan daerah penumbra mengalami

reperfusi dalam waktu 3 bulan stroke. Setelah 3 bulan ukuran kerusakan dan defisit

kognitif cenderung stabil. Rehabilitasi juga ikut menentukan perbaikan kognitif pada

(27)

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep adalah konsep yang dipakai sebagai landasan berpikir

dalam kegiatan ilmu (Nursalam, 2003). Adapun kerangka konsep untuk penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Gambar 2

Kerangka Konsep Gambaran Harga Diri Pada Pasien Stroke

Keterangan:

: Variabel diteliti

: Variabel tidak diteliti

(28)

1. Variabel penelitian

Raffi dalam (Nursalam, 2003) menyatakan, variabel adalah suatu ciri yang

dimiliki oleh anggota suatu kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan

yang dimiliki oleh kelompok tersebut.

Dalam penelitian ini akan diteliti satu variabel yaitu fungsi kognitif pada

pasien stroke.

2. Definisi operasional

Variabel yang telah didefinisikan perlu didefinisikan secara operasional,

sebab setiap istilah (variabel) dapat diartikan secara berbeda-beda oleh orang yang

berlainan (Nursalam, 2003). Definisi Operasional adalah seperangkat instruksi yang

lengkap untuk menetapkan apa yang akan diukur dan bagaimana cara pengukurannya

yang dibuat menurut pemikiran peneliti.

Tabel 2

Definisi Operasional Fungsi Kognitif Pasien Stroke

(29)

perhatian dan kalkulasi, mengingat, serta bahasa.

terdapat gangguan fungsi kognitif (probable gangguan kognitif ) 0-16 : Fungsi kognitif terganggu

(30)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Rancangan penelitian (riset desaign) adalah sesuatu yang vital dalam penelitian, yang memungkinkan memaksimalkan suatu kontrol beberapa yang

mempengaruhi validiti suatu hasil (Nursalam, 2003). Rancangan penelitian yang

digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang

dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan

secara objektif. Penelitian ini tidak melakukan intervensi, hanya memberikan

gambaran tentang fungsi kognitif pasien stroke. Pendekatan yang digunakan adalah

pendekatan one shot di mana dalam pengumpulan dilakukan secara bersamaan dalam waktu sekali saja oleh peneliti (Arikunto, 2010).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di IRNA D RSUP Sanglah Denpasar. Tempat ini

dipilih karena memenuhi kriteria sampel penelitian. Penelitian akan dilakukan pada

bulan Maret sampai dengan April tahun 2013.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut masalah

yang diteliti. Variabel tersebut bisa berupa orang, kejadian, perilaku atau sesuatu lain

(31)

Dalam penelitian ini, populasi yang diambil adalah seluruh pasien stroke

yang dirawat di IRNA D RSUP Sanglah Denpasar dengan jumlah perkiraan 60 orang.

2. Sampel penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan ”sampling” tertentu untuk

bisa memenuhi atau mewakili populasi (Nursalam, 2003). Pada penelitian ini peneliti

menentukan jumlah sample dengan rumus :

N

d = Tingkat signifikansi (d=0,05)

Dengan jumlah populasi (N) 60 orang, maka :

60

Dari rumus tersebut didapatkan jumlah sampel adalah 53 orang (hasil pembulatan

dari 52,73) yang terdiri dari seluruh pasien stroke yang dirawat di IRNA D RSUP

Sanglah Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi.

3. Kriteria sampel

a. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dan terjangkau yang

akan diteliti, yaitu :

1) Pasien stroke yang dirawat di IRNA D RSUP Sanglah Denpasar.

2) Pasien dalam keadaan sadar

3) Pasien yang bersedia menjadi responden

4) Pasien bisa berkomunikasi secara verbal

b. Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang

(32)

1) Pasien yang tidak kooperatif

2) Pasien yang selama proses penelitian mengundurkan diri

4. Teknik sampling

Sampling adalah proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk mewakili

populasi. Teknik sampling adalah suatu cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan

sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan

subjek penelitian (Nursalam ,2003).

Penelitian ini menggunakan non probability sampling yaitu consecutive sampling, dimana setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian dimasukan menjadi responden sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah responden yangg

diperoleh terpenuhi (Nursalam, 2003).

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer, yaitu data yang diperoleh

langsung dari responden dengan menggunakan instrumen MMSE (Mini Mental State Examination).

2. Cara pengumpulan data

Data dikumpulkan langsung dengan cara wawancara dan observasi.

Langkah-langkah pengumpulan data dengan pendekatan formal kepada Direktur RSUP

Sanglah Denpasar, Selanjutnya meminta izin kepada kepala ruangan rawat inap di

(33)

Setelah diberikan izin oleh kepala ruangan kemudian dilakukan pemilihan

sampel yang memenuhi kriteria inklusi, sampel yang bersedia menjadi responden

kemudian dilakukan pendekatan informasi dengan membina hubungan saling

percaya dengan memperkenalkan diri, kemudian menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian. Yang terahir adalah memberikan lembar persetujuan dan jika subyek

bersedia untuk diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan.

3. Instrumen pengumpulan data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah MMSE (Mini Mental State Examination) oleh Folstein dalam (Lumbantobing, 2001).

a. Tes ini dilakukan selama 10 menit

b. Orang-orang dengan perbedaan kebudayaan, inteligensi rendah dan pendidikan

rendah akan mempengaruhi skor

c. MMSE mengukur diantaranya, orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi,

mengingat, serta kemampuan berbahasa.

d. MMSE telah diuji validitas dan reabilitas di berbagai populasi. Skor 24-30

merupakan fungsi kognitif normal, 17-23 indikkasi mungkin terdapat gangguan

kognitif (probable gangguan kognitif), 0-16 indikasi mengalami gangguan kognitif (definite gangguan kognitif).

e. Tehnik yang dipakai dalam instrumen ini yaitu wawancara dan observasi

Instrumen pengumpulan data MMSE (Mini Mental State Examination) terdiri dari:

(34)

1) Pasien diminta menyebutkan hari, tanggal, bulan, tahun, dan musim sekarang

dengan skor masing-masing jawaban jika benar 1 dan salah 0, jumlah skor 5.

2) Pasien diminta menyebutkan negara, provinsi, kota, RS, dan bagian RS dengan

skor masing-masing jawaban jika benar 1 dan salah 0, jumlah skor 5.

b. Registrasi

Pemeriksa menyebutkan 3 nama benda dengan antara 1 detik waktu menyebutkan

nama benda tersebut diantaranya garputala, reflek hummer, tongue spatel. Setelah

selesai menyuruh penderita menyebutkan, memberi skor 1 untuk tiap benda yang

benar dan 0 untuk jawaban benda yang salah, jumlah skor 3.

c. Perhatian dan Kalkulasi

Pasien diberi hitungan kurangg 7, 100-7 pendapatannya dikurangi lagi dengan 7,

demikian seterusnya sampai 5 jawaban. Jadi 100-7=93-7=86-7=79-7=72-7=65. Atau

pasien disuruh mengeja kata “WAHYU” secara terbalik (UYHAW). Skor 1 untuk

setiap jawaban yang benar, dan 0 untuk yang salah, jumlah skor 5.

d. Mengingat Kembali

Menanyakan kembali nama benda yang telah disebutkan pada pertanyaan nomor 3.

Beri skor 1 bagi jawaban yang benar, salah dengan skor 0. Jumlah skor 3.

(35)

1) Menunjukkan buku dan pulpen. Menyuruh pasien menyebutkan nama benda

yang ditunjuk. Beri skor 1 untuk jawaban yang benar dan skor 0 untuk jawaban

yang salah. Jumlah skor 2.

2) Menyuruh pasien mengulang kalimat berikut “Tanpa kalau, dan atau tetapi”.

Beri skor 1 untuk pernyataan kalimat yang benar dan skor 0 untuk kalimat yang

salah. Jumlah skor 1.

3) Menyuruh pasien melakukan suruhan tiga tingkat yaitu:

“Ambil kertas dengan tangan kananmu”

“Lipat dua kertas”

“Dan letakkan kertas itu dilantai”

Beri skor 1 untuk setiap tindakan pasien yang benar dan skor 0 untuk setiap

tindakan yang salah. Jumlah skor 3.

4) Pemeriksa menulis kalimat suruhan dan meminta pasien melakukannya

“Angkatlah tangan kiri anda”

5) Meminta pasien menulis satu kalimat pilihan sendiri (Kalimat harus

mengandung subyek dan obyek serta mempunyai makna, sallah eja tidak

diperhitungkan bila memberi skor). Skor 1 untuk tulisan yang sesuai, dan skor 0

bila tidak sesuai.

(36)

Beri skor 1 bila semua sisi digambar dan potongan antara segi lima tersebut

membentuk segi empat, skor 0 bila tidak sesuai. Jumlah skor 1.

E. Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Teknik pengolahan data

Pengolahan data merupakan suatu upaya untuk memprediksi data dan

menyiapkan data sedemikian rupa agar dapat dianalisis lebih lanjut dan mendapatkan

data yang siap untuk disajikan. Data yang terkumpul diolah melalui cara :

a. Editing

Editing adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para

pengumpul data (Setiadi, 2004). Adapun prosesnya adalah mengecek kembali data

yang telah terkumpul untuk memvalidasi data, bila ada instrumen MMSE belum

lengkap diisi oleh peneliti, instrumen akan dikembalikan kepada responden untuk

dilakukan perbaikan-perbaikan, memperjelas agar mudah dipahami.

b. Koding

Koding adalah mengklasifikasikan jawaban- jawaban dari para responden ke

dalam kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberikan tanda / kode

berbentuk angka pada masing-masing jawaban. Setelah instrumen terkumpul, diberi

kode pada setiap responden, berdasarkan kode yang telah disiapkan peneliti.

(37)

Jawaban- jawaban yang sudah diberi skor akan diolah secara manual

kemudian dimasukkan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data.

d. Cleaning

Instrumen yang sudah terkumpul diberi kode selanjutnya dientry untuk

diperiksa kembali. Bila ditemukan kesalahan maka dicocokkan dengan melihat

variabel apakah data sudah benar atau belum.

2. Teknik Analisa Data

Data yang dikumpulkan diolah dan disajikan secara deskriptif sesuai dengan

tujuan yang diinginkan, dengan menggunakan tabel distribusi atau grafik yang

dikonfirmasikan dengan bentuk prosentase dan narasi kemudian memaparkan

fenomena-fenomena yang mencolok yang ditemukan pada kelompok-kelompok

(38)

LAMPIRAN I

MINI-MENTAL STATE EXAM (MMSE)

(modifikasi FOLSTEIN)

Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), (hari) apa?

Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), (lantai/kamar)

REGISTRASI

Sebutkan 3 buah nama benda ( garputala, reflek hummer, tongue spatel), tiap benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan

ATENSI DAN KALKULASI

Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata “ WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw=2 nilai)

MENGINGAT KEMBALI (RECALL)

Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas

BAHASA

Pasien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan ( buku,pulpen)

Pasien diminta mengulang rangkaian kata :” tanpa kalau dan atau tetapi

(39)

8

9

10

11

Pasien diminta melakukan perintah: “ Ambil kertas ini dengan tangan kanan, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”.

Pasien diminta membaca dan melakukan perintah “Angkatlah tangan kiri anda”

Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan)

Pasien diminta meniru gambar di bawah ini

3

Pedoman Skor kognitif global (secara umum):

Nilai: 24 -30: normal

Nilai: 17-23 : probable gangguan kognitif Nilai: 0-16:definite gangguan kognitif

Catatan: dalam membuat penilaian fungsi kognitif harus diperhatikan tingkat pendidikan dan usia responden

Gambar

Gambar 2
Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

diperlukan dengan beberapa alasan, yaitu : sanksi diberikan setelah semua cara lain yang digunakan tidak mampu merubah perilaku buruk siswa, pemberian sanksi harus hati-hati,

Pada penelitian ini, permasalahan dibatasi pada Material Barium M-Heksaferit disintesis dengan sumber precursor ion Fe dari pasir besi Tanah Laut Kalimantan, Material

Skripsi yang berjudul, “Pengaruh Sektor Perdagangan Sulawesi Selatan Terhadap Penerimaan PT Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Sebagai Transportasi

Kekurangan dokumen Prakualifikasi dapat diminta setelah waktu penyerahan/pengajuan dokumen Prakualifikasi, dengan syarat bahwa Formulir Penilaian Prakualifikasi

Notwithstanding the provisions of Article 4 paragraph 5, Parties may enter Into bilateral, multilateral, or regional agreements or arrangements regarding transboundary movement

Pembentukan Provinsi  Kepulauan Bangka  Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik

Karakter siswa yang diharapkan Dapat dipercaya ( Trustworthines) Rasa hormat dan perhatian ( respect ) Tekun ( diligence )3. Tanggung jawab ( responsibility ) Kecintaan (

Dalam jaring apung yang berada di BBL bakteri patogen yang berhasil dianalisa dari ikan kerapu tikus sehat adalah Proteus sp dan Shigella sp , sedangkan pada