BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat pesat
seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi
masyarakat Indonesia makin cepat dengan berdirinya perusahaan dan tempat kerja
yang beraneka ragam. Perkembangan industri yang pesat ini diiringi pula oleh
adanya risiko bahaya yang lebih besar dan beraneka ragam karena adanya alih
teknologi dimana penggunaan mesin dan peralatan kerja yang semakin kompleks
untuk mendukung berjalannya proses produksi. Hal ini dapat menimbulkan
masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010).
Potensi bahaya dan risiko di tempat kerja antara lain akibat sistem kerja
atau proses kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan, yang bersumber dari
keterbatasan pekerjanya sendiri, perilaku hidup yang tidak sehat dan perilaku
kerja yang tidak selamat/ aman, buruknya lingkungan kerja, kondisi pekerjaan
yang tidak ergonomik, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja yang tidak
kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012).
Terdapat 5 faktor penyebab beban tambahan akibat lingkungan kerja yaitu
faktor fisis, kimiawi, biologis, fisiologis/ ergonomis dan faktor mental dan
psikologis. Salah satu faktor fisis di tempat kerja adalah kebisingan. Kebisingan
adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted
sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan
proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran (Suma’mur, 2014).
Gangguan terhadap pemajanan kebisingan sangat bervariasi tergantung
dari tingkat intensitas dan karakteristik kebisingan. Dari sudut pandang
ergonomik, pengaruh pemajanan kebisingan pada intensitas yang rendah
umumnya berupa gangguan komunikasi, ketidaknyamanan dan gangguan
performansi kerja. Tetapi, pada pemajanan kebisingan dengan intensitas yang
lebih tinggi khususnya yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB >85 dBA) dan
dalam waktu yang lama dapat menurunkan fungsi indera pendengaran yang
bersifat sementara kemudian berlanjut permanen. Dan tanpa disadari penurunan
daya dengar tersebut akan memberikan pengaruh psikologis terutama terhadap
pergaulan sehari-hari dengan keluarga maupun kontak sosial dalam masyarakat
(Tarwaka, 2004).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa tuli akibat terpajan bising terjadi
pada 5% individu yang terpajan intensitas bunyi 80 dBA, 5-15% individu yang
terpajan 85 dBA, dan 15-25% bila terpajan 90 dBA. Frekuensi gangguan
kesehatan ini begitu tinggi, karena menurut NIOSH (National Institute of
Occupational Safety and Health) 14% dari seluruh populasi pekerja mendapat
pajanan bising 90 dBA atau lebih. Hasil tes pendengaran pada penelitian ini
menemukan bahwa prevalensi tuli ringan pada industri dengan pajanan lebih besar
atau sama dengan 90 dBA sebesar 9,56%, tetapi ternyata 37,14% gambaran
audiogram populasi tersebut telah di temukan adanya masalah gangguan
Bising lingkungan kerja merupakan masalah utama pada kesehatan kerja
di berbagai negara. Sedikitnya 7 juta orang ( 35% dari total populasi industri di
Amerika dan Eropa ) terpajan bising 85 dB atau lebih. Ketulian yang terjadi dalam
industri menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika
dan Eropa. Di Amerika lebih dari 5,1 juta pekerja terpajan bising dengan
intensitas lebih dari 85 dB. Di Polandia diperkirakan 600.000 dari 5 juta pekerja
industri mempunyai risiko terpajan bising, dengan perkiraan 25% dari jumlah
yang terpajan terjadi gangguan pendengaran akibat bising. Dari seluruh penyakit
akibat kerja dapat diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36 kasus
baru dari 100.000 pekerja setiap tahun. Di Indonesia penelitian tentang gangguan
pendengaran akibat bising telah banyak dilakukan sejak lama. Survei yang
dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun yang sama pada Manufacturing
Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat
gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang
dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah bekerja
terus-menerus selama 5-10 tahun (KNPGPKT, 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan Noviadi (2000) di PT Pusri
Palembang menyatakan bahwa terdapat 30% pekerja yang berperilaku tidak baik
dalam penggunaan APD Telinga. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui
terdapat hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan (p= 0,001) dan
sikap (p= 0,001) terhadap penggunaan APD Telinga.
Menurut penelitian Linggasari (2008) di PT Indah Kiat Pulp & Paper
penggunaan APD. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui tidak ada
hubungan antara pengetahuan (p= 0,244) dan sikap (p= 0,06) dengan penggunaan
APD.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2013) di PT Gapura
Angkasa Bandara SMB II Palembang menyatakan bahwa 53,7 % petugas ground
handling yang patuh dalam menggunakan APT (Alat Pelindung Telinga) ada
hubungan antara pengetahuan (p= 0,018) dengan penggunaan APT (Alat
Pelindung Telinga).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hidayah (2014) di PT Total Dwi
Daya Semarang menyatakan bahwa 62,5% pekerja tidak patuh memakai APT saat
bekerja ada hubungan antara sikap (p=0,009) dengan kepatuhan memakai APT.
Tidak ada hubungan antara pengetahuan (p=0,615) dengan kepatuhan memakai
APT.
Alat pelindung telinga adalah pelindung yang berfungsi untuk melindungi
alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan. Bila pajanan bising tidak
dapat dihindari, penerima bising harus menggunakan alat pelindung diri. Alat
pelindung diri cukup efektif untuk mengurangi intensitas bising yang diterima
oleh telinga, yaitu sekitar 10-32 dBA. Jenis alat pelindung telinga terdiri dari
sumbat telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear muff) (Suma’mur, 2014). Menurut Olishifski (1998) dalam Noviadi (2000), penggunaan alat
pelindung telinga ini merupakan tahap terakhir dari hirarki pengendalian apabila
administratif tidak berhasil dijalankan. Hal ini disebabkan risikonya masih cukup
tinggi karena susahnya memantau kebiasaan tenaga kerja.
Menurut Budiono (2003) dalam Hidayah (2014), kesadaran akan manfaat
penggunaan APD perlu ditanamkan pada setiap tenaga kerja, karena perasaan
tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) merupakan salah satu alasan
mengapa seorang pekerja tidak menggunakan APD. Pembinaan yang
terus-menerus dapat meningkatkan kesadaran dan wawasan mereka. Salah satu cara
yang efektif adalah melalui pelatihan. Peningkatan pengetahuan dan wawasan
akan menyadarkan tentang pentingnya penggunaan APD, sehingga efektif dan
benar dalam penggunaannya.
PTPN IV Adolina merupakan perusahaan pengolahan kelapa sawit yang
memproduksi kelapa sawit menjadi minyak sawit (CPO) dan inti sawit (kernel)
melalui beberapa tahapan proses di beberapa stasiun yang tidak terlepas dari
bahaya kebisingan. Ada 9 stasiun yang terdiri dari stasiun penerimaan buah,
perebusan, penebahan, pengempaan, klarifikasi, kernel/biji, ketel uap, kamar
mesin dan pemurnian air. Bahaya kebisingan di area PTPN IV Adolina berasal
dari peralatan kerja dan proses produksi.
Berdasarkan hasil pengukuran Hiperkes pada tahun 2013, area kerja yang
memiliki tingkat intensitas kebisingan tinggi antara lain kamar mesin (97,1 dB),
ketel uap (94,3 dB), perebusan (89,1 dB), kernel/biji (93,2 dB), pengempaan (89,3
dB), penebahan (85 dB), klarifikasi (90,4 dB) dan pemurnian air (91,9 dB).
Salah satu upaya yang diberlakukan oleh PTPN IV Adolina adalah
risiko gangguan pendengaran. Perusahaan telah menyediakan Alat Pelindung
Pendengaran berupa penutup telinga (ear muff) kepada pekerja di beberapa stasiun seperti stasiun kamar mesin, ketel uap, perebusan, dan kernel/biji, sedangkan di
stasiun lainnya yang juga memiliki intensitas kebisingan > NAB seperti stasiun
pengempaan (89,3 dB), klarifikasi (90,4 dB), dan pemurnian air (91,9 dB) tidak
disediakan Alat Pelindung Pendengaran. Berdasarkan survei pendahuluan ternyata
masih ada tenaga kerja yang tidak menggunakannya ketika bekerja. Tingginya
tingkat kebisingan yang dihasilkan di beberapa stasiun produksi ini dapat
menyebabkan gangguan pendengaran pada pekerja.
Dari hasil audiometri Hiperkes pada tahun 2013, didapatkan hasil bahwa
terdapat beberapa pekerja yang mengalami penurunan pendengaran yaitu di
bagian pengempaan sebanyak 6 pekerja dan bagian pabrik biji sebanyak 2 pekerja.
Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya APP di bagian pengempaan dan
kecenderungan pekerja untuk bekerja tidak aman seperti tidak menggunakan alat
pelindung pendengaran saat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang bising.
Dari uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui “Hubungan
Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Tindakan Pekerja dalam Penggunaan Alat
Pelindung Pendengaran di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV
Adolina Tahun 2015”
1.2 Perumusan Masalah
1. Belum diketahuinya hubungan pengetahuan pekerja dengan tindakan pekerja
dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik
2. Belum diketahuinya hubungan sikap pekerja dengan tindakan pekerja dalam
penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa
sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan pekerja dan sikap pekerja
dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian
produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan pekerja dalam penggunaan alat
pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV
Adolina Tahun 2015.
2. Untuk mengetahui gambaran sikap pekerja dalam penggunaan alat pelindung
pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun
2015.
3. Untuk mengetahui gambaran tindakan pekerja dalam penggunaan alat
pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV
Adolina Tahun 2015.
1.4 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan pengetahuan pekerja dengan tindakan pekerja dalam
penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa
2. Ada hubungan sikap pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat
pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV
Adolina Tahun 2015.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi pihak perusahaan mengenai hubungan
pengetahuan dan sikap pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan
alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV
Adolina Tahun 2015.
2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti yang akan datang.
3. Meningkatkan pengetahuan dan sebagai pengalaman awal bagi peneliti dalam