• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Saluran Pembuang Pencegah Ba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perencanaan Saluran Pembuang Pencegah Ba"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Perencanaan Saluran Pembuang Pencegah Banjir Di Desa Kuo

Kec Pangale Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat

Yang Berwawasan Lingkungan

Arsyuni Ali Mustary

Abstrak

Penelitian ini bertujuan membuat perencanaan saluran pembuang yang berwawasan lingkungan yang paling efektif agar dapat mengurangi masalah banjir di Desa Kuo Kec Pangale Kab.Mamuju SulBar. Kondisi di desa Kuo saat ini mengalami keterpurukan dimana setiap tahunnya pada musim hujan daerah tersebut digenangi air sehingga mengakibatkan banjir sehingga perlunya dibuat saluran pembuang agar kelebihan air didaerah tersebut dapat dialiri ke daerah lain agar mengurangi dampak banjir pada daerah tersebut. Hasil yang diperoleh dari perencanaan tersebut adalah Perencanaan saluran pembuang dengan metode sumur resapan dinilai sangat efektif untuk mengurangi banjir pada Desa Kuo Kecamatan Pangale Kabupaten Mamuju yang memiliki luas areal A = 11,25 Km² dengan kemiringan lahan bekisar 0,047 % sampai dengan 0,082 % pada elevasi antara 500,038 m s/d 500,500 m. Debit rencana total yang diperoleh Qr = 53,859 lt/dt/ha, sehingga dari hasil pembahasan diperoleh dimensi saluran pembuang dengan jumlah sumur resapan 50 buah.

Kata Kunci : Saluran pembuang, perencanaan, banjir

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Air merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan tanaman dan faktor terpenting bagi kebutuhan hidup manusia.Pengelolaan air yang salah dapat menjadi bencana bagi kehidupan kita. Air yang berlebihan disuatu tempat akibat hujan yang besar dapat menjadi banjir dan genangan yang menimbulkan kerugian yang sangat besar.Banjir yang menggenangi lahan-lahan kota dan pedesaan atau pertanian pada musim hujan terjadi sebagai akibat tidak tertampungnya aliran permukaan, yaitu air yang mengalir dipermukaan tanah, oleh sungai dan saluran air lainnya. Kekuatan butir-butir hujan dan aliran permukaan tanah yang merata diatas permukaan tanah dapat menyebabkan terjadinya erosi tanah. (Sintanala Arsyad 1989).

Untuk mencegah terjadinya erosi tanah akibat kelebihan air diatas permukaan tanah maka dilakukan tindakan konservasi tanah dengan cara mengurangi kelebihan air dipermukaan tanah dengan metode sumur resapan.

Kondisi di desa Kuo saat ini mengalami keterpurukan dimana setiap tahunnya pada musim hujan daerah tersebut digenangi air sehingga mengakibatkan banjir sehingga perlunya dibuat saluran pembuang agar kelebihan air didaerah tersebut dapat dialiri ke daerah lain agar mengurangi dampak banjir pada daerah tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penyusunan tugas akhir ini adalah :

(2)

Mulai

Persiapan

Pengumpulan Data : Analisa Data Hidrologi.

Curah Hujan Stasiun Kuo, Stasiun Lemo-lemo, Stasiun Babana Periode 10 tahun (1997-2006). Sumber (Dinas PSDA Provinsi Sul-Sel).

Data Topografi Desa Kuo Kec. Pangale Kab. Mamuju. Data Peta Desa Kuo Kec. Pangale Kab. Mamuju.

Analisis : Perhitungan Curah Hujan

Perhitungan Kemiringan Lahan dan Kemiringan Saluran Perhitungan Debit Rencana

Perhitungan Dimensi Saluran

Perhitungan Dimensi Bangunan Pelintas Perhitungan Dimensi Saluran Pembuang

Perhitungan Dimensi dan Jumlah Sumur Resapan.

Pembahasan

Kesimpulan dan saran

Selesai 1.3. Maksud dan Tujuan Penulisan

Maksud dari penulisan ini adalah untuk mengetahui langkah-langkah yang perlu disiapkan dalam merencanakan Saluran Pembuang berwawasan lingkungan. Tujuan dari penulisan ini adalah :

- Memberikan gambaran dan langkah-langkah mengenai proses perencanaan Saluran Pembuang pada suatu daerah.

- Menambah pengetahuan penulis tentang penggunaan sumur resapan sebagai pengendali banjir.

- Sebagai tambahan pengetahuan bagi penulis dalam rangka merencanakan jaringan secara teknis.

1.4. Metode Penulisan

Dalam penulisan ini kami menggunakan metode penulisan sebagai berikut :

1. Penelitian Kepustakaan, yaitu untuk menggunakan teori yang berhubungan dengan tugas akhir ini.

2. Mengumpulkan Data, yaitu dengan mengumpulkan informasi di lapangan yang berhubungan dengan tugas akhir ini yang meliputi :

- Data hidrologi - Data peta topografi

- Data curah hujan sesuai kebutuhan perencanaan

- Data-data lainnya yang berhubungan dengan penulisan

Tahapan penelitian digambarkan dalam flowchart pada gambar

(3)

II. GAMBARAN UMUM DAN DATA LOKASI 2.1 Gambaran Umum Lokasi.

Lokasi Daerah Saluran Pembuang secara administrasi terletak di Desa Kuo Kecamatan Pangale Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. Transportasi menuju Daerah Saluran Pembuang di desa Kuo dari kota Mamuju dapat dicapai dengan menggunakan sarana kendaraan roda 4 (empat) berjarak sekitar 96 km kearah Utara dengan jangka waktu pejalanan sekitar ± 2 Jam melalui jalur Mamuju – Mamuju Utara atau Desa Kuo berjarak 12 km dari ibu kota kecamatan.

Daerah Saluran Pembuang tersebut membentang ke arah Timur – Barat, serta terletak disekitar desa Kuo.

2.2 Kondisi Topografi.

Kondisi topografi di daerah Saluran Pembuang Kuo adalah berbentuk topografi datar dengan tekstur tanah halus dengan ketinggian dari permukaan air laut 500 – 700 m

2.3 Data Lokasi

Data-data dari lokasi yang diperlukan adalah data peta dan kontur lokasi, peta saluran drainase dan data curah hujan. Data curah hujan terdiri dari :

1. Curah hujan harian maksimum dengan periode ulang tertentu yang digunakan untuk menentukan ukuran bangunan drainase.

2. Data curah hujan bulanan digunakan untuk menghitung kebutuhan air irigasi. Maka perhitungan curah hujan yang digunakan dalam perencanaan tersebut menggunakan data curah hujan harian maksimum.

Dalam perhitungan menggunakan data curah hujan selama 10 tahun di tiga Stasiun untuk memperoleh curah hujan rata-rata adalah:

Data curah hujan tahun 1997-2006 dari 3 stasiun terdekat yaitu: 1. Stasiun Kuo

2. Stasiun Lemo-Lemo 3. Stasiun Salobunne

Lokasi dari masing-masing stasiun meteorologi dan hidrometri yang digunakan dalam penulisan ini dapat dilihat pada gambar.

2.4 Data-Data Hidrologi

(4)

Gambar : Peta Prov. Sulawesi Barat Gambar : Peta Lokasi Desa Kuo III. TEORI DASAR PERENCANAAN

3.1. Umum.

3.1.1. Pengetian Saluran Pembuang (Drainase).

Pengertian Saluran Pembuang (Drainase) adalah menguras, membuang, atau mengalirkan air. Dalam bidang teknik sipil, saluran pembuang (drainase) secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu. Saluran pembuang (drainase) dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas, jadi saluran pembuang (drainase) menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga air tanah. (Dr. Ir. Suripin, M.Eng, hal 7).

Fasilitas sistem saluran pembuang dapat berupa saluran pembuang permukaan tanah dan dibawah permukaan tanah.

1. Saluran pembuang permukaan tanah berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan dapat berupa perataan tanah, pembuatan saluran terbuka,

2. Sedangkan saluran pembuang di bawah permukaan tanah misalnya pipa, gorong-gorong.

a. Sistem saluran pembuang berwawasan lingkungan.

(5)

Erosi adalah suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut dari suatu tempat ke tempat yang lain. Baik yang disebabkan oleh pergerakan air, angin dan es (Dr. Ir. Supli Effendi Rahim, 2000).

Konservasi tanah adalah usaha untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi.

3.1.2. Pengertian Sumur Resapan.

Sumur resapan adalah memberi kesempatan dan jalan pada air untuk meresap kedalam tanah dengan jalan menampung air tersebut pada suatu sistem resapan.

Persyaratan Sumur Resapan.

1. Sumur Resapan air hujan dibuat pada lahan yang lolos air dan tahan longsor. 2. Sumur resapan air hujan harus bebas kontaminasi/pencemaran limbah. 3. Air yang masuk sumur resapan adalah air hujan.

4. Untuk daerah sanitasi lingkungan buruk, sumur resapan air hujan hanya menampung dari atap dan disalurkan melalui talang

5. Mempertimbangkan aspek hidrologi, geologi dan hidrologi. 3.2. Curah Hujan.

Distribusi curah hujan wilayah (regional rain fall distribution) yaitu : curah hujan yang diperkirakan merata pada daerah-daerah yang terkena biasa juga disebut hujan merata diperkirakan dengan menggunakan data pengamatan curah dari beberapa stasiun yang berada dalam wilayah

Intensitas curah hujan jangka waktu yang singkat (biasanya dalam 2 jam) itu, dirubah menjadi intensitas curah hujan perjam dan disebut intensitas curah hujan. Volume debit hitung berdasarkan rumus rasional dengan menggunakan intensitas curah hujan ini.

Analisa frekuensi adalah analisa berulangnya suatu peristiwa, baik jumlah frekuensi persatuan waktu maupun periode ulangnya (return periode).

Untuk menganalisa curah hujan rencana, data hidrologi yang ada dari suatu kejadian, terdiri dari beberapa teori yang mengemukakan persamaan tentang analisa tersebut. Teori-teori yang mengemukakan persamaan distribusi curah hujan rencana dalam perencanaan teknis diantaranya : Metode Gumbel, Metode Haspers, Metode Iwai Kodoya, Metode Weduwen, dan Metode Log Pearson Type III.

Untuk mencari nilai ekstrim yang mendekati kebenaran pada kesimpulan yang dibuat dari analisa data hidrologi, dari beberapa teori yang tersebut diatas, akan dikemukakan 1 metode dalam menganalisa data curah hujan yang ada, yaitu : Metode Log Pearson Type III.

Metode Log Pearson Type III

Pada metode Log Pearson Type III ini, telah diperhitungkan koefisien asymetri dengan menghitung koefisien kemencengan. Dimana rumus yang dipergunakan adalah.

log

X

T

=

log

X

+

K

⋅(

Sx

)

………...…………..(3.1) keterangan :

(6)

K = Faktor frekuensi diperoleh dari table XT = Curah hujan dengan kala ulang T tahun. Sx = Standar deviasi

Harga Rata-rata dihitung dengan rumus berikut ini :

logX=

Nilai standar deviasinya dihitung dengan rumus berikut ini :

Sx

=

i=1

n

(

log

Xi

log

X

)2

………...… (3.2) Sehingga nilai koefisien kemencengan dihitung dengan rumus berikut ini :

Cs= persatuan waktu. Sifat umu hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus:

Mononobe. I=R2424

(

24t

)

2/3

………..………. (3.4) Di mana

I = Intensitas hujan (mm/jam) t = lamanya hujan (jam)

R24 = Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm). 3.3. Nilai – nilai koefisien

3.3.1. Koefisien Variasi (CV)

(7)

kemenceng dinyatakan dengan besarnya koefisien kemenceng dan dapat dihitung dengan persamaan berikut :

CS = Sa3 ……….. (3.6)

Keterangan :

CS = koefisien Kemencengan S = deviasi standar dari sampel a = parameter kemencengan

3.3.3. Koefisien Kurtosis (CK)

Pengukuran kurtosis dimaksudkan untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal. Koefisien kurtosis digunakan untuk menentukan keruncingan kurva distribusi dan dapat dirumuskan sebagai berikut :

CK =

(XX)

4

S4 ……….. (3.7)

Keterangan :

CK = koefisien kurtosis X = curah hujan

X = curah hujan rata-rata S = deviasi standar

CK = 3, disebut dengan distribusi yang mesokkurtis artinya puncaknya tidak begitu runcing dan tidak begitu datar, serta berbentuk normal.

Adapun syarat-syarat pemilihan metode dalam menentukan curah hujan rencana terdapat pada table 3.1 dibawah ini

Tabel 3.1. Syarat pemilihan metode perhitungan curah hujan rencana

Sebaran Koefisien

Normal CK = 3CS = 0

Log Normal CS/CV = 3

Gumbel CS = 1,14CK = 5,4

Log Pearson III Selain dari nilai yang diatas Sumber : Analisa Hidrologi, Sri Harto

3.3.4. Waktu Konsentrasi (Tc)

Waktu konsentrasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk berkumpulnya semua aliran air hujan yang jatuh pada luas daerah tertentu yang memberikan aliran maksimum pada selokan di tiap-tiap titik sesuai luas daerah pengalirannya. Besar waktu konsentrasi dihitung dengan rumus :

tc = to + td (menit) ……….. (3.8)

dimana :

(8)

td = VL

……….. (3.9)

dimana :

L = Jarak aliran dari tempat masuknya air sampai ke tempat yang dituju (m)

V = Kecepatan aliran (m/dtk)

3.3.5. Koefisien Pengaliran (C)

Pada saat terjadi hujan pada umumnya sebagian air hujan akan menjadi limpasan dan sebagian mengalami infiltrasi dan evaporasi. Bagian hujan yang mengalir diatas permukaan tanah dan saat sesudahnya merupakan limpasan/pengaliran. Besarnya koefisien pengaliran untuk daerah perencanaan disesuaikan dengan karakteristik daerah pengaliran yang diperoleh oleh tata guna lahan yang terdapat dalam wilayah pengaliran tersebut.

3.3.6. Koefisien Penampungan (Cs)

Koefisien penampungan dari peluang saluran terhadap puncak banjir adalah berbanding lurus dengan alirannya. Efek penampungan dari peluang saluran terhadap puncak banjir adalah semakin besar kalau daerah pengalirannya semakin luas. Efek penampungan terhadap banjir maksimum diperhitungkan dengan koefisien penampungan (Cs) dengan rumus sebagai berikut :

Cs = 2tc2tc+td

…...……… (3.10)

Dimana :

Cs = Koefisien penampungan tc = Lamanya waktu konsentrasi

td = Waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir ketempat yang diukur (menit)

3.4. Analisa Debit

Untuk merencanakan suatu saluran pembuang, maka yang perlu diperhatikan adalah debit banjir tertinggi yang akan disalurkan atau dibuang melalui saluran – saluran yang akan direncanakan. Untuk menghitung debit banjir maksimum dalam perencanaan saluran akan digunakan rumus rasional yang telah dimodifikasi.

3.4.1. Debit saluran

Debit saluran pembuang sebuah saluran dihitung dengan rumus umum yaitu :

Q = 0.278. C. Cs. I. A ……… (3.11) Dimana :

Q = Debit Banjir (m3/dtk)

0,278 = Konstanta digunakan jika satuan luas daerah menggunakan Km2

C = Koefisien Pengaliran (0 ≤ C ≤ 1) Cs = Koefisien Penampungan

I = Intensitas curah hujan dalam (mm/jam) A = Luas daerah yang dibuang airnya (Km2)

(9)

b 1

m

Bentuk saluran yang digunakan pada saluran pembuang di Kuo adalah penampang dengan bentuk trapesium, dimana kapasitas saluran ditentukan oleh luas areal yang diairi. Pada umumnya lebar dasar saluran (b) diambil lebih besar atau sama dengan kedalam saluran (h), dengan maksud untuk mencegah terjadinya pendangkalan pada saluran saat air dialirkan kesaluran.

Dalam perencanaan ini digunakan jenis saluran terbuka dengan bentuk trapesium.

Gambar 3.1. Penampang Saluran Bentuk Trapesium.

Kecepatan aliran (V) dapat dihitung dengan menggunakan Rumus Manning yaitu :

V = 1n . R 2/3 . S 1/2

Dimana :

V = Kecepatan aliran (m/dtk) R = Jari – Jari hidraulis (m) A = Luas Penampang basah (m2)

P = Keliling basah (m)

n = Koefisien kekasaran Manning S = Kemiringan dasar saluran b = Lebar saluran (m)

m = Kemiringan talud (1 vertikal : m horizontal)

h = Tinggi air (m)

1. Kapasitas Saluran.

Perhitungan kapasitas saluran dapat diperkirakan dengan besarnya limpasan pada sebuah lahan atau dengan berdasarkan debit rencana. Kecepatan rencana pada pengaliran dapat dilihat dari jenis material yang ada pada lahan seperti yang terlihat pada tabel dibawah.

2. Kemiringan Saluran (S)

Kemiringan dasar saluran umumnya ditentukan oleh topografi tanah atau elevasi tinggi dan ujung saluran yang diinginkan. Kemiringan dasar saluran tergantung pada bahan pembentukan saluran. Rumus yang digunakan untuk menghitung kemiringan saluran adalah rumus Robert Manning yaitu :

w

(10)

S = (Q / (AR)2/3)2 ……… (3.12)

Rumus kontinuitas :

Q = A . V ……… (3.13) Dimana :

A = Luas penampang basah saluran (m2)

V = Kecepatan aliran dalam saluran (m/det) R = Jari – jari hidrolis saluran (m)

M = Kemiringan Talud

N = Koeisien kekasaran Manning (lihat tabel 3.5) H = Tinggi air dalam saluran (m)

S = Kemiringan dasar saluran Q = Debit pengaliran (m3/det)

Nilai koefisien kekasaran ditentukan berdasarkan jenis saluran atau kondisi salurannya seperti pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Nilai – Nilai Koefisien Kekasaran

Kondisi Saluran Manning (n) G. Kutter (m)

Saluran Alam

Sumber : Pedoman Teknik Perencanaan Drainase Perkotaan hal 49

3. Tinggi Jagaan.

Tinggi jagaan adalah jarak vertikal dari puncak tanggul sampai permukaan air pada kondisi perencanaan. Tinggi jagaan pada saluran pembuang direncanakan untuk dapat menghindari terjadinya limpasan, pada kemungkinan elevasi permukaan aliran air yang paling tinggi, ditambah tinggi ombak serta kemungkinan adanya benda – benda terapung yang terdapat pada aliran tersebut.

Tinggi jagaan bervariasi sesuai dengan ukuran dan lokasi saluran, jenis tanah, banyaknya air masuk akibat hujan dan kenaikan muka air akibat bangunan pengatur. Rumus yang digunakan untuk memperoleh tinggi jagaan yaitu :

w = ( c . h )0.5 …..………. (3.14)

Untuk Q < 0,8 m3/dtk ; c = 0,14

0,8 m3/dtk ≤ Q ≤ 8 m3/dtk ; c = 0,14 – 0,23

Q ≥ 8 m3/dtk ; c = 0,23

Atau dapat juga digunakan rumus :

w = 0,25 h + 0,3 .………... (3.15)

dimana :

(11)

h = Tinggi air dalam saluran (m)

c = Koefisien yang tergantung pada debit

4. Jari-jari hidrolis.

Jari-jari hidrolis adalah perbandingan antara luas penampung basah saluran dengan keliling saluran. Rumus yang digunakan yaitu:

R = AP

………….……… (3.12)

Dimana :

R = jari-jari hidrolis (m)

A = Luas penampang basah saluran (m2) P = Keliling basah saluran (m)

3.4.3. Bangunan Pelintas

Bangunan pelintas yang direncanakan berupa gorong-gorong. Fungsi gorong-gorong yaitu untuk menyalurkan air permukaan lewat atau dari permukaan jalan ke system drainase. Gorong-gorong juga harus menanggung beban konstruksi, beban lalu lintas jalan dan beban tanah, karena itu perencanaan gorong-gorong melibatkan hidrolik dan konstruksi.

Umumnya gorong-gorong berbentuk selinder, horizontal (buis), dan persegi (box). Bentuk gorong-gorong yang dianalisa yaitu gorong-gorong berbentuk persegi.

Gambar 3.2. Penampang gorong – gorong.

Rumus-rumus yang digunakan yaitu :

A = VQ2

……… (3.13)

W = (c . h)0,5

……… (3.14)

P = b + 2h ……….…. (3.15)

R = AP

……….. (3.16)

hc = 0,30 x V222gV12

...………..… (3.16)

hf = 19,6R . Vx n3²

...……...……….…… (3.17)

hc = 0,60 x V222gV12

...………..… (3.18)

Dimana :

A = Luas penampang gorong – gorong (m2)

w

h

(12)

Q = Debit saluran (m3/s)

V1 = Kecepatan aliran dalam saluran (m/s)

V2 = Kecepatan aliran dalam gorong-gorong (m/s) V3 = Kecepatan aliran dihilir (m/s)

P = Keliling basah saluran (m) R = Jari-jari hidrolis saluran (m) n = Koefisien kekasaran Manning

hc = Kehilangan energi akibat pemasukan (m) g = Percepatan grafitasi (m/s2)

hf = Kehilangan energi akibat gesekan (m) ho = Kehilangan energi akibat pengeluaran (m) Htotal = Jumlah total kehilangan energi (m)

3.5. Perencanaan Sumur Resapan.

Konsep dasar sumur resapan pada hakekatnya adalah memberi kesempatan dan jalan pada air hujan yang jatuh diatap atau lahan yang kedap air untuk meresap kedalam tanah dengan jalan menampung air tersebut pada suatu sistem resapan.berbada dengan cara konvensional dimana air hujan dibuang/dialirkan kesungai diteruskan kelaut, dengan cara seperti ini dapat mengalirkan air hujan kedalam sumur-sumur resapan yang dibuat dihalaman rumah.

Berdasarkan konsep tersebut, maka ukuran atau dimensi sumur yang diperlukan untuk suatu lahan atau kapling sangat bergantung dari beberapa faktor, yaitu :

1. Luas permukaan penutupan. 2. Karakteristik hujan

3. Koefisien permeabilitas tanah 4. Tinggi muka air tanah

Persyaratan Sumur Resapan.

1. Sumur resapan air hujan dibuat pada lahan yang lolos air dan tanah longsor 2. Sumur resapan air hujan harus bebas kontaminasi/pencemaran limbah 3. Air yang masuk sumur resapan adalah air hujan

4. Untuk daerah sanitasi lingkungan buruk, sumur resapan air hujan hanya menampung dari atap dan disalurkan melalui talang.

IV. ANALISA DAN PEMBAHASA 4.1. Analisa Data Hidrologi.

Data curah hujan yang digunakan yaitu data curah hujan dari ketiga stasiun diantaranya Stasiun Kuo, Stasiun Lemo-lemo, dan Stasiun Babana. Dimana data yang dipakai adalah data curah hujan maksimum harian.

Tabel 4.1. Analisis data curah hujan maksimum.

NO Tahun C. Hujan Max X

(13)

1 1997 120 334.93 -214.93 46194.9049 -9928670.91 2133969238.72 2 1998 271 334.93 -63.60 4044.536011 -257219.01 16358271.55 3 1999 294 334.93 -40.93 1675.2649 -68568.59 2806512.49 4 2000 144 334.93 -190.60 36327.08934 -6923822.14 1319657420.24 5 2001 527 334.93 191.74 36762.94934 7048805.36 1351514444.50

6 2002 333 334.93 -1.93 3.7249 -7.19 13.87

7 2003 425 334.93 90.07 8112.6049 730702.32 65814358.26 8 2004 360 334.93 25.40 645.3293444 16393.52 416449.96 9 2005 456 334.93 121.40 14738.76934 1789335.73 217231321.79 10 2006 418 334.93 83.40 6956.116011 580163.26 48387549.96 ∑ 3,349 0.03 155461.29 -7012887.64 5156155581.34

Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.2. Syarat untuk pemilihan metode analisis curah hujan rencana.

Sebaran Koefisien

Log Pearson Selain dari nilai diatas

Sumber : Analisa Hidrologi, Sri Harto

Jadi metode yang digunakan untuk menghitung curah hujan rencana adalah metode Log Pearson III.

Dari hasil perhitungan diatas maka perhitungan curah hujan rencana menggunakan metode Log Pearson III.

Tabel. 4.3. Analisis Curah Hujan Rata-Rata Maksimum.

NO. Tahun C. Hujan MaxX (mm) Rata-rata X’ Log X (Log X – Log X)² (Log Xi-Log X)3

1 1997 120 334.93 2.0792 0.1647 -0.0668

2 1998 271 334.93 2.4335 0.0027 -0.0001

3 1999 294 334.93 2.4683 0.0003 0.0000

4 2000 144 334.93 2.1594 0.1061 -0.0345

5 2001 527 334.93 2.7215 0.0559 0.0132

6 2002 333 334.93 2.5224 0.0014 0.0001

7 2003 425 334.93 2.6284 0.0206 0.0029

8 2004 360 334.93 2.5567 0.0051 0.0004

9 2005 456 334.93 2.6593 0.0304 0.0053

10 2006 418 334.93 2.6215 0.0186 0.0025

3,349 24.8503 0.4057 -0.0771

(14)

Cs = n .

(logXi−logX)

Dari interpolasi nilai Cs pada table distribusi nilai K untuk Log Pearson III (Lampiran 9) diperoleh K2 = 0.183 (lampiran 9)

Untuk perhitungan intensitas curah hujan digunakan Metode Mononobe. Rumus :

Lamanya Waktu Hujan t (menit)

In

Tabel 4.5. Intensitas Curah Hujan dalam mm/jam.

(15)

(menit) I2 I5 I10

5 608.1364 841.6070 953.6270

10 383.0134 530.0567 600.6086

15 292.2544 404.4543 458.2882

20 241.2276 333.8377 378.2723

25 207.8682 287.6712 325.9609

30 184.0662 254.7314 288.6368

35 166.0812 229.8418 260.4343

40 151.9287 210.2560 238.2416

45 140.4498 194.3702 220.2413

50 130.9185 181.1796 205.2951

55 122.8548 170.0202 192.6503

60 115.9277 160.4337 181.7878

65 109.9008 152.0930 172.3369

70 104.6005 144.7578 164.0254

75 99.8960 138.2472 156.6483

80 95.6870 132.4224 150.0481

85 91.8949 127.1745 144.1017

90 88.4574 122.4172 138.7113

Sumber : Hasil Perhitungan

Grafik 4.1. Intensitas Curah Hujan.

4.2. Perhitungan Kemiringan Lahan dan Kemiringan saluran.

Rumus perhitungan elevasi, panjang lahan terjatuh, dan kemiringan lahan.

Gambar 4.1. Perhitungan Kemiringan Lahan - Perhitungan elevasi awal.

Dimana :

mRP = rX1 R = Jarak areal ke garis berikutnya (m) P = Jarak antar kontur (m)

r1 = Interval antar kontur yang membatasi titik.

Sehingga tinggi elevasi awal (titik a) = kontur (6,6) – x - Perhitungan elevasi akhir

Dimana :

mRP = rX2 R = Jarak areal ke garis berikutnya (m) P = Jarak antar kontur (m)

r1 = Interval antar kontur yang membatasi titik.

Sehingga tinggi elevasi akhir (titik b) = kontur (6,2) – x - Perhitungan panjang lahan terjauh.

Lt =

m2+n2

- Mencari kemiringan lahan St = E . AwalE . Ak hir

¿ x 100 %

Keterangan :

a = Titik elevasi awal b = Titik elevasi akhir L1 = Panjang lahan terjauh m = Lebar lahan

(16)

- Perhitungan kemiringan lahan

Untuk perhitungan kemiringan lahan digunakan contoh perhitungan dari petak A (lihat gambar 4.6.) Diketahui :

A = 1,680 Ha

Elevasi Awal = 500,500 m

Elevasi Akhir = 500,405 m

Panjang Lahan Terpanjang = 198,093 m Perhitungan :

Kemiringan Lahan = Elevasi AwalPanjang La h anElevasi Ak h irx 100 %

= 500,500198,093−500,405x 100 % = 0,048 %

Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat di tabel pada lampiran 7. - Perhitungan kemiringan lahan

Untuk perhitungan kemiringan lahan digunakan contoh perhitungan dari petak A1 – A2 (lihat gambar

4.6.) Diketahui : A = 1 Ha

Elevasi Awal = 500,500 m Elevasi Akhir = 500,460 m Panjang Lahan = 100 m

Perhitungan :

Kemiringan Lahan = Elevasi AwalPanjang La h anElevasi Ak h irx 100 % = 3.70200.00−3.66x 100 %

= 0.020 %

- Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat di tabel pada lampiran 8.

4.3. Perhitungan Debit Buangan.

Diketahui :

Luas daerah buangan di Desa Kuo Kecamatan Pangale Kabupaten Mamuju. (A) = 12000 m2

Koefisien air buangan C = 0,6

Intensitas curah hujan (I) = 160,434 mm/jam. Q Kuo = 0.0028 . C . I . A.

= 0.0028 x 0,6 x 160,434 x 12000 = 3234,349 m3/jam.

= 0,89 m3/dtk.

4.5. Perhitungan Debit Rencana Data-data sebagai berikut :

A = 0,060 Ha. St = 0,02 %. Lt = 100,180 m. C = 0,6.

Ls = 100 m. Perhitungan : to = 0.0197

[

¿

St

]

0.77

= 0.0197

[

100,180

√0.02

]

(17)

= 3,084 menit.

Qtotal = Qlahan + Qjalan + Qsaluran sebelumnya = 0.000 + 0.032 + 0.000

= 0.032 m3/dtk

1. Saluran K2 – K4

- Limpasan dari lahan : Data-data sebagai berikut :

- Limpasan dari jalan : Data-data sebagai berikut :

(18)

Ls = 250 m

Qtotal = Qlahan + Qjalan + Qsaluran sebelumnya = 0,408 + 0,045 + 1,350

= 1,802 m3/dtk

4.6. Perhitungan Dimensi Saluran. 1. Saluran A1 – A2

Data – data sebagai berikut :

Q rencana = 0.032 m3/dtk

V rencana = 0.3 m/dtk Koefisien Manning (n) = 0.025

(19)

= 0,180 m.

4.7. Perhitungan Dimensi Bangunan Pelintas

1. Q rencana = 0,052 m3/dt

Kecepatan aliran dalam saluran (V1) = 0,3 m/dt

Kecepatan aliran dalam gorong-gorong (V2) = 0,4 m/dt

Kecepatan aliran di hilir (V) = 0,3 m/dt

Koefisien kekasaran manning (n) = 0,025.

(20)

Tinggi jagaan w = (c.h)0.5

a. Akibat Pengeluran

ho = Z Keluar = (V22 – V32) / 2g

hc = 0,60 x 0,1619,62−0,09 hc = 0,00214 m.

Kehilangan Energi Total = hc + hf + ho

= 0,001 + 0,321 + 0,00214 = 0,324

Gambar 4.5. Dimensi Gorong – Gorong

V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan.

Berdasarkan hasil Studi Perencanaan Saluran Pembuang berwawasan lingkungan di Kuo Kecamatan Pangale Kabupaten Mamuju maka dapat disimpulkan :

Perencanaan saluran pembuang dengan metode sumur resapan dinilai sangat efektif untuk mengurangi banjir pada Desa Kuo Kecamatan Pangale Kabupaten Mamuju yang memiliki luas areal A = 11,25 Km² dengan kemiringan lahan bekisar 0,047 % sampai dengan 0,082 % pada elevasi antara +500,038 m s/d +500,500 m. Debit rencana total yang diperoleh Qr = 53,859 lt/dt/ha, sehingga dari hasil pembahasan diperoleh dimensi saluran pembuang dengan jumlah sumur resapan 50 buah yang tersebar di sepanjang saluran.

5.2. Saran - Saran.

1. Disarankan kepada pejabat setempat pada umumnya dan kepada Dinas Pekerjaan Umum pada khususnya agar segera melakukan tindakan pencegahan banjir di desa Kuo Kec. Pangale Kab. Mamuju dengan melakukan pembuatan drainase di desa tersebut agar air banjir dapat tersalurkan ke tempat yang dituju dengan waktu yang tidak begitu lama. 2. Pentingnya perhatian pemerintah terhadap daerah-daerah yang terisolir untuk

pemajuan daerahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak. Chay, 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah aliran Sungai. Edisi kedua (revisi). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Arifaini Nur, Hardiyani Ayudia,2007, Analisis Fungsi Sumur Resapan Terhadap Limpasan di Lingkungan Perkantoran Pemerintah Bandar lampung, Jurnal pada PIT Kongres IX HATHI di Makassar Sul-Sel .

0,189 m

0,255 m w

h

(21)

Effendi Rahim. Supli, 2003. Pengendalian erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan. Cet.Kedua. Bumi Aksara. Jakarta.

Fardiaz. Srikandi, 1992. Polusi Air dan Udara. Cet. Kesembilan. Kanisius, Yogyakarta. Gulo. W, 2002. Metodologi Penelitian. Cet.Keempat. Grasindo. Jakarta.

Mitchell Bruce, Setiawan B, Hadi Rahmi Dwita, 2003, Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Edisi kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sunjoto, 1988, Optimasi Sumur Resapan Sebagai salah satu Pencegah Instrusi Air Laut, Prosiding Seminar PAU-IT-UGM Yogyakarta

Gambar

Gambar : Peta Prov. Sulawesi Barat            Gambar : Peta Lokasi Desa Kuo
Gambar 3.1. Penampang Saluran Bentuk Trapesium.
Tabel 3.5. Nilai – Nilai Koefisien Kekasaran
Gambar 3.2. Penampang gorong – gorong.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan dilakukan terhadap peubah yang diamati yaitu tinggi bidang petik, diameter bidang petik, tebal daun pemeliharaan, produktivitas berdasarkan umur setelah

Faktor yang menjadi pendukung dalam upaya pembentuka kepribadian muslim siswa Pondok Pesantren Madrasah Aliyah AL-Istiqomah Banjarmasin berdasarkan hasil wawancara dan

Duduk daun tersebar (sparsa), tangkai daun berwarna hijau keputihan hingga merah, perubahan warna dimulai dari pangkal ke ujung dan dari permukaan atas ke permukaan

jamii kwa madhumuni ya mawasiliano kati yao TUKI (1981) inatoa maana ya lugha kuwa, “lugha ni mpangilio wa sauti na maneno unaoleta maana ambao hutumiwa na watu wa taifa au

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang backpack safety dengan keluhan nyeri punggung pada siswa Sekolah Dasar

Diskusi dengan tema ”Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim untuk Pulau-Pulau Kecil di Kawasan Timur Indonesia” terlaksana atas kerja sama Yayasan BaKTI, Forum KTI dengan

Berdasarkan hasil tersebut, maka jelas bahwa pada komposisi media tersebut diperoleh suatu jumlah dan keseimbangan yang sesuai antara zat pengatur tumbuh (IBA dan

Subjek dalam penelitian ini adalah aplikasi edit foto secara online yang menggunakan PHP, Facebook disatu sisi tidak mempunyai feature pengolah foto yang mumpuni,