BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada umumnya perkembangan perusahaan publik berpengaruh terhadap
perkembangan profesi akuntan publik. Kehidupan profesi akuntan publik di
Indonesia saat ini didasarkan oleh adanya kewajiban pertanggung jawaban laporan
keuangan badan usaha tertentu untuk diaudit (Sinarwati, 2010). Adanya
kebutuhan akan jasa akuntan publik disebabkan oleh keinginan perusahaan publik
untuk menyajikan laporan keuangan secara wajar.
Laporan keuangan adalah salah satu media yang menyajikan fakta tentang
kegiatan perusahaan dan merupakan dasar atas pengambilan keputusan baik pihak
internal maupun eksternal. Menurut PSAK No. 1 (IAI.2004.04) laporan keuangan
merupakan laporan periodik yang disusun menurut prinsip-prinsip akuntansi yang
diterima secara umum tentang status keuangan dari individu, sosiasi atau
organisasi bisnis yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan
ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.
Ada beberapa pihak yang mempunyai peranan penting dalam laporan
keuangan, yaitu pemilik perusahaan, kreditur, lembaga keuangan, investor,
pemerintah dan masyarakat umum. Dengan adanya pihak-pihak yang
berkepentingan dalam laporan keuangan tersebut, maka laporan keuangan harus
disajikan secara relevan, akurat, lengkap dan wajar sehingga kebutuhan
pemeriksaan laporan keuangan secara objektif dan independen terhadap informasi
yang akan disajikan dalam laporan keuangan untuk meningkatkan keandalan
laporan keuangan. Keandalan laporan keuangan sangat dibutuhkan oleh pihak
stakeholder karena berpengaruh terhadap pengambilan keputusan.
Independensi akuntan publik mencakup dua aspek, yaitu: (1) independence in
fact dan (2) independence in appearance (Arens, 2008). Independence in fact
berarti terdapat kejujuran di dalam diri auditor dalam mempertimbangkan
fakta-fakta serta tidak memihak dalam merumuskan dan menyatakan
pendapatnya.Sedangkan independence in appearance berarti adanya kesan
masyarakat bahwa auditor harus bertindak secara independen serta menghindari
keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan
independensinya. Terdapat juga sikap mental independen yang meliputi
independensi dalam pemikiran dan independensi dalam penampilan (SPAP yang
ditetapkan oleh IAI, 2011, paragraph 290.8). Independensi dalam pemikiran
merupakan mental yang memungkinkan pernyataan pemikiran yang tidak
dipengaruhi oleh hal-hal yang dapat mengganggu pertimbangan profesional, yang
memungkinkan seorang individu untuk memiliki integritas dan bertindak secara
objektif serta menerapkan skeptisme profesional. Sedangkan independensi dalam
penampilan merupakan sikap yang menghindari tindakan atau situasi yang dapat
menyebabkan pihak ketiga (pihak yang rasional dan memiliki pengetahuan
mengenai semua informasi yang relevan, termasuk pencegahan yang ditetapkan)
meragukan integritas, objektifitas atau skeptisme profesional dari anggota
Penilaian masyarakat atas independensi auditor independen bukan pada diri
auditor secara keseluruhan.Oleh karena itu, apabila seorang auditor independen
atau suatu Kantor Akuntan Publik (KAP) lalai atau gagal mempertahankan sikap
independensinya, maka kemungkinan besar anggapan masyarakat bahwa semua
akuntan publik tidak independen. Kecurigaan tersebut dapat berakibat berkurang
atau hilangnya kredibilitas masyarakat terhadap jasa audit profesi auditor
independen.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mewajibkan adanya pergantian
kantor akuntan dan mitra audit yang diberlakukan secara periodik sesuai peraturan
yang berlaku. Peraturan tersebut adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor
359/KMK.06/2003 pasal 2 tentang “Jasa Akuntan Publik”. Peraturan ini
menyatakan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporankeuangan dari suatu
entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) paling lama untuk 5
(lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama
untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Peraturan ini kemudian direvisi dengan
dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
17/PMK.01/2008, yang memiliki perubahan sebagai berikut; Pertama, pemberian
jasa audit umum menjadi enam tahun berturut-turut olehkantor akuntan dan tiga
tahun berturut-turut oleh akuntan publik kepada satu klienyang sama(pasal 3 ayat
1).
Jika perusahaan mengganti KAP-nya yang telah mengaudit selama lima
tahun, hal itu tidak akan menimbulkan pertanyaan karena bersifat mandatory.
luar KMK 359/KMK.06/2003 dan PMK 17/PMK.01/2008). Pergantian kantor
akuntan publik secara sukarela ini terjadi karena adanya dua hal yaitu auditor
mengundurkan diri atau auditor dipecat oleh klien (Febrianto, 2009). Dalam kasus
ini yang menjadi fokus utama peneliti adalah pada klien karena apabila hubungan
di antara auditor dengan klien dalam keadaan normal tidak mungkin klien
melakukan pergantian KAP. Apabila pergantian auditor tersebut dilakukan oleh
perusahaan, maka hal ini menimbulkan kecurigaan dari stakeholder. Timbulnya
pertanyaan masyarakat mengapa perusahaan melakukan pergantian auditor secara
sukarela sedangkan pergantian auditor tersebut bertentangan dengan peraturan
pergantian auditor yang ditetapkan oleh pemerintah. Fakta mengenai penyebab
pergantian auditor dalam perusahaan tidak pernah di cantumkan dalam laporan
keuangan perusahaan.
Fenomena pergantian auditor mempunyai implikasi pada kredibilitas
pelaporan keuangan dan biaya untuk memonitor aktivitas manajemen (Huson
etal.,2000 dalam Nazri et al., 2012). Perubahan auditor mengakibatkan
pengunduran diri dan penghapusan auditor dari perusahaan klien (Turner et al.,
2005 dalam Nazri et al., 2012). Faktor-faktor yang kemungkinan mempengaruhi
pergantian KAP secara sukarela (voluntary), yaitu pergantian manajemen
(management change), biaya audit (audit fee), reputasi audit (audit reputation),
opini audit (audit opinion) dan kesulitan keuangan (financial distress).
Faktor pertama yang mempengaruhi pergantian auditor adalah pergantian
manajemen. Pergantian manajemen disebabkan karena keputusan rapat umum
sehingga pemegang saham harus mengganti manajemen yang baru yaitu direktur
utama atau CEO (Chief Executive Officer). Adanya CEO yang baru mungkin akan
menyebabkan adanya perubahan kebijakan dalam bidang akuntansi, keuangan,
dan pemilihan KAP (Damayanti dan Sudarma, 2010 dalam Ekka Aprillia, 2013).
Beberapa penelitian berhasil membuktikan bahwa pergantian manajemen
berpengaruh positif terhadap pergantian auditor. Wijayani (2011); Andra (2012);
Nazri et al. (2012); dan Ekka Aprillia (2013) mendukung hasil tersebut.Namun
penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dan Sudarma (2008); dan Hana Puji
dan Cahyonowati Nur (2012) bertolak belakang dengan hasil tersebut. Damayanti
dan Sudarma (2008) menyatakan bahwa pergantian manajemen tidak mempunyai
pengaruh terhadap pergantian auditor.
Faktor kedua yang mempengaruhi pergantian auditor adalah biaya audit.
Biaya audit merupakan salah satu faktor seorang auditor melaksanakan
pekerjaannya. Besarnya biaya audit sangat bervariasi, tergantung, antara lain
resiko, penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang
diperlukan untuk melaksanakan jasa tesebut, struktur biaya KAP yang
besangkutan dan pertimbangan professional lainnya. Pada umumnya biaya audit
bersifat rahasia, hanya perusahaan dan auditor yang mengetahui masalah biaya
audit. Oleh karena itu hanya sedikit perusahaan yang mencantumkan biaya audit
dalam laporan keuangannya.
Variabel biaya audit telah diteliti oleh peneliti yang sebelumnya dan
memiliki hasil yang signifikan terhadap pergantian auditor yaitu seperti penelitian
peneliti menambah varibel yang tidak dipertimbangkan di dalam penelitian
Sinarwati (2010) yaitu biaya auditor. Variabel biaya auditor dipilih karena adanya
hasil-hasil penelitian terdahulu yang tidak konsisten mengenai pengaruh biaya
auditor terhadap pergantian auditor.
Faktor ketiga yang mempengaruhi pergantian auditor adalah reputasi
auditor. Reputasi auditor merupakan seorang auditor yang memahami sumber
daya yang lebih besar dalam mengaudit dengan kualitas audit yang lebih baik dari
dulu hingga sekarang. Reputasi auditor sangat mempengaruhi kredibilitas
(kualitas, kapabilitas, atau kekuatan untuk menimbulkan kepercayaan) laporan
keuangan perusahaan, karena pemakai jasa keuangan yakin bahwa auditor
mempunyai kekuatan monitoring (pemantauan) yang tidak dapat diamati. Untuk
itu jika perusahaan telah menggunakan jasa KAP yang bereputasi, perusahaan
tidak akan melakukan pergantian auditor karena KAP bereputasi ini dapat
mendukung perkembangan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Klien juga lebih cenderung menggunakan laporan keuangan yang
diaudit oleh auditor yang bereputasi.Penelitian yang dilakukan oleh Wijayani dan
Januarti (2011), Damayanti dan Sudarma (2007) menemukan bahwa reputasi
auditor berpengaruh signifikan pada pergantian KAP.
Faktor keempat yang mempengaruhi pergantian auditor adalah opini audit.
Dalam melakukan audit, auditor menerbitkan laporan audit, yaitu laporan yang
berisi opini kewajaran laporan keuangan perusahaan sesuai dengan Prinsip
Akuntansi Berterima Umum (PABU) termasuk Standar Akuntansi Keuangan
pendapat wajar tanpa pengecualian, pendapat wajar tanpa pengecualian dengan
paragraf penjelas, pendapat wajar dengan pengecualian, pendapat tidak wajar dan
pernyataan tidak memberikan pendapat. Opini audit ini merupakan salah satu
penyebab perusahaan melakukan pergantian auditor. Terjadinya kondisi tersebut
apabila klien tidak menyetujui pendapat auditor pada tahun sebelumnya. Pada
umumnya auditee mengharapkan opini audit yang wajar tanpa pengecualian dari
KAP.
Dalam Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) dan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) akuntan publik harus berlaku profesional, sehingga
apabila ada kondisi yang tidak sesuai dengan standar dalam pengauditan dapat
menimbulkan konflik. Hasil penelitian Calderon dan Ofobike (2008) menyatakan
bahwa opini audit berpengaruh signifikan terhadap pergantian auditor, namun
penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dan Sudarma (2008) menunjukkan
hasil yang berbeda, opini audit tidak berpengaruh signifikan terhadap pergantian
auditor.
Faktor kelima yang mempengaruhi pergantian auditor adalah kesulitan
keuangan. Kesulitan keuangan merupakan kondisi dimana perusahaan sedang
berada dalam kesulitan keuangan, dimana perusahaan tidak memiliki kemampuan
untuk memenuhi kewajiban finansialnya. Perusahaan-perusahaan yang dalam
kondisi bangkut cenderung melakukan pertukaran KAP. Kesulitan keuangan dapat
dilihat dari laporan keuangan perusahaan. Jika kewajiban keuangan lebih besar
daripada kekayaan perusahaan maka dinyatakan bahwa perusahaan tersebut
keuanganssecara signifikan berpengaruh terhadap pergantian auditor. Penelitian
oleh Nasser et al. (2006), Sinarwati (2010) menemukan bahwa kesulitan keuangan
berpengaruh terhadap pergantian auditor, sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh Damayanti dan Sudarma (2008), Wijayanti (2010) menemukan bahwa
kesulitan keuangan tidak berpengaruh terhadap pergantian auditor.
Berdasarkan keterbatasan dan perbedaan pendapat dari
penelitian-penelitiansebelumnya, maka penelitian ini menarik untuk diteliti
kembali.Mengingat terdapatpihak-pihak yang mendukung dan menentangnya,
terkait adanya independensi auditordalam masalah pergantian auditor. Adapun
judul dalam penelitian ini adalah “ PENGARUH PERGANTIAN MANAJEMEN,
BIAYA AUDIT, REPUTASI AUDIT, OPINI AUDIT DAN KESULITAN
KEUANGAN TERHADAP PERGANTIAN AUDITOR SECARA
SUKARELA”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dilihat adanya faktor-faktor
yang mempengaruhi penggantian KAP di Indonesia. Hal itu karena adanya
beberapa faktor antara lain yaitu pergantian manajemen, biaya audit, reputasi
audit, opini audit dan kesulitan keuangan perusahaan. Selain itu juga dari berbagai
penelitian tentang pergantian auditor yang telah banyak dilakukan, tetapi hasil
penelitian selalu menunjukkan bukti empiris yang berbeda-beda. Berdasarkan hal
tersebut, penelitian ini mencoba menguji kembali faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi keputusan perusahaan di Indonesia untuk melakukan pergantian
1. Apakah pergantian manajemen mempengaruhi pergantian KAP pada
perusahaan manufaktur di Indonesia?
2. Apakah Biaya audit mempengaruhi pergantian KAP pada perusahaan
manufaktur di Indonesia?
3. Apakah Reputasi Audit mempengaruhi pergantian KAP pada perusahaan
manufaktur di Indonesia?
4. Apakah Opini Audit mempengaruhi pergantian KAP pada perusahaan
manufaktur di Indonesia?
5. Apakah Kesulitan keuangan mempengaruhi pergantian KAP pada perusahaan
manufaktur di Indonesia
6. Apakah Pergantian Manajemen, Biaya audit, Reputasi Audit, Opini Audit dan
Kesulitan keuangan secara simultan mempengaruhi pergantian KAP pada
perusahaan manufaktur di Indonesia?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, makan akan dibahas tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk memperoleh bukti empiris apakah pergantian manajemen berpengaruh
terhadap pergantian KAP pada perusahaan manufaktur di Indonesia.
2. Untuk memperoleh bukti empiris apakah biaya audit berpengaruh terhadap
pergantian KAP pada perusahaan manufaktur di Indonesia.
3. Untuk memperoleh bukti empiris apakah reputasi auditor berpengaruh
4. Untuk memperoleh bukti empiris apakah opini auditor berpengaruh terhdap
pergantian KAP pada perusahaan manufaktur di Indonesia.
5. Untuk memperoleh bukti empiris apakah Kesulitan Keuanganberpengaruh
terhadap pergantian KAP pada perusahaan manufaktur di Indonesia.
6. Untuk memperoleh bukti empiris apakah pergantian manajemen, biaya audit,
reputasi audit, opini audit dan kesulitan keuangan secara simultan
berpengaruh terhadap pergantian KAP pada perusahaan manufaktur di
Indonesia.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk peneliti, diharapkan memberikan bukti empiris tentangfaktor-faktor
yang mempengaruhi pergantian auditor.
b. Untuk peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi dan sumbangan konseptual dalam rangka mengembangkan ilmu
pengetahuan untuk perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan
khususnya dibidang pengauditan.
c. Untuk pimpinan Kantor Akuntan Publik, diharapkan berguna dalam
rangka menjaga dan meningkatkan independensi dan obyektivitas dalam
melaksanakan audit.
d. Untuk para auditor, dapat digunakan sebagai bahan evaluasi sehingga
dapat meningkatkan independensi, obyektif, kualitas dan kompetensi