• Tidak ada hasil yang ditemukan

Monopoli dan Pasar Persaingan Tidak Seha (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Monopoli dan Pasar Persaingan Tidak Seha (1)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat

Nia Mulyawati Sutarvan

2014-12-011

Ria Priseptiyanti S

2014-12-019

Balqis Fauzzannia S

2014-12-027

Maya Indah S

2014-12-072

Ali Sodikin

2014-12-078

Nurul Afifah

2014-12-136

Riska Dwi A

2014-12-152

Debya Noeskobuni

2014-12-162

Theresa Andini P

2014-12-201

Dosen : Rizka Amelia Azis

Kelompok : 3

Sesi : 06

2015

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan tugas ini terutama kepada Dosen yang telah membimbing kami sehingga penulis bisa menyelesaikan “Makalah Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang digunakan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari berbagai pihak. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini.

(3)

DAFTAR

ISI

Kata Pengantar... 2

Daftar Isi ... 3

BAB I PENDAHULUAN

4

1.1 Latar Belakang ... 4

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 5

1.4 Manfaat ... 5

BAB II PEMBAHASAN

6

2.1 Pengertian Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat ... 6

2.2 Azas dan Tujuan ... 7

2.3 Kegiatan yang Dilarang ... 7

2.4 Perjanjian yang Dilarang... 9

2.5 Posisi Dominan ... 10

2.6 Komisi Pengawasan Persaingan Usaha... 16

2.7 Sanksi dalam Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat... 18

BAB III PENUTUP

20

3.1 Kesimpulan ... 20

3.2 Saran ... 20

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persaingan harus dipandang sebagai hal yang positif dan sangat esensial dalam dunia usaha. Dengan persaingan, para pelaku usaha akan berlomba-lomba untuk terus menerus memperbaiki produk dan melakukan inovasi atas produk yang dihasilkan untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggan. Dari sisi konsumen, mereka akan mempunyai pilihan dalam membeli produk dengan harga murah dan kualitas terbaik.

Seiring dengan berjalannya usaha para pelaku usaha mungkin lupa bagaimana bersaing dengan sehat sehingga munculah persaingan-persaingan yang tidak sehat dan pada akhirnya timbul praktek monopoli.

Dengan adanya praktik monopoli pada suatu bidang tertentu, berarti terbuka kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan pribadi. Disini monopoli diartikan sebagai kekuasaan menentukan harga, kualitas dan kuantitas produk yang ditawarkan kepada masyarakat. Masyarakat tidak pernah diberi kesempatan untuk menentukan pilihan, baik mengenai harga, mutu maupun jumlah. Kalau mau silakan dan kalau tidak mau tidak ada pilihan lain. Itulah citra kurang baik yang ditimbulkan oleh keserakahan pihak tertentu yang memonopoli suatu bidang.

Dengan demikian, praktik monopoli akan menguasai pangsa pasar secara mutlak sehingga pihak-pihak lain tidak memiliki kesempatan lagi untuk berperan serta. Apalagi kalau produk yang dimonopoli itu merupakan kebutuhan primer, dapat dipastikan mereka akan mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya. Dalam kondisi yang demikian, masyarakat tidak mempunyai alternatif lain kecuali membeli produk yang dimonopoli tersebut dan akan terjadi pula inefisiensi dalam menghasilkan produk.

1.2 Rumusan Masalah

(5)

3.

Hal - hal apa saja yang tidak tergolong dalam praktik monopoli?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian praktik monopoli dan persaingan tidak sehat 2. Mengetahui hal yang termasuk dalam praktik monopoli

3.

Memahami hal yang tidak termasuk praktik monopoli

4. mengetahui hal-hal apa saja yang diperbolehkan dan dilarang dalam

melakukan suatu usaha.

5. mengetahui hal-hal yang dilarang dalam menjalankan bisnis dan

akibatnya apabila aturan tersebut dilanggar

1.4 Manfaat

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat

Pengertian Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

Persaingan Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Undang-Undang Anti Monopoli No. 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undang Anti Monopoli). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.

Monopoli diindikasikan sebagai sesuatu yang netral, bukan positif maupun negatif dikarenakan ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya monopoli, antara lain :

• Monopoli terjadi sebagai akibat dari “superior skill”, yang salah satunya dapat terwujud dari pemberian hak paten secara eksklusif oleh negara.

• Monopoli terjadi karena pemberian negara. Di Indonesia terlihat dari pelaksanaan pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 yang dikutip kembali dalam pasal 51 UU ini.

(7)

penilaian mengenai pasar bersangkutan yang memungkinkan terjadinya monopoli sangat relevan.

2.2 Azas dan Tujuan

Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dalam menjalankan kegiatan usahanya dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut :

1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil. 3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang

ditimbulkan oleh pelaku usaha.

4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

2.3 Kegiatan yang Dilarang

Bagian Pertama Monopoli Pasal 17 adalah :

1.

Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

2.

Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:

a.

Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya;

b.

Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam

(8)

c.

Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bagian Kedua Monopsoni Pasal 18 adalah :

1.

Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

2.

Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Bagian Ketiga Penguasaan Pasar Pasal 19 adalah :

1.

Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:

a.

Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;

b.

Mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 21 Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Bagian Keempat Persekongkolan Pasal 22 adalah :

1. Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

(9)

sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 24 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.

Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :

a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;

b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;

c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ;

d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.

3. Pembagian Wilayah

(10)

Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

5. Kartel

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.

6. Trust

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.

7. Oligopsoni

Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.

8. Integrasi Vertikal

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.

9. Perjanjian Tertutup

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

10. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri

(11)

2.5 Posisi Dominan

Dalam perspektif ekonomi, posisi dominan adalah posisi yang ditempati oleh perusahaan yang memiliki pangsa pasar terbesar. Dengan pangsa pasar yang besar tersebut perusahaan memiliki market power. Dengan market power tersebut, perusahaan dominan dapat melakukan tindakan/strategi tanpa dapat dipengaruhi oleh perusahaan pesaingnya. Dalam UU No.5/1999, posisi dominan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti atau suatu pelaku usaha mempunyai posisi lebih tinggi daripada pesaingnya pada pasar yang bersangkutan dalam kaitan pangsa pasarnya, kemampuan keuangan, akses pada pasokan atau penjualan serta kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.

(12)

Usaha Tidak Sehat (UU No. 5/1999) sehingga mempermudah pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan posisi dominan dan penyalahgunaannya.

Dari ketentuan Pasal 25 ayat 1 pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan dapat menyalahgunakan posisi domiannya baik secara langsung maupun tidak langsung untuk:

a. Mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas dengan menetapkan syarat-syarat perdagangan

Syarat utama yang harus dipenuhi oleh ketentuan Pasal 25 ayat 1 huruf a adalah syarat perdagangan yang dapat mencegah konsumen memperoleh barang yang bersaing baik dari segi harga maupun dari segi kualitas. Dapat disimpulkan bahwa konsumen telah mempunyai hubungan bisnis dengan pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan. Pertanyaannya adalah mengapa pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan dapat mengontrol konsumen atau pembeli untuk tidak membeli barang dari pesaingnya? Biasanya konsumen tersebut ada ketergantungan terhadap pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan. Posisi dominan pelaku usaha yang dapat mencegah konsumen untuk tidak memperoleh barang atau jasa dari pesaing pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan adalah sangat kuat. Dikatakan sangat kuat, karena pelaku usaha tersebut dapat mengontrol perilaku konsumen tersebut untuk tidak membeli barang yang bersaing dari pesaing pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan tersebut. Mengapa pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan dapat mengontrol konsumen/pembeli tersebut? Karena pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan menetapkan syarat-syarat perdagangan di depan, yaitu pada waktu konsumen/ pembeli mengadakan hubungan bisnis dengan pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan tersebut. Hal ini memang agak jarang ditemukan di dalam aturan hokum persaingan usaha negara lain. Yang sering terjadi adalah bahwa pelaku usaha posisi dominan menolak pelaku usaha yang lain (pembeli) untuk mendapatkan barang dari

(13)
(14)

c.

Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk Memasuki pasar bersangkutan

Di dalam hukum persaingan usaha dikenal apa yang disebut dengan pesaing faktual dan pesaing potensial. Pesaing faktual adalah pelaku usaha-pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha yang sama di pasar yang bersangkutan. Sedangkan pesaing potensial adalah pelaku usaha yang mempunyai potensi yang ingin masuk ke pasar yang bersangkutan, baik oleh pelaku usaha dalam negeri maupun pelaku usaha dari luar negeri. Hambatan masuk pasar bagi pesaing potensial yang dilakukan oleh perusahaan swasta dan hambatan masuk pasar oleh karena kebijakan-kebijakan Negara atau pemerintah. Hambatan masuk pasar oleh pelaku usaha posisi dominan swasta adalah penguasaan produk suatu barang mulai proses produki dari hulu ke hilir hingga pendistribusian – sehingga perusahaan tersebut demikian kokoh pada sektor tertentu mengakibatkan pelaku usaha potensial tidak mampu masu ke pasar yang bersangkautan.

Sedangkan hambatan masuk pasar akibat kebijakan negara atau pemerintah ada dua, yaitu hambatan masuk pasar secara struktur dan strategis. Hambatan masuk pasar secara struktur adalah dalam kaitan sistem paten dan lisensi.

Sedangkan hambatan masuk pasar secara strategis adalah kebijakan-kebijakan yang memberikan perlindungan atau perlakuan khusus bagi pelaku usaha tertentu, akibatnya pesaing potensial tidak dapat masuk ke dalam pasar. Jadi, di dalam hukum persaingan usaha ukuran yang sangat penting adalah bahwa pesaing potensial bebas keluar masuk ke pasar yang bersangkutan. Selain pelaku usaha yang dominan dapat melakukan penyalahgunaan posisi dominannya sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 25 ayat 1 tersebut, pelaku usaha tersebut dapat juga melakukan perilaku yang diskriminatif, baik diskriminasi harga dan non harga dan jual rugi (predatory pricing).

Hubungan Afiliasi Dengan Pelaku Usaha yang Lain

(15)

Pasal 26 melarang komisaris dan direksi suatu perusahaan merangkap jabatan di perusahaan yang lain apabila perusahaan - perusahaan tersebut; a) berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau b) memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau c) secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Prinsip ketentuan Pasal 26 tersebut tidak melarang mutlak jabatan rangkap. Jabatan rangkap baru dilarang apabila akibat jabatan rangkap tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (rule of reason).

Pertanyaannya adalah apakah jabatan rangkap tersebut dapat diawasi di depan (pencegahan) atau kemudian (repressif)? Penilaian terhadap jabatan rangkap biasanya dilakukan pada proses merger atau akuisisi saham perusahaan. Jika perusahaan melakukan pengambilalihan saham perusahaan yang lain, dan akibat pengambilalihan saham tersebut ditempatkan Komisaris atau Direksi, maka penempatan tersebut dapat dinilai, apakah nanti dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat di pasar yang bersangkutan atau tidak, maka dinilai kembali melalui besarnya saham yang dimiliki dan pangsa pasar yang dikuasai oleh pelaku usaha yang mengambilalih dan pangsa pasar yang diambilalih (secara horizontal). Artinya, pelaku usaha yang mengambilalih dan yang diambilalih berada pada pasar bersangkutan yang sama. Selain itu jabatan rangkap juga dapat terjadi di dua perusahaan yang tidak bergerak dibidang usaha yang sama, melainkan adanya keterkaitan usaha dalam proses produksi barang terebut dari pasar hulu sampai ke pasar hilir. Ini disebut perusahaan-perusahaan memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha.

b.

Kepemilikan saham silang

(16)

atau jasa tertentu; b.) Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Berdasarkan ketentuan Pasal 27 tersebut pelaku usaha yang menguasai saham mayoritas dibeberapa pelaku usaha dan mengakibatkan penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% untuk monopolis dan lebih dari 75% untuk oligopolis dapat mengakibatkan posisi dominan. Kempemilikan saham mayoritas yang dimiliki oleh satu pelaku usaha di beberapa perusahaan harus dibuktikan terlebih dahulu, kemudian dengan pembuktian penguasaan pangsa pasar di pasar yang bersangkutan. Setelah pelaku usaha menguasai saham mayoritas, baru dibuktikan apakah menguasai pangsa pasar lebih dari 50% atau lebih dari 75%, yaitu apa yang disebut dengan posisi dominan. Jika pelaku usaha sudah terbukti mempunyai posisi dominan, maka langkah berikutnya adalah membuktikan apakah posisi dominan tersebut disalahgunakan yang mengakibatkan pasar menjadi terganggu.

c.

Merger, akuisisi & konsolidasi

Secara sederhana, merger, akuisisi dan konsolidasi, atau yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dipakai dalam peraturan perundang-undangan dengan istilah penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.

 Ketentuan UU No. 40/2007 Pasal 1 butir 9 “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum”.

(17)

perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut”.

2.6 Komisi Pengawasan Persaingan Usaha

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU merupakan lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lainnya. KPPU bertanggung jawab kepada Presiden. Setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran UU ini dapat melaporkan secara tertulis kepada KPPU dengan menyertakan identitas pelapor. Keberatan terhadap putusan KPPU diajukan ke PN paling lambat 14 hari setelah pemberitahuan putusan. Jika masih keberatan dapat mengajukan kasasi ke MA dalam waktu 14 hari setelah putusan dibacakan.

KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:

1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust

(persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.

2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

(18)

Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.

Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:

1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker

2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan

3. Efisiensi alokasi sumber daya alam

4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli

5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya

6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi

7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak

8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan

2.7 Sanksi dalam Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat

Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.

(19)

1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan. 2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15,

Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan. 3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam

pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

Pasal 49

Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:

a) Pencabutan izin usaha; atau

b) Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau c) Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya

kerugian pada pihak lain.

(20)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Persaingan Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.

3.2 Saran

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Hardjan ruslie. Hukum perjanjian indonesia dan common law. Cet II. Jakarta : Pustaka sinar Harapan. 1996

Sirait, Ningrum N. ”Hukum Persaingan di Indonesia: UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”. Cet. I. Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004.

Referensi

Dokumen terkait

secara harian selambat-lambatnya 1 (satu) hari setelah pembacaan dan penyerahan dilengkapi dengan berita acara. 5) Menerima laporan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan

Dengan demikian berdasarkan permasalahan diatas maka perlu diadakan pelatihan peningkatan kemampuan aritmatika bagi masyarakat umum terutama anak-anak usia sekolah,

Sistem kontrol dengan loop tertutup adalah suatu sistem kontrol yang sinyal output atau keluaran sistem berpengaruh langsung terhadap sinyal aksi pengontrolan sistem jika

Nilai Steady Turning Diameter maupun Tactical Diameter untuk sudut -10 0 ,10 0 pada kemudi konvensional memiliki nilai yang hampir mirip dengan kemudi ekor ikan

Zona Kerawanan Sangat Rendahsangat jarang atau hamper tidak pernah mengalami gerakan tanah Untuk wilayah zona kerawan tinggi sebagian wilayah di Kecamatan Kaliangkrik,

Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa variabel independen yang diteliti yakni variabel reliability, responsiveness, assurance, empathy dan tangible memiliki nilai VIF yang

Dalam menghubungkan adab dengan keseimbangan alam ataupun ekologi, Ziauddin Sardar menggariskan tujuh prinsip utama iaitu; Kesedaran sikap terhadap pertautan antara setiap ahli

Ij a “ha ih; Yaitu pa a ujtahid pada satu asa itu sepakat atas huku te hadap suatu kejadia dengan menyampaikan pendapat masing-masing mujtahid mengungkapkan pendapatnya