• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan HAM Dalam Kasus Penganiayaan Ta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tinjauan HAM Dalam Kasus Penganiayaan Ta"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Tinjauan HAM Dalam Kasus Penganiayaan Taruna Akpol

yang melakukan pemukulan, ada yang memberikan arahan-arahan dan ada juga yang dua orang perannya mengawasi jangan sampai kegiatannya tersebut diketahui oleh pembina. Sebanyak 14 orang tersangka pemukulan Brigadir Dua Taruna (Brigdatar) Mohammad Adam, kini mendekam di balik sel tahanan Mapolda Jawa Tengah. Selain menjalani proses hukum pidana, ke-14 tersangka juga menjalani proses persidangan Dewan Akademi di Akademi Kepolisian, Semarang, Jawa Tengah. Persidangan Dewan Akademik bertujuan untuk menetapkan sanksi atas ke-14 oknum taruna, yaitu pemecatan dengan tidak hormat (PDTH). Tujuan lain sidang tersebut adalah memberikan kesempatan pada taruna yang bersangkutan untuk menyampaikan informasi terkait kejadian pemukulan Brigdatar Adam. Ke-14 tersangka dinilai telah melanggar Peraturan Gubernur Akpol, di antaranya proses pengasuhan yang dilakukan senior terhadap junior. Lalu melanggar larangan melakukan kekerasan fsik sampai dengan perbuatan melawan hukum, dengan melakukan pemukulan dan penganiayaan. Namun karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum bisa menghadirkan terdakwa, sidang pertama yang direncanakan akan digelar pada 5 Semptember 2017 di ruang Kusumah Atmaja Pengadilan Negeri Semarang dan yang beragendakan menghadirkan terdakwa, memeriksa identitas terdakwa, dan mengecek sekaligus didampingi penasehat hukum atau tidak harus ditunda selama satu minggu.

Kata kunci: penganiayaan, kematian, taruna akpol, dan pelanggaran HAM.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum, demikianlah bunyi dari Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelah amandemen ketiga disahkan 10 November 2001.1

Penegasan ketentuan konstitusi ini bermakna, bahwa segala aspek kehidupan dalam kemasyarakatan, kenegaraan dan juga pemerintah harus senantiasa atas hukum. Hukum yang berlaku disuatu negara ini juga termasuk atas perlindungan hak asasi manusia yang diperoleh setiap warga negaranya.

Istilah Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut HAM) merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menggantikan istilah Human Rights. Di samping itu ada juga yang menggunakan istilah fundamental rights.2

1 Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

(2)

Menurut Undang-Undang No. 39 tahun 1999 Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.3

Bahwa perlindungan hak asasi manusia bertujuan untuk melindungi harkat martabat manusia yang meliputi: hak untuk hidup, hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan, atau hukum yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, hak untuk bebas dari perbudakan, hak untuk bebas dari pemenjaraan akibat ketidak-sanggupan memenuhi kewajiban kontrak, hak untuk bebas dari dinyatakan bersalah atas tindak kriminal yang belum menjadi hukum pada saat tindakan tersebut dilakukan (prinsip non-retroaktif), hak untuk diakui sebagai pribadi hukum, dan hak atas kebebasan berpendapat, berkeyakinan, dan beragama.4

Dalam zaman globalisasi ini dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi sering kita jumpai isu-isu diskriminasi, kebebasan, hak hidup, perihal kesetaraan merupakan isu-isu pelanggaran hak asasi manusia yang sering terjadi ditengah pluralisme kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu roh dari hak asasi manusia itu sangat bergantung pada sikap setiap individu yang saling menghormati dan menghargai satu sama lainnya. Pemberdayaan atau pembiasaan sikap tersebut dapat mencegah terjadinya tindakan diskriminatif yang berujung pada pelanggaran hak asasi manusia. Perlakuan-perlakuan diskriminatif sering berujung pada konfik. Perlakuan diskriminatif menyebabkan orang menderita dan juga merasa diperlakukan tidak adil.

Setelah reformasi tahun 1998, Indonesia mengalami kemajuan dalam bidang penegakan HAM bagi seluruh warga negaranya. Instrumen-instrumen HAM pun didirikan sebagai upaya menunjang komitmen penegakan HAM yang lebih optimal. Namun seiring dengan kemajuan ini, pelanggaran HAM juga sering terjadi disekitar kita. Untuk itu kami menyusun tugas analisis kasus yang berjudul “Tinjauan HAM dalam Kasus Penganiayaan Taruna Akpol”, untuk memberikan informasi mengenai apa itu pelanggaran HAM.

1.2 Kronologi Kasus

 Peristiwa bermula pada apel malam yang dilakukan taruna tingkat II dan III, sekitar pukul 21.00 WIB, Rabu (17/5). Apel menyepakati pemberian waktu pesiar (ke kafe).

 Sekitar pukul 01.00 WIB, Kamis (18/5), 22 orang taruna tingkat II yang tergabung dalam korps Himpunan Indonesia Timur diminta berkumpul oleh taruna tingkat III di Gudang A, Akpol. Konon, pengumpulan itu dipicu dugaan pelanggaran waktu pesiar.

 Kala itulah peristiwa kekerasan terjadi. Mula-mula seluruh taruna tingkat II diminta mengambil sikap tobat, tetapi Adam justru ditarik ke depan oleh salah seorang senior. Ia lantas dipukul sekitar 5-6 kali di bagian ulu hati. Pukulan terakhir menyebabkan Adam kolaps.

3 Bambang Heri Suprianto, Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

Hukum Positif di Indonesia, (Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol 2, No. 3, Maret 2012), hlm. 155.

(3)

 Para taruna tingkat III sempat melakukan upaya pertolongan pertama. Pun, korban sempat dipindahkan dari TKP gudang ke kamar A1.3 (kamar sebelah gudang A). Peristiwa ini juga langsung dilaporkan kepada pengawas.

 Sekitar pukul 02.25 WIB, korban dibawa ke RS Akpol oleh dua orang pengawas. Namun, kondisi korban telah kaku saat dilarikan ke rumah sakit.

 Nahas pun datang. Pemeriksaan dokter RS. Akpol, pukul 02.45 WIB, menyimpulkan korban telah meninggal dunia.

 Jenazah akhirnya dibawa ke RS Bhayangkara, Semarang, untuk autopsi—atas persetujuan keluarga. Autopsi menyimpulkan korban meninggal lantaran luka di kedua paru-paru.

 Jenazah korban akhirnya diterbangkan ke Jakarta dan dimakamkan di TPU yang tak jauh dari tempat tinggalnya, Bilangan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis malam (18/5).5

1.3 Rumusan Masalah

1. Apakah kasus tersebut termasuk pelanggaran hukum dan hak asasi manusia ?

2. Apakah kewajiban pemerintah dalam bidang hak asasi manusia ? 3. Bagaimanakah solusi yang dapat diambil untuk mencegah kasus

kekerasan seperti ini terjadi lagi ?

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pelanggaran Hukum dan Hak Asasi Manusia

Kejahatan terhadap tubuh (penganiayaan) merupakan kejahatan tindak pidana yang dilakukan terhadap tubuh dalam segala perbuatan-perbuatannya sehingga menjadikan luka atau rasa sakit terhadap tubuh bahkan sampai menimbulkan kematian bila kita lihat dari unsur kesalahannya, dan kesengajaannya diberikan kualifkasi sebagai penganiayaan, yang dimuat dalam BAB XX Buku II, Pasal 351-355 KUHP.6

Penganiayaan yang dimuat dalam BAB XX buku II, Pasal 351-355 adalah sebagai berikut:

1. Penganiayaan biasa (Pasal 351 KUHP) 2. Penganiayaan ringan (Pasal 352 KUHP) 3. Penganiayaan berencana (Pasal 353 KUHP) 4. Penganiayaan berat (Pasal 354 KUHP)

5. Penganiayaan berat berencana (Pasal 355 KUHP)

Tindak pidana penganiayaan merupakan delik biasa bukan delik aduan. Delik biasa merupakan delik yang tanpa adanya laporan atau aduan polisi bisa menangkap pelaku tindak pidana, kalau delik aduan polisi baru bisa melakukan penangkapan apabila ada aduan dari pihak korban.7

UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM pada Pasal 1 angka 6 memberikan pengertian tentang pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM adalah

5https://beritagar.id/artikel/berita/kronologi-tewasnya-adam-dan-budaya-kekerasan-di-akpol. 6http://dokumen.tips/documents/makalah-penganiayaan-dalam-kriminologi.html.

7 Cacuk Sudarsono, “Pelaksanaan Mediasi Penal dalam Penyelesaian Tindak Pidana

(4)

setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.8

Untuk mengidentifkasi ada tidaknya suatu pelanggaran HAM maka hal pertama yang harus dilakukan adalah menghubungkan pelanggaran tersebut dengan tindakan langsung atau tidak langsung dengan membiarkan pelanggaran tersebut terjadi.9 Dalam hal ini Baehr mengemukakan teori efek vertikal-horizontal HAM untuk menjelaskan hakikat konsep pelanggaran HAM.10 Pengertian vertikal HAM, yaitu melindungi individu atau kelompok

individu dari campur tangan yang tidak adil oleh pemerintah, sedangkan pengertian horizontal mengacu kepada sesama warga negaranya. Karenanya menjadi tugas pemerintah untuk melindungi individu dari pelanggaran haknya oleh individu atau kelompok lain.

2.2 Kewajiban Pemerintah dalam Bidang Hak Asasi Manusia

Pada prinsipnya, negara c.q Pemerintah mempunyai kedudukan sebagai pemangku kewajiban (duty bearer) dan individu-individu yang berdiam di wilayah jurisdiksinya sebagai pemegang hak (rights holder). Kewajiban yang diemban negara adalah kewajiban untuk menghormati (to respect), kewajiban untuk memenuhi (to fulfll), dan kewajiban untuk melindungi (to protect) HAM bagi warganya.11

Bagi Indonesia, kewajiban negara di bidang HAM ini secara konstitusional diakui oleh UUD Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 28 I ayat (4) dan dalam Pasal 71 UU No.39/1999 tentang HAM. Pasal 28 I ayat (4) UUD RI 1945 menyatakan bahwa “...perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah...” sedangkan Bab V Pasal 71 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM menyatakan bahwa “...Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam UU ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia...”12

Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana di atur dalam Pasal 71 di atas memerlukan langkah implementasi yang efektif dalam berbagai bidang, yaitu hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan negara dan bidang lainnya (Pasal 72). Hal ini berarti bahwa seluruh kehidupan kenegaraan perlu diresapi dengan semangat perlindungan dan pemenuhan HAM. Bila hal ini tidak dilaksanakan oleh pemerintah beserta

8 Pasal 1 angka 6 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

9 Julie Mertus, Hak Asasi Manusia Kaum Perempuan: Langkah Demi Langkah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), hlm. 181.

10 Peter R.Baehr, Hak Hak Asasi Manusia dalam Politik Luar Negeri, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), hlm. 11-12

11 Manfred Nowak, Introduction to The International Human Rights Regime, (Leiden: Nijhof Publisher, 2003), hlm. 48-49.

12 Dari ketentuan Pasal 71 tersebut dapat dipahami bila UU No.39 tahun 1999 tentang HAM bukan merupakan satu-satunya UU yang menjamin perlindungan dan pemenuhan HAM, karena masih ada peraturan perundangan lain yang substansinya juga mengatur tentang HAM,

(5)

jajarannya (dalam arti luas, baik vertikal maupun horizontal), maka Pemerintah dapat dituduh telah melalaikan kewajibannya.13

2.3 Pencegahan Kasus Kekerasan di Sekolah Kedinasan

Peristiwa kekerasan di sekolah Akpol dan juga sekolah-sekolah kedinasan “bergaya semi militer” selalu terjadi di negeri ini. Para senior diharuskan memukuli junior dengan alasan penegakan disiplin korps akademi, padahal aksi kekerasan tersebut sangat jauh dari pengertian penegakan disiplin. Setiap kali peristiwa seperti ini mencuat ke permukaan, biasanya pelaku lalu dihukum, dan kasus ditutup. Tetapi tak lama kemudian, peristiwa seperti ini terulang kembali. Artinya, kita memang belum memiliki jawaban atau belum mampu mencari solusi terbaik untuk mengatasi peristiwa seperti ini.14

Fenomena kekerasan sering terjadi karena dulu kepolisian memang adalah bagian dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang kemudian menjadi mandiri sejak era reformasi. Pelatihan dan atmosfer bergaya militer belum seluruhnya menghilang. Paradigma lama masih melekat kuat padahal tupoksi dari polisi itu sudah sangat berbeda pada zaman sekarang ini. Kekerasan tidak selalu atas nama penegakan disiplin saja, melainkan juga atas nama tradisi yang tidak ada hubungannya dengan kesalahan orang tertentu.15

Fakta tak terbantahkan adalah, para Gubernur Akpol, Kapolda dan Kapolri kita dulu sampai sekarang ini pernah menerima tindak kekerasan dari para senior mereka, dan pernah atau sering pula melakukan tindak kekerasan kepada junior mereka. Ini merupakan tradisi yang telah dimulai sejak sekolah ini berdiri, hingga saat ini, dan sampai kapanpun kalau program ini tidak dihentikan!16

Polisi adalah badan sipil bukan militer, dengan semboyan “melindungi dan melayani”. Perubahan ini secara perlahan sudah dapat kita lihat dengan membaiknya tingkat pelayanan polisi kepada masyarakat. Zaman sudah berubah. Polisi kini menjadi garda terdepan dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, termasuk dalam hal menjaga ketertiban di dalam negeri. Tugas dan tanggung jawab polisi kini kian berat sesuai dengan dinamika perkembangan di masyarakat yang sangat jauh berbeda dengan dua dekade lalu.17

Akan tetapi mind-set para taruna Akpol ini masih tetap seperti pada zaman Orba dahulu, “Dilayani bukan untuk melayani!” di luar polisi sudah mulai berubah, akan tetapi akademi tidak siap mensupport perubahan tersebut! Akibatnya setelah lulus menjadi perwira, sebagian dari mereka itu kemudian akan menjadi oknum yang suka memaksa agar dilayani oleh orang-orang yang seharusnya dilayaninya! Jadi kalau mau maju, kurikulum akademi ini seharusnya direvisi kembali agar bisa menjadi kondusif dan siap melayani dan melindungi masyarakat.18

Sebenarnya, Akpol telah berusaha menekan budaya kekerasan. Pada 2014, Akpol meluncurkan Sistem Informasi Akademi Kepolisian (SIAK). Anggarannya mencapai 27 miliar, termasuk untuk mengadakan 160 kamera

(6)

yang terpasang di sejumlah titik strategis. Konon, kamera itu juga bisa diakses lewat pelbagai gawai.19

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Peristiwa kekerasan yang terjadi di sekolah kedinasan di negeri ini sudah terlalu sering terjadi. Bahkan ada yang mengakibatkan sang korban harus kehilangan nyawanya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peristiwa yang berupa penganiayaan ini merupakan peristiwa yang melawan hukum dan merebut atau melanggar hak asasi manusia orang lain. Karena sudah jelas terdapat dalam Pasal 351-355 KUHP yang mengatur mengenai Penganiayaan. Serta dalam UU No 39 tahun 1999 tentang HAM pada Pasal 1 angka 6 telah menjelaskan bahwa pengertian dari Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Menurut Manfred Nowak dalam bidang Hak Asasi Manusia pemerintah berkewajiban untuk saling menghormati, saling memenuhi, dan saling melindungi HAM bagi warga negaranya. Bagi Indonesia, kewajiban negara di bidang HAM ini secara konstitusional diakui oleh UUD Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 28 I ayat (4) dan dalam Pasal 71 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah memerlukan langkah implementasi yang efektif dalam berbagai bidang. Hal ini berarti bahwa seluruh kehidupan kenegaraan perlu diresapi dengan semangat perlindungan dan pemenuhan HAM. Apabila hal ini tidak dilaksanakan oleh pemerintah beserta jajarannya maka pemerintah dapat dituduh telah melalaikan kewajiban yuridisnya.

Sedangkan untuk mencegah peristiwa kekerasan dapat terulang lagi di dalam sekolah kedinasan bukanlah persoalan yang gampang. Menghukum para pelaku tidaklah pernah cukup karena bukan disitu letak persoalannya. Itulah sebabnya peristiwa seperti ini akan terulang dan terulang lagi. Kita tidak boleh menyelesaikan persoalan ini dengan pendekatan kuratif seperti memperbaiki setiap hal yang rusak, tetapi harus dengan tindakan prefentif yang komprehensif, termasuk dengan cara merubah mind-set, konsep dan tujuan akademi ini agar peristiwa seperti ini tidak terulang lagi. Tradisi yang salah dalam upaya penegakan disiplin dalam pendidikan kedinasan ini harus segera diatasi, semua elemen harus saling bergandengan tangan, baik itu Kapolri, Kapolda, Gubernur Akpol, para taruna senior, para taruna junior, ataupun para calon taruna harus menyadari bahwa mind-set kekerasan dalam upaya penegakan disiplin bukanlah suatu hal yang dapat dibenarkan.

Sebenarnya, Akpol telah berusaha menekan budaya kekerasan. Pada tahun 2014, Akpol meluncurkan Sistem Informasi Akademik Kepolisian (SIAK). Anggaran yang mencapai 27 miliar, termasuk untuk mengadakan 160 kamera

(7)
(8)

Daftar Pustaka

Buku

Bahar, Soefroedin. Konteks Kenegaraan Hak Asasi Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002.

Mertus, Julie. Hak Asasi Manusia Kaum Perempuan: Langkah Demi Langkah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001.

Nowak, Manfred. Introduction to The International Human Rights Regime. Leiden: Nijhof Publisher, 2003.

Rahayu. Hukum Hak Asasi Manusia. Semarang: Badan Penerbitan Universitas Diponegoro, 2015.

R.Baehr, Peter. Hak Hak Asasi Manusia dalam Politik Luar Negeri. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998.

Artikel Jurnal

Sudarsono, Cacuk. Pelaksanaan Mediasi Penal dalam Penyelesaian Tindak Pidana Penganiayaan. Unnes Law Journal, Vol.4, No.1, Juni 2015.

Heri, Bambang Suprianto. Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) menurut Hukum Positif di Indonesia. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol. 2, No. 3, Maret 2012.

Peraturan Perundang-undangan

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

Pasal 1 angka 6 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Internet

https://beritagar.id/artikel/berita/kronologi-tewasnya-adam-dan-budaya-kekerasan-di-akpol

(9)

Lampiran

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dan analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan ketepatan jadwal diet (p=0,44) dengan kadar gula darah puasa, namun terdapat hubungan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah melalui penerapan teknik pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, and Share) serta

Optimizing antibiotic therapy should mean prompt achievement and maintenance of optimal exposure of the antibiotic at the site of infection. Questions that need to be addressed

Anita Hartini Suryaman (2010) peta wisata interaktif adalah peta yang menggambarkan atau menjelaskan lokasi-lokasi tempat tujuan wisata di dalam suatu kota atau

Simplifikasi simbolik dalam hal ini dapat dilihat dari contoh yang diberikan oleh Teungku Seumeubeut terhadap pengikut Wahabi dengan mengatakan bahwa yang tidak

Investasi pada instrumen keuangan syariah di beberapa negara terutama di Indonesia berkembang cukup pesat. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh ajaran agama

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan yaitu (1) pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran

Imam syafi`i berpendapat mengenai kedudukan sunnah: pertama, yang diturunkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur`an sebagai sesuatu nash, maka Rasulullah SAW melaksanakannya sebagaiman