• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN ZONA KERAWANAN BANJIR BANDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENENTUAN ZONA KERAWANAN BANJIR BANDANG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN ZONA KERAWANAN BANJIR BANDANG DENGAN

METODE

FLASH FLOOD POTENTIAL INDEX

(FFPI)

DI PERBUKITAN

MENOREH KABUPATEN KULONPROGO

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Oleh:

Wahyu Widiyatmoko1), Dhoni Wicaksono2), Afza Afgani S.3), Achmad F.T. 4), Mustawan N. H. 5) 1,2,3,4) Program Studi Ilmu Lingkungan, Minat Studi Geo-Informasi Untuk Manajemen Bencana, Sekolah Pasca

Sarjana UGM, Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55281

5) Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi UGM, Bulaksumur, Yogyakarta, 55281 1,2) Program Beasiswa Unggulan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

email : yoe.whie@gmail.com

Abstrak

Kawasan Perbukitan Menoreh memliki karakteristik fisik yang potensial terjadi bencana banjir bandang. Kondisi tersebut nampak dari kondisi topografinya berupa perbukitan yang memiliki lembah sungai menyempit di bagian lereng kakinya. Disamping itu, kawasan ini memiliki curah hujan yang tinggi dan jumlah kejadian longsor yang cukup tinggi pula, sehingga berpotensi terjadi bendungan alami dan membuat kawasan ini menjadi semakin potensial untuk terjadinya banjir bandang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kerawanan banjir bandang di tujuh kecamatan yang terletak di kawasan Perbukitan Menoreh, meliputi Kecamatan Kokap, Kecamatan Sentolo, Kecamatan Pengasih, Kecamatan Nanggulan, Kecamatan Girimulyo, Kecamatan Kalibawang dan Kecamatan Samigaluh. FFPI (Flash Flood Potential Index) merupakan metode penaksiran nilai kerawanan banjir bandang berbasis multi-kriteria melalui pengolahan GIS (Geography Information System) berbasis raster image processing

yang dikembangkan oleh Smith (2003) di CBRFC (Colorado Basin River Forecast Center). Melalui metode FFPI akan dapat diketahui kondisi kerawanan statis-intrisik berdasarkan karakteristik fisik wilayah yaitu kelerengan, penutup lahan, penggunaan lahan, dan tekstur tanah. Masing-masing parameter yang digunakan akan diberikan bobot dan skor (weighting and scoring method) yang kemudian ditumpang-susunkan (overlay) menjadi nilai FFPI. Penelitian ini menggunakan tiga skenario untuk memperhitungkan nilai FFPI. Masing-masing skenario memiliki perbedaan pada pembobotan setiap parameter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan yang paling rawan banjir bandang mayoritas terdistribusi di wilayah Perbukitan Menoreh bagian utara dan tengah, terdiri atas Kecamatan Samigaluh, Kecamatan Kalibawang dan Kecamatan Girimulyo.

(2)

PENDAHULUAN

Bencana dapat diartikan sebagai sebuah rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU No, 24 Tahun 2007). Indonesia merupakan daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi serta memiliki topografi yang sangat beranekaragam. Kondisi ini menyebabkan Indonesia memiliki potensi yang besar dalam menghadapi berbagai bencana alam. Salah satu jenis bencana yang sering melanda Indonesia adalah bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, badai tropis dan kekeringan. Dalam kurun waktu tahun 2002 hingga 2009 kejadian bencana di Indonesia meningkat secara signifikan dan didominasi oleh kejadian bencana akibat proses hidro-meteorologi hingga mencapai angka 79% dari seluruh kejadian bencana (Imran, 2013). Bahkan pada tahun 2014 jumlah kejadian bencana yang menimpa Indonesia yang diakibatkan oleh proses hidrometeorologi mencapai angka 1.457 atau hampir 99% dari kejadian bencana yang menimpa Indonesia (Kompas, 2014). Hal ini menunjukkan telah terjadi peningkatan bencana akibat proses hidrometeorologi seiring dengan meningkatnya perubahan iklim global dan degradasi lingkungan.

Salah satu bencana yang berkaitan dengan proses hidrometeorologi adalah bencana banjir bandang. Banjir bandang dapat diartikan sebagai sebuah fenomena dimana aliran air mengalir sangat deras dan pekat yang terjadi secara cepat dan tiba-tiba dan disertai sedimen-sedimen, bongkahan batuan serta tanah (dijumpai juga bongkahan kayu) yang berasal dari daerah hulu sungai. Menurut World Meteorological Organization, banjir bandang merupakan banjir yang berlangsung singkat dengan debit puncak yang relatif tinggi. Sedangkan menurut U.S. National Weather Service, banjir bandang merupakan aliran cepat dengan debit yang besar yang meluap pada daerah yang biasanya kering, atau kenaikan muka air yang cepat pada sungai atau anak sungai di atas tingkat banjir yang telah ditentukan, dimulai dari enam jam dari peristiwa penyebabnya (misalnya: curah hujan yang tinggi, bendungan jebol, longsoran es. Namun, ambang waktu yang sebenarnya dapat bervariasi di berbagai bagian negara.

Banjir bandang berbeda dengan banjir pada umumnya karena memiliki aliran yang cepat dengan debit yang besar dan membawa material lumpur, tanah, batu bahkan material pepohonan yang besar. Dampak yang ditimbulkan dari bencana banjir bandang adalah kerusakan dan kehilangan harta benda sangat tinggi secara masif dan cepat, terutama terhadap bangunan rumah tinggal (hilang karena hanyut dan rusak), infrastruktur yang memerlukan biaya besar untuk rehabilitasinya. Beberapa kejadian banjir bandang besar yang pernah terjadi di Indonesia diantaranya adalah Situ Gintung (2009), banjir bandang Wasior (2010) di Papua Barat, serta banjir bandang Manado (2014).

Faktor-faktor yang menyebabkan banjir bandang adalah (a). Terbentuknya bendungan (DAM) pada aliran sungai di bagian hulu, baik bendungan alam maupun buatan. (b). Hujan deras dengan intesnsitas tinggi serta durasi waktu yang cukup lama (biasanya >2 hari berturut-turut pada daerah hulu. (c). Geometri DAS yang menunjang (lembah sempit, gradien sungai terjal) antara bagian hulu dan hilir. (Imran, 2013). Sedangkan menurut Seno Adi (2013) faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir bandang adalah: (a) Geomorfologi yang bergunung dan lereng curam. (b). Formasi geologi terdiri dari batuan vulkanik muda. (c). Vegetasi penutup tidak mendukung penyerapan air hujan seperti lahan gundul dan lahan kritis. (d). Perubahan tutupan lahan dari vegetasi hutan menjadi non hutan. (e). Perilaku manusia yang ekspoitatif terhadap lingkungan sehingga pemanfaatan lahan tidak dilakukan konservasi tanah dan air.

Berdasarkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya banjir bandang maka dimungkinkan banyak wiilayah Indonesia yang memiliki potensi untuk terjadi bencana tersebut. Salah satu kawasan yang rawan terhadap bencana rawan longsor adalah di perbukitan menoreh Kabupaten Kulonprogo, DIY. Kawasan Perbukitan Menoreh memliki karakteristik fisik yang potensial terjadi bencana banjir bandang. Kondisi tersebut nampak dari kondisi topografinya berupa perbukitan yang memiliki lembah sungai menyempit di bagian lereng kakinya. Disamping itu, kawasan ini memiliki curah hujan yang tinggi dengan jumlah kejadian longsor yang cukup tinggi pula, sehingga berpotensi terjadi bendungan alami dan membuat kawasan ini menjadi semakin potensial untuk terjadinya banjir bandang.

(3)

Gambar 1. Lokasi Perbukitan Menoreh di Kabupaten Kulonprogo

Pada saat musim penghujan sedikitnya terjadi 3-5 kali banjir bandang di kawasan perbukitan ini terutama pada sungai Tinalah, Kayangan, dan Tlegung. Dampak yang ditimbulkan Berdasarkan data historis yang ada, pada tahun 2000 pernah terjadi banjir bandang di Sungai Tlegung yang menyebabkan 3 rumah hancur dan menelan 7 korban jiwa. Oleh karena itu diperlukan kajian tentang kerawanan daerah perbukitan ini terhadap bahaya banjir bandang. Untuk mengetahui seperti apa kondisi kerawanan banjir bandang di daerah tersebut, maka diperlukan suatu analisis yang dapat menaksirkan nilai kerawanan banjir bandang di daerah penelitian. Oleh karena dipilih analisis terbaru yang diharapakan lebih efektif untuk menentukan kerawanan banjir bandang, Metode analisis ini adalah FFPI (Flash Flood Potential Index).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kerawanan banjir bandang di tujuh kecamatan yang terletak di kawasan Perbukitan Menoreh, meliputi Kecamatan Kokap, Kecamatan Sentolo, Kecamatan Pengasih, Kecamatan Nanggulan, Kecamatan Girimulyo, Kecamatan Kalibawang dan Kecamatan Samigaluh.

METODE

Kajian mengenai kerawanan banjir bandang di Perbukitan Menoreh Kulon Progo menggunakan metode Flash Flood Potential Index (FFPI). Metode FFPI dirancang oleh Greg Smith dan tim di

(4)

basin berpengaruh dalam kecepatan dan tingkat konsentrasi aliran permukaan. Vegetasi dan tutupan kanopi memiliki pengaruh terhadap intersepsi air hujan. Penggunaan lahan dapat memainkan peran penting dalam proses infiltrasi, tingkat konsentrasi, dan karakteristik aliran permukaan (Smith, 2003). FFPI adalah sebuah tool sehingga metode ini juga memiliki keterbatasan. FFPI tidak mempertimbangkan kondisi kelembaban tanah sebenarnya yang dapat memiliki kondisi berbeda-beda sesuai dengan skala waktu.Walaupun kelembapan tanah adalah faktor penting dalam pertimbangan penaksiran kerawanan banjir bandang, FFPI tidak mempertimbangkan faktor ini untuk penyederhanaan metode. Tanpa mempertimbangkan faktor kelembaban tanah, FFPI menjadi sumber informasi yang bersifat statis (Jeffrey dan Kevin, 2013).

Sumber Data

Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder untuk menganalisis empat faktor yang digunakan dalam metode FFPI. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data kelerengan, data penggunaan lahan, data tutupan kanopi, dan data tekstur tanah. Teknik pengumpulan dan pengolahan data untuk memperoleh keempat data tersebut akan diuraikan dalam penjelasan berikut ini.

Data Kelerengan

Data kelerengan diperoleh dengan menggunakan citra Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) dengan resolusi spasial 30 meter. Informasi elevasi yang terkandung dalam setiap piksel citra SRTM dapat diolah menjadi informasi kemiringan lereng menggunakan analisis SIG. Pengolahan citra SRTM menggunakan software ArcGIS 10.1. Data kemiringan lereng ditampilkan dalam satuan persen. Data kemiringan lereng kemudian direklasifikasi sesuai indeks FFPI. Reklasifikasi kemiringan lereng dibagi

menjadi 10 kelas sesuai dengan rentang index FFPI yaitu 1-10. Pembagian kelas untuk konversi kemiringan lereng menjadi index FFPI menggunakan metode Natural Breaks. Natural Breaks merupakan teknik pengkelasan berdasarkan pengelompokan alami dalam data yang saling terkait. Interval kelas diidentikasi dari grup terbaik yang memiliki nilai sama dan pebedaan nilai maksimum antar kelas. Setiap nilai data dibagi kedalam kelas yang memiliki batas yang telah ditetapkan, dimana ada perbedaan yang cukup besar antar nilai tersebut (ESRI, 2012).

Data Penggunaan Lahan

Data penggunaan lahan di daerah penelitian berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari peta penggunaan lahan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Kulonprogo tahun 2012. Data penggunaan lahan kemudian dikonversi ke dalam index FFPI berdasarkan klasifikasi Kruzdlo (2010). Tabel konversi penggunaan lahan menjadi indeks FFPI dapat dilihat pada Tabel 1. Peta penggunaan lahan yang telah dikelaskan ke dalam indeks FFPI kemudian diubah formatnya menjadi raster.

Tabel 1. Konversi kelas parameter ke dalam indeks FFPI

Penggunaan Lahan Tekstur Tanah Tutupan

Kanopi (%) FFPI index

Tubuh Air Water 90-100% 1

Hutan Tropis Basah Sand 80-89% 2

Hutan Tropis Sandy loam 70-79% 3

Hutan Campuran Loamy Sand/ Silty Loam 60-69% 4

Hutan Musim/ Padang Jerami/ Lahan Pertanian Silt/ Organic Matter 50-59% 5

Semak Belukar/ Rumput Loam 40-49% 6

Lahan Kosong Sandy Clay Loam/ Silty Clay Loam 30-39% 7

Lahan Terbangun (rendah)/ Lahan Kritis Clay Loam/ Sandy Clay/ Silty Clay 20-29% 8

Lahan Terbangun (menengah) Clay 10-19% 9

Lahan Terbangun (tinggi) Bedrock 0-9% 10

(5)

Data Tekstur Tanah

Peta tekstur tanah untuk wilayah penelitian diperoleh dari data sekunder. Sumber peta tekstur adalah Proyek Pemekaran Pulau Jawa oleh Bakosurtanal 1985. Data tentang tekstur tanah kemudian dikonversi menjadi indeks FFPI berdasarkan klasifikasi Kruzdlo (2010).

Data Tutupan Kanopi

Data tutupan kanopi diperoleh dari interpretasi citra Landsat 8. Citra ini menggunakan data perekaman tanggal 22 Februari 2015. Citra Landsat 8 adalah citra multispektral yang terdiri atas 11 saluran. Data tutupan kanopi dapat dikonversi dari nilai indeks vegetasi. Indeks vegetasi yang digunakan untuk menentukan tutupan kanopi adalah Normalize Difference Vegetation Index (NDVI). Nilai NDVI diperoleh dari perhitungan nilai saluran merah (saluran 4) dan saluran inframerah (saluran 5). Konversi nilai NDVI menjadi persentase tutupan kanopi, salah satu metode dapat menggunakan fungsi linear (Bramantiyo, 2008). Penentuan indeks FFPI dari data tutupan kanopi berdasarkan klasifikasi Kruzdlo (2010).

𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑇𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 𝐾𝑎𝑛𝑜𝑝𝑖 = (109,39 × 𝑁𝐷𝑉𝐼) − 5.3485

Pengolahan Data Raster

Penentuan kawasan rawan bencana banjir bandang menggunakan indeks FFPI diolah berdasarkan

raster image processing. Nilai index dari setiap parameter kemudian digabungkan untuk dihitung indeks rata-rata dari keempat parameter. Berdasarkan panduan dari Smith (2003), indeks kelerengan memiliki bobot yang sedikit lebih banyak dibanding dengan parameter yang lain. Hal ini dikarenakan kemiringan lereng berkontribusi lebih terhadap kejadian banjir bandang di wilayah kajian CBRCF. Secara umum, indeks FFPI dapat diformulasikan sebagai berikut (Jeffrey dan Kevin, 2013):

𝐹𝐹𝑃𝐼 =(𝑀 + 𝐿 + 𝑆 + 𝑉)

N = Jumlah pembobotan. (L, S, V diberi bobot 1 sedangkan M diberi bobot lebih dari 1 sehingga N memiliki nilai lebih dari 4)

Indeks FFPI banyak diadopsi oleh Weather Forecast Office (WFO) di Amerika Serikat untuk menentukan tingkat kerawanan banjir bandang di suatu area. Jeffrey dan Kevin (2013) merangkum sedikitnya ada 3 WFO yang mengembangkan metode FFPI untuk menentukan wilayah yang rawan terhadap banjir bandang. Modifikasi metode FFPI terletak pada perbedaan pembobotan parameter yang dinilai paling sesuai dengan keadaan fisiografi daerah penelitian. Pada penelitian ini, tiga metode WFO diadopsi untuk diterapkan untuk menentukan daerah rawan banjir bandang di Pegunungan Menoreh Kabupaten Kulonprogo.

Skenario 1 (WFO Binghamton, New York)

Metode ini dikembangkan oleh James Brewster pada tahun 2009. Metode ini memberi bobot 1,5 untuk kemiringan lereng dan bobot 0,5 untuk tutupan kanopi.

𝐹𝐹𝑃𝐼 =(1,5(𝑀) + 𝐿 + 𝑆 + 0,5(𝑉))4

Skenario 2 (WFO Mount Holly, New Jersey)

Metode ini dikembangkan oleh Raymond Kruzdlo pada tahun 2010. Metode ini memberi bobot yang sama untuk keempat parameter yang digunakan dalam menghitung indeks FFPI.

(6)

Skenario 3 (WFO State College, Pennsylvania)

Metode ini dikembangkan oleh Joseph Ceru pada tahun 2012. Metode ini memberi bobot yang sama terhadap parameter kelerengan dan penggunaan lahan. Pada metode ini bobot bersifat fleksibel. Dalam penelitian ini kemiringan lereng dan penggunaan lahan diberi bobot 2.

𝐹𝐹𝑃𝐼 =(2(𝑀) + 2(𝐿) + 𝑆 + 𝑉)6

Gambar 2. Diagram alir penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Daerah Penelitian

Daerah dalam penelitian ini meliputi wilayah Perbukitan Menoreh yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Kulonprogo. Daerah penelitian meliputi 7 kecamatan yaitu Kecamatan Samigaluh, Kalibawang, Girimulyo, Nanggulan, Sentolo, Pengasih, dan Kokap. Secara astronomis, daerah penelitian terletak antara 7o38’36” LS – 7o54’29” LS dan 110o2’25” BT – 110o15’57” BT. Daerah penelitian

memiliki kondisi topografi yang sangat kompleks dari daerah yang memiliki topografi datar hingga sangat terjal. Wilayah topografi yang bervariasi akan memberikan respon yang berbeda terhadap tingkat kerawanan banjir bandang. Secara geologis, daerah penelitian merupakan bagian dari daerah Pegunungan Progo Barat (West Progo Mountain) yang pada awalnya merupakan bentukan berupa kubah (dome) yang terbentuk akibat adanya proses pengangkatan yang terjadi pada zaman Pleistosen (Bemmelen, 1949). Puncak kubah tertutup oleh material gunungapi yang termasuk dalam Formasi Jonggrangan antara lain adalah Gunungapi Gadjah, Gunungapi Idjo, Gunungapi Menoreh, yang telah terdenudasi secara intensif sehingga inti dari gunungapi tersebut tersingkap (Bammelen, 1949).

Kondisi Topografi

(7)

a b

c d

dengan cepat mengalir menuju ke daerah yang lebih rendah dan menyebabkan tingkat infiltrasi yang rendah. Besarnya debit aliran permukaan akan menyebabkan banjir bandang jika terjadi hujan dengan intensitas cukup tinggi. Aliran sungai yang memiliki daerah tangkapan dengan kemiringan lereng curam akan lebih berpotensi terjadi banjir bandang. Kemiringan lereng yang tinggi ditambah wilayah DAS yang luas akan menghasilkan debit aliran yang besar dan dapat menimbulkan terjadinya banjir bandang.

(8)

Daerah yang berada pada transisi daerah topografi kasar dengan daerah datar memiliki potensi dampak kerusakan yang tinggi. Hal ini disebabkan karena air yang berada dalam saluran kemudian akan meluap di daerah yang datar tersebut. Sungai-sungai yang berada didaerah ini perlu mendapat perhatian khusus, terutama untuk sungai dengan daerah tangkapan hujan yang cukup luas. Kemiringan lereng yang tinggi juga dapat memicu terjadinya longsor yang dapat menutup saluran drainasi (sungai), Longsor dapat menyebabkan bendungan alami yang dapat collapse sewaktu-waktu jika tidak kuat menahan air yang dibendungnya. Bendungan alami yang collapse mengalirkan air dengan debit tinggi yang menimbulkan terjadinya banjir bandang.

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan memiliki kontribusi yang penting dalam kejadian banjir bandang. Penggunaan lahan mempengaruhi tingkat infiltrasi dan jumlah limpasan air jika terjadi hujan. Pemukiman padat memiliki indeks FFPI penggunaan lahan yang tinggi karena air akan menjadi limpasan disebabkan oleh lahan terbangun. Pemukiman padat di daerah penelitian tersebar di bagian timur dimana daerah ini cukup datar sehingga cocok digunakan sebagai permukiman. Permukiman di daerah dengan relief kasar cukup terbatas karena lahan yang dapat digunakan untuk permukiman cukup sulit. Daerah bervegetasi memiliki indeks FFPI yang rendah karena vegetasi mampu mengurangi laju air sehingga proses infiltrasi lebih optimal dan mengurangi air limpasan. Penggunaan lahan di daerah penelitian didominasi oleh kebun campuran dan tegalan yang memiliki indeks FFPI menengah.

Tekstur Tanah

Tekstur tanah memiliki peran penting dalam proses infiltrasi. Semakin banyak kandungan lempung, maka infiltrasi akan semakin sedikit dan jumlah air limpasan akan semakin banyak. Tekstur tanah lempung memilik daerah yang cukup luas di daerah penelitian. Distribusi spasial tekstur tanah lempung berada di daerah dengan topografi kasar sehingga meningkatkan tingkat kerawanan banjir bandang.

Tutupan Kanopi Vegetasi

Tutupan vegetasi berperan dalam proses intersepsi air hujan. Intersepsi akan menurunkan kecepatan aliran air sehingga proses infiltrasi akan bejalan lebih efektif. Semakin tinggi kerapatan vegetasi, maka indeks FFPI akan semakin rendah, begitu juga sebaliknya. Daerah dengan tutupan kanopi cukup tinggi berada di daerah perbukitan dengan relief kasar. Tutupan kanopi dengan persentase rendah berada di daerah dataran. Hal ini disebabkan karena lahan di daerah ini diusahakan sebagai sawah sehingga memiliki tutupan kanopi yang rendah

Tingkat Kerawanan Banjir Bandang

Tingkat kerawanan banjir bandang di daerah penelitian dibuat berdasarkan indeks FFPI. Semakin tinggi indeks FFPI pada suatu area, maka kerentanan area tersebut terhadap banjir bandang. Semakin tinggi nilai FFPI menunjukkan semakin besar debit limpasan air jika hujan terjadi. Oleh karena itu, jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi akan menyebabkan banjir bandang. Peta kerawanan banjir bandang dibuat berdasar 3 skenario yang pernah diimplementasikan oleh WFO di Amerika Serikat. Hasil pembuatan peta kerawanan dengan menggunakan 3 skenario menghasilkan peta kerawanan yang tidak begitu berbeda jauh. Daerah yang memiliki indeks FFPI tinggi tidak mengalami perubahan. Perbedaan yang dapat dilihat dari ketiga skenario adalah nilai indeks FFPI dari tiga skenario.

Tabel 2. Perbandingan nilai FFPI dari tiga skenario

Metode FFPI Nilai Minimum Nilai Maksimum Skenario 1 (WFO Binghamton) 2,125 9,25

Skenario 2 (WFO Mount Holly) 2,75 8,875 Skenario 3 (WFO State College) 2,167 9,167

(9)

a

a

rendah juga tidak begitu mencolok. Untuk pembahasan lebih lanjut, metode dari WFO State College dipilih karena nilai maksimum dan minimum berada diantara kedua skenario yang lain.

Untuk membuktikan metode FFPI dapat menjadi acuan pembuatan peta kerawanan banjir bandang, observasi dilakukan di 3 sungai yang berhulu dari perbukitan menoreh, yaitu Sungai Tlegung, Sungai Tinalah dan Sungai Kayangan. Berdasarkan observasi dari ketiga sungai ditemukan banyak berangkal (cobble) dan bongkah (boulder) disepanjang aliran sungai, terutama daerah yang mendekati hulu. Cobble dan boulder dapat ditemukan di sepanjang aliran sungai karena dibawa oleh aliran air dengan energi kinetik yang besar. Banyaknya cobble dan boulder yang ditemukan mengindikasikan bahwa ketiga sungai ini sering dilanda banjir bandang. Berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk setempat juga menuturkan hal yang serupa. Banjir bandang disertai longsor di Sungai Tlegung pernah menelan 7 korban jiwa pada tahun 2000. Banjir bandang ini juga memutuskan jembatan yang ada di Dusun Ngaren Desa Banjarasri. Banjir juga sering terjadi ketika hujan dengan intensitas sedang di Sungai Tinalah. Banjir bercampur lumpur dan batu sering terjadi di Sungai Kayangan jika hujan dengan intensitas tinggi terjadi. Bahkan banjir juga membawa batang pohon bersama dengan aliran air, lumpur, dan batu.

Hal ini mengindikasikan bahwa metode FFPI dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk menentukan kerawanan banjir bandang di suatu area. Ketiga sungai yang menjadi bahan observasi berhulu di perbukitan Menoreh dengan indeks FFPI yang tinggi. Kajian banjir bandang perlu mengintegrasikan wilayah hulu sebagai penyebab banjir bandang dan wilayah hilir sebagai daerah terdampak banjir bandang.

Gambar 4. a) Peta kerawanan banjir bandang berdasarkan nilai FFPI, b) Sungai Tlegung, c) Sungai Tinalah, d) Sungai Kayangan

b

c

(10)

KESIMPULAN

1. Tingkat kerawanan banjir bandang berdasarkan metode FFPI mayoritas terletak di Perbukitan Menoreh yang mencakup Kecamatan Samigaluh, Kecamatan Kalibawang, dan Kecamatan Girimulyo. Hal ini dikarenakan lereng yang terjal dan tekstur tanah lempung. Masyarakat perlu mewaspadai aliran sungai yang berhulu dari Perbukitan Menoreh terutama jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi.

2. Metode FFPI dapat digunakan sebagai metode untuk menentukan kerawanan banjir bandang di Perbukitan Menoreh karena sesuai dengan bukti yang ditemukan pada observasi di lapangan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada keluarga besar Geo-Informasi Untuk Manajemen Bencana UGM Batch 10 atas bantuan kegiatan survei lapangan, sharing data dan bantuan teknis dalam pengolahan data.

REFERENSI

Adi, Seno. 2013. Karakterisasi Bencana Banjir Bandang di Indonesia. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia (2013). 15:42-51. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Bemmelen, RW van. 1949. The Geology of Indonesia. Government Printing Office, The Hague

Imran, A.M. , Ramlan A., Arif S., Baja S., Paharuddin, Solle M. S., Alimuddin I., Sakka, Salman D. 2013. Kajian Naskah Akademik Master Plan Penanggulangan Risiko Bencana Banjir Bandang. Seminar Proceeding, Mataram, 8 – 10 Oktober 2013

Kruzdlo, Raymond. 2010: Flash Flood Potential Index for the Mount Holly Hydrologic Service Area. Diakses pada tanggal 10 April 2015 pukul 17.15: http://www.state.nj.us/drbc/library/documents/Flood_Website/flood-warning/user-forums/Krudzlo_NWS.pdf

Smith, Greg. 2003. Flash Flood Potential: Determining the Hydrologic Response of FFMP Basins to Heavy Rain by Analyzing Their Physiographic Characteristics. Diakses pada tanggal 10 April 2015 pukul 18.30: http://www.cbrfc.noaa.gov/papers/ffp_wpap.pdf

University Corporation for Atmospheric Research. 2010. Flash Flood Early Warning System Reference Guide.

Diakses pada tanggal 10 April 2015 pukul 19.00:

http://www.meted.ucar.edu/communities/hazwarnsys/haz_fflood.php

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

Gambar

Gambar 1. Lokasi Perbukitan Menoreh di Kabupaten Kulonprogo
Tabel 1. Konversi kelas parameter ke dalam indeks FFPI
Gambar 2. Diagram alir penelitian
Gambar 3. a) Peta Kemiringan Lereng, b) Peta Penggunaan Lahan, c) Peta Tekstur Tanah, d) Peta Tutupan Kanopi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilaksanakannya penelitian ini yang dimulai dari siklus I sampai pada siklus II sebelum dan sesudah diterapkannya media pembelajaran sebagai solusi untuk

Keputusan itu ditandai dengan perbedaan politik luar negeri terhadap Kurdi yang berupa: - Pertama, sikap Israel terhadap kelompok Kurdi KRG adalah bentuk aliansi periphery,

Perlindungan tangan : Sarung tangan yang kedap dan tahan kimia dengan kelulusan perlulah dipakai sentiasa semasa pengendalian bahan kimia apabila ditunjukkan dalam

#pesimen kemudian diletakkan di atas kaca ob-ek, dan ditetesi oleh alkohol 0() *ang berfungsi sebagai pembersih. #etelah itu, organ dalam Pediculus humanus capitis ini

Hasil pengujian berat jenis menunjukkan bahwa berat jenis kayu jati yang digunakan di Masjid Gedhe Mataram memiliki nilai berat jenis rerata 0.62 seperti yang telah

Hasil dari penelitian dan pengembangan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif berintegrasi islam pada mata pelajaran IPS kelas IV materi perkembangan teknologi

4.. Diagnosis Laboratorium dalam menegakkan diagnosa demam tifoid sangat penting dilakukan karena dapat membantu dalam menentukan hasil pemeriksaan. Sampai saat ini masih

Kas us pers etubuhan anak dalam Putusan Nomor 2 / Pid.Sus.Anak / 2015/ PN.Dps terdakwa dalam kasus ini adalah seorang anak yang berusia 17 tahun 9 bulan dengan