• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SENI PANAHAN JEPANG 2.1 Sejarah Dan Perkembangan Seni Panahan Jepang - Seni Panahan Jepang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SENI PANAHAN JEPANG 2.1 Sejarah Dan Perkembangan Seni Panahan Jepang - Seni Panahan Jepang"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG SENI PANAHAN JEPANG

2.1 Sejarah Dan Perkembangan Seni Panahan Jepang

Sejarah seni pahanan Jepang terus menjadi subjek pembahasan para sarjana. Asal usul Kyudo disertai dengan mitos dan legenda, dan catatan ini disimpan oleh berbagai kaum atau suku yang kadangkala bersifat contradiksi, menggambarkan sejumlah bias familial. Semua hal ini menimbulkan kesulitan yang luar biasa untuk merangkai gambar sejarah yang benar. Namun demikian kesamaan yang cukup diperoleh dalam berbagai uraian kuno yang memungkinkan sejarahwan untuk memadukan bersama catatan sejarah tentang Kyudo.

Menurut Hideharu Onuma (2013:11) Perkembangan seni panahan Jepang dapat dibagi ke dalam lima tahapan sejarah : periode pra sejarah (dari 7.000 sebelum masehi hingga 330 sesudah masehi), masa kuno (330 – 1192), masa feodal (1192 – 1603), masa tradisional (1603-1912) dan masa modern (1912 hingga saat ini).

2.1.1 Masa Pra Sejarah

(2)

penggunaan busur. Sementara sangat dimungkinkan bahwa mereka menggunakan busur untuk kesejahteraan sukunya,dan kemungkinan juga untuk keperluan ritual yang terutama digunakan untuk berburu. Busur itu dalam kenyataannya adalah alat yang terbaik yang dimiliki oleh orang-orang Jepang pada awalnya.

Periode yang mengikutinya,dari 250 sebelum masehi hingga 330 sesudah masehi adalah didominasi oleh budaya Yayoi. Ini merupakan permulaan zaman besi di Jepang dan kehidupan di pedesaan yang berubah secara dramatis. Yayoi

menghabiskan banyak waktu untuk bekerja di pedesaan dibandingkan dengan Jomon,

dan ini membantu memperkuat pengertian komunitas diantara penduduk kampung. Juga para sejarahwan meyakini bahwa keluarga yang memiliki kemauan akan mulai mendapatkan upeti dari penduduk kampung, sehingga memulai sistem politik dan kontrol ekonomi pada keseluruhan masyarakat. Penduduk kampung sekarang ini dipaksa untuk menghabiskan waktu untuk memancing dan bertani dan memiliki sedikit waktu untuk berburu guna memenuhi permintaan atas mereka. Akibatnya, pertama dari serangkaian transformasi dalam cara pemakaian busur adalah dapat terjadi, kemudian berevolusi dari alat berburu ke dalam simbol dan instrumen dari kekuatan politik.

(3)

yang lebih terbentuk dalam pemikiran terakhir adalah keraguan terhadap keyakinan bahwa Jimmu adalah kaisar Jepang yang pertama.

Pertanyaan tentang keberadaan Jimmu ini adalah merupakan subjek di luar ruang lingkup buku ini, tetapi akan sangat menarik untuk dicatat bahwa dalam melukis dan menjelaskan kehidupannya, Jimmu selalu digambarkan dengan busur yang panjang dan panah. Ini jelas mengilustrasikan dalam tahap perkembangan awal dari negara Jepang bahwa busur itu digunakan sebagai simbol otoritas dan kesatuan politik.

2.1.2 Masa Kuno

(4)

Jepang dan China putus hubungan pada abad kesembilan, tetapi China terus melanjutkan dan memiliki pengaruh terhap kepiawaian memanah Jepang. Dalam kenyataannya, jauh setelah upacara memanah menghilang di China, maka kemudian dilanjutkan untuk berkembang di Jepang, dimana ini dapat diikuti dalam seni Kyoto.

Berikut ini ada tiga ratus tahun berlangsung perubahan yang sekali lagi akan merubah praktek memanah Jepang. Pertama, sebagai sebuah kekuatan pemilik tanah yang terus meningkat, mereka diberikan pengecualian atas pajak dan kekebalan dari pemeriksa resmi. Kemudian, ketika otoritas negara terhadap tanah berkurang, maka pemilih tanah mengasumsikan tanggung jawab pemerintah dan melindungi orang yang tinggal di daerah mereka. Akibatnya, wajib militer sebagai sebuah kelompok yang kurang terlatih dan tidak berdisiplin yang lebih bersifat tenaga kerja dari

serdadu adalah ditempatkan oleh milisi provinsi yang memiliki kemauan. Akhirnya, sebagai pengaruh pemerintahan pusat, maka kekuatan pejuang elit meningkat dan kelas militer baru, samurai, mulai mendominasi negeri itu. Peningkatan kelas samurai mengarah pada pembentukan berbagai Ryu, atau sekolah marsial. Pemanah mula-mula Ryu adalah tidak terorganisir, mereka tidak memiliki metode instruksi yang sistematis. Namun demikian, mereka memberikan pelatihan bagi generasi pemanah baru. Akibatnya, kaum samurai utama sangat tergantung pada keahlian dari sekolah pemanah.

(5)

pemanah pertama. Ini diikuti oleh Takeda Ryu dan Ogasawara Ryu, keduanya dibentuk oleh keturunan Kiyomitsu.

Perjuangan untuk supremasi di kalangan suku samurai mengarah pada

konfrontasi antara dua keluarga utama, Minamoto dan Taira (Perang Gempei 1180 –

11185) dan mengakibatkan peningkatan penggunaan panah secara dramatis.

Ada sejumlah kisah dari saat itu yang mengatakan tentang eksploitasi

pemanah. Dua dari kisah yang terkenal menyangkut Minamoto no Tametomo dan

Nasu no Yoichi.

Minamoto No Tametomo yang dikatakan laki-laki yang cukup besar dan memiliki kekuatan. Dicatat bahwa panahnya berukuran Dua belas tangan dan Dua jari. Dia menyatakan penggunaan busur yang memberinya daya untuk membutuhkan lima laki-laki untuk menariknya. Legenda ini muncul selama Era Gempei, Tametomo

(6)

Nasu no Yoichi adalah tokoh populer dalam seni dan kesusasteraan Jepang, tetapi seperti halnya dengan Minamoto no Tametomo, uraian tentang kehidupannya adalah kemungkinan telah dilebih-lebihkan. Nasu no Yoichi adalah lebih baik diketahui untuk gambaran pengecualian dari keahlian di yashima, pertempuran desisif

antara Minamoto dan Taira. Pasukan tentara Minamoto memaksa Taira untuk menarik diri ke dalam kapalnya untuk meninggalkan pantai laut pedalaman,dan dalam memastikan pertempuran dari armada yang hilang.Taira tidak menerima kekalahan tanpa mengajukan satu tantangan simbolik terakhir.Mereka menambatkan satu kapalnya yang masih tersisa hingga tujuh puluh meter lepas pantai dan menantangi pemanah Minamoto untuk menembak kipas lipat yang diikatkan di ujung bagian kayu panjang. Nasu no Yoichi pemanah besar Minamoto, menerima tantangan itu. Di belakang kuda dan dalam pandangan penuh dari teman-teman dan musuhnya, dia berlari dalam jarak pendek ke arah laut dan bersiap untuk memanah. Dia meminta dewa untuk menenangkan angin dan memandu panahnya.Mukjizat, angin terhenti dan laut tenang.Nasu no Yoichi mengangkat busurnya,mengambil arah panahannya dan melepaskan panahnya. Tepat mengenai ke arah kapal Taira dan membagi dasar kipas, dan kemudian masuk ke dalam laut. Setelah hening sesaat, pejuang dari kedua pihak meraung tanda setuju.

(7)

2.1.3 Masa Feudal

Di tahun 1192, Minamoto no Yoritomo, kepala kaum Minamoto, diberi gelar

Shogun. Pada saat itu dia berhasil menghimpun kekuatannya dan mengendalikan seluruh negeri dari markas besarnya di kamakura. Pengadilan Imperial Kyoto masih di tempat, tetapi mendorong untuk melepaskan semua kewenangan kepada regime

militer. Ini bersifat alami dimana prinsip dan praktek dari militer ini harus mempengaruhi seluruh masyarakat.(Hideharu Onuma:2013:15)

Hampir akhir abad keduabelas, Yoritomo memulai standar pelatihan yang lebih ketat bagi para pejuangnya. Sebagai bagian dari pelatihan dia minta

Ogasawara Nagakiyo, pendiri Ogasawara Ryu, untuk mengajarkan keahlian panahan itu. Memanah dari belakang kuda adalah sudah pasti bukan hal baru tetapi ini merupakan kali pertama diajarkan dalam cara yang lebih atau kurang standar. Dalam tahun berikutnya, Yabusame atau panahan itu akan mencapai potensi penuh dan menambahkan dimensi baru untuk mempelajari Kyudo.

(8)

Salah satu pemanah berpengaruh pada zaman itu adalah Heki Danjo Masatsugu, pejuang yang memiliki keahlian yang luar biasa dan reputasi yang baik. Terdapat sedikit tulisan tentang Heki Danjo dan sejarahwan yang tidak setuju tentang fakta yang menyertai kehidupannya. Sebagian berpikir bahwa dia tinggal di Yamato ( perfektur Nara di zaman modern ) dan Iga ( prefektur Mie zaman modern ), tetapi sebagian mempertahankan bahwa ada dua keluarga heiki yang berbeda secara aktual, satu di Yamato dan yang lain di Iga. Disamping semua hal yang membingungkan, sebagian sejarahwan setuju bahwa sesungguhnya Heki Danjo telah ada. Secara umum dapat dipikirkan Bahwa dia lahir di tahun 1443 dan meninggal pada usia lima puluh sembilan tahun. Menurut Legenda, Heki Danjo ini adalah berusia empat puluh tahun ketika dia menyatakan tentang kerja dari apa yang disebutnya sebagai Hi, Kan, Chu. Setelah bereksperimen dengan berbagai cara yang ada, maka Heki Danjo menemukan metode baru yang lebih akurat dalam menembak yang telah mengembangkan revolusionisasi dari keberadaan pemanah Jepang.

Sebelum Heki Danjo, gaya memanah sangat bervariasi dan ada sedikit cara dari pengajaran formal, khususnya dalam kasus teknik pertempuran di lapangan. Pemanah umumnya dilatih atas metode sendiri dengan metode yang mereka rasa lebih efektif. Samurai dengan cepat mengakui Potensi gaya memanah Heki Danjo, sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk menyebarluaskan metode ini.

Heki Danjo memberikan rahasianya kepada Yoshida Shigekata. Keturunan

(9)

Chikurin ha (sekolah Chikurin) yang bergulir dari Iga Heki Ryu, sebagian besar melalui anggota keluarga Yoshida. Sekolah ini disebut sekolah baru yang berbeda dengan Henmi, Takeda dan Ogasawara Ryu yang mendominasi pengadilan dan memanah di medan pertempuran hingga kemunculan Heki Danjo.

Secara umum dapat dpikirkan bahwa sejumlah besar sekolah memanah telah ada di zaman kuno itu, tetapi secara aktual ini merupakan cabang dari Heki Ryu dan sebagian besar seperti Heki RyuChikurin-ha, Heki Ryu Sekka-ha dan heki Ryu Insai-ha, terus berlangsung hingga saat ini.

Penggunaan busur mencapai puncaknya selama abad kelima belas dan abad keenambelas. Metode pengajarannya telah didefinisikan dan memodifikasikan kembali dan teknik pembuatan busur dan panah telah disempurnakan. Selama periode ini, pemanah telah mendapatkan posisi tertinggi dalam hirarkhi pejuang atau prajurit. Tetapi semuanya ini berubah tiba-tiba pada tanggal 25 Agustus 1543 ketika fregat

(10)

2.1.4 Masa Transisi

Pada awal abad ketujuh belas, Shogun Tokugawa Ieyasu mengelola untuk menyatukan fraksi samurai pejuang dan negara itu berada dalam damai yang cukup lama. Ketiadaan perang, dikaitkan dengan diperkenalkannya senjata api, harus dapat membuat para pemanah samurai menyingkirkan busurnya tetapi mereka menolak untuk melakukannya. Merasakan bahwa Kyujutsu teknik berjuang dengan busur adalah sesuatu yang absolut, dengan kompetisi yang teratur di kuil Sanjusangendo di

Kyoto dengan harapan mempertahankan minatnya dalam memanah.(Hideharu Onuma:1961:18).

Di Sanjusangendo, pemanah, dari posisi yang ada, adalah diminta untuk memanah ke bawah melalui koridor sempit pada target yang ditempatkan 120 meter jauhnya. Beam kayu yang menggantung rendah telah membuat panahan itu menjadi sulit, sebagaimana dibuktikan oleh nilai poros panah yang masih tetap di batang itu hingga saat ini. Hingga akhir zaman Edo, 823 pemanah telah mengambil tantangan

Sanjusangendo, tetapi sangat sedikit dibandingkan dengan tiga puluh yang masih tersisa dari catatan itu. Diantaranya, dua panah bertahan sendiri : Hoshino Kanzaemon dan Wasa Daihachiro.

Hoshino Kanzaemon adalah mengkhawatirkan tentang keadaan panahan yang membawanya bergerak melintasi negara dan meneliti teknik panahan. Dia menentukan untuk menjadi pemanah terbaik di zaman itu. Dedikasinya telah ada. Pada pertengahan abad ketujuh belas, ketika dia menjadi bagian dalam kompetisi di

(11)

Hoshino adalah 8.000 panahan dari total 10.542 panah yang dipanahkan dan menjadi kesaksian terhadap keahliannya.

Sama kagumnya dengan Record Hoshino Kanzamon, adalah jauh lebih baik tujuh belas tahun kemudian oleh Wasa Daihachiro, pemanah dengan kekuatan dan stamina yang besar. Sejarahnya adalah bahwa ketika Wasa Daihachiro telah berusaha, dia beristirahat setelah beberapa jam memanah terus menerus. Ketika dia kembali dia tidak lagi mampu memanah seperti sebelumnya, panahnya tidak lagi dapat melintasi panjang koridor. Pada saat itu, samurai tua yang telah ada di sekitarnya memanah mendekati dan kemudian berhenti. Laki-laki itu mengambil pisau kecil dan membuat sejumlah sayatan pada tangan kiri Wasa Daihachiro yang kemudian menjadi bagian dengan darah yang tidak lagi mampu memegang busurnya dengan baik. Setelah tekanan dilepaskan, Wasa Daihachiro mendapatkan kembali kekuatannya dan kemudian pergi untuk melakukan usaha seperti sebelumnya. Dia tidak menemukan bagian terakhir dimana seseorang membantunya untuk memecahkan Record Hoshino yaitu Hoshino Kanzaemon itu sendiri.

Dalam dua puluh empat jam memanah dari malam hingga keesokan harinya

(12)

Disamping semua usaha yang mereka lakukan, kaum samurai ini gagal memulihkan Kyujutsu ke keadan sebelumnya. Waktu berubah dan kemudian busur tidak pernah lagi digunakan dalam pertempuran.

Dalam paruh terakhir abad ketujuh belas, populasi umum menggunakan praktek memanah dalam jumlah yang meningkat dan upacara panahan menjadi populer. Menurut beberapa sumber, Morikawa Kozan, pendiri Yamoto Ryu modern, pertama kali menggunakan kata Kyudo pada saat itu. Dan meskipun telah berlangsung selama dua ratus tahun untuk waktu memperoleh penerimaan yang luas, tempat yang terus menerus dan diperkenalkannya senjata api yang lebih efisien menjadi sesuatu yang tidak dapat dielakkan bahwa penekanan terhadap pelatihan memanah ini harus bergeser ke arah perkembangan spritual dan mental.

Era Meiji (1868 – 1912) melihat Jepang berembarkasi pada modernisasi yang

cepat. Tiba-tiba, segala sesuatu telah berlangsung di Eropa. Secara natural, budaya tradisional telah diderita dan panahan Jepang adalah dalam kondisi bahaya atau menghilang.

(13)

sekolah dan Honda Ryu yang kemudian menjadi terkenal, ditemukan lebih diketahui oleh umum. Dewa ini, Honda Toshizane diakui sebagai seorang master Kyudo yang berpengaruh pada zaman modern. Sebagian mengatakan bahwa ini bukan hanya bertanggung jawab untuk merubah arah panahan Jepang tetapi juga memastikan kelangsungannya dalam abad keduapuluh.

2.1.5 Zaman modern

Sekarang bahwa Kyudo tidak lagi berada dalam kontrol keluarga pemanah tradisional dan lebih banyak orang yang datang bersama untuk berlatih Kyudo, yang kemudian menjadi penting untuk membangun beberapa standar panahan nasional.Di awal tahun 1930-an, Dai Nipppon Butoku Kai mengundang berbagai sekolah untuk ikut serta dalam penetapan standar itu. Hal ini masih kontroversial dan diperdebatkan untuk waktu sebelum perjanjian tentatif akhirnya dicapai di tahun 1934. Dan meskipun standar baru telah diabaikan oleh sekolah utama dari panahan ini, kyudo

mengalami kebangkitan dalam popularitas yang kemudian sampai akhir perang dunia kedua.

Setelah perang, latihan kyudo dan seni marsial lainnya dilarang oleh penguasa saat itu. Tetapi di tahun 1946, berbagai master kyudo dan orang berpengaruh lainnya telah berhasil melobi GHQ untuk mendapatkan izin membentuk organisasi kyudo

(14)

diberikan untuk membentuk Zen Nihon Kyudo Renmei (Semua Federasi Kyudo

Jepang). Pada musim panas tahun 1953, Zen Nihon Kyudo Renmei mempublikasikan

Kyudo Kyohon (panduan), yang menetapkan standar modern dari bentuk, etikat dan prosedur memanah. Sejak saat itu, Sharei atau upacara panahan, telah dilaksanakan dan jumlah orang yang berlatih kyudo terus meningkat hingga lebih dari 500.000 di seluruh dunia.

Pada musim gugur tahun 1989, laki-laki dan perempuan dari delapan negara yang berbeda, mulai dari usia sebelas tahun hingga sembilan puluh sembilan tahun berkumpul di Budokan di Tokyo untuk merayakan ulang tahun keempat puluh Zen Nihon Kyudo Renmei. Keberaaannya dan fakta yang ada adalah berkumpul dalam harmoni, dan juga dengan kesaksian hidup terhadap kekuatan Kyudo modern. Diperlihatkan bahwa pemanah Jepang adalah bergulir dari metode penaklukan musuh ke dalam cara mempromosikan persahabatan dan perdamaian dunia.

2.2 Peralatan Dan Aksesoris Seni Panahan Jepang

2.2.1 Busur Jepang (Yumi)

(15)

dengan bahan yang sederhana, bambu dan kayu, yang digunakan selama lebih dari 400 tahun ang lalu.

Keindahan dan kekuatannya tidak tertandingi, Yumi membuat semangat Jepang. Ini adalah sederhana dan elegan dan berakar dalam tradisi yang lebih lama. Sepanjang sejarah yumi telah dipuja karena memiliki nilai seni dan nilai praktisnya.

2.2.2 Bowstring (Tsuru)

Pada dasarnya, ada tiga jenis Tsuru : alami, sintesis dan campuran keduanya.

Tsuru terbaik terbuat dari hemp alami (asa). Ini memberikan pelepasan yang halus dan mulus dari Tsurune (bunyi string). Bagaimanapun, ini tidak akan tahan lama, terutama pada kondisi kering. Tsuru sintesis atau campuran adalah lebih kuat tetapi tentu kekruangan mutu dan elegansi dari string alami. Pilihan tsuru ini adalah mengarah pada individu yang harus memutuskan jenis tsuru mana yang sesuai dengan kebutuhan dan kebiasan memanah.

Tsuru ini datang dengan panjang yang disesuaikan dengan yumi (Namisun, Nisun Nobi, dll). Ini juga datang dengan berat yang berbeda (momei dan kisaran 1.6

(16)

Tsuru adalah dilapisi dengan Kusune, resin halus dan juga campuran minyak yang pengikat serat dan kekuatan string. Umumnya, ide yang baik untuk memperkuat tsuru sebelum dan sesudah sesi praktis dengan bantalan rami disebut Waraji. Untuk itu, ada lipatan waraji terhadap pegas dan juga rub ke atas dan ke bawah pada panjang string. Aksi gosokan ini akan meleburkan kusune dan kemudian mengikat kembali alur yang longgar, sehingga mampu meningkatkan usia Tsuru.

Tsuru yang terpisah harus disimpan dimana akan dilindungi dari kelembaban atau kekeringan yang berlebihan. Sebagian pemanah harus menjaga satu atau dua

string yang telah dipersiapkan sebelumnya dalam tsurumaki,penahan pegas sirkular

yang terbuat dari rotan atau kayu. Tsurumaki akan dibawa pada orang pemanah atau tetapi di tangan dalam hal string putus ketika sedang memanah.

2.2.3 Mengikat Tsuru

Ketika anda membeli Tsuru baru, anda akan menemukan Tsuruwa (Loop) hanya terikat pada ujung bawah. Oleh karena itu, perlu mengingatkan Tsuru atas. Biasanya, bagian atas Tsuru ini ditutupi dengan kain merah dan loop adalah dibuat dua atau tiga sentimeter di atas titik dimana kain merah bertemu dengan serat string. Tetapi karena setiap Yumi dan Tsuru bervariasi panjangnya, maka akan lebih baik untuk membuat pengukuran yang cepat sebelum mengikat loop.

Cara termudah untuk melakukannya adalah menempatkan loop bawah pada

(17)

Meregangkan tsuru dan menandai titik dimana kain merah bertemu pada dasar nock

bawah (Motohazu).

2.2.4 Panah (Ya)

Panah Jepang adalah tidak seperti panah di dunia Barat. Ini sangat panjang, mendekati satu meter atau lebih dengan bulu dengan panjang lima belas sentimeter. Seperti Yumi, ini terbuat dengan cara yang sama seperti di masa lalu, dengan semua bahan alami dengan pengecualian titik besi. Porosnya dibuat dari Yadake, pilih dengan variasi bambu. Nock ini adalah normalnya terbuat dari tanduk atau bambu dan bulunya dari elang, rajawali,atau burung besar.

2.2.5 Kepala Panah (Yajiri/Yanone)

Kepala panah klasik, atau yajiri, berkisar dari ujung besi sederhana yang digunakan untuk berburu atau perang hingga kepala yang digunakan untuk upacara-upacara. Dengan pengecualian prosedur upacara khusus, maka kepala panah ini tidak lagi pernah digunakan.

Titik modern (Yanone) muncul kedalam dua jenis : titik target regular dan

(18)

Makiwara logam aalah lebih halus untuk praktek sehari-hari tetapi tentu dengan makiwara panah yang lebih baik, seperti yang digunakan untuk keperluan upacara, yang disesuaikan dengan titik kepala tanduk. Titik ini pertama kali dimasukkan pada ujung terbuka dari poros, yang dipastikan oleh kusune kecil atau lem putih kemudian dibentuk dengan pisau untuk menciptakan panah yang halus dan bersih.

2.2.6 Nock (Hazu)

Sebagian besar nock dewasa ini dibuat dari tanduk kambing atau tanduk rusa. Seperti titik tanduk Makiwara, ini dapat disisipkan ke dalam poros panah dan bila perlu diarahkan untuk disesuaikan dengan diameternya. Sebagian besar slot nocking

dari Hazu tanduk telah diseleaikan oleh pemanah sehingga dengan benar akan menempatkan area nocking dari Tsurunya. Untuk itu gunakan tempat flat kecil dan

rattail tipis untuk membuat bagian dalam slot lebih lebar dari bagian atas. Bentuk seperti lubang kunci akan mempertahankan panah tetap pada di tempatnya.

Sebagian panah yang lama, dan beberapa panah upacara memiliki nock

(19)

2.2.7 Bulu (Hane)

Tanpa meragukan kondisi impresif, seringkali panah yang mahal dengan bagian bulu yang menyertainya. Bulu halus, dari segi keindahan dan daya tahan, berasal dari burung pemangsa, sebagian burung elat laut utara (Otori) dan burung elang (Taka). Kedua burung ini sedikit lebih sulit di dapat di alam liar. Dalam hal ini, elang laut menjadi sangat langka yang sekarang dilindungi oleh perjanjian internasional. Akibatnya, bulu elang laut tidak lagi dapat diambil. sebagian bulu berasal dari elang biasa, angsa, dan kalkun dengan burung besar yang tidak berbahaya.

Kualitas bulu ini sangat bervariasi berdasarkan jenis burung dan jenis bulu. Yang sangat baik adalah Ishiuchi, bulu ekor terluar dari elang. Kemudian bulu ekor bagian dalam (Oba), dan akhirnya bulu sayap (Teba). Dalam kasus burung lain seperti kalkun atau angsa, hanya bulu sayap yang digunakan. Bulu ini relatif murah. Ini tidak dapat bertahan dalam pemakaian yang berulang dibandingkan dengan bulu elang.

(20)

2.2.8 Sarung Tangan (Yugake)

Pada awal pertama panahan Jepang, busur itu selalu ditarik dengan ibu jari dan jari tengah yang disebut dalam Gaya Pinch yang diketahui oleh setiap anak yang bermain dengan busur dan panah. Sekitar tujuh abad, Jepang mengadopsi gaya China utara dalam menarik busur dengan ibu jari. China menggunakan ring ibu jari yang terbuat dari tanduk atau batu untuk menarik senar.Masih diragukan bahwa Jepang pernah menggunakan ring, yang lebih suka menggunakan band ulit. Dengan sarung tangan yang dapat digunakan, tetapi mengesampingkannya pada ibu jari dimana tidak lagi membutuhkan sarung tangan khusus karena pemanah dapat menggunakan pedangnya sendiri.

Sarung tangan seperti yang digunakan dengan ibu jari dan pergelangan yang dibuat keras terlihat setelah perang Onin (1467 – 1477) yang berakhir pada penekanan ke target panahan. Sarung tangan ini dibuat dari kulit rusa dengan tanduk dan kayu. Disain ini meningkatkan kemampuan pemanah untuk menahan tarikan panjang waktu dan memungkinkannya untuk mempelajari hubungan diantara dirinya dan panahan.

Pada dasarnya ada tiga jenis Yugake yang biasa digunakan dewasa ini :

Mitsugake (sarung tangan tiga jari), Yotsugake (sarung tangan empat jari) dan

Morogake (sarung tangan lima jari). Sarung tangan ini adalah bertangan kanan karena pemanah Jepang selalu menghadap Kamiza ketika memanah. Terlepas dari jumlah jari, juga ada perbedaan bagaimana sarung tangan itu dibuat. Ibu jari yotsugake

(21)

Akibatnya, sekolah tertentu atau guru akan lebih menyukai satu jenis sarungan ini dibandingkan dengan yang lainnya. Morogake misalnya, digunakan oleh mereka yang berlatih Ogasawara Ryu sementara eksponen Heki Ryu lebih suka menggunakan Mitsugake ketika memanah dari jarak dekat. Yotsugake, pada sisi lain adalah dirancang dan digunakan untuk kompetisi memanah jarak jauh di

Sanjusangendo Kyoto. beberapa peserta pelatihan lebih suka menggunakan Yotsugake

untuk panahan jarak dekat karena membutuhkan sedikit usaha untuk menarik dan memegang busur dengan Yotsugake.

2.3 Keseragaman Latihan (Keiko Gi)

Untuk melihat pemanah berpengalaman menembak dalam Kimono Remsi dan

Hakama pakaian Jepang klasik adalah melihat Kyudo pada kecantikannya. Namun,

Kimono yang baik adalah sangat mahal, seringkali membentuk ratusan dollar atau lebih. Akibatnya, sebagian orang hanya memakai kimono pada kesempatan tertentu.

(22)

terutama karena wanita pada dasarnya memakai Hakama mereka lebih tinggi pada pergelangan tangan dibandingkan dengan laki-laki.

Di Jepang, Zen Nihon Kyudo Renmei mempersyaratkan agar semua pemanah menguji hingga kelima dan memakai kyudo-gi putih dan Tabi putih. Laki-laki harus memakai Hakama belakang, sementara perempuan diperkenankan memakai belakang atau Hakama biru. Pemanah menguji dan ke lima yang dibutuhkan untuk memakai anggota yang mengikuti standar yang sama untuk praktek sehari-hari tetapi tentu dengan anggota lawan yang memakai Kyudo-gi putih atau Kimono.

Setiap saat seragam Kyudo ini harus tetap bersih dan dipres rapi. Tidak ada noda karena keindahan Kyudo lebih dari sekedar orang yang bersih dari kotoran. Sebagian besar Kyudo-gi adalah terbuat dari katun atau bahan sintesis dan mudah dicuci dan disetrika. Hakama juga harus dilipat rapi setelah digunakan untuk menjaga kerapiannya. Semuanya ini bersifat biasa, tetapi tentu bila seseorang tidak mengabaikannya dan disiplin untuk mempertahankan permintaan yang lebih besar dari praktek Kyudo untuk membuatnya.

2.3.1 Mengikat Obi

(23)

anda, sisakan tiga puluh sentimeter pada ujungnya (bila Obi terlalu panjang untuk dilipat kembali).

Lipat ujung yang lebar sektiar ujung yang pendek dan tarik ke atas, ketatkan

Obi. Lipat ujung bagian yang lebar ke dalam membentuk huruf V, kemudian ulirkan melalui v dan kemudian tarik ketat. Selesaikan dengan mengembalikan Obi sekitar sisi kanan hingga knot sejalan dengan bagian tengah ke belakang.

2.3.2 Mengikat Hakama

Pegang bagian depan hakama pada pergelangan tangan, kemudian ambil ikatan panjang pada sisi sekitar punggung. Lipat ikatan pada bagian atas Knot Obi

dan lanjutkan di sekitarnya dan ke bawah di bagian depan, lepaskan ikatan kiri ke atas kanan. Pada titik kiri tengah, lipat ujung kanan yang mengarah pada ikatan yang lain dan teruskan pada kedua ikatan sektiar punggung. Ikat mereka dalam bagian panah Obi.

Referensi

Dokumen terkait

Indikator dari keefektifan pembelajaran tidak hanya dilihat dari hasil tes capaian kompetensi secara individual yang mampu memperoleh nilai di atas atau sama

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pemahaman bidan tentang Audit Maternal Perinatal dengan kepatuhan bidan dalam pertolongan

[r]

[r]

[r]

modal dalam kurun waktu sekitar 5 tahun mereka berusaha. Penjualan rata-rata perhari dari bidang usaha ini antara 500 ribu. san-rpai dengan 1 juta, dengan

[r]

panjangnya harus sama. Atas dasar hal tersebut, maka metode khusus untuk penapisan deret data yang panjang sangat diperlukan demi efisiensi. Ada 2 metode penapisan