• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU KP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU KP"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI KESEHATAN KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU

IKM-C 2016 Kelompok 8 :

1. Anugrah Lintang I 101611133058 2. Anta Anugrah 101611133115 3. Ainun Azizah R 101611133118 4. Syamira N 101611133192 5. Selly Anggita K 101611133198 6. Dita Arditya K 101611133207

7. Dian Novitasari 101611133213 8. Bethania Amruh N 101611133217 9. Dian Tami W 101611133223 10. M. Azhari Mardhani 101611133233

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik di dunia sampai di akhirat, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman-teman sekalian yang telah membantu, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata Kuliah Komunikasi Kesehatan mengenai materi Komunikasi Perubahan Perilaku. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal. Harapan kami semoga makalah ini penuh manfaat, menambah pengetahuan dan pengalaman baik bagi pribadi dan orang lain.Terlepas dari semua itu, kami sadar bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Sekian dan terima kasih.

Surabaya, 27 September 2017

(3)

Kata Pengantar………...…….ii

Daftar Isi………...……..iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….……..1

1.2 Rumusan Masalah………..2

1.3 Tujuan………2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Perilaku……….………3

2.2 Definisi Perubahan Perilaku……….………..3

2.3 Pengertian Komunikasi Perubahan Perilaku……….…….3

2.4 Tahapan Komunikasi Perubahan Perilaku……….………3

2.5 Faktor Penentu Perubahan Perilaku………....…….…..4

2.6 Tujuan Komunikasi Perubahan Perilaku………..……..5

2.7 Strategi Perubahan Perilaku………..….6

2.8 Faktor Penghambat Perubahan Perilaku……….………..…..6

2.9 Studi Kasus………..………...8

2.9.1 Bahasan Studi Kasus………..…….…8

2.9.2 Pembahasan Studi Kasus……….…………...….9

2.9.3 Kesimpulan Studi Kasus………..…..11

2.9.4 Saran Studi Kasus………..11

2.10 Soal & Jawaban………..11

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan………12

3.2 Saran………...12

Daftar Pustaka………13

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Komunikasi merupakan kebutuhan setiap individu untuk hidup dalam suatu lingkungan atau masyarakat. Setiap manusia akan menjalin hubungan dengan manusia lainnya melalui komunikasi. Hal yang didapat dari sebuah komunikasi adalah informasi, kesepakatan, terjalinnya hubungan dekat, hubungan kerja, dan lain sebagainya.

Komunikasi terjadi dimanapun dengan tujuan yang berbeda pula, seperti dalam sebuah kelompok, organisasi, keluarga, antara dua orang ataupun komunikasi di dalam diri sendiri. Macam-macam komunikasi ini memiliki tujuan yang berbeda pula. Namun tujuan utama dari terjadinya komunikasi yaitu tersampaikannya pesan dari pengirim kepada penerima. Pesan itu baik berupa informasi maupun bujukan.

Komunikasi dalam masyarakat juga digunakan untuk merubah perilaku termasuk perilaku sehat. Perilaku masyarakat dalam meningkatkan kesehatannya saat ini masih rendah, meskipun di Indonesia paradigma sakit telah diganti dengan paradigma sehat. Masyarakat sendiri masih melakukan kebiasaan lama yang sebenarnya tidak baik untuk dilakukan. Seperti melahirkan dengan dukun beranak, Buang Air Besar (BAB) disungai, dan lainnya. Saat ini meskipun telah banyak penyuluhan yang memberikan informasi tentang dampak buruk dari kebiasaan lama tersebut tetap saja masih terdapat masyarakat yang masih melakukannya.

Menurut Carl I. Hovland Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain. Dalam pengertian teresebut jelas bahwa kegiatan komunikasi berusaha untuk mengubah perilaku seseorang. Seperti halnya individu dalam proses komunikasi tersebut memiliki sikap ingin mempengaruhi. Proses memberikan pengaruh kepada orang lain ini dilakukan melalui komunikasi

(5)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan perilaku?

2. Apa yang dimaksud dengan perubahan perilaku?

3. Apa yang dimaksud dengan komunikasi perubahan perilaku? 4. Apa saja tahapan-tahapan dalam komunikasi perubahan perilaku? 5. Faktor apa saja yang menentukan berubahnya perilaku?

6. Apa tujuan dari komunikasi perubahan perilaku?

7. Apa saja strategi yang digunakan dalam komunikasi perubahan perilaku? 8. Apa hambatan atau tantangan dalam komunikasi perubahan perilaku? 9. Bagaimana contoh studi kasus dari komunikasi perubahan perilaku?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang perilaku

2. Untuk mengetahui tentang perubahan perilaku 3. Untuk mengetahui komunikasi perubahan perilaku

4. Untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam komunikasi perubahan perilaku 5. Untuk mengetahui faktor -faktor yang menentukan perubahan perilaku 6. Untuk mengetahui tujuan dari komunikasi perubahan perilaku

7. Untuk mengetahui startegi yang digunakan dalam komunikasi perubahan perilaku 8. Untuk mengetahui hambatan atau tantangan dalam komunikasi perubahan perilaku 9. Untuk mengetahui studi kasus dari komunikasi perubahan perilaku

BAB II

(6)

PEMBAHASAN 2.1 Definisi Perilaku

Pengertian perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang

dilakukan oleh makhluk hidup.

2.2 Definisi Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku adalah merupakan suatu paradigma bahwa manusia akan berubah sesuai dengan apa yang dipelajarinya baik dari keluarga, teman, sahabat ataupun belajar dari pengalaman mereka sendiri.

2.3 Pengertian KPP

Komunikasi Perubahan Perilaku / KPP (Behavior Change Communication / BCC) adalah suatu proses interaktif untuk merancang beragam pesan menggunakan berbagai macam media dan saluran untuk mempromosikan, mengubah, mengembangkan dan memelihara perilaku yang positif, khususnya perilaku kesehatan masyarakat. Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) merupakan pengembangan dari KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi), namun lebih menekankan pada perubahan perilaku, sehingga tidak hanya berhenti pada peningkatan pengetahuan dan sikap saja. Istilah KPP dipergunakan untuk menegaskan bahwa komunikasi tersebut harus mengarah pada perubahan atau perbaikan perilaku.

2.4 Tahapan KPP

(Skema Tahapan KPP) Persiapan Analisis / Telaah

Situasi

Kajian Formatif

Merancang Strategi Komunikas

i Mengembangkan

Materi KPP Pelaksanaan

(7)

1) Melakukan telaah situasi, untuk menemukan dan mengenali masalah kesehatan. 2) Melakukan penelitian atau Kajian Formatif, untuk menemukan dan mengenali perilaku

sekarang yang berkaitan dengan masalah kesehatan tersebut, serta faktor pendorong dan penghambatnya.

3) Menyusun strategi dan rencana Komunikasi Perubahan Perilaku yang efektif, dalam rangka perbaikan kesehatan termasuk rencana monitoring dan evaluasinya.

4) Merancang media Komunikasi Perubahan Perilaku dan mengembangkannya.

2.5 Faktor Penentu Perubahan Perilaku

Terdapat beberapa tahapan yang dilalui, sehingga kita dapat mengalami perubahan perilaku. Tahap-tahap tersebut antara lain tahap mengetahui, memahami, mempraktekkan, merangkum, serta tahap evaluasi.

Pada tahap pertama, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku adalah pengetahuan (knowledge). Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Komponen kognitif merupakan representasi yang dipercaya oleh individu. Komponen kognitif berisi persepsi dan kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu kepercayaan datang dari yang telah dilihat, kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan telah terbentuk, akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai yang dapat diharapkan dari objek tertentu.

Namun kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak terlalu akurat. Kadang-kadang kepercayaan tersebut terbentuk justru dikarenakan kurang atau tiadanya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan atau opini.

Berikut ini berapa referensi yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku seseorang. Terdapat beberapa tahapan yang dilalui, sehingga kita dapat mengalami perubahan perilaku. Tahap-tahap tersebut antara lain tahap mengetahui, memahami, mempraktekkan, merangkum, serta tahap evaluasi.

(8)

menginterpretasikan secara benar tentang objek. Tahap selanjutnya, tahap ketiga, tahap aplikasi (application), yaitu jika orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada situasi yang lain.

Sedangkan tahap ke empat merupakan tahap analisis (analysis), merupakan kemampuan seseorang menjabarkan dan atau memisahkan. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang sudah sampai pada tingkat analisis jika dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram pada pengetahuan atas objek tersebut.

Tahap ke lima adalah sintesis (synthesis). Tahap ini menunjukkan kemampuan seseorang untuk merangkum suatu hubungan logis dari komponen komponen pengetahuan yang dimiliki. Sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun formulasi baru. Sedangkan tahap terakhir, berupa tahap evaluasi (evaluation). Tahap ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek.

2.6 Tujuan Komunikasi Perubahan Perilaku 1. Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit

Komunikasi dalam perubahan perilaku bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang suatu penyakit. Penyakit yang dicari tahu ini biasanya terkait penyakit yang dialami oleh dirinya sendiri atau penyakit orang lain. Dengan mengetahui lebih dalam tentang penyakit tersebut, maka hal ini akan sangat bermanfaat terkait meminimalisir terjadinya risiko yang bisa saja menimpa orang tersebut bila tidak mengetahui tentang penyakitnya.

2. Meningkatkan persepsi terhadap risiko

Meningkatkan persepsi terhadap risiko disini yang dimaksud adalah melakukan tindakan-tindakan yang bisa meminimalisir terjadinya risiko dengan maksimal. Risiko tersebut adalah bahaya atau ancaman atau kerentanan dari suatu penyakit. Penting sekali untuk melakukan tindakan yang tepat dalam mencegah terjadinya risiko agar penyakit tidak semakin memburuk.

3. Meningkatkan demand / permintaan / kebutuhan terhadap layanan

(9)

Salah satu tujuan komunikasi perubahan perilaku adalah agar bisa meningkatkan kepercayaan diri seseorang untuk mengakses layanan kesehatan. Dengan komunikasi yang baik untuk pasien maka seseorang yang biasanya tidak percaya diri atau takut bila pergi ke tempat pelayanan kesehatan seperti puskesmas untuk memeriksakan keadaannya menjadi berani. Komunikasi ini berlaku juga bagi dokter dan tenaga kesehatan lainnya agar pasien selalu percaya diri dan mau untuk memeriksakan dirinya dengan jujur.

2.7 Strategi Perubahan Perilaku a. Inforcement (Paksaan):

Perubahan perilaku dilakukan dengan paksaan, dan atau menggunakan peraturan atau perundangan. Menghasilkan perubahan perilaku yang cepat, tetapi untuk sementara (tidak langgeng)

b. Persuasi

Dapat dilakukan dengan persuasi melalui pesan, diskusi dan argumentasi. Melalui pesan seperti jangan makan babi karna bisa menimbukkan penyakit H1N1. Melalui diskusi seperti diskusi tentang abortus yang membahayakan jika digunakan untuk alasan yang tidak baik

c. Fasilitasi

Strategi ini dengan penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung. Dengan penyediaan sarana dan prasarana ini akan meningkatkan Knowledge (pengetahuan) Untuk melakukan strategi ini mmeerlukan beberapa proses yakni kesediaan, identifikasi dan internalisasi.

d. Education

Perubahan perilaku dilakukan melalui proses pembelajaran, mulai dari pemberian informasi atau penyuluhan-penyuluhan. Menghasilkan perubahan perilaku yang

langgeng, tetapi makan waktu lama.

2.8 Faktor Penghambat Perubahan

Berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya (Atkinson,1987). Ada beberapa hal yang mempengaruhi perilaku seseorang, sebagian terletak di dalam individu sendiri yang disebut faktor intern yaitu keturunan dan motif. Sedangkan sebagian terletak diluar dirinya yang disebut faktor ekstern, yaitu faktor lingkungan. Sedangkan aspek perilaku berupa aspek fisik, aspek psikis, dan aspek sosial.

(10)

Faktor-Faktor Penghambat Perubahan :

1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain

Manusia yang tidak pernah lepas dari hubungan manusia atau masyarakat lain dalam suatu pergaulan. Kurangnya hubungan dengan masyarkata lain akan mengakibatkan suatu masyarakat yang menjadi terasing dari pergaulan hidup dengan masyarakat lainnya. Bila pergaulan saja sangat terbatas, maka yang terjadi ialah keterbatasan pemikiran sehingga keinginan untuk berubah pun juga sangat minim.

2. Terlambatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Dengan adanya keterbatasan dalam pergaulan, bisa dipastikan perkembangan ilmu pengetahuan juga akan terlambat. Sebab didalam kemajuan ilmu pengetahuan bisa ditempuh diantaranya dengan metode learning by doing. Tidak adanya keinginan untuk menambah wawasan dibidang ilmu pengetahuan hal ini akan mengakibatkan pola pikir yang terbelakang dan ketinggalam zaman, sehingga timbul sebuah pandangan miring adanya kelompok masyarakat yang enggan berubah.

3. Sikap masyarakat yang masih sangat tradisional

Sikap konservatif ini atau enggan untuk melakukan sebuah perubahan akan membawa mentalitas yang buruk dalam sebuah kemajuan, karena itu sikap tersebut harus dihindari bila seseorang hendak melakukan suatu perubahan.

4. Rasa takut terjadinya kegoyahan pada integritas kebudayaan

Ada beberapa anggota masyarkat yang takut atau khawatir terhadap perubahan yang terjadi dimasyarakat karena menurut mereka perubahan itu akan menggoyahkan integrasi dalam masyarakat. Misalnya : penggunaan traktor dalam pengolahan lahan pertanian, mulanya hal itu ditolak karena bisa memudarkan gotong royong diantara para petani, namum lambat tahun hal itu bisa diterima.

5. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat (vested interest) Nilai-nilai tradisonal akan memunculkansebuah kepentingan-kepentingan kolektif yang tertanam kuat dalam diri masyarakat. Hal ini juga akan menghambat sebuah perubahan sosial karena pada dasarnya suatu perubahan itu berusaha untuk meninggalkan nilai-nilai lama guna menuju pada nilai-nilai yang baru yang lebih bermanfaat dan sesuai dengan keadaan masyarakat saat sekarang. Oleh karena itu seseorang yang menginginkan sebuah perubahan harus berani membuang jauh nilai-nilai kepentingan semacam ini. 6. Adanya sikap tertutup dan prasangka terhadap hal baru/asing

(11)

Suatu perubahan didalam masyarakat akan sulit terjadi bila berbenturan dengan ideologi atau paham yang dianut oleh masyarakat tersebut. Misalnya : kebiasaan-kebiasaan yang ada dimasyarakat.

8. Adat atau kebiasaan yang telah mengakar

9. Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki (pandangan pesimistis)

2.9 Studi Kasus

2.9.1 Bahasan Studi Kasus

Subjek penelitian adalah siswa kelas 4 dan kelas 5 di dua SD di Kabupaten Bogor Jawa Barat yang meliputi SDN dan SDIT. Rentang usia siswa bervariasi antara 8 _ 12 tahun dengan usia terbanyak adalah 10 tahun (62,8%) sedangkan jenis kelamin siswa didominasi oleh siswa perempuan sebesar 51,3%. Pada siswa SDN dan SDIT terjadi peningkatan kebiasaan makan lengkap dalam sehari yaitu frekuensi 3 kali dan > 3 kali sehari. Sebaliknya, terjadi penurunan kebiasaan makan lengkap dengan frekuensi 2 kali sehari. Penurunan kebiasaan sarapan pagi siswa setelah diberikan kegiatan intervensi di 2 SD yaitu siswa SDN dan SDIT. Sebagian besar tempat sarapan pagi adalah rumah dan hanya 3 siswa SDIT yang sarapan di sekolah. Hal ini disebabkan oleh letak rumah siswa yang jauh dari sekolah sehingga mereka selalu dibawakan bekal sarapan oleh orang tua untuk dikonsumsi sebelum jam pelajaran dimulai. Terjadi penurunan proporsi ketersediaan sarapan di rumah, baik pada siswa SDN maupun SDIT. Hal ini sejalan dengan penurunan proporsi orang yang menyiapkan sarapan, baik ibu maupun pembantu.

Sebagian besar jenis sarapan yang dimakan anak adalah nasi dan lauk diikuti dengan roti dan susu. Tidak satupun siswa yang mengonsumsi mi instan saja. Hal tersebut mengindikasikan pengetahuan dan kewaspadaan orang tua terhadap pola makan anak cukup baik. Sebagian besar siswa mempunyai kebiasaan jajan 2 _ 3 kali sehari tetapi setelah intervensi terjadi penurunan frekuensi kebiasaan jajan siswa pada kebiasaan jajan 2 _ 3 kali sehari dan 1 kali sehari. Hanya ada 1 siswa di SDIT yang tetap tidak pernah jajan dalam sehari. Hal ini karena memang tidak diberikan uang saku dan uang jajan oleh orang tuanya.

Terjadi peningkatan pengetahuan dan perilaku siswa sesudah kegiatan intervensi baik pada siswa SDN maupun SDIT. Peningkatan sikap siswa terhadap sarapan juga terjadi pada siswa di kedua SD, namun tidak menunjukkan perbedaan signifikan. Rata-rata asupan energi siswa SDN mengalami peningkatan secara signifikan sedangkan asupan energi siswa SDIT mengalami peningkatan setelah kegiatan intervensi.

(12)

Asupan protein, baik pada siswa SDN dan SDIT, mengalami penurunan setelah dilakukan kegiatan intervensi. Terjadi peningkatan rata-rata asupan karbohidrat pada siswa SDIT, sedangkan pada siswa SDN mengalami penurunan. Hal sebaliknya terjadi pada asupan lemak dan serat, setelah dilakukan kegiatan intervensi terjadi peningkatan asupan lemak dan serat pada siswa SDN dan penurunan asupan pada siswa SDIT

2.9.2 Pembahasan Studi Kasus

Pendidikan kesehatan merupakan upaya peningkatan perilaku hidup sehat di masyarakat dengan tujuan menyadarkan masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan derajat kesehatan. Pendidikan gizi dalam bentuk KIE merupakan upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat khususnya status gizi melalui perubahan pengetahuan dan praktik/perilaku gizi ke arah yang lebih baik. Salah satu upaya KIE gizi pada anak melalui media pendidikan sebagai alat bantu menyampaikan bahan pendidikan/ pengajaran. Penggunaan media pendidikan berguna untuk mencapai sasaran yang lebih banyak, menimbulkan minat sasaran pendidikan, memotivasi sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan, membantu mengatasi berbagai hambatan, dan membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih cepat dan lebih banyak.

Secara umum, tujuan dari kegiatan intervensi ini adalah meningkatkan pengetahuan dan penilaian siswa terhadap manfaat sarapan serta membiasakan diri sarapan sebelum melakukan aktivitas sekolah. Terjadi penurunan proporsi frekuensi jajan siswa SDIT dari jajan > 3 kali/hari menjadi 2 _ 3 kali/hari. Namun, siswa SDN justru mengalami peningkatan frekuensi jajan yang kemungkinan disebabkan oleh kemudahan siswa membeli jajanan di sekitar sekolah saat istirahat dan pulang sekolah. Tidak ada larangan untuk jajan di sekitar sekolah serta larangan pedagang menjajakan dagangan sehingga membuat banyak pedagang jajanan yang berjualan di sekitar sekolah. Sebagian besar siswa mempunyai kebiasaan jajan di sekolah dan di rumah dengan frekuensi 2 _ 3 kali/hari. Kebiasaan jajan anak di sekolah dipengaruhi oleh kebijakan sekolah, orang tua, dan teman.

(13)

yang juga lebih tinggi dibandingkan siswa SDIT. Semakin besar uang saku yang diperoleh, jajan siswa cenderung semakin meningkat.

Kebiasaan jajan mengalami penurunan sebelum dan sesudah kegiatan intervensi. Kebiasaan jajan anak dipengaruhi oleh pengetahuan gizi, kebiasaan membawa bekal makanan, uang jajan, sarapan pagi, pekerjaan, dan pendidikan orang tua.7 Alasan mengubah kebiasaan sarapan selama satu bulan terakhir antara lain sarapan tidak tersedia, terlambat bangun tidur, tergesagesa ke sekolah, dan makanan membosankan. sekitar 10% _ 15% keluarga cenderung mengubah kebiasaan menyediakan sarapan dari setiap hari menjadi kadang-kadang.

Sebagian besar ibu siswa selalu menyediakan sarapan pagi dan sisanya (< 10%) disediakan oleh pembantu rumah tangga atau nenek karena ibu siswa tersebut adalah ibu yang bekerja dan berangkat kerja lebih awal sehingga tidak sempat menyediakan sarapan pagi terlebih dahulu bagi anaknya. Jika seorang ibu bekerja maka ketersediaan waktu untuk menyiapkan sarapan pagi akan berkurang karena harus menyiapkan diri untuk pergi bekerja.

Penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa lebih dari 80% anak sarapan sebelum ke sekolah meskipun pengetahuan gizi seimbang secara umum masih belum baik. Sarapan biasanya dilakukan di rumah. Bila di rumah tidak ada makanan, anak biasanya sarapan di sekolah. Cukup banyak anak yang membawa bekal ke sekolah.

Proporsi terbanyak jenis sarapan yang dikonsumsi oleh siswa, baik yang berasal dari SDN maupun SDIT adalah nasi dengan lauk pauk berupa telur, ikan, ayam, dan daging, diikuti dengan jenis roti dan susu. Yang menarik adalah terjadi penurunan proporsi siswa yang mengonsumsi nasi dan lauk dengan roti dan susu menjadi jenis makanan seperti burger, risol, bakwan, kentang goreng, dan lontong/arem-arem. Salah satu penyebabnya adalah siswa merasa bosan dengan menu sarapan pagi yang tidak berubah dalam seminggu. Seorang anak sudah mulai dapat membedakan makanan yang enak dan tidak enak serta membosankan.

Sarapan pagi bagi anak usia sekolah sangat penting karena waktu sekolah adalah penuh aktivitas yang membutuhkan energi dan kalori yang cukup besar. Sarapan harus memenuhi total kalori kebutuhan anak setiap hari. Dengan mengonsumsi 2 potong roti dan telur, satu porsi bubur ayam, serta satu gelas susu dan buah akan diperoleh 300 kalori. Bila tidak sempat sarapan pagi, sebaiknya anak dibekali dengan makanan/snack yang berat (bergizi lengkap dan seimbang) seperti arem-arem, mi goreng, atau roti isi daging. Survei yang dilakukan oleh Senanayake, di Srilanka terhadap siswa sekolahmenunjukkan sekitar 30% siswa mengonsumsi sarapan pagi.

Jenis minuman yang biasa diminum saat sarapan adalah campuran teh dengan susu dan susu full cream sedangkan jenis makanan nasi serta makanan berbahan baku tepung terigu menjadi pilihan menu sarapan pagi siswa.

(14)

Sifat dasar anak adalah sering merasa bosan sehingga sebagai orang tua harus mempunyai cara untuk mengatasi kebosanan dari anak. Menu yang bervariasi dalam penyajian tiap hari akan membuat anak selalu semangat dan senang untuk sarapan pagi. Mengingat sarapan pagi sangat penting dan sudah menjadi tugas orang tua/ibu untuk mengarahkan anak maka orang tua/ibu harus membiasakan anaknya untuk sarapan pagi dengan menyiapkan menu makanan yang sesuai dengan kebutuhan zat gizi dan keinginan anak.

2.9.3 Kesimpulan dari Studi Kasus

Setelah dilakukan intervensi KIE gizi terjadi peningkatan skor rata-rata pengetahuan dan perilaku siswa terhadap kebiasaan sarapan pagi (nilai p < 0,050). Media yang digunakan untuk kegiatan KIE gizi seperti kartu bergambar, kartu kuartet, ular tangga, tebak gambar, TTS, leaflet, poster, dan lomba cerdas cermat dinilai cukup efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan perilaku siswa. Peran ibu sebagai penyedia sarapan pagi bagi siswa sangat penting terutama dalam menghindari kebosanan.

2.9.4 Saran dari Studi Kasus

Sebaiknya pihak sekolah bekerja sama dengan persatuan orang tua murid, guru, dan ahli gizi puskesmas untuk menggiatkan kembali usaha kesehatan sekolah (UKS) dengan melakukan kegiatan promosi kesehatan bagi ibu/pengasuh siswa, khususnya tentang perencanaan menu sarapan pagi yang enak, praktis, dan sehat.

2.10 Soal & Jawaban

1. Inforcement, Persuasi, Fasilitasi, dan Education merupakan strategi perubahan perilaku. (B)

2. Adanya penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung merupakan pengertian dari persuasi dalam strategi perubahan perilaku. (S)

3. Pengetahuan (knowledge) adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku. (B) 4. Ada beberapa tahap-tahap dalam faktor penentu perubahan perilaku diantaranya yaitu

tahap mengetahui, memahami, mempraktekan, merangkum, dan evaluasi. (B)

(15)

3.1 Kesimpulan

Komunikasi Perubahan Perilaku / KPP (Behavior Change Communication / BCC) adalah suatu proses interaktif untuk merancang beragam pesan menggunakan berbagai macam media dan saluran untuk mempromosikan, mengubah, mengembangkan dan memelihara perilaku yang positif, khususnya perilaku kesehatan masyarakat dan memiliki. Dengan adanya komunikasi perubahan perilaku, seseorang khususnya tenaga kesehatan dapat mempermudah semua kendala yang sedang diderita oleh seseorang atau pasien. Hal ini merupakam tujuan dari komunikasi perubahan perilaku antara lain meningkatkan pengetahuan tentang penyakit, Meningkatkan persepsi terhadap risiko, meningkatkan demand / permintaan / kebutuhan terhadap layanan, dan meningkatkan kepercayaan diri untuk mengakses layanan kesehatan. Jadi, komunikasi perubahan perilaku sangat bermanfaat bila diterapkan karena KPP dipergunakan untuk menegaskan bahwa komunikasi tersebut harus mengarah pada perubahan atau perbaikan perilaku

3.2 Saran

Agar penerapan komunikasi perubahan perilaku berjalan lancar dan sesuai rencana, seseorang memang perlu untuk melakukan berbagai cara. Cara tersebut dapat ditempuh dengan paksaaan, dengan memberi imbalan, dengan membina hubungan baik, dengan menunjukkan contoh-contoh, dengan memberikan kemudahan, dan dengan menanamkan kesadaran dan motivasi. Semua cara dapat digunakan asalkan tidak akan membuat komunikan merasa ketakutan dan menjadi tidak suka seperti misalnya paksaan dengan cara kekerasan, karena sudah jelas bila menggunakan cara kekerasan komunikan tidak akan pernah mengikuti atau menuruti perkataan komunikator tetapi malah merasa ketakutan. Jadi, selalu dibutuhkan ide agar bisa melancarkan cara-cara tersebut supaya komunikan mau mendengarkan dan menuruti apa yang dikatakan komunikator.

DAFTAR PUSTAKA

(16)

GWL-INA. 2015. Strategi Pengembangan Program Intervensi Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) untuk Peningkatan Kualitas Outreach pada Komunitas GWL. Yayasan Siklus Indonesia. Diakses pada 27 September 2017,

http://www.gwlina.or.id/wpcontent/uploads/2016/03/Panduan-IPP-GWL-untuk-Pengelola-Program.pdf

Notoadmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, Sukidjo, 2010, Ilmu Perilaku Kesehatan, Ebook Diakses pada 27 September 2017 <http://omtol.com/soekidjo-notoatmodjo.pdf>

PERSAGI. (2010). Penuntun Konseling Gizi. Jakarta: PT. Abadi.

Sam, Hisam, 2016, 7 Faktor Penghambat Perubahan Sosial Serta Penjelasannya, DosenPendidikan.com, Diakses pada 27 September 2017

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi dengan judul “ Literature Review Efektivitas dan

KebunPemasok Total Area (ha) Total Area (Ha) Planted Area (ha) Area Tertanam (ha) Time Bound Plan Rencana Tata Waktu Name Nama Company Perusahaan Location Lokasi

Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN KEPUASAN NASABAH TERHADAP LOYALITAS

dengan cara dibuat sediaan apusan darah tipis yang diwarnai dengan Giemsa. Hasil analisis statistik menunjukkan pada dosis ekstrak kulit buah Delonix regia dosis 2,8

Sama seperti spesifikasi Binamarga, Federal Aviation Administration (FAA) juga menyarankan ketentuan pembukaan perkerasan kaku untuk lalu lintas jika kuat lentur beton telah

Ini Manifesto Pelaku Penembakan Masjid di Selandia Baru yang Siarkan Aksinya di Facebook Live.

Disadari oleh Pemerintah Kabupaten Kudus, bahwa tidak semua warga masyarakat mampu untuk membangun sarana jamban sehat, sehingga perlu dibangun Instalasi

Oleh karena itu, nilai kontribusi komponen orgaware yang rendah juga dapat dipengaruhi struktur dan koordinasi pekerjaan yang juga masih rendah, sehingga usaha yang