PROFESI DAN PROFESI HUKUM
Pembukaan
Profesi berbeda dengan pekerjaan pada umumnya. Diantara para sarjana belum ada kata sepakat mengenai batasan sebuah profesi. Hal ini terutama disebabkan oleh belum adanya suatui standar (yang telah disepakati) umum mengenai pekerjaan atau tugas yang bagaimanakah yang dikatakan dengan profesi tersebut. Berikut kami bahas mengenai profesi hukum beserta karakter yang harus dimiliki oleh seorang professional hukum dan masalah pada profesi hukum yang dihadapi pada zaman modern sekarang ini.
Pembahasan
A. Pengertian Profesi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pengertian profesi adalah pekerjaan yan gdilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu.1 Sebuah profesi terdiri dari sekelompok terbatas orang-orang
yang memiliki keahlian khusus dan dengan keahlian itu mereka dapat melakukan fungsinya di dalam masyarakat dengan lebih baik dibandingkan dengan warga masyarakat lain pada umumnya. Sebuah profesi adalah sebutan atau jabatan dimana orang yang menyandangnya memiliki pengetahuan khusus yang diperolehnya melalui latihan atau training atau sejumlah pengalaman lain atau mungkin diperoleh sekaligus kedua-duanya. Penyandang profesi dapat membimbing atau memberi nasihat dan saran atau juga melayani orang lain dalam bidangnya sendiri.
Sejalan dengan pengertian profesi di atas, Habeyb menyatakan bahwa, profesi adalah pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencarian.2 Sementara itu
1 Kamus Besar Bahasa Indonesia
2 Habeyb, Kamus Populer, dalam Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi
menurut Komaruddin, profesi ialah suatu jenis pekerjaan yang karena sifatnya menuntut pengetahuan yang tinggi, khusus dan latihan yang istimewa.3
Menurut Liliana Tedjosaputro, agar suatu lapangan kerja dapat dikategorikan sebagai profesi, diperlukan:4
1. Pengetahuan
2. Penerapan kehalian (competence of application) 3. Tangggung jawab social (social responsibility) 4. Self control
5. Pengakuan oleh masyarakat (social sanction)
Selain pendapat di atas, menurut Brandels yang dikutip oleh A.Pattern Jr., untuk dapat disebut sebagai profesi, pekerjaan itu sendiri harus mencerminkan adanya dukungan yang berupa:5
1. Ciri-ciri pengetahuan (intellectual character) 2. Diabdikan untuk kepentingan orang lain
3. Keberhasilan tersebut bukan didasarkan keuntungan financial
4. Keberhasilan tersebut antara lain menentukan berbagai ketentuan yang merupakan kode etik, serta pula bertanggung jawab dalam memajukan dan penyebaran profesi yan bersangkutan.
Sementara itu, Frans Magnis Suseno sebagaimana dikutip oleh Lilian Tedjosaptro mengatakan bahwa profesi itu harus dibedakan menjadi dua jenis, yaitu proesi pada umumnya dan profesi luhur. Dalam profesi pada umumnya, paling tidak terdapat dua prinsip yang wajib ditengakan, yaitu:6
1. Prinsip agar menjalankan profesinya secara tanggung jawab
3 Komaruddin, Ensiklopedia Manajemen, dalam Supriadi, Etika dan Tanggung
Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafia, 2014, ibid
4 Liliana Tedjosaputra, Etika Profesi Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana,
Bigraf Publishing, Yogyaiarta, 1995, hal 32
5 Brandels, dalam Lilian Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris dalam Penegakan
Hukum Pidana, Bigraf Publishing, Yogyaiarta, 1995, hal 33
6 Lilian Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana,
2. Hormat terhadap hak-hak orang lain.
Sementatra itu, dalam profesi yang luhur (officium noble), motifasi pertamanya bukan untuk memperoleh nafkan dari pekerjaan yang dilakukannya, disamping itu juga terdapat dua prinsip yang penting, yaitu:7
1. Mendahulukan kepentingan orang yang dibantu 2. Mengabdi pada tuntutan profesi.
Untuk melaksanakan profesi yang luhur dan baik, dituntut moralitas yang tinggi dari pelakunya. Tiga cirri moralitas yang tinggi adalah:8
1. Berani berbuat dengan tekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi
2. Sadar akan kewajibannya 3. Memiliki idealism yang tinggi.
B. Profesi Hukum
Profesi hukum merupakan salah satu dari sekian profesi lain, misalnya profesi dokter, profesi akuntan, profesi teknik, dan lain-lain. Profesi hukum mempunyai cirri tersendiri, karena profesi ini sangatbersentuhan langsung dengan kepentingan manusia/orang yang lazim disebut “klien”. Profesi hukum dewasa ini memiliki daya tarik tersendiri, akibat terjadinya suatu paradigma baru dalam dunia hukum, yang mengarah pada peningkatan penegakan hukum. Apalagi dewasa ini isu pelanggaran hukum semakin marak diperbincangkan dan telah menjadi wacana public yang sangat menarik.9
7 Ibid 8 Ibid 36
9 Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar
Profesi hukum mempunya keterkaitan dengan bidang-bidang hukum yang terdapat di Negara kesatuan republik Indonesia, misalnya kehakiman, kejaksaan, kepolisian, Mahkamah Agungserta Mahkamah Konstitusi.
1. Nilai Moral Profesi Hukum
Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dan pengembangannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap professional dituntut supaya memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat mendasari kepribadian professional hukum. Kelima kriteria tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kejujuran. Kejujuran adalah dasar utama. Tampa kejujuran maka professional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga dia menjadi munafik, licik, penipu diri sendiri. Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu (1) sikap terbuka. Ini berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran atau cuma-cuma; (2) sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas dan tidak merampas.
b. Autentik. Autentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Autentik pribadi professional hukum antara lain: (1) tidak menyalahgunakan wewenang; (2) tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (perbuatan tetrcela); (3) mendahulukan kepentingan klien; (4) berani berinisiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu perintah dari atasan; (5) tidak mengisolasi diri dari pergaulan.
d. Kemandirian moral. Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk penilaian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), menyesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama.
e. Keberanian moral. Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suatu hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain: (1) menolak segala bntuk korupsi, kolusi, suap, pungli; (2) menolak tawaran damai di tempat atas tilang karena pelanggaran lalu lintas jalan raya; (3) menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yan tidak sah.
Bertitik tolak daripemikkiran Magnis Suseno mengenai criteria profesi hukum di atas, terdapat suatu gambaran bahwa aseorang yang ingin menekuni profesi hukum secara baik, sangat perlu merenungkan criteria di atas. Sebab suatu kenyataan yang tidak bisa dibantah bahwa redupnya penegakan hukum di Indonesia diakibatkan oleh adanya segelintir orang yang berprofesi sebagai advokat menyalahgunakan tujuan profesi hukum yang sangat mulia itu.10
2. Etika Profesi Hukum
Kehidupan manusia dalam melakukan interaksi sosialnya selalu berpatokan pada norma atau tatanan hukum yang berada dalam masyarakat tersebut. Manakala manusia melakukan interaksinya, tidak berjalan dalam kerangka norma dan tatanan yang ada, maka akan terjadi bias dalam proses interaksi itu. Sebab tidak bisa dipungkiri bahwa manusia memiliki kecendrungan untuk menyimpang dari norma atau tatanan yang ada, karena terpengaruh oleh adanya hawa nafsu yang tidak terkendali. Hal yang sama juga akan berlaku bagi yang namanya profesi, khususnya profesi hukum. Berjalan tidaknya suatu hukum dalam suatu
10 Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar
masyarakat tergantung pada baik buruknya professional hukum yang menjalani profesinya tersebut.11
Untuk menghindari jangan sampai terjadi penyimpangan terhadap menjalankan profesi, khususnya profesi hukum dibentuklah suatu norma yang wajib dipatuhi oleh orang yang bergabung dalam sebuah profesi yang lazim disebut “Etika Profesi”. Dengan harapan bahwa para professional tersebut tunduk dan patuh terhadap kode etik profesinya. Menurut Notohamidjojo, dalam melaksanakan kewajibannya, professional hukum perlu memiliki:12
a. Sikap manusiawi, artinya tidak menanggapi hukum secara formal belaka, melainkan kebenaran yang sesuai dengan hati nurani;
b. Sikap adil, artinya mencari kelayakan yang sesuai dengan perasaan masyarakat;
c. Sikap patut, artinya mencari pertimbangan untuk menentukan keadilan dalam suatu perkara konkret;
d. Sikap jujur, artinya menyatakan sesuatu itu benar menurut apa adanya, dan menjauhi yang tidak benar dan tidak patut.
3. Masalah Profesi Hukum
Ada fenomena menarik yang patut dicatat dalam perkembangan dunia hukum di Indonesia belakangan ini. Bangkitnya kembali organisasi-organisasi keprofesian hukum, serta sorotan atau tekanan masyarakat terhadap peran lembaga peradilan, fenomena tersebut hanya merupakan beberapa tanda saja dari telah adanya proses perubahan cara pandang masyarakat terhadap institusi hukum. Dia belumlah menjelaskan proses perubahan itu sendiri, dan pada akhirnya belumlah berarti apa-apa untuk dapat merumuskan sebuah konsep ideal bagi etika profesi hukum. Guru besar kriminologi dari Universitas Indonesia, Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, misalnya, berpendapat bahwa hukum telah
11 ibid
mengalami degradasi nilai, sehingga fungsi hukum tidak lain dari alat kejahatan, atau dalam bahasa beliau ‘law as a tool of crime’.13
Berkaitan dengan kemajuan sebuah profesi, apakah itu profesi hukum atau profesi lainnya, maka terdapat masalah-masalah yang merupakan kelemahan dalam mengembangkan profesi tersebut. Menurut Sumaryno,14 ada lima masalah
yang dihadapi sebagai kendala yang cukup serius bagi profesi hukum, yaitu
a. Kualitas pengetahuan professional hukum; b. Terjadi penyalahgunaan rofesional hukum;
c. Kecendrungan profesi hukum menjadi kegiatan bisnis; d. Penurunan kesadaran dan kepedulian social;
e. Kontinuitas system yang sudah using.
Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh profesi hukum, akan diuraikan sebagai berikut.15
a. Kualitas Pengetahuan Profesional Hukum
Seorang professional hukum harus memiliki pengetahuan bidang hukum yang andal, sebagai penentu bobot kualitas pelayanan hukum secara professional epada masyarakat. Hal ini sesuai pasal 1 keputusan Mendikbud No. 17/Kep/O/1992 tentang Kurikulum Nasional Bidang Hukum, program pendidikan sarjana bidang hukum bertujuan menghasilkan sarjana hukum yang:
1. Menguasai hukum Indonesia;
2. Mampu menganalisis masalah hukum dalam masyarakat
3. Mampu menggunakan hukum sebagai sarana untuk memecahkan masalah konkrit dengan bijaksana dan tetap berdasarkan prinsip-prinsip hukum; 4. Menguasai dasar ilmiah unuk mengeembangkan ilmu hukum dan hukum; 5. Mengenal dan peka akan masalah keadilan dan masalah social.
13 Semu, Kepastian Huium di Indonesia, Kompas, 26 November 2005
b. Penyalahgunaan Profesi
Dalam kenyataannya, di tengah-tengah masyarakat sering terjadi penyalah gunaan profesi hukum oleh anggotanya sendiri. Terjadinya penyalahgunaan profesi hukum tersebut disebabkan factor adanya kepentingan. Sumaryono menyatakan bahwa penyalahgunaan dapat terjadi karena adanya persaingan indifidu professional hukum atau tidak adanya disiplin diri. Dalam profesi hukum dapat dilihat dua hal yang sering berkontradiksi satu sama lain, yaitu disatu sisi, cita-cita yang terlalu tinggi, dan sisi lain, praktik pengembalaan yang berada jauh di bawah cita-cita tersebut. Selain itu, penyalahgunaan profesi hukum karena desakan pihak klien yang menginginkan perkaranya cepat selesai dan tentunya ingin menang. Klien kadang-kadang tidak segan-ssegan menawarkan bayaran yang menggiurkan baik kepada penasihat hukum ataupun hakim yang memeriksa perkara.
c. Profesi Hukum Menjadi Kegiatan Bisnis
Suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya kehadiran profesi hukum bertujuan untuk memberikan pelayanan atau memberikanbantuan hukum kepada masyarakat. Dalam artian bahwa yang terpenting itu adalah “pelayanan dan pengabdian”. Namun dalam kenyataannya di Indonesia, profesi hukum dapat dibedakan antara profesi hukum yang bergerak dibidang bisnis dan profesi hukum dibidang pelayanan umum. Profesi hukum yang bergerak dibidang pelayanan bisnis menjalankan pekerjaan berdasarkan hubungan bisnis (komersial), imbalan yang diterima telah ditentukan menurut standar bisnis. Contohnya para konsultan yang menangani kontrak-kontrak dagang, paten, merek. Untuk profesi hukum yang bergerak dibidang pelayanan umum menjalankan pekerjaan berdasarkan kepentingan umum, baik dengan bayaran maupun tanpa bayaran. Contoh profesi hukum pelayanan umum adalah pengadilan, notaries, LBH, kalaupun ada bayaran sifatnya biaya pekerjaan atau biaya administrasi.
Kesadaran dan kepedulian social merupakan kriteria pelayanan umum profesional hukum. Wujudnya adalah kepentingan masyarakat lebih diutamakan atau didahulukan dari pada kepentingan pribadi, pelayanan diutamakan dari pada pembayaran, nilai moral ditonjolkan dari pada nilai ekonomi. Namun gejala yang dapat diamati sekarang sepertinya lain dari apa yang seharusnya diemban oleh professional hukum. Gejala tersebut mulai metunjukan pudarnya keyakinan terhadap wibawa hukum.
e. Kontinuitas Sistem yang Telah Usang
Profesional hukum adalah bagian dari system peradilan yang berperan membantu menyebarluaskan system yang sudah dianggap ketinggalan zaman karena di dalamnya terdapat banyak ketentuan penegakan hukum yang tidak sesuai lagi. Padahal professional hukum melayani kepentingan masyarakat yang hidup dalam zaman modern. Kemajuan teknologi sekarang kurang di imbangi oleh percepatan kemajuan hukum yang dapat menangkal kemajuan teknologi tersebut sehingga timbul pameo hukum selalu ketinggalan zaman.
Penutup
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pengertian profesi adalah pekerjaan yan gdilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. Sebuah profesi adalah sebutan atau jabatan dimana orang yang menyandangnya memiliki pengetahuan khusus yang diperolehnya melalui latihan atau training atau sejumlah pengalaman lain atau mungkin diperoleh sekaligus kedua-duanya.
Profesi hukum mempunyai cirri tersendiri, karena profesi ini sangatbersentuhan langsung dengan kepentingan manusia/orang yang lazim disebut “klien”. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat mendasari kepribadian professional hukum. Kelima kriteia itu adalah:
1. Kejujuran.
3. Bertanggung Jawab
4. Kemandirian moral.
5. Keberanian moral.
Menurut Sumaryno, ada lima masalah yang dihadapi sebagai kendala yang cukup serius bagi profesi hukum, yaitu
1. Kualitas pengetahuan professional hukum; 2. Terjadi penyalahgunaan rofesional hukum;
3. Kecendrungan profesi hukum menjadi kegiatan bisnis;
4. Penurunan kesadaran dan kepedulian social;Kontinuitas system yang sudah using.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Liliana Tedjosaputra, Etika Profesi Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana,
Bigraf Publishing, Yogyakarta, 1995
Semu, Kepastian Hukum di Indonesia, Kompas, 26 November 2005
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika,