• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mutasi oleh radiasi sinar UV pada Drosop

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Mutasi oleh radiasi sinar UV pada Drosop"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAMA PENYINARAN SINAR ULTRAVIOLET (UV) DAN MACAM STRAIN TERHADAP PERSENTASE PENETASAN TELUR Drosophila melanogaster

STRAIN Ndan W

LAPORAN PROYEK

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Genetika I

Yang dibina oleh Prof. Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.Pd dan Andik Wijayanto M.Si

Disusun Oleh: Kelompok 15 Diah Ajeng Mustikarini

(140342600824)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mutasi adalah perubahan pada materi genetik baik DNA ataupun RNA suatu makhluk yang terjadi secara tiba-tiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang bersifat terwariskan (heritable). Bahan-bahan yang menyebabkan mutasi disebut mutagen. Mutagen dibagi menjadi tiga yaiti : mutagen kimia, fisika dan biologi. Salah satu mutagen fisika adalah Sinar ultraviolet (UV) merupakan salah satu mutagen yang dapat menyebabkan mutasi. Sinar UV mempunyai daya tembus yang rendah sehingga tidak semua organisme yang terkena sinar UV akan mengalami mutasi. Lama penyinaran dapat menyebabkan mutasi tersebut memungkinkan terjadi pada suatu organisme, namun tergantung dari tingkat sensitivitas dan perbaikan DNA dari setiap organisme (Jenkis, 1990 dalam Sa’adah, 2000).

Sinar Ultraviolet merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda, tidak menimbulkan ionisasi, dan memiliki daya tembus rendah. Sinar Ultraviolet digunakan untuk menyinari telur Drosophila melanogaster karena memiliki daya tembus yang rendah sehingga tidak semua bagian dalam telur akan terkena radiasinya hanya pada lapisan atau permukaan telur luar saja dan masih ada telur yang dapat menetas. Hal tersebut juga tergantung pada kemampuan perbaikan DNA pada setiap individu.’

Drosophila melanogaster memiliki banyak strain mutan. Mutan dapat terjadi pada warna mata, warna tubuh, dan sayap pada Drosophila melanogaster. Salah satu mutan pada warna mata adalah strain W. Strain W memiliki ciri morfologi sayapnya lebih menutupi seluruh tubuh, serta lebih panjang dari tubuhnya. Setiap strain dari Drosophila melanogaster memiliki sensitivitas yang berbeda. Pada penelitian yang dilakukan oleh Muliati (2000) yang menyimpulkan ada pengaruh perbedaan strain terhadap jumlah turunan Drosophila melanogaster pada persilangan strain Normal, ebony dan White. Penelitian dari Karmana (2010) juga menyimpulkan ada pengaruh perbedaan strain terhadap penetasan telur strain N, Vg, dan tx. Pada D.melanogaster yang memiliki strain N memiliki fenotip mata berwarna merah serta tubuhnya menutupi seluruh tubuhnya.

(3)

kulit (integumen) dan gagal mencapai sel kelamin (gonad). Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa Drosophila dewasa tidak sesuai sebagai bahan eksperimental ultraviolet mutagenesis serta dapat diketahui pula dalam penelitian tersebut bahwa ultraviolet mutagenesis lebih sesuai pada objek yang sangat kecil seperti mikroorganisme ataupun sel yang sedang aktif membelah dan tumbuh seperti telur, karena sel-sel ini sangat sensitif terhadap sinar ultraviolet daripada individu dewasa. ( Sinnot,1958).

Penelitian ini menggunakan telur Drosophila melanogaster sebagai objek penelitian karena berdasarkan hasil penelitian Altenburg di tahun 1941 telah dinyatakan bahwa telur adalah sel yang aktif membelah dan tumbuh,selain itu telur yang dihasilkan Drosophila melanogaster sangat banyak serta memiliki anatomi cangkang yang memiliki dua lapisan, yaitu satu selaput vitellin yang mengelilingi sitoplasma dan satu lapis selaput Khorion di bagian luar (Borror, 1992). Kedua lapisan tersebut adalah lapisan tipis sehingga memungkinkan untuk ditembus oleh sinar UV, dan secara otomatis dapat diamati pengaruh lama penyinaran sinar ultraviolet terhadap penetasan telur Drosophila melanogaster.

Dari uraian diatas dapat dilakukan penelitian untuk membuktikan Pengaruh Lama Penyinaran Ultraviolet dan Macam Strain Terhadap Persentase Penetasan Telur Drosophila melanogaster Strain N dan W, dengan menyilangkan ♂ N >< ♀ N dan ♂ W >< ♀ W.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah, sebagai berikut :

1. Apakah ada pengaruh lama penyinaran UV terhadap persentase penetasan telur Drosophila melanogaster ?

2. Apakah ada pengaruh macam strain terhadap persentase penetasan telur Drosophila melanogaster?

3. Apakah ada interaksi antara lama penyinaran UV dan macam strain terhadap persentase penetasan telur Drosophila melanogaster?

1.3 Manfaat Penelitian

(4)

a. Pihak peneliti

Sebagai pedoman untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam hal penelitian Untuk memotivasi agar dapat melakukan penelitian lagi dalam bidang genetika maupun bidang lainnya.

b. Pihak mahasiswa

Untuk menambah wawasan mahasiswa Biologi dalam hal mutasi dan mutagennya dari Pengaruh radiasi sinar UV terhadap persentase penetasan telur Drosophila melanogaster. c. Pihak lain

Mendorong para pembaca untuk melakukan penelitian yang sama serta untuk memberi acuan untuk melakukan penelitian yang sama

1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Ruang lingkup dan batasan masalah adalah sebagai berikut :

1. Dalam penelitian ini digunakan dua strain yang berbeda yaitu strain N dan strain W yang didapat dari Laboratorium Biologi FMIPA UM.

2. Pengambilan data dibatasi pada perhitungan jumlah telur Drosopila melanogaster hasil persilangan antara ♂ N >< ♀ N dan ♂ W >< ♀ W yang diperlakukan 3 pasang.

3. Pengambilan data dibatasi pada perhitungan telur yang menetas selama 7 hari.

4. Perlakuan yang dilakukan adalah penyinaran UV yang divariasi lama penyinaran 0 menit, 2 menit, 4 menit, 6 menit dan 8 menit.

5. Radiasi penyinaran UV menggunakan sinar UV buatan berasal dari lampu dengan panjang gelombang 254-269 nm.

1.5 Asumsi Penelitian

Terdapat beberapa asumsi dari penelitian ini antara lain :

1. Pisang yang digunakan untuk tempat bertelurnya Drosophila melanogaster dianggap sama yaitu pisang raja mala.

2. Kondisi medium yang diberikan kepada Drosophila melanogaster dianggap sama. 3. Umur Drosophila melanogaster yang digunakan dianggap sama, berumur sekitar 2-3

hari.

4. Suhu, kelembaban dan intensitas cahaya yang diberikan pada Drosophila melanogaster dianggap sama.

(5)

1.6 Definisi Operasional

Untuk memudahkan memahami beberapa bahasan yang ada, terdapat beberapa definisi sebagai berikut :

1. Mutasi adalah perubahan pada materi genetik baik DNA ataupun RNA suatu makhluk yang terjadi secara tiba-tiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang bersifat terwariskan (heritable).

2. Strain adalah kelompok intra spesifik yang memiliki sejumlah kecil ciri yang berbeda dan biasanya ciri tersebut dipertahankan secara sengaja untuk kepentingan di bidang pertanian ataupun untuk kepentingan eksperimen (Corebima, 1997).

3. Sinar UV adalah jenis gelombang elektromagnetik yang dapat dideteksi oleh sel-sel sensitif mata yang memiliki panjang gelombang berbeda-beda. Sinar Uv yang digunakan merupakan sinar UV buatan terbuat dari lampu deuterium dengan panjang gelombang 254-269 nm (Crawder, 1990).

4. Penetasan telur adalah suatu proses biologi yang kompleks untuk mencapai stadium baru dalam siklus hidupnya (Drosophila melanogaster) yaitu stadium larva (Sander,1976). 5. Interaksi adalah hubungan atau kaitan antara sesuatu yang berbeda atau sama. Interaksi

dalam penelitian ini adalah interaksi antara strain dan lama penyinaran UV (Corebima, 2003).

6. Strain N merupakan Drosophilla yang normal, tidak mengalami mutasi dengan fenotipe mata berwarna merah, sayap lebih panjang daripada tubuhnya, serta tubuh berwarna kuning kecoklatan.

7. Stran W merupakan Drosophilla yang mengalami mutasi, dengan fenotipe mata berwarna putih, sayap lebih panjang daripada tubuhnya, serta tubub berwarna kuning kecoklatan.

(6)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Drosophila melanogaster

Klasifikasi D. melanogaster

Menurut Strickberger (1985) klasifikasi dari Drosophila melanogaster adalah sebagai berikut:

Filum : Arthropoda Anak Filum : Mandibulata Induk Filum : Hexapoda

Kelas : Insecta

Anak Kelas : Pterygota

Bangsa : Diptera

Anak Bangsa : Cyclorihapda Induk suku : Ephydroideae

Suku : Drosophilidae

Anak Marga : Saphophora

Marga : Drosophila

Jenis : Drosophila melanogaster

Drosophila melanogaster merupakan jenis lalat buah, dimasukkan dalam filum antropoda kelas insekta diptera, anak bangsa cyclophorha (pengelompokan lalat yang pupanya terdapat kulit instar 3, mempunyai jaws hooks, seri acaliptra (imago menetas dengan keluar dari bagian anterior pupa), suku drosophilidae, jenis drosophila melanogeser di indonesia terdapat sekitar 600 jenis, pulau jawa sekitar 120 jenis dari suku drosophilidae (wheeler,1981)

(7)

Drosophila memiliki empat stadium metamorfosis yaitu sebagai berikut : 1. Telur

Menurut percobaan M. Bownes dan K. Sander pada tahun 1976, tentang perkembangan embrio Drosophila melanogaster setelah diberi sinar UV menunjukkan bahwa perkembangan embrio setelah diberi sinar UV mengalami ketidaknormalan.

Gambar 2.3.1 Proses Mutasi pada telur D. melanogaster Sumber : (Nelson,2005)

Telur Drosophila dilapisi oleh dua lapisan, yaitu satu selaput vitellin tipis yang mengelilingi sitoplasma dan suatu selaput tipis tapi kuat (Khorion) di bagian luar dan di anteriornya terdapat dua tangkai tipis. Pada ujung anterior terdapat mikrophil, tempat spermatozoa masuk ke dalam telur. Walaupun banyak sperma yang masuk ke dalam mikrophil tapi hanya satu yang dapat berfertilisasi dengan pronukleus betina dan yang lainnya segera berabsorpsi dalam perkembangan jaringan embrio (Borror, 1992).

2. Larva

(8)

Berbentuk lonjong pipih, berwarna putih, berukuran ± 2 mm, bersegmen, berbentuk dan bergerak seperti cacing, memiliki mulut dan gigi berwarna hitam untuk makan, memiliki spirakel anterior dan 3) berbentuk lonjong pipih, berwarna putih, berukuran ± 3-4 mm, bersegmen, berbentuk dan bergerak seperti cacing, memiliki mulut dan gigi berwarna hitam lebih besar dan jelas terlihat dibanding larva instar 2, memiliki spirakel anterior dan terdapat beberapa tonjolan pada spirakel anteriornya (Borror, 1992).

3. Pupa

Larva Drosophila membentuk cangkang pupa, tubuhnya memendek, kutikula menjadi keras dan berpigmen, tanpa kepala dan sayap disebut larva instar 4. Formasi pupa ditandai dengan pembentukan kepala, bantalan sayap, dan kaki. Puparium (bentuk terluar pupa) menggunakan kutikula pada instar ketiga. Pada stadium pupa ini, larva dalam keadaan tidak aktif, dan dalam keadaan ini, larva berganti menjadi lalat dewasa (Ashburner, 1985).

Gambar 2. Pupa Drosophilla melanogaster (Sumber: E. Beers. 2010)

4. Imago

Lalat dewasa yang baru keluar dari pupa sayapnya belum mengembang, tubuhnya berwarna bening.Keadaan ini akan berubah dalam beberapa jam. Lalat betina mencapai umur matang kelamin dalam waktu 12 hingga 18 jam dan dapat bertahan hidup selama lebih kurang 26 hari. Ukuran tubuhnya lebih panjang daripada lalat jantan.Pada permukaan dorsal, abdomen lalat betina berwarna lebih gelap daripada lalat jantan. Sementara itu, pada bagian kaki lalat jantan terdapat struktur yang dinamakan sisir kelamin atau sex comb (Borror, 1992).

2.2 Strain N dan W

(9)

tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan pada genotip kromosom sehingga akan mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan karena kromosom pada Drosophila melanogaster berpengaruh terhadap masalah perkelaminan karena ekspresi kelamin pada Drosophila melanogaster tergantung pada perimbangan antara kromosom x dan autosom. Hal ini diduga dapat menyebabkan jumlah penetasan yang dihasilkan karena jumlah turunan sangat terkait dengan ekspresi kelamin.

Strain ini mempunyai mata putih. Seperti lalat orange-eyed, mereka juga mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen putih. Tetapi di lalat ini, gen putih secara total cacat, sehingga tidak menghasilkan pigmen merah sama sekali.

Adanya perbedaan ini menyebabkan kedua strain memiliki sensitivitas yang berbeda jika terkena radaiasi sinar ultraviolet sehingga menghasilkan persentase penetasan yang berbeda pula.

2.3 Definisi Mutasi

Mutasi adalah peristiwa perubahan materi genetik baik DNA maupun RNA (Jenkins, 1990 dalam Sa’adah, 2000). Istilah mutasi pertama kali dipergunakan oleh Hugo de vries, untuk mengemukakan adanya perubahan fenotip yang mendadak pada bunga Oenothera lamarckiana dan bersifat menurun. Ternyata perubahan tersebut terjadi karena adanya penyimpangan dari kromosomnya. Seth wright juga melaporkan peristiwa mutasi pada domba jenis Ancon yang berkaki pendek dan bersifat menurun.

Akan tetapi pada kenyataanya perubahan yang terjadi akibat mutasi tidak selalu diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan tidak selalu dapat dideteksi (Corebima, 2000). Penyebab terjadinya mutasi bisa berasal dari banyak faktor. Secara umum penyebab mutasi (yang spontan maupun terinduksi) adalah keadaan atau faktor-faktor internal materi genetik. Seperti diketahui mutasi spontan adalah perubahan materi genetik yang terjadi tanpa sebab-sebab yang jelas sedangkan mutasi terinduksi terjadi karena pemaparan makhluk hidup pada penyebab mutasi seperti radiasi pengion,berbagai senyawa kimia dan radiasi ultra violet (Corebima, 2000).

Menurut Gardner,dkk (1991), Bahan-bahan yang dapat menyebabkan mutasi disebut mutagen. Mutagen dibagi menjadi tiga yaitu :

(10)

2. Mutagen bahan fisika, contohnya sinar ultraviolet, sinar radioaktif. Sinar ultraviolet (UV) dapat menyebabkan kanker kulit.

3. Mutagen bahan biologi, diduga virus dan bakteri dapat menyebabkan mutasi. Bagian virus yang dapat menyebabkan mutasi yaitu DNA virus tersebut

2.2 Radiasi sinar ultraviolet (UV)

Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat fisik adalah radiasi dan suhu. Radiasi sebagai penyebab mutasi dibedakan menjadi radiasi pengion dan bukan pengion (Gardner dkk, 1991 dalam Corebima, 2000).Radiasi pengion berenergi tinggi sedangkan radiasi bukan pengion berenergi rendah. Radiasi sinar ultra violet (UV) merupakan contoh radiasi bukan pengion (Corebima, 2000).

Sinar ultraviolet (UV) merupakan jenis gelombang elektromagnetik yang dapat dideteksi oleh sel-sel sensitif mata, yang memiliki panjang gelombang berbeda-beda yang tidak dapat menimbulkan ionisasi dan memiliki daya tembus yang rendah (Crawder, 1990).

Pada tumbuhan dan hewan tingkat tinggi, sinar UV dapat menembus lapisan permukaan saja. Molekul-molekul yang mengandung atom yang berada dalam keadaan tereksitasi secara kimiawi laebih reaktif daripada yang memiliki atom-atom dalam keadaan stabil. Reaktivitas yang meningkat dari atom-atom molekul DNA merupakan dasar dari efek mutagenik radiasi sinar UV. Reaktifitas yang meningkat tersebut mengundang terjadinya sejumlah rekasi kimia termasuk mutasi (Gardner, dkk., 1991).

Sinar ultraviolet berperan dalam perbaikan struktur DNA. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan patahnya pita DNA, dan juga menyebabkan ikatan kovalen T-T dan C-T, baik berdekatan pada suatu pita atau melewati “tangga”. Perbaikan kerusakan ini dapat menyebabkan pergeseran basa, misalnya CG-TA, dan dengan demikian menyebabkan perubahan dalam sandi genetik. (Kimball, 1983 )

DNA akan menyerap sinar UV secara maksimum pada λ = 254 nm, sehingga mutagenitas maksimum juga terjadi pada panjang gelombang tersebut. Sinar UV tidak mampu menimbulkan pengionan dan hanya sedikit menembus jaringan (umumnya hanya pada sel-sel lapisan permukaan organisme multiseluler) dikarenakan memiliki energi yang rendah. Walaupun demikian sinar UV merupakan mutagen yang potensial untuk organism uniseluler (Gardner,dkk, 1991).

(11)

perlakuan sinar UV menunjukkan aktivitas adanya peristiwa mutasi. Peristiwa ini dipengaruhi oleh daya absorpsi materi genetik yang dilakukan mikroorganisme terhadap sinar UV (Rothwell,1983).

(12)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Sinar UV adalah salah satu faktor penyebab mutasi, yaitu

mutasi terinduksi. Dengan panjang gelombang 254-269

nm.

Radiasi sinar UV dapat menyebabkan terjadinya

perubahan materi genetik

Embrio lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan dan replikasi DNA serta

sintesisnya lebih tinggi Sensitivitas telur tiap strain berbeda-beda Sensitivitas telur Drosophila melanogaster

antara Strain N dan strain W berbeda

Jika sensitivitas telur tinggi maka telur tidak dapat menetas

menjadi larva Jika sensitivitas telur rendah

maka telur dapat menetas menjadi larva

Pengaruh strain, lama penyinaran UV dan interaksi antara strain dengan lama penyinaran UV terhadap persentase penetasan telur D. Melanogaster hasil

(13)

3.2 Hipotesis Penelitian

1. H1: Lama penyinaran UV berpengaruh terhadap persentase penetasan telur Drosophila melanogaster.

2. H1: Macam strain berpengaruh terhadap persentase penetasan telur Drosophila melanogaster.

(14)

BAB IV

METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian

Pada penelitian pengaruh sinar UV terhadap terhadap persentase penetasan telur Drosophila melanogaster dilakukan empat perlakuan dan kontrol serta 3 kali ulangan. Pada peneletian ini digunakan strain Drosophilla melanogaster yang berbeda yaitu strain N dan strain W dengan penyilangan ♂ N >< ♀ N dan ♂ W >< ♀ W yang nantinya akan menghasilkan telur yang akan diberi perlakukan dengan sinar UV.

4.2 Waktu dan tempat pelaksanaan penelitian

Pelaksanaa penelitian dimulai pada bulan Januari 2016 hingga Maret 2016. Tempat di Laboratorium Genetika FMIPA UM.

4.3 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Lama penyinaran sinar ultraviolet dan macam strain Drosophilla melanogaster

2. Variabel terikat : Persentase penetasan telur menjadi larva.

3. Variabel kontrol : Panjang gelombang sinar UV ,umur D.melanogaster yang disilangkan, dan pisang raja mala sebagai medium.

4.4 Alat dan Bahan

(15)

4.5 Prosedur Kerja 1. Pembuatan Medium

a. Menimbang bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan medium yailu pisang Raja mala, tape singkong, dan gula merah dengan perbandingan 7:2:1 (1 resep). b. Mengiris bahan-bahan tersebut menjadi potongan-potongan kecil dan menimbang serta

menambahkan air secukupnya.

c. Menghaluskan bahan-bahan menggunakan blender.

d. Memasukkan bahan-bahan yang telah halus kedalam panci.

e. Memasak bahan-bahan selama 45 menit dan menambahkan air secukupnya. f. Memasukkan medium ke dalam bolol selai dan menutupnya dengan spons dalam

keadaan panas.

g. Menunggu hingga dingin

h. Menambahkan yeast kurang lebih 5 butir yeast setelah medium dalam botol selai dingin. 2. Peremajaan

a. Memasukkan medium ke dalam botol b. Memasukkan pupasi

c. Menambahkan yeast kurang lebih 5 butir pada masing-masing botol

d. Memasukkan beberapa pasang D. melanogaster strain N dan Wpada masing-masing botol berisi medium yang telah disediakan

e. Memberi label sesuai strain dan tanggal pemasukan

f. Bila telah terdapat pupa berwama hitam, pupa tersebut diampul dalam selang hingga menetas

3. Persilangan

a. Persilangan dilakukan antara D. melanogaster strain ♀ N><♂ N, ♀ W>< ♂ W yang telah menetas di selang ampul, dan umur lalat kira-kira 2-3 hari

b. Memasukkan 3 pasang D. melanogasler hasil ampulan dan menyilangkan sesama strain ke dalam boloi selai yang berisi irisan pisang Raja mala.

c. Setelah 3 hari disilangkan, jantan maupun betina dilepas untuk dihitung telur yang berada dalam medium pisang dengan menggunakan mikroskop stereo.

d. Pemberian perlakuan sinar UV

(16)

f. Untuk perlakuan 0 menit (kontrol). langsung memasukkan pisang yang mengandung telur setelah penghilungan ke dalam botol seiai berisi medium dan yeast tanpa pupasi

g. Untuk perlakuan UV 2 menit,4 menit, 6 menit. dan 8 menit menyinari pisang yang mengandung telur dengan sinar UV sesuai dengan lama waktu yang ditentukan. kemudian memasukkannya dalam botol selai berisi medium tanpa pupasi, Telur pada pisang yang diberi perlakuan diusahakan tidak sampai menetas menjadi larva

h. Menghitung telur yang sudah jadi larva selama 7 hari.

4.6 Teknik Pengambilan Data

Data pada penelitian ini diperoleh dengan menghitung jumlah telur sebelum perlakuan dan telur yang menetas sesudah perlakuan.

Tabel data 4.1 jumlah telur yang menetas setelah penyinaran UV.

Persilangan Perlaku

2. Menstransformasikan hasil persentase menggunakan arcsin

3. Selanjutnya uji statistik Rancangan Acak Kelompok (RAK) Anava ganda, untuk megetahui ada tidaknya pengaruh sinar UV terhadap penetasan telur D. melanogaster hasil persilangan ♀ N><♂ N dan ♀W><♂W.

(17)

BNT.

5. Jika Fhit < Ftabel, maka H1 ditolak dan H0 diterima sehingga tidak perlu dilanjutkan dengan uji BNT.

BAB V

(18)

5.1 Data

Drosophilla melanogaster yang digunakan dalam proyek ini adalah strain N dan W dengan fenotip sebagai berikut:

a. Strain N

Gambar 5.1.1 Drosophilla melanogaster strain N (sumber: dokumen pribadi)

Warna mata merah Keadaan faset mata halus Warna tubuh kuning kecoklatan

Keadaan sayap panjangnya melebihi tubuhnya

b. Strain W

Gambar 5.1.2 Drosophilla melanogaster starinW (sumber: dokumen pribadi)

Warna mata putih

(19)

Warna tubuh kuning kecoklatan

Keadaan sayap panjangnya melebihi tubuh

Tabel data 5.1.1 Jumlah telur yang menetas setelah penyinaran UV

Persilangan Perlaku

0 menit 166 166 158 158 151 150

2 menit 55 51

Presentase jumlah telur dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(20)

b. Strain W

Perlakuan 0 menit

U1=127128x100 %=99,20 %

U2=103103x100 %=100 %

U3=124124x100 %=100 %

Perlakuan 2 menit

U1=4651 x100 %=90,19 %Perlakuan 4 menit

U1= 4558x100 %=77,58 %

Hasil dari perhitungan di tabulasikan dalam tabel berikut

Tabel 5.2.1 Data persentase telur yang menetas

Persilangan Perlakuan

Ulangan (persentase penetasan telur (%)

1 2 3

♀N>< ♂N

0 menit 100% 100% 99,4%

2 menit 92,73%

4 menit 86,6%

6 menit 8 menit

♀W >< ♂W

0 menit 99,20% 100% 100%

2 menit 90.19%

4 menit 77,58%

(21)

0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

strain N strain W

Grafik.1 persentase penetasan telur hasil persilangan N dan W terhadap lama penyinaran UV.

(22)

BAB VI PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini digunakan telur Drosophila melanogaster karena telur adalah salah satu tahapan dimana sel-selnya pada saat itu aktif membelah dan tumbuh sehingga memiliki tingkat sensitivitas yang sangat tinggi jika terpapar sinar ultraviolet. Pernyataan tersebut ditambah oleh Barror (1992) yang menyatakan bahwa telur Drosophila melanogaster dilapisi oleh dua lapisan, yaitu satu selaput vitellin tipis yang mengelilingi sitoplasma dan suatu selaput tipis tapi kuat (Khorion) dibagian luar dan di anteriornya terdapat dua tangkai tipis sehingga memungkinkan sinar ultraviolet dapat menembus lapisan tersebut.

Perlakuan lama penyinaran UV selama 0 menit, 2 menit, 4 menit, 6 menit, dan 8 menit. Pada penelitian masih didapatkan data pada perlakuan 0 menit, 2 menit, dan 4 menit, sehingga dapat diketahui untuk sementara bahwa lama penyinaran berpengaruh terhadap penetasan telur D. Melanogaster. Persentase penetasan telur untuk sementara, telur yang paling banyak menetas adalah telur yaang tidak diberi perlakuan (kontrol), kemudian semakin lama waktu penyinaran maka semakin sedikit telur yang dapat menetas untuk strain N maupun strain W.

Pada perlakuan 2 menit dan 4 menit untuk kedua strain, telur yang menetas semakin berkurang. Gardner dkk, (1991) menyebutkan bahwa adanya perubahan materi genetik yang dikenal dengan istilah mutasi didasari oleh peningkatan reaktivitas atom-atom yang secara langsung terinduksi oleh radiasi. Bisa jadi hal yang sama juga tejadi pada telur D.Melanogaster. Peningkatan reaktivitas atom-atom dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada gen dan dapat menyebabkan berbagai kelainan genetik. Kelainan genetik yang terjadi mungkin berupa adanya perubahan pada fenotip dan bahkan dapat menyebabkan terjadinya kematian pada individu yang bersangkutan.

(23)

Reaktivitas yang meningkat dari atom-atom pada molekul DNA merupakan dasar dari efek mutagenik radiasi sinar UV(Gardner, dkk, 1991).

Pendapat lain dapat memperkuat pendapat sebelumnya serta mendukung hasil penelitian adalah pernyataan dari Hamid (2009) yang mengatakan bahwa sinar ultraviolet dapat menghasilkan pengaruh, baik letal maupun mutagenik, pada semua jenis virus dan sel. Pengaruh ini disebabkan oleh terjadinya perubahan kimia pada basa DNA akibat absorpsi energi dari sinar tersebut. Pengaruh terbesar yang ditimbulkan oleh radiasi sinar UV adalah terbentuknya pirimidin dimer, khususnya timin dimer, yaitu saling terikatnya dua molekul timin yang berurutan pada sebuah untai DNA. Dengan adanya timin dimer, replikasi DNA akan terhalang pada posisi terjadinya timin dimer tersebut.

Timin dimer ini menimbulkan mutasi secara tidak langsung yaitu dengan cara menggangu double helikx DNA serta menghambat pembentukan replikasi DNA. Dalam hubungannya dengan molekul DNA, senyawa yang paling tergiatkan adalah purin dan pirimidin, karena kedua senyawa tersebut menyerap cahaya pada panjang gelombang 254 nm yang merupakan panjang gelombang dari sinar UV. Pada teknik in vitro menunjukkan bahwa pirimidin terutama timin sangat kuat menyerap sinar pada panjang gelombang 254 nm sehingga menjadi sangat reaktif.

Mekanisme mutasi pada telur Drosophila melanogaster setelah terpapar sinar ultraviolet menyabakan ketidaknormalan pada telur tersebut. Berikut ini penjelasan M. Bownes dan K. Sander pada tahun 1976, tentang perkembangan embrio Drosophila melanogaster setelah terpapar sinar ultraviolet :

1. Setelah terpapar sinar ultraviolet, nukleus sel telur tidak bisa bermigrasi ke area yang terpapar radiasi UV, sehingga menyebabkan blastoderm hanya terbentuk pada daerah posterior telur saja.

2. Karena balstoderm hanya terbentuk pada bagian posterior sacara otomatis pembentukan blastoderm pada daerah anterior terhambat

3. Ketika efek dari paparan sianr ultraviolet berhenti, inti sel bermigrasi menuju daerah yang mengalami radiasi ultraviolet, namun blastoderm tetap tidak terbentuk di daerah tersebut. Karena nantinya blastoderm ini akan bergerak untuk membentuk lapisan blastoderm yang lengkap.

(24)

Akibat dari penyinaran tersebut adalah DNA yang terdapat didalam telur D. melanogaster mengalami mutasi yang berefek dimer timin. Ketika dua molekul timin berdekatan pada suatu urutan DNA, maka ikatan kovalen akan terbentuk diantara keduanya sehingga terbentuk dimer timin (Karmana, 2010). Dimer timin ini merupakan saling terikatnya dua molekul timin yang berurutan pada sebuah untai DNA. Dengan adanya dimer timin, replikasi DNA akan terhalang pada posisi terjadinya dimer timin tersebut. Mekanisme perbaikan yang bekerja dalam setiap sel, dapat menghilangkan dimer melalui pergantian basa nitrogen. Kerusakan pada DNA ini dapat diperbaiki salah satunya dengan mekanisme fotoreaktivasi.

Akan tetapi pada saat pengamatan pada perlakuan 2 menit,4 menit didapati ada beberapa telur yang tetap dapat menetas walaupun diberikan paparan sinar ultraviolet. Hasil tersebut didukung oleh pernyataan Russel (1992) dalam corebima (2000) yang menyatakan bahwa sebelum terjadi kerusakan yang parah pada jaringan telur, telah terjadi mekanisme perbaikan DNA akibat mutasi induksi yang disebabkan sinar ultraviolet tersebut. Sel-sel prokariot dan eukariot memiliki sejumlah sistem perbaikan yang berhubungan dengan kerusakan DNA. Semua sistem itu melakukan perbaikan secara enzimatis. Kerusakan DNA akibat radiasi sinar ultraviolet dapat diperbaiki antara lain dengan cara fotoreaktivasi dimmer pirimidin dan perbaikan melalui excision repair yang berjenis nucleotide excision repair.

Fotoreaktivasi atau Light-dependent repair adalah suatu mekanisme perbaikan DNA yang memerlukan bantuan cahaya. Proses ini dikatalisasi oleh enzim yang disebut DNA fotoliase. Ketika DNA terpapar sinar UV,timen dimer akan terbentuk karena adanya ikatan kovalen pada maisng-masing basa timin. Fotoliase akan mengikat timin dimer pada keadaan gelap,akan tetapi enzim tersebut tidak dapat mengkatalisasi pemutusan ikatan antara timin satu dengan yang lain tanpa adanya bantuan dari cahaya tampak (visible light) khususnya cahaya biru dengan panjang gelombang 320-370 nm. Ketika terdapat cahaya biru tersebut maka enzim fotoliase akan teraktifasi sehingga dapat memutus timen dimer yang bersatu dan bonggolan yang terbentuk akan hilang dan kembali seperti semulan (Corebima, 2000).

Perbaikan melalui pemotongan (excision repair) disebut juga sebagai perbaikan gelap atau dark repair, karena tidak dibutuhkan cahaya. Mekanisme Excision repair pada perbaikan DNA melibatkan 3 tahapan penting yaitu :

1. DNA repair endonuklease atau endonuklease adalag enzim kompleks yang mengikat dan memotong basa DNA yang mengalami kerusakan.

2. DNA polimerase mengisi celah yang terpotong menggunakan unting komplementer baru yang tidak mengalami kerusakan sebgagai cetakan.

(25)

Ada 2 jenis dari Excision repair yaitu base excision repair yang berfungsi untuk mengganti basa DNA yang abnormal dan nucleotide excision repair yang memperbaiki kerusakan besar seperti dimer timin.

Nucleotide excision repair memindahkan dan menghilangkan bonggolan yang terbentuk akibat dimer timin . Proses ini dikatalisasi oleh sebuah enzim nuklease unik yang dapat memotong bagian yang mengalami kerusakan pada nukleotida, enzim ini disebut eksinuklease untuk membedakannya dari endonuklease dan eksonuklease yang berperan dalam metabolisme DNA yang lain.Adapun mekanisme dari nucleotide excision repair adalah sebagai berikut (Gardner,1991):

Aktifitas eksinuklease membutuhkan peranan dari 3 gen yaitu uvrA, uvrB dan uvrC (uvr = uv repair). Sebuah protein trimer mengandung 2 polipeptida uvrA dan satu polipeptida uvrB yang dapat mengenali kerusakan DNA. Protein timer tersebut akan mengikat pada bagian DNA yang rusak dan menggunakan energi berupa ATP untuk membengkokkan DNA pada tempat yang rusak. Kemudian uvrA dimer terlepas dan digantikan dengan protein uvrC yang mengikat uvrB/Kompleks DNA.Protein uvrC memotong 4 sampai 5 ikatan fosfodiester dari nukleotida yang rusak pada ujung 3’ dan menghubungkan 8 ikatan fosfodiester pada ujung 5’. Setelah itu gen uvrD menghasilkan DNA helicase II untuk melepaskan dodecamer. Dua tahapan terakhir pada mekanisem ini yaitu DNA polimerase I mengisi celah yang kosong dengan menggunakan unting komplementer sebagai cetakan dan DNA ligase menggabungkan celah yang belum bergabung pada molekul DNA.

Dari kedua proses mekanisme perbaikan DNA yang ada dapat semakin memperkuat bukti bahwa telur yang masih dapat menetas walaupun sudah terpapar sinar UV adalah karena adanya proses perbaikan DNA sebelum terjadi kerusakan yang parah.

(26)

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan sementara

(27)

1. Lama penyinaran sinar ultraviolet (UV) berpengaruh terhadap persentase penetasan telur lalat D.melanogaster. Terdapat perbedaan persentase jumlah telur yang menetas dari lama penyinaran pada strain Ndan W yang diberi perlakuan sinar UV, dimana perlakuan 0 menit menunjukkan rata-rata penetasan tertinggi daripada perlakuan yang lain.

2. Macam strain berpengaruh terhadap persentase penetasan telur D.melanogaster, hal ini disebabkan karena strain N merupakan D. melanogaster normal sedangkan strain W merupakan D. melanogaster yang mengalami mutasi, sehingga tingkat sensitivitas pada strain W tinggi.

DAFTAR RUJUKAN

Ashburner, Michael. 1985.Drosophila, A Laboratory Handbook. USA : Coldspring Harbor Laboratory Press.

(28)

Borror J.D. Triplehorn. 1992. Pengenalan Pengajaran Serangga. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Corebima, A.D. 1997. Genetika Mendel. Surabaya : Airlangga University Press

Corebima, A.D. 2000. Genetika Mutasi dan Rekombinan. Malang : FMIPA Universitas Negeri Malang

Corebima. A. D. 2003. Genetekia Mendel. Surabaya : Airlangga University Press.

Crawder, L.V. Tanpa tahun. Genetika Tumbuhan. Terjemahan oleh Lilik Kusdiarti. 1990. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press.

Gardner, E. J., Simmons, M. J.,Snustad, D. P. 1991. Principles of Genetic Eight Edition. New York:Jhon Wiley & Sons, Inc.

Hamid H. (2009). Variasi Genetik Sebagai Dasar Evolusi, Mutasi Gen, Frekuensi Gen dalam Populasi dan Hukum Hadry-Weinberg. Melalui, [03/10/13]

Karmana, IW. 2010. Pengaruh Macam Strain dan Umur Betina Terhadap Jumlah Turunan Lalat Buah (Drosophila melanogaster). Ganec Swara Vol. 4, No.2, September 2010.

Kimball, John W. 1983. Biologi.Jakarta : Erlangga

Muliati, L. 2000.Pengaruh Strain dan Umur Jantan Terhadap Jumlah Turunan Jantan dan BetinaDrosophilamelanogaster . Skripsi tidak diterbitkan.Malang: Fakultas MIPA-Universitas Negeri Malang.

Nilson, Laura. 2012. (Online : http://biology.mcgill.ca/faculty/nilson/research.html) diakses tanggal 2 April 2016

Rothwell, Norman V. 1983. Understanding Genetics Third Edition. New York: Oxford University Press.

Russell, P. J. 1992. Fundamental of Genetics. Harper Collins College. Publisher, USA

Sa’adah, Kamilatus. 2000. Pengaruh Radiasi Sinar Ultraviolet Terhadap Penetasan Telur dan Kestabilan Genetik Drosophila melanogaster strain N dan b Dalam Kaitan Dengan Mutasi Gen. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: UM.

Sander, K. Dan M. Bownes. 1976. The Development of Drosophila embryos after partial u.v. irradiation. J. Embryol. exp. Morph. Vol. 36, 2, pp. 394-408, 1976 (Online). Diakses pada 30 Maret 2016

(29)

Strickberger Monroe W. 1985. Genetics Third Edition. New York : Macmilan Publishing Company

Gambar

Gambar 2.3.1 Proses Mutasi pada telur D. melanogaster
Gambar 2. Pupa Drosophilla melanogaster
Tabel data 4.1 jumlah telur yang menetas setelah penyinaran UV.
Gambar 5.1.1 Drosophilla melanogaster strain N(sumber: dokumen pribadi)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang dibahas dalam karya ilmiah ini adalah bagaimana model sebaran kerusakan komponen mesin rotary kiln yang diteliti di PT Semen Indonesia (Persero)

Tetapi fakta di lapangan masih banyak ditemukan pekerja yang tidak memahami dengan baik kebijakan K3 yang telah dibuat, pekerja telah mengetahui prosedur kerja

2  Dosen Data Analisis 2, Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam  Dosen Data Analisis 2, Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

(emanfaatan tanaman kumis kucing sebagai obat bisa menggunakan cara-cara tradisional atau modern. aksudnya dengan cara tradisional, meramu tanamankumis kucing dan

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara nilai biomarker prolliferasi sel AgNOR,MIB-1, Indeks Mitosis, dan p53 sebelum dan setelah radiasi 10 Gy dengan respon

penunjang seperti tatanan hukum yang mendorong dan menggerakkan pemba- ngunan tersebut. Hukum selanjutnya harus dipandang sebagai sarana pembaha- ruan masyarakat yang harus selalu

- Bank pengirim mengurumkan surat via fax (asli menyusul kemudian) yang meminta agar dilakukan perbaikan dengan melampirkan copy aplikasi yang diisi oleh

Pada pompa ini energi mekanik hasil dari putaran poros pompa akan berubah menjadi energi Pada pompa ini energi mekanik hasil dari putaran poros pompa akan berubah menjadi energi