• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pendapatan Pengrajin Olahan Ubi Kayu Di Kecamatan Pegajahan (Studi Kasus : Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pendapatan Pengrajin Olahan Ubi Kayu Di Kecamatan Pegajahan (Studi Kasus : Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Ubi Kayu

Ubi kayu merupakan tanaman tropis, namun demikian tetap mampu beradaptasi dan tumbuh baik di daerah subtropis. Di Indonesia, tanaman ini merupakan sumber pangan

(karbohidrat) ketiga setelah beras dan jagung. Ubi kayu termasuk dalam famili

Euphorbiaceae, genus Manihot, spesies Manihot esculenta Crantz. Terdapat ± 100 spesies ubi kayu yang termasuk dalam spesies Manihot esculenta Crantz, M. utilisima,

M. edulis, atau M. aipi. Beberapa spesies tersebut termasuk sebagai tanaman

monoecious yang memiliki tinggi beragam yaitu 1 m – 5 m tergantung pada varietas

dan kondisi ekologinya. Sementara, batang berbentuk bulat dengan diameter antara 2,5 cm – 4 cm, berkayu dan bergabus. Batang tersebut berwarna kecokelatan atau

keunguan dan bercabang ganda 3 (Djaafar dan Rahayu, 2008).

Keadaan tanah yang paling baik untuk tanaman ubi kayu adalah tanah berstruktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainase baik, serta

mempunyai pH tanah minimum 5. Tanaman ubi kayu toleran pada pH 4,5-8,0, tetapi yang paling baik adalah pada pH 5,8 (Rukmana, 2002).

Sifat fisik dan kimia ubi kayu sangat perlu diketahui apabila ubi kayu tersebut akan

diolah. Ada beberapa jenis ubi kayu yang memiliki kada Asam Sianida (HCN/Asam Biru) tinggi yang apabila digunakan dalam pengolahan, terutama untuk produk olahan basah dari bahan ubi kayu segar, akan memberikan hasil yang kurang baik. Ubi kayu

dengan kadar HCN tinggi dapat digunakan dalam industri pati ubi kayu, karena selama

(2)

proses perendaman maupun pencucian, kadar HCN ini akan berkurang. Hal ini

disebabkan oleh sifat HCN yang mudah larut dalam air (Djaafar dan Rahayu, 2008).

Ubi kayu mempunyai komposisi kandungan gizi (per 100 gram) seperti yang disajikan

pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Gizi Ubi Kayu per 100 gram

No. Kandungan Gizi Komposisi

1.

Bagian dapat dimakan (%)

146,00

Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI tahun 1981 dalam Rukmana dan Yuniarsih (2002)

Ubi kayu tidak memiliki periode matang yang jelas. Akibatnya, periode panen dapat

beragam sehingga hasil yang dilaporkan berbeda-beda, berkisar 2 ton/ha, dengan hasil rata-rata 10 ton/ha. Panen biasanya dilakukan antara 12 sampai 15 bulan setelah masa tanam, tetapi dapat dilakukan pada umur 6 bulan atau bahkan setelah 2-3 tahun.

Umurnya, kultivar tipe manis sudah matang pada umur 6-9 bulan, sedangkan tipe pahit 12-18 bulan untuk mendapatkan hasil tinggi. Kultivar tipe pahit terutama digunakan

untuk pangan olahan, pakan ternak, dan produk industri (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Hasil olahan ubi kayu berupa tapioka dan gaplek (manihok) dalam bentuk chips, pellet

(3)

menyumbang pendapatan devisa, karenanya merupakan aset yang sangat berharga dan

perlu dijaga kelestariannya sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekspor pada masa-masa selanjutnya (Anonimous, 2007).

Usaha pengolahan ubi kayu

Pengolahan hasil merupakan salah satu bentuk kegiatan agroindustri yang utama. Agroindustri menempati daerah transisi antara 2 sektor pertanian dan sektor industri.

Oleh sebab itu adalah wajar jika batasan yang tegas dari agroindustri sulit untuk digariskan dan sering menjadi bahan perdebatan antara industri dan pertanian (Lakitan,

1995).

Menurut Soekartawi (2003), komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting

karena pertimbangan sebagai berikut:

1. Meningkatkan Nilai Tambah

Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik oleh produsen

dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Kegiatan petani hanya dilakukan oleh petani yang mempunyai fasilitas pengolahan (pengupasan, pengirisan, tempat penyimpanan, keterampilan mengolah hasil, dan lain-lain).

Sedangkan bagi pengusaha ini menjadikan kegiatan utama, karena dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah barang pertanian meningkat sehingga

mampu menerobos pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri.

2. Kualitas Hasil

(4)

konsumen menjadi terpenuhi. Perbedaan kualitas bukan saja menyebabkan adanya

perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi harga barang itu sendiri.

3. Penyerapan Tenaga Kerja

Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap. Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga kerja yang relatif

besar pada kegiatan pengolahan.

4. Meningkatkan Keterampilan Produsen

Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan keterampilan

secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh hasil penerimaan usahatani yang lebih besar.

5. Peningkatan Pendapatan Produsen

Konsekuensi logis dari pengolah yang lebih baik akan menyebabkan total penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka sebaiknya petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk mendapatkan kualitas hasil yang lebih

baik yang harganya tinggi dan juga akhirnya akan mendatangkan total penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar.

Usaha pengolahan hasil pertanian akan memberikan beberapa keuntungan, antara lain: 1. Mengurangi kerugian ekonomi akibat kerusakan hasil.

2. Meningkatkan nilai ekonomi hasil pertanian.

3. Memperpanjang masa ketersediaan hasil pertanian, baik dalam bentuk segar maupun hasil olahan.

4. Meningkatkan keanekaragaman produk pertanian.

(5)

Produk hasil olahan berbahan baku ubi kayu di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten

Serdang Bedagai diantaranya adalah opak, mie iris, rengginang, keripik ubi, dan lain-lain.

Mie Iris

Mie merupakan produk makanan yang sangat populer di Indonesia dan digemari hampir semua kalangan mulai dari anak-anak hingga dewasa. Secara umum, bahan

baku utama mie adalah terigu yang merupakan bahan baku yang sangat dominan digunakan pada pengolahan pangan dengan penggunaan mencapai 79,3%. Untuk

mengurangi ketergantungan terhadap terigu, salah satu bahan alternatif yang dapat dikembangkan sebagai bahan baku mie adalah pati ubi kayu (Hidayat, dkk, 2007).

Pati ubi kayu diperoleh melalui proses ekstraksi ubi kayu yang merupakan komoditas

tenaman pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Selain menunjang program pemberdayaan sumber daya lokal, harga yang lebih murah dan

tidak diperlukannya tambahan bahan pengembang dan pengenyal merupakan keuntungan penggunaan pati ubi kayu sebagai bahan baku produk mie.

Opak

Opak merupakan makanan kering berbahan baku tepung tapioka, dimana tapioka ini dibuat dari ubi kayu. Kerupuk opak merupakan makanan camilan yang digemari masyarakat baik muda maupun tua karena rasanya yang enak, harganya murah, dan

cara pembuatannya yang mudah. Keunggulan kerupuk opak dibanding dengan kerupuk lainnya adalah kerupuk opak dibuat langsung dari ubi kayu sehingga kadar seratnya

(6)

Kelemahan utama dari kerupuk opak adalah rendahnya kadar protein, sehingga nilai

gizinya rendah, selain itu rasa kerupuk opak kurang enak. Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka dalam pembuatannya dapat ditambahkan bahan lain yang kaya protein

agar menjadi produk kerupuk yang bernilai gizi tinggi dan rasa yang lebih enak (Anonimous, 2011).

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Produksi

Produksi dapat didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktivitas ekonomi

dengan memanfaatkan beberapa masukan (input). Dengan demikian kegiatan produksi tersebut adalah mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output (Agung, dkk, 2008).

Untuk menghasilkan suatu produk diperlukan hubungan antara faktor produksi dan komoditas, hubungan antara input dan output disebut dengan factor relationship

(Daniel, 2002).

Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan antara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah input produksi yang digunakan untuk

menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Fungsi produksi menunjukkan sifat hubungan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan.

Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa 1 input produksi seperti tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya sedangkan faktor-faktor produksi lainnya seperti modal, tanah, dan teknologi dianggap tidak

mengalami perubahan (Sukirno, 2005).

(7)

Pendapatan (Pd) adalah selisih antara penerimaan (TR) dan semua biaya (TC). Jadi, Pd

= TR – TC. Penerimaan usahatani (TR) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py) (Soekartawi, 1999).

Menurut Sukirno (1996), pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode, baik harian, mingguan, bulanan, ataupun tahunan. Beberapa klasifikasi pendapatan, antara lain:

1. Pendapatan petani (family farm income) diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya alat-alat luar (biaya pengeluaran).

2. Pendapatan bersih (net income) diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya alat-alat luar dan upah tenaga kerja dalam keluarga.

3. Keuntungan pengusaha (profit) diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan

biaya alat-alat luar, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan bunga modal yang dipergunakan.

Setelah produsen menghasilkan output dari setiap kegiatan produksi yang dilakukan maka output tersebut akan dijual kepada konsumen. Dengan demikian, produsen akan memperoleh pendapatan (penerimaan) dari setiap output yang dijual. Pendapatan yang

diterima oleh produsen sebagian untuk membayar biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Membahas masalah penerimaan atau revenue ada beberapa konsep

penting yang perlu diperhatikan menurut Pracoyo dan Rubenfeld (2008):

1. Pendapatan total atau total revenue (TR) : pendapatan yang diterima oleh produsen dari setiap penjualan outputnya. Total revenue merupakan hasil kali antara harga

(8)

2. Pendapatan rata-rata atau average revenue (AR) : pendapatan produsen per unit

output yang dijual. AR = TR/Q = P. Dengan demikian, AR merupakan harga jual

output per unit.

3. Pendapatan marjinal atau marginal revenue (MR) : perubahan pendapatan yang

disebabkan oleh tambahan penjualan satu unit output. 𝑀𝑀𝑀𝑀= 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑀𝑀 𝑑𝑑𝑑𝑑 .

Untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan, maka seharusnya mempertimbangkan harga jual dari produksinya, melakukan perhitungan terhadap

semua unsur biaya selanjutnya menentukan harga pokok hasil usahataninya (Fadholi, 1990).

Pendapatan yang diharapkan tentu saja memiliki nilai positif dan semakin besar nilainya semakin baik, meskipun besar pendapatan tidak selalu mencerminkan efisiensi

yang tinggi karena pendapatan yang besar mungkin juga diperoleh dari investasi yang jumlahnya besar pula. Untuk mengukur keberhasilan usahatani biasanya dilakukan dengan melakukan analisis pendapatan usahatani. Dengan melakukan analisis

pendapatan usahatani dapat diketahui gambaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat melakukan evaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan

datang.

2.2.3 Biaya

Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost)

dan biaya tidak tetap (variable cost) (Soekartawi, 1999). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya mempengaruhi

(9)

2.2.4 Harga

Harga pasar suatu komoditi dan jumlah yang diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari komoditi tersebut. Dengan harga pasar dimaksudkan

harga yang disepakati oleh penjual dan pembeli (Sugiarto, 2000).

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berjudul “Analisis Perbandingan Value Added Usaha Pengolahan Ubi

Kayu di Kecamatan Pagajahan Kabupaten Serdang Bedagai” oleh Badarudin Nasution (2012) menganalisis perbandingan nilai tambah antara hasil usaha pengolahan ubi kayu

menjadi mie iris dengan hasil usaha pengolahan ubi kayu menjadi opak lidah; dan menganalisis perbandingan pendapatan usaha pengolahan ubi kayu menjadi mie iris dengan usaha pengolahan ubi kayu menjadi opak lidah di Kecamatan Pagajahan,

Kabupaten Serdang Bedagai.

Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan rumus penerimaan, pendapatan, dan nilai tambah. Adapun hasil dari uji tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pendapatan usaha pengolahan ubi kayu menjadi mie iris lebih tinggi dibandingkan

dengan pendapatan usaha pengolahan ubi kayu menjadi opak lidah.

2. Nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan ubi kayu menjadi opak lidah lebih

tinggi dibandingkan dengan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ubi kayu menjadi mie iris.

2.4 Kerangka Pemikiran

(10)

tambah dan pendapatan, diperlukan pengolahan untuk menjadi komoditi yang harga

jualnya tinggi.

Petani di daerah penelitian menjual bahan baku ubi kayu kepada pengrajin, dimana

pengrajin akan mengolah bahan baku tersebut menjadi aneka produk yang pastinya memiliki nilai jual lebih tinggi daripada bahan baku asalnya. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menganalisis produk olahan ubi kayu menjadi mie iris dan opak. Produk

olahan ini akan berpengaruh pada penerimaan, pendapatan, dan nilai tambah pengrajin tersebut.

Gambar 1. Skema Kerangka Penelitian Keterangan : : Menyatakan ada hubungan

: Menyatakan pengaruh

2.5 Hipotesis Penelitian

Pengrajin

Bahan Baku

Nilai Tambah Proses

Mie Iris

Penerimaan

Pendapatan Opak

(11)

1. Pendapatan usaha pengolahan ubi kayu menjadi mie iris lebih tinggi dibandingkan

dengan pendapatan usaha pengolahan ubi kayu menjadi opak koin di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai.

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melihat pengaruh PDRB, Pengangguran dan Indeks Pembangunan Manusia, maka digunakan metode analisis regresi berganda ( Multiple Regression) terhadap tingkat kemiskinan

[r]

Dalam menyusun penulisan ilmiah ini penulis menetapkan batasan permasalahan yaitu mengenai perbandingan perhitungan harga jual yang dilakukan CV.Mardonuts dan perhitungan harga

[r]

REKAPITULASI DATA KEPENDUDUKAN MENURUT KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2016 SEMESTER I1.

Dari tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak melakukan senam hamil mengalami lama persalinan lebih dari 90 menit yaitu sebanyak 5 responden (42,9 %) dan

[r]

Penyabar (bukti: “Hai pelayan! Masih ada kotoran nih!” ujar seorang yang lain sambil melemparkan sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali acak-acakan. Putri kuning diam saja