CATECIN DAN CATECHOL
Raw material and dosage form of Ekor kucing (Cabomba furcata) from tasik
chini, pahang Malaysia as a source of cathecin and cathecol
Kurnia Harlina Dewi, Masturah Markom, Siti Rozaimah Sheikh Abdullah, Mushrifah Idris
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Bengkulu, Indonesia
Jabatan Kejuruteraan Kimia & Proses, Fakulti Kejuruteraan, Universiti Kebangsaan Malaysia
ABSTRAK
Tanaman ekor kucing (Cabomba furcata) merupakan tanaman air yang sangat cepat berkembangbiak dan mendominasi tanaman air di Danau Chini. Kebijakan untuk memusnahkan, mengendalikan atau
mengembangkan tanaman ekor kucing memerlukan kajian tentang komponen-komponen fitokimia, yang telah terbukti mengandung flavonoid, terutama catechin dan catechol. Dalam upaya mendapatkan kandungan
catecol dan catechin yang tinggi pada hasil ekstraksi dilakukan optimasi proses yang diawali dengan seleksi bagian tanaman sebagai bahan baku dan bentuk sediaan yang akan digunakan dalam mengekstrak tanaman tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kandungan catechin dan catechol pada bagian tanaman ekor kucing berwarna hijau dan berwarna merah serta mengetahui bentuk sediaan bahan baku berupa bahan baku segar atau kering (powder). Hasil pengujian menunjukkan bahwa bagian tanaman ekor kucing (Cabomba furcata) berwarna hijau dan berwarna merah mengandung catechin dan catechol yang perbedaannya tidak nyata. Bentuk sediaan bahan baku kering menghasilkan rendemen catechin dan catechol yang lebih tinggi dibandingkan bahan segar. Penggunaan pelarut campuran methanol dan air memberikan hasil ekstrak yang tertinggi dibandingkan air dan n-Hexane.
Kata kunci: Cabomba furcata, seleksi bagian tanaman, bentuk sediaan
ABSTRACT
and catechin from extraction, the optimization process was performed start with the selection of plants as raw material and dosage forms to be used in the plant extraction. This study aims to determine the differences of catechin and catechol content in the green and red of ekor kucing and know the dosage form of raw materials in the form of fresh or dried (powder). Test results showed that the green and red ekor kucing plant (Cabomba furcata) have no differences contain for both catechin and catechol. Dry raw material yield higher catechin and catechol compare than the fresh material. The use of the mixture of methanol and water solvent gave the highest extraction results compared to water and n-Hexane.
Key words: Cabomba furcata, selection of plants, dosage forms
PENDAHULUAN
Danau Chini terletak 100 kilometer dari Kuantan dan berdekatan dengan Sungai Pahang, Pahang. Danau ini mempunyai luas 202 hektar, merupakan danau alami kedua terbesar di Malaysia yang terdiri dari 12 saluran air yang dikenali sebagai laut oleh masyarakat setempat. Di danau Chini ditemukan 138 spesies flora, 25 spesies tumbuhan akuatik, 380 spesies bukan akuatik, 144 spesies ikan air tawar dan 92 spesis burung (Wikipedia, 2008a). Berbagai tumbuhan air ditemui di danau Chini diantaranya rasau, sendayan, kercut, teratai, ekor kucing, susio, periuk kera, dan putat. Setiap tumbuhan mempunyai kegunaan masing-masing sebagai contoh rasau digunakan untuk membuat tas dan topi bagi penduduk setempat dan kercut digunakan untuk membuat tali. Saat ini kawasan danau Chini didominasi oleh Cabomba furcata
(ekor kucing) yang merupakan tanaman pendatang baru, benihnya dipercayai dibawa olah arus air dan bot pemancing dan selanjutnya membiak dengan cepat di kawasan tersebut. Secara keseluruhan tumbuhan ini merupakan jenis tumbuhan yang muncul di kawasan permukaan air selain teratai yang daunnya terapung (Nurhasyimah et al., 2004).
Gambar 1. Tasik Chini di Pahang dan Tanaman Ekor Kucing yang mendominasi tanaman air
(Markom dkk., 2008)
Merujuk penelitian yang telah dilakukan Gasim dkk., (2005); Toriman dan Sulong (2004); Othman dkk., (2007; 2009), Gasim dkk., (2005); Mamat (2004), mengenai pencemaran di Danau Chini, salah satu ya adalah perkembang pembiakan C. furcata. Dominasi tumbuhan air
C. furcata di danau Chini telah mengganggu
pertumbuhan Nelumbo nucifera dan teratai
yang telah menjadi daya tarik wisata selama ini. Selain itu, pengaruh negatif C. furcata di Danau Chini, yaitu sebagai sumber pencemaran air yang mengancam habitat ikan. Oleh karena itu, dilakukan berbagai kajian terhadap C. furcata. Habitat tanaman yang berkemampuan mendominasi suatu areal menunjukan dugaan tanaman tersebut menghasilkan suatu senyawa bahan aktif yang bersifat alelopatik.
bahwa hasil penyaringan fitokimia hasil ekstrak
dilakukan terhadap kandungan flavonoid,
saponin, triterpen, alkaloid dan tanin. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tanaman ekor kucing (C. furcata) mengandung bahan aktif
kelompok flavonoid, saponin dan alkaloid,
tetapi triterpen dan tannin tidak terdeteksi. Penggunaan pelarut campuran metanol dan air memberikan hasil ekstrak yang tetinggi (49.3%).
Hasil pengamatan dengan HPLC bagi flavonoid
menunjukkan bahwa hasil ekstrak tanaman ekor kucing mengandung asam gallik dan myrisetin. Kajian lanjutan identifikasi komponen alkaloid menggunakan HPLC, menunjukkan ekstrak mengandung nikotin. Kandungan alkaloid dalam tanaman C. furcata didapati tidak mempengaruhi air Danau Chini (Markom dkk., 2008b)
Flavonoid yang terdapat dalam tanaman
mempunyai arti yang sangat penting dalam bidang pengobatan, senyawa ini sering dikonsumsi manusia karena terkandung dalam buah-buahan, sayur-sayuran, biji, akar, bunga,
batang dan lain-lain (Nijveldt, 2001). Senyawa flavonoid secara mudah dilihat dari zat warna
tanaman. Tanaman C. furcata memiliki dua
warna, yakni bagian tanaman berwarna hijau dan bagian tanaman berwarna merah. Dalam upaya efisiensi proses ekstraksi bahan aktif perlu dikaji, apakah perbedaan warna tanaman ini memberikan senyawa hasil ekastrak yang berbeda. Selain itu, bentuk sediaan tanaman akan mempengaruhi hasil ekstrak bahan aktif yang diperoleh. Oleh karena itu, kajian tentang pemilihan bagian tanaman dan bentuk sediaan terhadap kandungan bahan bahan aktif pada C. furcata sangatlah penting.
METODE PENELITIAN Bahan
Bahan yang digunakan dalam riset ini adalah bahan segar berupa tanaman ekor kucing (Cabomba furcata) yang diperoleh dari Danau Chini, Pahang. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis proksimat adalah eter, NaOH, H2SO4 dan alkohol. Bahan kimia yang digunakan untuk
ekstraksi secara konvensional adalah metanol, n-hexane, campuran metanol:air (1:2 v/v).
Bahan kimia pada ekstraksi secara SFE adalah CO2 dan co-solvent campuran metanol:air. Bahan kimia untuk analisis kualitatif dan kuantitatif
flavonoid pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
fraksi standar, lempeng lapis tipis silika gel 60 F254 katalog Art 5554, spektrofotometer UV-Vis dan HPLC.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan preparasi bahan baku, yakni alat penggiling, alat pengering, timbangan digital (Mettler Toledo AB 204 S). Peralatan ekstraksi
secara konvensional (peralatan ekstraksi
maserasi, peralatan ekstraksi soxhlet, peralatan ekstraksi secara reflux), sentrifugasi (high speed refrigerated sentrifuge/Himac CR 216), evaporasi
(rotary vacuum evaporator).
Peralatan yang digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif steroid dengan timbangan dan uji warna pada hasil ekstrak, analisis kualitatif dan kuantitatif testosteron
menggunakan KLT, spektrofotometer (UV-Vis
1601 PC, Shimadzu), HPLC (Model C1313A, Agilent 1100 Series).
Cara Kerja
bertahap. Perlakuan pada tahap pertama adalah pemilihan bagian tanaman ekor kucing, terdiri atas dua taraf, yakni taraf pertama: bagian tanaman berwarna hijau dan taraf kedua: bagian tanaman berwarna merah dan perlakuan perbedaan pelarut yang digunakan (metanol: air, air, metanol). Pada tahap kedua adalah penentuan bentuk simplisia sebagai bahan baku untuk ekstraksi, terdiri atas bentuk segar dan bentuk kering (powder). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali ulangan. Parameter pengamatan adalah rendemen dan konsentrasi bahan aktif yang dihasilkan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan HPLC.
Tanaman ekor kucing (Cabomba furcata) yang diperoleh dari Danau Chini, Pahang Malaysia terlebih dahulu dibersihkan dan dicuci, selanjutnya dipisahkan bagian tanaman
berwarna hijau dan berwarna merah/ keunguan.
Masing-masing bagian tanaman Cabomba furcata segar yang telah ditimbang ± 50 mg, dimasukkan ke dalam erlemeyer, direndam dalam pelarut dengan berbagai jenis pelarut (metanol, air, metanol:air (2:1) dan rasio bahan pelarut 1:10
(b/v), yang selanjutnya dimasukkan ke dalam
lemari pendingin selama 24 jam.
Setelah ekstraksi selesai, dilakukan pemisahan padatan dan supernatan menggunakan sentrifuse. Supernatan yang
diperoleh dikeringkan dengan vacuum
evaporator. Hasil ekstrak diamati menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan HPLC. Hasil ekstrak selanjutnya difraksinasi menggunakan kolom dengan diameter 3,5 cm dan panjang 30
cm (Sigma), dengan fase diam menggunakan sephadex 20 dan fase bergerak menggunakan pelarut metanol:air dengan perbedaan rasio (metanol, metanol:air 4:1, 2:1, 1:1, 1:2 dan air). Hasil fraksinasi diamati dengan menggunakan UV-Vis, fraksi yang menunjukkan kandungan bahan yang sama digabungan dan di keringkan
kembali menggunakan vacuum evaporator.
Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan
menggunakan HPLC (Conde et al., 1995 dan
Brigitte et al., 2009).
Ekstraksi Cabomba furcata dengan berbagai metode dan pelarut
Ekstraksi secara maserasi.
Ekstraksi dengan maserasi dilakukan dengan cara perendaman bahan yang akan diekstrak pada lemari pendingin (suhu ±4°C) menggunakan bahan pelarut selama 24 jam.
Cabomba furcata yang telah kering dan digiling, ditimbang sebanyak 5 g, dimasukkan ke dalam erlemeyer, direndam dalam pelarut dengan berbagai jenis pelarut dan rasio bahan pelarut
1:10 (b/v), yang selanjutnya dimasukkan ke
dalam lemari pendingin selama 24 jam.
Ekstraksi dengan shaker
Ekstraksi dengan shaker dilakukan dengan cara perendaman bahan yang akan diekstrak pada ruang (suhu ±27°C) dengan digoyang sebagai proses pengadukan menggunakan bahan pelarut selama 4 jam. Cabomba furcata yang telah kering dan digiling, ditimbang sebanyak 5 g, dimasukkan ke dalam erlemeyer, direndam dalam pelarut dengan berbagai jenis pelarut dan
rasio bahan pelarut 1:10 (b/v), yang selanjutnya
Ekstraksi secara reflux.
Ekstraksi dengan reflux merupakan
ekstraksi dengan merefluks bahan dengan pemanasan, bahan dan pelarut secara bersamaan dimana di atas campuran bahan dan pelarut diletakkan kondensor balik. Kondisi ini menjadikan pelarut yang menguap akan terkondensasi kembali (reflux) ke dalam campuran bahan dan pelarut. Proses ekstraksi berjalan efektif karena pemanasan dapat mempercepat kelarutan dan pengadukan meningkatkan kontak bahan dengan pelarut. C. furcata yang telah kering dan digiling, ditimbang sebanyak 5 g, dimasukkan ke dalam erlemeyer
dan ditambahkan pelarut 1:10 (b/v) sesuai
dengan perlakuan. Selanjutnya dilakukan pemanasan sampai suhu 50°C selama selama 4 jam.
Ekstraksi menggunakan soxhlet.
Cabomba furcata yang telah kering dan digiling, ditimbang sebanyak 5 g, dibungkus dengan kertas saring kemudian diletakkan pada tempat sampel pada perangkat alat soxhlet dengan rasio bahan:pelarut 1:10 b/v. Alat
pemanas peralatan soxhlet dinyalakan pada
suhu 60°C selama 4 jam sehingga pelarut akan menguap melalui kondensor dan turun pada kolom tempat sampel. Jika akumulasi pelarut pada kolom sampel telah penuh maka pelarut akan turun ke bagian tempat pelarut yang dipanaskan. Demikian siklus pelarut berulang kembali, berlangsung selama ekstraksi (4 jam).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan bagian tanaman Cabomba furcata
dan preparasi bahan
Hasil ekstrak C. furcata bagian tanaman berwarna merah dan berwarna hijau dapat di lihat pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Kandungan Katekin in), Katechol (C-ol), Elagic Acid (EA), Gallic Acid (GA) dan Syrigic Acid (SA) hasil ekstrak bagian tanaman hijau dan merah C.furcata menggunakan berbagai pelarut
Hasil ekstrak C. furcata yang menghasilkan
flavonoid yang tinggi diperoleh dengan
menggunakan pelarut MeOH:H20 dan pelarut
air dibandingkan hasil ekstraksi menggunakan n-heksan. Oleh sebab itu, sebagian besar komponen C. furcata adalah polar dan larut air. Hasil ini didukung oleh kajian tentang pelarut yang sesuai dengan ekstraksi bahan alam yang
mengandung flavonoid. Perbedaan kandungan
bahan aktif pada bagian tanaman berwarna hijau dan berwarna merah menunjukan hasil tidak berbeda. Oleh karena itu, pada preparasi sampel selanjutnya dapat menggunakan seluruh bagian tanaman baik bagian tanaman berwarna merah maupun bagian tanaman berwarna hijau.
yang mudah diperoleh dan juga mempunyai efek terapi seperti penyembuh luka dan sakit kulit, mengatasi masalah pencernaan, bahan antibakteria dan antikuman, kencing manis, darah tinggi, dan kecantikan (Rohana, 2003). Gambar 2 memperlihatkan kandungan katekin dan katekol yang tinggi menjadi pedoman untuk pemanfaatan hasil ekstrak C. furcata sebagai anti oksidan pada penelitian selanjutnya.
Pemilihan bentuk simplisia
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi bahan aktif adalah bentuk sediaan yang digunakan, apakah berupa tanaman segar atau berupa tanaman kering. Sediaan dalam bentuk segar memiliki kandungan air yang tinggi. Tingginya kandungan air ini akan menghambat kontak antara bahan aktif yang ingin diekstrak dengan pelarut yang digunakan. Hasil kajian terhadap pemilihan bentuk sediaan C. furcata
menunjukan bahwa penggunaan bahan baku dalam bentuk kering menghasilkan kandungan bahan aktif yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan bahan segar secara langsung.
Gambar 3. Kandungan Katekin (C-in), Katechol(C-ol), Elagic Acid (EA), Gallic Acid (GA) dan Syrigic Acid (SA) hasil ekstrak bagian tanaman hijau dan merah C.furcata menggunakan berbagai pelarut
Pemilihan metode ekstraksi secara konvensional
Penyarian bahan aktif secara
konvensional (ekstraksi) dapat dilakukan
dengan berbagai metode (maserasi, shaker, refluks, dan soxhlet) memberikan hasil ekstrak yang berbeda jumlahnya. Hasil ekstrak C. furcata
dengan berbagai metode ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 4. Pada panjang gelombang lebih daripada 300 nm, kesemua ekstrak menunjukkan profil yang serupa tetapi tidak bagi ekstrak kloroform apabila ia menunjukkan kehadiran puncak apabila panjang gelombang semakin meningkat. Karena panjang gelombang yang digunakan hanyalah berkisar antara 200 nm sampai 400 nm, maka puncak tersebut tidak dibahas di dalam penelitian ini.
Gambar 4. Profil lima (5) jenis hasil ekstrak Cabomba furcata pada 200 nm-400 nm menggunakan tehnik ekstraksi soxhlet (50x delusi), reflux (10x delusi), shaker (5x delusi) dan maseration (1x delusi).
KESIMPULAN
1. Komponen flavonoid yang dominan terdeteksi pada tanaman ekor kucing adalah catechin dan catechol.
digunakan sebagai flavonoid.
3. Hasil ekstraksi dari tanaman C. furcata kering lebih tinggi dibandingkan dari tanaman
Cabomba furcata segar, sehingga bentuk simplisia yang akan digunakan pada tahapan selanjutnya adalah bentuk kering.
4. Metode ekstraksi yang menghasilkan ekstrak tertinggi adalah metode soxhlet.
DAFTAR PUSTAKA
Conde E., Cadahia E., and Garcia-Vallejo MC. 1995.
HPLC Analysis of Flavonoids and Phenolic
Acids and Aldehydes in Eucalyptus spp.
Chromatographia, 41(11-12): 657-660. Gasim MB., Othman MS. dan Chek TC. 2005.
Total flows contribution of the Tasik Chini
Feeder Rivers and its significant water level, Pahang, Malaysia. In: Proceeding of the 6th ITB-UKM Joint Seminar on Chemistry.
Bandung, Indonesia. P. 543-547.
Gasim MB., Toriman ME. and Rahim SA.. 2005. Hydrology and Water Quality and Land
Assessment of Tasik Chini’s Feeder Rivers,
Pahang Malaysia. Geografia, 3(3):1-16. Lee KW., Kim YJ., Lee HJ., Lee CY. 2003. Cocoa
has more phenolic phytochemicals and a higher antioxidant capacity than teas and red wine. J. Agric. Food Chem., 51(25): 7292 Lukaseder B., Vadrodaya S., Hehenberger T.,
Seger C., Nagl M., Lutz-Kutschera G., Robien W., Greger H. and Hofer O. 2009. Prenylated
Flavonones and flavonols as Chemical
markers in Glycosmis species (Rutaceae). Phytochemistry, 70(8): 1030-1037.
Markom M., Jia LW., Dewi KH., Abdullah SRS., Idris M. 2008. Penyaringan Bahan Fitokimia
Pada tanaman ekor kucing (Cabomba furcata) sebagai sumber allelopatik.
Proseding Seminar Nasional Tehnik Kimia ITB. Bandung. Indonesia.
Markom M., Nursyairah, Dewi KH., Abdullah SRS, Idris M. 2008. Identifikasi Komponen Alkaloid Pada Ekstrak Tanaman Ekor Kucing (Cabomba furcata) dari Tasik Chini, Pahang Malaysia. Proseding Seminar Nasional Tehnik Kimia ITB. Bandung. Indonesia.
Nijveldt RJ., van Nood E., van Hoorn DEC., Boelens PG., van Norren K., van Leeuwen PAM. 2001. Flavonoids: a review of probable
mechanism of action and petential applications. American Journal of Clinical Nutrition, 74(4): 418-425.
Othman MS., Lim EC. and Mushrifah I. 2007. Water Quality Changes in Chini Lake.
Environ. Monit. Assess., 131(1-3): 279-292 Toriman ME. dan Mohamad S. 2004. Effects of the
Sungai Chini gateway on the wetland hydrology and tourism activity in the Tasik Chini Pahang A preliminary Survey. In: