• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (1)"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Mengunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten

Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke II)

Cultivation of Seaweed Kappaphycus alvarezii Using Tissue-Cultured Seedings In Bungin Permai Village, Tinanggea Sub-District, South Konawe

Regency, South East Sulawesi (Monitoring of The 2nd Year) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada

Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut

OLEH :

AZUKA B. YUUKANNA I1A2 15 025

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO

(2)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii

Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II)

Laporan Lengkap : Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah

Manajemen Akuakultur Laut

Nama : Azuka B. Yuukanna

Stambuk : I1A2 15 025

Kelompok : VII (Tujuh)

Jurusan : Budidaya Perairan

Laporan Lengkap ini

Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh :

Dosen Mata Kuliah

Prof. Dr. Ir. La Ode Muhammad Aslan, M.Sc NIP. 19961210 199103 1 005

(3)

iii

RIWAYAT HIDUP PENULIS

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut yang berjudul Budidaya Rumput

Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Mengunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa

Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke II) sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.

Penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada orang tua yang selalu menyemangati, memberi doa dan materinya. Serta ucapan terima kasih kepada bapak Dosen Mata kuliah Manajemen Akuakultur Laut, Prof. Dr. Ir La Ode Muhammad Aslan, M.Sc yang telah meluangkan waktu dan tenaganya dengan penuh keikhlasan untuk membimbing kegiatan PKL Mata kuliah Manajemen Akuakultur Laut sampai pada penyusunan laporan. Ucapan terima kasih juga untuk asisten pembimbing kakak Armin S.Pi, serta pihak-pihak yang telah membantu menyiapkan serta memberikan masukan dalam penyususnan laporan ini.

Penulis menyadari akan kekurangan dalam pembuatan laporan ini baik dari segi isi, penulisan dan lain-lain untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan guna penyempurnaan laporan-laporan selanjutnya.

Demikian laporan lengkap ini penulis buat semoga bermanfaat bagi para pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca laporan ini.

Kendari, Juli 2018

(5)

v

Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Mengunakan Bibit Hasil Kutur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten

Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Monitoring ke II)

ABSTRAK

Rumput laut merupakan salah satu spesies perairan yang memiliki nilai ekonomi dan layak untuk dibudidayakan. Tujuan kegiatan PKL ini adalah untuk mengetahui

teknik-teknik budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan metode

longline, mulai dari persiapan sampai pemasaran. PKL ini dilaksanakan selama 3 bulan (April-Juni 2018) di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Kegiatan PKL ini meliputi tahap persiapan, tahap uji lapangan, tahap panen dan pasca panen, dan tahap pemasaran. Laju

pertumbuhan harian (LPH) rumput laut K. alvarezii yang diamati selama kegiatan

PKL, yaitu 4,36 + 0,66%/hari. Hasil yang diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan kegiatan sebelumnya, yang dilakukan oleh Rama et al., (2018) yang memperoleh LPH sebesar 4,6 ± 0,56 %/hari. Rasio berat kering : berat basah adalah 1 : 9,7. Parameter kualitas air seperti, suhu berkisar 26-29 C dan salinitas bekisar

29-31 ppt. Hama yang ditemukan berupa tanaman epifit, Sargassum polycystum

dan penyakit Ice-ice. Harga pasar rumput laut K. alvarezii adalah Rp 18.000 /kg.

(6)

vi

Seaweed Cultivation Kappaphycus alvarezii Using Tissue-Cultured Seedings In Bungin Permai Village, Tinanggea Sub-District, South Konawe Regency,

South East Sulawesi (Monitoring of the 2nd Year)

ABSTRACT

Seaweed is one of the aquatic species that have economic value and very easy to cultivated. The purpose of this field practice was to know the techniques of seaweed

farming K. alvarezii with longline method, from preparation to marketing. The

Field practice were held for 3 months (April-June 2018) in Bungin Permai Village, Tinanggea Sub-District, South Konawe District, Southeast Sulawesi. The activities of this field practice include preparatory phase, field test phase, harvest and post

harvest stage, and marketing stage. The daily growth rate (DGR) of K. alvarezii

seaweed observed during the field practice activity was 4.36 + 0,56%/day. It was

lower than the previous study done by Rama et al., (2018) in which, they found the

DGR 4,6 ± 0,66 %/day. The ratio of dry weight: wet weight is 1: 9,7. Water quality parameters such as, temperatures ranged from 26 to 29 C and salinitas ranged from

29 to 31 ppt. Pests and disease found in the form of epiphytic plants, Sargassum

polycystum as well as Ice-ice disease. The market price of K. alvarezii seaweed was IDR 18,000 / kg.

(7)
(8)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Alat dan Bahan yang digunakan pada Tahap Persiapan beserta

Kegunaanya ... 4

2. Alat dan Bahan yang digunakan pada Tahap Uji Lapangan beserta Kegunaanya ... 7

3. Parameter Kualitas Air yang diukur Selama Kegiatan PKL ... 14

4. Hama dan Penyakit ... 14

5. Hasil Pengamatan Laju Pertumbuhan Harian (LPH)... 15

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Alat Pintar (Pemintal Tali Rumput Laut) ... 5

2. Tali PE yang Digunakan ... 5

3. Proses Pembuatan Tali Pengikat Bibit ... 6

4. Jarak Antar Tali Pengikat Bibit ... 6

5. Peta Lokasi Kegiatan PKL... 7

6. Bibit Hasil Kultur Jaringan yang digunakan... 8

7. Pemotongan Bibit Rumput Laut Kultur Jaringan ... 8

8. Penimbangan Bibit Hasil Kultur Jaringan ... 9

9. Proses Pengikatan Bibit Hasil Kultur Jaringan ... 9

10.Proses membersihkan Rumput Laut ... 10

11.Pemanenan Rumput Laut ... 11

12.Penimbangan Hasil Panen Keseluruhan ... 11

13.Penimbangan Berat Akhir (Wt) ... 12

14.Proses Penjemuran dengan Metode Gantung ... 13

15.Pengukuran Berat Kering ... 13

16.Kualitas Hasil Penjemuran Rumput Laut ... 16

(10)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan penting di

Indonesia karena memiliki potensi ekspor yang cukup besar (Ali et al., 2015).

Rumput laut sebagai komoditas ekspor yang kegiatan budidayanya sebagai sumber pendapatan nelayan, dapat menyerap tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan lahan perairan pantai di kepulauan Indonesia yang sangat potensial sehingga merupakan sumber devisa bagi negara. Sebagai negara kepulauan, maka pengembangan rumput laut di Indonesia dapat dilakukan secara luas (Rosdiani, 2017).

Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2015), produksi rumput laut nasional pada tahun 2014 mencapai 10,2 juta ton atau meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan produksi rumput laut pada tahun 2010 hanya berkisar diangka 3,9 juta ton. Rumput laut banyak dibudidayakan di Indonesia terutama di Pulau Sulawesi, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara.

(Rahadiati et al., 2012). Di pulau Sulawesi, Sulawesi Tenggara merupakan sebuah

provinsi yang memiliki potensi untuk pengembangan budidaya rumput laut karena wilayah lautnya adalah ± 114. 879 km2, dengan garis pantai 1.740 km (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2014). Salah satu wilayah di Sulawesi Tenggara yang merupakan tempat pengembangan budidaya rumput laut adalah di Kabupaten

Konawe Selatan (Konsel) (Rahadiati et al., 2012).

Konawe selatan (Konsel) merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi pengembangan usaha budidaya rumput laut di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Rumput laut di Kabupaten Konsel merupakan salah satu komoditas unggulan berdasarkan penetapan komoditas unggulan pada masing-masing wilayah. Komoditas tersebut merupakan komoditas strategis secara nasional, sehingga patut untuk dikembangkan dan merupakan komoditas khas daerah. Jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di perairan Konsel adalah jenis Kappaphycus alvarezii, karena dapat diusahakan dengan modal rendah, menggunakan teknologi untuk produksi dengan biaya murah, permintaan pasar yang tinggi, siklus produksi yang singkat, metode pasca panen yang tidak terlalu

(11)

K. alvarezii (Doty) adalah spesies rumput laut kelas Rhodophyceae (ganggang merah) yang memproduksi karagenan kappa yang banyak digunakan dalam industri makanan, farmasi, kosmetik, dan lain-lain. Kebutuhan akan produk

karaginan dan bahan baku K. alvarezii diprediksi akan meningkat di masa depan.

Budidaya benih K. alvarezii berkualitas tinggi dapat meningkatkan tingkat produksi

(Fadilah et al., 2016).

1.2 Rumusan Masalah

Kendala dalam proses pembudidayaan rumput laut para pembudidaya selain

sering menemukan penyakit Ice-ice yang menyerang rumput laut juga menemukan

hama pengganggu yang menempel pada talus rumput laut yang disebut dengan epifit yang dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan produktivitas rumput

laut (Marlia et al., 2016). Selain itu, penggunaan bibit dengan perbanyakan vegetatif

yang terus menerus. Sebagian besar, rumput laut dibudidaya menggunakan bibit yang dihasilkan oleh perbanyakan vegetatif dari kultur plama nutfah. Melalui praktik ini, parasit atau patogen dari rumput laut yang dipanen sebelumnya, berpeluang perkenalkan kembali yang berakibat pengurangan produktivitas budidaya. Masalah logistik lainnya yang dihadapi oleh petani rumput laut konvensional antara lain identifikasi lokasi yang tepat untuk budidaya, inspeksi, penyakit dan kehilangan bibit yang dihasilkan karena kondisi cuaca yang ekstrim dan kualitas air. Untuk meningkatkan produktivitas, bioteknologi modern melalui teknologi kultur jaringan dapat dianggap sebagai salah satu opsi terbaik untuk

mengatasi tantangan pemuliaan konvensional (Yong et al., 2016). Salah satu solusi

untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan bibit hasil kultur

jaringan (Suryati et al., 2007).

(12)

3

termasuk produksi pangan (Yong et al., 2017). Penerapan kultur jaringan teknik

dalam rumput laut dapat membantu menghasilkan klon unggul, sehingga meningkatkan penyediaan benih yang diperlukan untuk budidaya dan menghasilkan bibit yang seragam dalam jumlah besar tetapi dalam waktu singkat (Sulistiani et al., 2012)

Budidaya rumput laut K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan

di desa Bungin Permai pada bulan April-Mei sudah pernah dilakukan sebelumnya

pada tahun 2017 oleh Rama et al. (2018). Hasil penelitian tersebut diperoleh laju

pertumbuhan harian (LPH) sebesar 4,6 ± 0,66%/hari dengan suhu berkisar 28 – 29

º C dan salinitas 30-31 ppt. Namun, kegiatan PKL ini dapat dijadikan sebagai

pembanding dengan menggunakan rumput laut (K. alvarezii) bibit kultur jaringan

pada penanaman rumput laut K. alvarezii pada tahun ke II dalam pemanfaatan

rumput laut K. alvarezii hasil kultur jaringan di perairan Desa Bungin Permai,

Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, provinsi Sulawesi tenggara.

1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut (MAL) ini adalah untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam budidaya rumput laut dengan

menggunakan metode longline, mulai dari persiapan hingga pemasaran, dengan

menggunakan bibit hasil kultur jaringan dan untuk mengetahui laju pertumbuhan harian dari rumput laut tersebut.

Manfaat PKL-MAL ini adalah sebagai penambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai tahapan-tahapan dalam budidaya rumput laut dengan

metode longline, mulai dari persiapan sampai pemasaran, yang menggunakan bibit

hasil kultur jaringan dan mengetahui laju pertumbuhan harian dari rumput laut yang dihasilkan.

Kegiatan PKL-MAL ini diharapkan menjadi bahan pembanding dengan kegiatan PKL-MAL yang pernah dilakukan pada tahun 2017 yang lalu dan dapat

(13)

2. METODE 2.1 Waktu dan Tempat

PKL-MAL dilaksanakan pada bulan Apri-Juni 2018. Kegiatan PKL ini terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap uji lapangan, dan tahap pemasaran. Tahap persiapan dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara. Tahap uji lapangan dilaksanakan di Perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Tahap Pemasaran dilakukan di pengepul rumput laut yang berlokasi di Kendari, Sulawesi Tenggara.

2.2 Prosedur Praktikum 2.2.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan kegiatan PKL-MAL dilaksanakan pada bulan April 2018 yang bertempat di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara. Tahap persiapan terdiri dari kegiatan asistensi pembuatan tali, pembagian tali, pembuatan tali pengikat, dan pembuatan tali ris.

Alat dan bahan yang digunakan pada tahap persiapan kegiatan PKL dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan beserta Kegunaanya

No Alat dan Bahan Kegunaan

1. Alat

- Pisau Memotong tali dan bibit rumput laut

- Alat Pintar Alat bantu pengikat tali bibit rumput laut

- Mistar Mangukur jarak tali pengikat

- Papan nama Label nama pada tali

- Kamera Mendokumentasi kegiatan

2. Bahan

- Tali PE no 4 mm Media tanam rumput laut

- Tali PE no 1,5 mm Tali Pengikat rumput laut

- Lilin Membakar Ujung tali pengikat

(14)

5

a. Pembuatan Tali

Mengikuti kegiatan asistensi yang menjelaskan tentang langkah-langkah pembuatan tali rumput laut dengan menggunakan alat pintar (pemintal tali rumput laut) (Gambar 1).

Gambar 1. Alat Pintar (Alat Pemintal Tali Rumput Laut)

b. Pembagian Tali

Tali yang digunakan adalah tali PE no 4 mm untuk tali ris dan tali PE no 1,5 mm untuk tali pengikat bibit (Gambar 1). Panjang tali yang digunakan dalam kegiatan PKL mata kuliah MAL adalah sepanjang 21 m.

Gambar 2. Tali PE yang Digunakan

c. Pembuatan Tali Pengikat

(15)

menghilangkan serabut tali (Gambar 2B). Serabut tali pada tali pengikat bibit rumput laut dapat mempermudah lumut dan epifit menempel pada tali.

Gambar 3. Pembuatan tali pengikat rumput laut. Pengikatan Simpul A), Pembakaran Ujung Tali B)

d. Pembuatan Tali Ris

Pembuatan tali ris dibuat dengan mengikatkan tali pengikat bibit pada tali ris dengan menggunakan bantuan alat pintar (pemintal tali rumput laut). Jarak antar tali pengikat bibit adalah 10 cm (Gambar 3).

10 cm

Gambar 4. Jarak antar tali pengikat bibit

2.2.2 Tahap Uji Lapangan

Tahap uji lapangan kegiatan PKL-MAL dilaksanakan pada bulan Mei 2018 yang bertempat di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, dengan lokasi 4°29'24.03" Lintang Selatan dan 122°13'26.60" Lintang Timur. Desa Bungin Permai memiliki jumlah penduduk sekitar 1360 Jiwa dan 310 KK (Gambar 4).

(16)

7

Gambar 5. Peta Lokasi Kegiatan PKL-MAL

Alat dan bahan yang digunakan pada tahap uji lapangan kegiatan PKL dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Alat dan Bahan yang Digunakan beserta Kegunaanya

No Alat dan Bahan Kegunaan

1. Alat

- Tali Ris Media tanam rumput laut

- Timbangan Digital Menimbang berat bibit rumput laut

- Thermometer Mengukur suhu

- Botol Air Mineral 600 ml Sebagai pelampung tali rumput laut

- Hand Refraktometer Mengukur salinitas

- Perahu Transportasi ke lokasi budidaya

- Papan nama Label nama pada tali

- Kamera Mendokumentasi kegiatan

2. Bahan

- Bibit rumput laut hasil Kultur

Jaringan (K. alvarezii) Objek budidaya

Prosedur kerja yang dilakukan dalam tahap uji lapangan pada kegiatan PKL-MAL antara lain persiapan bibit, pemotongan bibit, penimbangan bibit, pengikatan bibit, perendaman, penanaman, dan monitoring.

a. Persiapan Bibit

(17)

1 cm

Gambar 6. Bibit Hasil Kultur Jaringan

b. Pemotongan Bibit

Memotong bibit rumput laut menggunakan pisau atau gunting (Gambar 6). Selain untuk mempermudah, pemotongan menggunakan pisau atau gunting dapat menghasilkan potongan yang rapi.

(18)

9

c. Penimbangan Bibit

Menimbang bibit rumput laut hasil kultur jaringan menggunakan timbangan

digital. Berat awal (W0) yang digunakan pada kegiatan PKL ini sekitar 10 g

(Gambar 7).

Gambar 8. Penimbangan bibit hasil kultur jaringan

d. Pengikatan Bibit

Setelah penimbangan, bibit kemudian diikat pada tali ris rumput laut. Pengikatan dilakukan dengan hati-hati agar bibit tidak patah pada proses pengikatan (Gambar 8).

(19)

e. Perendaman

Setelah pengikatan bibit selesai, bibit pada tali ris kemudian direndam di laut. Hal ini bertujuan agar rumput laut tidak mengalami stress akibat kekurangan air selama proses pengikatan.

f. Penanaman

Menanam rumput laut pada lokasi penanaman. Metode penanaman rumput

laut pada kegiatan PKL ini menggunakan metode longline.

g. Monitoring

Kegiatan monitoring dilakukan 2 kali seminggu, yang dilakukan setiap hari Kamis dan Minggu. Monitoring dilakukan untuk membersihkan hama pengganggu pertumbuhan rumput laut dan lumpur yang menempel pada rumput laut. Selain itu, kegiatan monitoring dilakukan untuk mengamati pertumbuhan rumput laut serta

melihat kerusakan pada rumput laut (Gambar 9).

Gambar 10. Proses membersihkan rumput laut

2.2.3 Tahap Pemanenan dan Pasca Panen a. Tahap Pemanenan

(20)

11

1. Pengambilan rumput laut

Proses pemanenan meliputi pengambilan rumput laut pada lokasi pemeliharaan. Pengambilan rumput laut dilakukan dengan perlahan agar rumput laut tidak rusak atau lepas dari talinya (Gambar 10).

Gambar 11. Pemanenan Rumput Laut 2. Penimbangan Kelompok

Setelah mengambilan rumput laut dari lokasi pemeliharaan, selanjutnya

adalah proses penimbangan total keseluruhan dari hasil panen (Gambar 11).Hasil

penimbangan kelompok 7 sebesar 47,7 kg.

(21)

3. Penimbangan Individu

Menimbang hasil panen pada setiap satu rumput laut dengan mengunakan timbangan digital untuk mengetahui berat akhir (Gambar 12).

Gambar 13. Penimbangan Berat Akhir (Wt)

4. Pemasukan ke dalam Karung

Setelah proses penimbangan, hasil panen rumput laut kemudian dimasukan ke dalam karung untuk membawanya ke lokasi penjemuran/pengeringan.

b. Tahap Pasca Panen

Kegiatan yang termasuk dalam tahap pasca panen meliputi kegiatan penjemuran atau pengeringan rumput laut.

1. Penjemuran

Metode yang digunakan dalam melakukan proses penjemuran rumput laut pada kegiatan PKL-MAL ini adalah metode gantung. Metode gantung lebih direkomendasikan karena dapat mengeringkan rumput laut dengan cepat

(22)

13

Gambar 14. Proses penjemuran dengan metode gantung

2. Penimbangan Berat Kering

Setelah rumput laut kering, rumput laut kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering yang diperoleh (Gambar 14).

Gambar 15. Pengukuran berat kering

2.3 Parameter yang Diamati

(23)

2.3.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)

LPH dihitung dengan menggunakan rumus Young et al. (2013) :

LPH = [(((𝑊𝑜𝑊𝑡)1⁄𝑡) − 1) X 100]

Dimana :

LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/hari) Wt = Bobot Rumput laut pada waktu t (g) Wo = Bobot Rumput laut awal (g)

t = Periode pengamatan (hari)

2.3.2 Rasio Berat Kering : Berat Basah

Rasio perbandingan berat basah dan berat kering dihitung menggunakan rumus :

Wk : Wb Dimana :

Wb = Berat Basah Rumput Laut (g) Wk = Berat Kering Rumput Laut (g)

2.3.3 Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diamati dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Parameter Kualitas Air yang diukur Selama Kegiatan PKL

No Parameter Satuan Alat Waktu Pengukuran

1 Suhu ºC Thermometer 1 kali dalam seminggu

2 Salinitas Ppt Hand Refraktometer 1 kali dalam seminggu

2.3.4 Hama dan Penyakit

Hal yang diperhatikan berkaitan hama dan penyakit selama kegiatan PKL-MAL dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hama dan Penyakit Rumput Laut

No Hama dan Penyakit Keterangan

1. S. polycystum Hama

(24)

15

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.3 Hasil Pengamatan

3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)

Berdasarkan hasil pengamatan, LPH yang diperoleh selama 35 hari pemeliharaan yaitu 4,36 ± 0,56 %/hari dan rasio perbandingan berat basah dan berat kering adalah 1 : 9,7. LPH rumput laut yang dibudidaya selama kegiatan PKL-MAL dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Laju Pertumbuhan Spesifik (LPH) Sampel W0 (g) Wt (g) W kering

3.1.2 Parameter Kualitas Air

Berdasarkan hasil pengukuran parameter kualitas air, suhu berkisar antara 26-29 ºC dan salinitas berkisar antara 29-31 ppt. Hasil dari pengukuran parameter kualitas air selama kegiatan PKL-MAL mengenai budidaya rumput laut, dapat dlihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air

No Tanggal Suhu (ºC) Salinitas (ppt)

3.1.3 Hasil Pasca Panen

(25)

menjadi merah kecoklatan sedangkan rumput laut yang dijemur dengan cara yang tidak tepat warnanya menjadi putih pucat. Perbedaan kualitas hasil penjemuran rumput laut dapat dilihat pada (Gambar 15).

A B

1 cm 1 cm

Gambar 16. Kualitas Hasil Penjemuran. Hasil Penjemuran yang Buruk A); Kualitas Hasil Penjemuran yang Baik B)

3.4 Pembahasan

3.4.3 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)

Hasil LPH yang diperoleh adalah 4,36 ± 0,56 %/hari dengan rasio perbandingan berat basah : berat kering adalah 1:9,7. Hasil LPH yang diperoleh

lebih rendah dibandingkan Santi (2018) yang memperoleh LPH 9,17 ± 0,50 %/hari

dan lebih rendah juga dibandingkan dengan Rama et al. (2017), yang memperoleh

LPH sebesar 4,6 ± 0,66 %/hari. LPH lebih rendah dibandingkan Santi (2018) dikarenakan adanya penambahkan pelampung pada tali ris rumput laut, agar rumput lautnya tidak terlalu tenggelam dan lebih terkena sinar matahari. Tetapi hasil LPH yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan hasil LPH yang diperoleh dari penelitian

Perfyasamy et al. (2014), yang memperoleh LPH sebesar 3,64 %/hari.

Hung et al. (2009), menjelaskan bahwa LPH terendah diperoleh pada

waktu pemeliharaan bulan Maret sampai Agustus, dengan hasil LPH berkisar 1,6-2,8 % dan 3,5 - 4,6 %/hari di bulan September sampai Febuari. Hasil LPH dari

penelitian Sapitiri et al. (2016) adalah 4,87 % yang menguji jarak tanam yang

(26)

17

Ateweberhan et al. (2014) menjelaskan bahwa budidaya rumput laut K.

alvarezii dengan metode longline menghasilkan LPH yang lebih tinggi (5,46 % ± 0,09 %/hari) dibandingkan metode lepas dasar (3,99 % ± 0,07 perhari). Musim dingin (April-Agustus) lebih menghasilkan LPH yang lebih tinggi dengan hasil 5,04 ± 0,3 % /hari, dibandingkan musim panas yang memperoleh hasil LPH sebesar 3,90 ± 0,28 %/hari.

3.4.4 Parameter Kualitas Air

Kualitas air memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup organisme perairan. Oleh karena itu, dalam kegiatan budidaya perairan, kualitas air perlu diperhatikan dan dikondisikan agar tetap dalam kisaran yang optimum. Neksidin (2013) menyatakan bahwa kualitas air merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting terhadap keberhasilan suatu usaha budidaya, oleh sebab itu, persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam penentuan lokasi budidaya adalah kualitas air.

Pada kegiatan PKL-MAL, parameter kualitas air yang diukur ialah suhu dan salinitas (Tabel 3). Hasil pengukuran suhu yang diperoleh selama pemeliharaan

berkisar 26-29 ºC. Yulius et al. (2018) menjelaskan bahwa suhu merupakan salah

satu faktor untuk menentukan kelayakan lokasi karena pengaruh suhu memiliki dampak pada fisiologis tanaman atau pengaruh secara tidak langsung melalui lingkungan setempat. Suhu optimum untuk kegiatan budidaya rumput laut berkisar 25-31 ºC.

Arisandi et al. (2011) menjelaskan bahwa salinitas merupakan parameter

kualitas air yang sangat berperan terhadap pertumbuhan thallus, warna dan

perkembangan morfogenetik rumput laut, karena berhubungan langsung dengan osmoregulasi yang terjadi di dalam sel. Berdasarkan hasil pengukuran salinitas yang

diperoleh selama pemeliharaan adalah berkisar 29-31 ppt. Menurut Nur et al.

(2016), kadar garam yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 28-35 ppt, dengan nilai optimum 33 ppt.

3.4.5 Hama dan Penyakit

(27)

PKL ini adalah S. polycystum, yang merupakan tumbuhan epifit (Gambar 16A). Hal

ini sesuai dengan pernyataan Marlia et al. (2016) yang menyatakan bahwa epifit

merupakan hama penggangu yang menempel pada talus rumput laut yang bersifat menghambat pertumbuhan dan menurunkan produktivitas rumput laut. Menurut

Siregar et al. (2014), S. polycystum tumbuh sepanjang tahun, bersifat “parenial”

atau setiap musim Barat maupun Timur dapat dijumpai di berbagai perairan.

Gambar 17. Hama dan Penyakit. Epifit S. polycystum A); Penyakit Ice-ice B)

Penyakit yang ditemukan pada rumput laut adalah penyakit Ice-ice (Gambar

16B). Penyakit ini ditandai dengan munculnya bagian putih pada rumput laut. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Raharja et al. (2016) yang menyatakan bahwa

penyakit Ice-ice ditandai dengan pemutihan pada bagian thallus dan

berangsur-angsur menjadi kropos dan akhirnya thallus patah. Menurut Santoso dan Nugraha

(2008), penyakit Ice-ice biasanya menyerang pada waktu musim hujan

(Oktober-April) dan bersifat menular karena disebabkan oleh bakteri. 3.4.6 Panen dan Pasca panen

Pemanenan dilakukan setelah 35 hari setelah ditanam, waktu panen ini

terbilang cepat, karena menurut Anggadiredja et al., (2006) umumnya rumput laut

siap dipanen pada umur 1,5 bulan – 2,0 bulan. Basiroh et al. (2016) juga

menjelaskan bahwa, umur panen rumput laut yang baik adalah 45-60 hari. Hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan proses pemanenan rumput laut adalah cuaca. Proses pemanenan dilakukan pada saat cuaca dalam kondisi baik atau tidak hujan. Hal ini dilakukan, karena kualitas rumput laut akan menurun bila terkena air dengan salinitas rendah, salah satunya air hujan. Setelah pemanenan, rumput laut kemudian dikeringkan dengan cara menjemurnya.

(28)

19

Pengeringan rumput laut dilakukan dengan menjemurnya di bawah sinar matahari, dengan metode gantung. Metode gantung lebih direkomendasikan dalam melakukan pengeringan rumput laut karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metode lainnya. Salah satu kelebihannya adalah pengeringan yang merata. Selain itu, dengan menggunakan metode gantung, air dan kotoran pada rumput laut

akan jatuh ke bawah karena gaya gravitasi. Ling et al. (2014) menjelaskan bahwa

ada 6 metode pengeringan rumput laut, yaitu : (1) pengeringan di oven, (2) pengeringan dengan sinar matahari, (3) metode gantung, (4) pengeringan di tempat teduh, (5) pengeringan sauna, dan (6) pengeringan beku.

3.4.7 Pemasaran

(29)

4. SIMPULAN DAN SARAN 4.3 Simpulan

Rumput laut yang dibudidayakan dengan metode longline dengan bibit

kultur jaringan dapat memperoleh laju pertumbuhan harian (LPH) sebesar 4,36 ±

0,56%/ hari lebih randah dari Rama et al. (2018) yang memperoleh LPH sebesar

4,6 ± 0,66 %/hari dan Santi (2018) yang memperoleh LPH 9,17 ± 0,50 %/hari,

dengan rasio berat kering : berat basah sebesar 1 : 9,7. Pengukuran suhu berkisar antara 26-29 ºC dan salinitas berkisar antara 29-31 ppt. Hama yang ditemukan

berupa tanaman epifit S. polycystum dan penyakit Ice-ice. Rumput laut di jual

dengan harga Rp 18.000/ kg 4.4 Saran

(30)

21

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., Putri B., dan Romadoni, S. 2015. Pengaruh Perbedaan Media dan Periode

Transportasi Terhadap Pertumbuhan Bibit Rumput Laut Kappaphycus

alvarezii. Aquasaains. 297-304.

Anggadiredja, T. J., Achmad, E., Purwanto, H. dan Sri, I. 2006. Cara Budidaya Rumput Laut Pembudidayaan Pengelolaan dan Pemasaran Komoditas Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta, 147 hal.

Arisandi, A., Marsoedi., Nursyam, H., dan Sartimbul, A. 2011. Pengaruh Salinitas yang Berbeda Terhadap Morfologi, Ukuran dan Jumlah Sel, Pertumbuhan

Serta Rendemen Karaginan Kappahycus alvarezii. Jurnal Ilmu Kelautan,

16(3): 143-150.

Asaf, R., Makmur, dan Suhaemi, R. A. 2014. Upaya Peningkatan P roduktivitas Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Dengann Mengetahui Faktor Pengelolaan di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. J. Ris Akuakultur, 9(3): 463-473.

Atewerberhan, M., Rougler, A., dan Rakotomahazo, C. 2014. Influence of Environmental Factors and Farming Technique on Growth and Heath of

Farmed Kappaphycus alvarezii (cottonii) in South-west Madagascar. J.

Appl Phycol. DOI 10. 1007/10811-014-0378-3.

Basiroh, S., Ali M.,, dan Putri B. 2016. Pengaruh Periode Panen yang Berbeda

Terhadap Kualitas Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii :

Kajian Rendemen dan Organoleptik Karaginan. Maspari Journal, 8(2): 127-135.

Fadilah, S., Alimudin, Pong-Masak, P. R., Santoso J. dan Parenrengi A. 2016. Growth, Morphology and Growth Related Hormone Level in Kappaphycus alvarezii Produced by Mass Selection in Gorontalo Waters, Indonesia.

Harahap, F. 2010. Budidaya Rumput Laut dengan Spora dan Kultur Jaringan untuk

Peningkatan Pendapatan Keluarga. Jurnal Pengabdian Kepada

Masyarakat, 16 (62): 38 – 43.

Hermanto, A. D., Rejeki, S. dan Ariyanti, R. W. 2015. Pertumbuhan Budidaya

Rumput Laut (Eucheuma cottoni dan Gracilaria sp.) dengan Metode Long

Line di Perairan Pantai Bulu Jepara. Journal of Aquaculture Management and Technology, 4(2): 60-66.

Hermawan, D. 2015. Pengaruh Perbedaan Strain Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Terhadap Laju Pertumbuhan Spesifik. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 5(1): 71-78.

Hung, L. D., Hori, K., Nang H. Q., Kha, T. dan Hoa, L. T. 2009. Seasonal Changes in growth Rate, Carragenan Yield and Lectin Content in The Red Alga Kappaphycus alvarezii Cultivated in Camranh Bay, Vietnam.J Appl Phycol, 21: 265-272.

Ling, A. L. M., Yasir S., Matanjun P., dan Bakar M. F. A. 2014. Effect of Different Drying Techniques on the Phytochemical Content and Antioxidant

Activity of Kappaphycus alvarezii. J. ApplPhycol.DOI 10.

(31)

Luhur, E. S., Witomo, C. M. dan Firdaus, M. 2012. Analisa Daya Saing Rumput Laut di Indonesia (Studi Kasus : Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara). J. Sosek KP, 7(1): 55-66.

Marlia, Kasim, M., dan Abdullah. 2016. Suksesi dan Komposisi Jenis Makroepifit pada Rumput Laut Kappaphycus alvarezii yang Dibudidayakan denganRakit Jaring Apung di Perairan Desa Tanjung Tiram Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 1(4): 451-461.

Neksidin. 2013. Studi Kualitas Air untuk Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus

alvarezii) di Perairan Teluk Kolono Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal mina laut Indonesia. 3(12): 147-155.

Nur, A. I., Syam, H., dan Patang. Pengaruh Kualitas Air Terhadap Produksi Rumput

Laut (Kappaphycus alvarezii). Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian,

Vol 2(2016): 27-40.

Periyasamy, C., Rao, P. V. S., dan Anantharaman, P. 2015. Spatial and Temporal Variation in Carragenan Yield and Gel Strength of Cultivated Kappaphycus alvarezii (Doty) in Relation to Environmental Parameters in Palk Bay Waters, Tamil Nadu, Southeast Coast of India. J Appl Phycod, DOI 10,1007/10811-014-0380-9.

Rahadiati, A., Dewayanya, Hartini, S., Widjojo, S. dan Windiastuti, R. 2012. Budidaya Rumput Laut dan Daya Dukung Perairan Timur Indonesia : Studi Kasus Kabupaten Konawe Selatan. Globe, 14(2): 178-186.

Raharjo, E., Prayitno, S. B. dan Sarjito. Pengaruh Konsentrasi Konsorsium Bakteri

K7, K8, dan K9 Terhadap Status Kesehatan Rumput Laut (Eucheuma

cottoni). Journal of Aquaculture Management and Technology, 5(1): 108-115.

Rama, Aslan L. O. M., Iba W., Rahman A., Armin. dan Yusnaeni. 2018. Seaweed

cultivation of micropropagated seaweed (Kappaphycus alvarezii) in

Bungin Permai coastal waters, Tinanggea sub-district, South Konawe

regency, Southeast Sulawesi. Faculty of Fisheries and Marine Science.

Halu Oleo University.

Rosdiani, A. 2017. Analisis Kelayakan Teknologi Industri Tepung Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Semi-Refined Karagenan di Kabupaten Bone. Jtech, 5(1): 16-25.

Santoso, L. dan Nugraha, Y. T. 2008. Pengendalian Penyakit Ice-ice Untuk

Meningkatkan Produksi Rumput Laut Indonesia. Jurnal Saintek Perikanan, 3(2): 37-43.

Sapitri, A. R., Cokrowati, N. dan Rusman. 2016. Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan pada Jarak Tanam yang Berbeda. J. Depik, 5(1): 12-18.

Siregar, T. R. P., Lubis, A. dan Supriadi. 2014. Pemanfaatan Dua Jenis Kompos

Ganggang Coklat (Sargassum polycystum) dalam Meningkatkan

Kesuburan Tanah Ultisol Serta Produksi Tanaman Sawi (Brassica juncea

L.). Jurnal Online Agroteknologi, 2(3): 1259-12688.

(32)

23

Yong, W. T. L., Chin, G. J. W. L. dan Rodrigues, K. F. 2016. Genetic Identification and Mass Propagation of Economically Important Seaweeds. Intech, Chapter 11: 277-305.

Yong, W. T. L., Chin, J. Y. Y., Thien, V. Y. dan Yasir, S. 2017. Heavy metal accumulation in field cultured and tissue cultured Kappaphycus alvarezii and Gracilaria changii. International Food Research Journal, 24(3): 970-975

Gambar

Gambar                                         Teks
Gambar 1. Alat Pintar (Alat Pemintal Tali
Gambar 3. Pembuatan tali pengikat rumput laut. Pengikatan Simpul A),
Gambar 5. Peta Lokasi Kegiatan PKL-MAL
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa siswa kelas XI jurusan TITL 1 yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler SMKN 5 Pekanbaru untuk

Jenis fiber yang sering digunakan di bidang kedokteran gigi adalah fiber polyethylene, karena dapat meningkatkan kekuatan dan modulus elastistas material komposit,

Muiden puolueiden ja erityisesti kommunistien muodostaman vastavoiman lisäksi kokoomuksen turhautumista vallitsevaan järjestelmään lisäsivät puolueen sisäiset kiistat

Kecenderungan yang didapat dari hasil penelitian ini adalah bahwa larva ikan koi yang dipelihara dalam akuarium berwarna latar terang (orange, biru dan bening)

2) Adanya kelancaran air bagi masyarakat yang ternaungi oleh POSDAYA untuk keperluan kegiatan masjid.. Volume 1, Number 1, Maret 2017 | 5 Pengolahan Sumber

Maka, bersama kawan-kawannya, dia sering nongkrong bareng di kedai kopi milik Agung Kurniawan (36), yang juga menjadi pendiri Santrendelik, untuk berdiskusi

Hasil penelitian menunjukan bahwa pada hasil uji t terlihat semua variabel bebas yaitu Pengabdian Profesi, Kewajiban Sosial, Kebutuhan Untuk Mandirian, Keyakinan Profesi,

Belajar sesuai perkembangan yang ada sekarang ini lebih mengutamakan keaktifan peserta didik dalam mencari apa yang dia belum mengerti, sementara guru adalah