• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Pembagian Warisan Pada Masyarakat Adat Nias (Studi Pada Masyarakat Adat Nias Kabupaten Nias Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Pembagian Warisan Pada Masyarakat Adat Nias (Studi Pada Masyarakat Adat Nias Kabupaten Nias Selatan)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah Negara yang pluralistik, yang terdiri dari berbagai etnis, ras,

agama dan adat kebudayaan. Keanekaragaman adat kebudayaan tersebut terdapat

juga hal-hal yang berkaitan dengan hukum. Sebagaimana yang tertuang dalam UUD

1945 pasal 18B ayat (2) yang berbunyi :

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum

adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,

yang diatur dalam undang-undang”.

Presiden Republik Indonesia, Soesilo Bambang Yudhoyono, dalam

sambutannya pada Peringatan Hari Internasional Masyarakat Hukum Adat Sedunia

menyatakan bahwa,

“..., kesatuan masyarakat hukum adat diakui dan dihormati, sepanjang masih

hidup. Artinya, hukum adat itu masih berlaku dan masih dianut oleh

masyarakat hukum adat yang bersangkutan”1.

Meskipun demikian, keberlakuan hukum adat tersebut terbatas hanya pada

bidang-bidang hukum tertentu, dimana salah satu dari bidang hukum yang dimaksud

adalah bidang hukum kewarisan.Sekalipun masalah kewarisan sudah diatur dalam

(2)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang setidaknya dapat dianggap sebagai

aturan dalam pembagian warisan dalam keluarga-keluarga masyarakat Indonesia

yang ingin membagi warisan atau harta peninggalan tapi sampai saat ini, masih

terdapat pluralisme hukum waris di Indonesia.

Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya

seseorang, yang diatur didalam hukum waris. Istilah hukum “waris” sampai saat ini

baik para ahli hukum Indonesia maupun di dalam kepustakaan ilmu hukum

Indonesia, belum terdapat keseragaman pengertian, ada yang menggunakan istilah

hukum warisan, hukum kewarisan dan hukum waris. Dengan kata lain dalam hal

pembagian warisan ini dapat pula dilakukan sesuai kebiasaan dan adat istiadat

setempat.

Masyarakat Indonesia mempunyai hukum adat waris sendiri-sendiri. Hukum

adat mereka dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan dan sistem perkawinan yang

mereka anut. Keluarga merupakan unit terkecil dari susunan masyarakat yang terdiri

dari ayah, ibu dan anak-anak. Suatu keluarga terbentuk dari ikatan lahir bathin antara

seorang pria dan seorang wanita sebagai suami dan istri yang bertujuan untuk

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal yang berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974). Disamping tujuan

perkawinan tersebut diatas, tidak sedikit masyarakat yang menganut prinsip bahwa

pembentukan keluarga bertujuan untuk meneruskan keturunan. Hal ini dapat

ditemukan pada masyarakat-masyarakat adat yang salah satunya masyarakat adat atau

(3)

masyarakat adat Nias, tidak hanya dipahami sebagai budaya atau adat istiadat saja,

lebih dari pengertian adat itu sendiri suku Nias menempatkan adat sebagai wujud

yang dapat memberi pandangan hidup, pegangan hidup yang dipercaya dapat

menciptakan aturan-aturan yang etis yang terwujud dalam pola perilaku yang dapat

diterima oleh komponen masyarakat. Sejalan dengan hal itu, Hilman Hadikusuma2

menulis dalam bukunya bahwa hukum waris suatu golongan masyarakat sangat

dipengaruhi oleh bentuk kekerabatan dari masyarakat itu sendiri, setiap kekerabatan

atau kekeluargaan memiliki sistem hukum waris sendiri-sendiri. Sistem kekerabatan

ini berpengaruh dan sekaligus membedakan masalah hukum kewarisan, disamping itu

juga antara sistem kekerabatan yang satu dengan yang lain dalam hal perkawinan.

Setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa-peristiwa hukum. Salah

satunya adalah peristiwa kematian atau meninggal dunia, dan secara hukum apabila

terjadi suatu peristiwa meninggalnya seseorang, hal ini merupakan peristiwa yang

menimbulkan akibat hukum, yaitu tentang bagaimana pengurusan dan kelanjutan

hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia itu3. Penyelesaian hak-hak

dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang, diatur oleh hukum

waris. Istilah hukum “waris” sampai saat ini baik para ahli hukum Indonesia maupun

di dalam kepustakaan ilmu hukum Indonesia, belum terdapat keseragaman

pengertian, ada yang menggunakan istilah hukum warisan, hukum kewarisan dan

hukum waris. Dengan kata lain dalam hal pembagian warisan ini dapat pula

dilakukan sesuai kebiasaan dan adat istiadat setempat.

2Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Cipta Aditya Bhakti Bandung, 1993, hal. 23.

3Wirjono Prodjodikoro,

(4)

Soepomo menyatakan: “Hukum adat waris memuat peraturan-peraturan yang

mengatur proses penerusan serta pengoperan barang harta benda dan

barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele geoderen) dari suatu angkatan

manusia (generatio) kepada keturunannya”.4

Hukum waris adat adalah keseluruhan peraturan hukum dan

petunjuk-petunjuk adat, yang mengatur tentang peralihan maupun penerusan harta warisan

dengan segala akibatnya baik dilakukan semasa pewaris masih hidup maupun

sesudah meninggal dunia.

Masalah warisan berkaitan dengan aturan-aturan yang mengatur proses

meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang

tidak berwujud benda dari suatu angkatan manusia kepada keturunannya5. Jadi dalam

hal ini masalah warisan erat kaitannya dengan masalah harta peninggalan. Artinya

tidak hanya terbatas pada harta kekayaan saja tetapi termasuk hutang piutang dibuat

oleh pewaris semasa hidupnya yang kemudian ditinggalkan olehnya ketika meninggal

dunia yang merupakan warisan atau diteruskan kepada para ahli warisnya.

Masyarakat adat Indonesia mempunyai hukum adat waris sendiri-sendiri.

Biasanya hukum adat mereka dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan dan sistem

perkawinan yang mereka anut. Hukum waris yang berlaku di kalangan masyarakat

Indonesia sampai sekarang masih bersifat pluralistis, yaitu ada yang tunduk kepada

hukum waris Perdata, Hukum Waris Islam dan Hukum Waris Adat. Masyarakat

4Soepomo,

Bab-Bab tentang Hukum Adat,Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, hal. 79.

(5)

Indonesia yang terdiri atas beragam suku bangsa memiliki adat istiadat dan hukum

adat yang beragam antara yang satu dengan yang lainnya dan memiliki karakteristik

tersendiri yang menjadikan hukum adat termasuk di dalamnya hukum waris menjadi

pluralistis pula.Tak terkecuali suku Nias yang di kalangan masyarakat Sumatera

Utara dikenal memiliki beragam adat istiadat termasuk dalam hukum warisnya.

Suku Nias yang merupakan bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia, juga memiliki cara dalam pelaksanaan pembagian warisan. Pemerintahan

yang pada awalnya hanya merupakan satu wilayah pemerintahan saja, mulai pada

Tahun 2003, berdirilah Kabupaten Nias Selatan yang kemudian di susul oleh Kota

Gunungsitoli, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara saat ini , Pulau Nias

terbagi atas 4 (empat) Kabupaten dan 1 (satu) Kota.

Kabupaten Nias Selatan berdiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun

2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Barat dan

Kabupaten Humbang Hasundutan di Propinsi Sumatera Utara. Awal berdirinya

Kabupaten Nias Selatan terdiri dari 8 (delapan) Kecamatan, antara lain Kecamatan

Telukdalam (sekarang sudah dimekarkan menjadi tujuh kecamatan), Kecamatan

Gomo (sekarang sudah mekar menjadi sembilan kecamatan), Kecamatan Amandraya

(sekarang menjadi tiga kecamatan), Kecamatan Lolowa’u (sekarang menjadi empat

kecamatan), Kecamatan Lolomatua (sekarang menjadi tiga kecamatan), Kecamatan

(6)

kecamatan). Dengan demikian Kabupaten Nias Selatan sekarang ini terdiri atas 35

(tiga puluh lima) Kecamatan.6

Nias adalah wilayah penganut budaya patrilineal, dimana posisi ayah

(laki-laki) memiliki posisi utama dalam garis keturunan. Umumnya dalam adat masyarakat

patrilineal yang boleh menerima warisan adalah orang yang melanjutkan garis

keturunan. Artinya cengkeraman budaya patriarkhi juga menancap tajam hingga harta

warisan keluarga.7

Dewasa ini, perkembangan zaman semakin maju dan pesat. Adanya

ketidakpuasan terhadap bagian dari harta warisan yang diberikan dapat juga terlihat

dalam kehidupan masyarakat Nias saat ini. Beberapa permasalahan yang terjadi

dimana terjadinya pertentangan atau konflik kepentingan antara satu pihak dan pihak

lainya, yang menyebabkan perbedaan pendapat sehingga berujung pertengkaran,

perbantahan bahkan pertikaian ataupun perselisihan antara ahli waris dalam

pembagian warisan. Permasalahan ini dapat berlanjut sampai ke pengadilan atau

terjadinya tindak kriminal seperti membunuh saudaranya sendiri karena pembagian

dianggap tidak adil. Seperti yang dialami oleh Bapak F.Z. dimana anaknya dibunuh

oleh anak saudara kandungnya pada tahun 2015, akibat dari perdebatan panjang dan

saling klaim tentang kepemilikan tanah. Karena pembagian dilakukan setelah Pewaris

meninggal Dunia. Hal ini menjadi salah satu alasan yang melatarbelakangi

penelitian dengan judul “Pelaksanaan Pembagian Warisan Pada Masyarakat

6Sumber; Katalog BPS 1102001.2014030:Nias Selatan dalam Angka 2015.

(7)

Adat Nias (Studi Pada Masyarakat Adat Nias Di Kecamatan Teluk Dalam Dan

Kecamatan Gomo Di Kabupaten Nias Selatan)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana tata cara pembagian warisan pada masyarakat adat Nias di

Kecamatan Telukdalam dan Kecamatan Gomo Kabupaten Nias Selatan?

2. Bagaimana pelaksanaan pembagian warisan pada masyarakat adat Nias di

Kecamatan Telukdalam dan Kecamatan Gomo Kabupaten Nias Selatan?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa pembagian warisan berdasarkan adat Nias di

Kecamatan Telukdalam dan Kecamatan Gomo Kabupaten Nias Selatan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tata cara pembagian warisan menurut adat Nias di Kabupaten

Nias Selatan.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan pembagian warisan menurut adat Nias di

Kabupaten Nias Selatan.

3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa pembagian warisan menurut adat Nias

(8)

D. Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat baik secara

teoritis maupun secara praktis, seperti yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu

pengetahuan hukum umumnya, khususnya hukum waris adat terutama yang

berhubungan dengan tata cara pembagian warisan pada masyarakat Nias di

Kabupaten Nias Selatan.

2. Secara Praktis

Penelitian diharapakan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada

masyarakat adat dan pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan warisan pada

masyarakat adat Nias di Kabupaten Nias Selatan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah peneliti

lakukan, baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah di fakultas hukum, Magister

Hukum maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan,

ditemukan beberapa penelitian yang bertalian dengan pewarisan di Nias, antara lain:

1. Penelitian dengan judul “Pelaksanaan Pembagian Warisan pada Masyarakat

Tionghoa Nias di Gunungsitoli Nias (studi pada Persatuan Amal Sosial

Gunungsitoli-Nias) oleh Cindy, Nim 137011041 (Program Studi Magister

(9)

Tionghoa yang tinggal di Gunungsitoli-Nias, tidak spesifikasi ditujukan pada

pelaksanaan pembagian warisan pada masyarakat adat Nias. Adapun

Rumusan masalah dari Penelitian tersebut adalah:

1. Bagaimana hukum waris yang berlaku bagi warga Negara Indonesia

keturunan Tionghoa di Indonesia ?

2. Bagaimana pelaksanaan pembagian warisan pada masyarakat Tionghoa di

Gunungsitoli-Nias?

3. Bagaiman akibat hukum dari pelaksanaan pembagian waris yang

dilaksanakan secara musyawarah dan mufakat pada masyarakat Tionghoa

di Gunungsitoli-Nias?

Penelitian sebelumnya jelas berbeda dengan penelitian ini.

2. Penelitian dengan judul “Pelaksanaan Pembagian Warisan Pada Masyarakat

Adat Minangkabau (studi kasus dikabupaten agam) oleh Cahaya Masita

Nasution, Nim 047011077 (Program Studi Magister Kenotariatan USU). Pada

penelitian ini walaupun mengacu pada pelaksanaan pembagian warisan tetapi

objeknya bukan pada masyarakat adat Nias tetapi di tujukan pada masyarakat

Adat Minangkabau. Adapun Rumusan masalah dari Penelitian tersebut

adalah:

1. Bagaimana penerapan Hukum waris adat dan hukum waris Islam pada

masyarakat adat Minangkabau di Kabupaten Agam?

2. Bagaimanakah peranan mamak kepala waris dalam pembagian harta

(10)

3. Bagaimanakah cara penyelesaian sengketa harta warisan yang terjadi pada

masyarakat Minangkabau di Kabupaten Agam?

Kedua penelitian sebelumnya tersebut tidak membahas objek yang sama

dengan penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian ini yang berjudul “ Pelaksanaan

Pembagian Warisan Pada Masyarakat Adat Nias (Studi Pada Masyarakat Adat

Kecamatan Telukdalam dan Kecamatan Gomo di Kabupaten Nias Selatan) ” adalah

asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan

kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul

penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori hukum merupakan salah satu alat bantu di dalam hukum, untuk dapat

menganalisis sebuah kelayakan atas suatu perbuatan, dimana perbuatan tersebut telah

sesuai dengan aturan hukum dengan perbuatan yang dilakukan, sehingga perbuatan

yang dilakukan tersebut bisa saja bertentangan dengan aturan hukum yang ada.

Teori diartikan sebagai suatu sistem yang berisikan proporsi-proporsi yang telah diuji kebenarannya, berpedoman pada teori maka akan dapat menjelaskan, aneka macam gejala sosial yang dihadapi, walau hal ini tidak selalu berarti adanya pemecahan terhadap masalah yang dihadapi, suatu teori juga mungkin memberikan pengarahan pada aktifitas penelitian yang dijalankan dan memberikan taraf pemahaman tertentu.8

(11)

Kerangka teori dapat dijadikan sebagai bahan masukan eksternal bagi peneliti

yang berfungsi sebagai kerangka pemikiran. Tesis mengenai suatu kasus ataupun

permasalahan yang dijadikan sebagai perbandingan, pegangan teoritis apakah

disetujui atau tidak dengan pegangan teori. Teori hukum merupakan kelanjutan dari

usaha untuk mempelajari hukum positif, dimana teori hukum menggunakan hukum

positif sebagai bahan kajian telaah filosofis sebagai salah satu sarana bantuan untuk

menjelaskan tentang hukum.

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya

mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis

yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.9Kerangka teori dimaksud

adalah kerangka pemikiran atau butit-butir pendapat teori, sebagai pegangan baik

disetujui atau tidak disetujui. Fungsi penelitian ini adalah untuk memberi arahan,

petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.10 Dikarenakan penelitian ini

merupakan penelitian hukum, maka kerangka teori diarahkan secara ilmu hukum dan

mengarahkan kepada unsur hukum.

Dunia ilmu, teori menempati yang penting karena memberikan saran kepada

kita untuk bisa memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih baik.11 Teori

adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses

9Made Wiratha,Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, Yogyakarta Andi, 2006, hal.6

10

Snelbecker dalam lexi J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 35.

(12)

tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapinya pada fakta-fakta

yang dapat menunjukkan ketidakbenaran.12

Tolak ukur menganalisis permasalahan yang akan diteliti karena suatu teori

atau kerangka teori harus mempunyai kegunaan paling sedikit mencakup hal-hal

sebagai berikut:

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan

fakta yang hendak diteliti atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna didalam mengembangkan konsep-konsep.

c. Teori biasanya merupakan suatu iktisar daripada hal-hal yang telah diketahui

serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang telah diteliiti.

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediuksi fakta mendatang, oleh karena

telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin

faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan pengetahuan

penelitian.13

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan pegangan teoritis,

yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui.14

Tujuan dari kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana

mengorganisasikan dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan

menghubungkannya dengan hasil penelitian yang terdahulu.15

12Sadjipto Raharjo,

(13)

Penelitian ini adalah penelitian yang menyangkut masalah sosial dalam

penerapannya dapat menjadi suatu penelitian hukum, sebab penelitian ini berdasarkan

penelitian lapangan yang dilihat secara empiris dalam kerangka acuan hukum yaitu

Hukum Waris Adat yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat itu

sendiri.16

Teori yang digunakan sebagai pisau analitis dalam penelitian ini adalah teori

Sociological Jurisprudence. Teori Sociological Jurisprudence adalah teori yang

mempelajari pengaruh hukum terhadap masyarakat dan sebagainya dengan

pendekatan dari hukum ke masyarakat, hukum yang dipergunakan sebagai sarana

pembaharuan dapat berupa undang-undang dan yurisprudensi atau kombinasi

keduanya dan yang menjadi inti pemikiran dalamsociological jurisprudence adalah

hukum yang baik adalah hukum yang hidup di dalam masyarakat sebab jika ternyata

tidak maka akibatnya secara efektif akan mendapat tantangan.17

Teori ini dikemukan oleh Roscoe Pound yang menyatakan bahwa “ terdapat

perbedaan antara hukum positif disatu pihak dengan hukum yang hidup didalam

masyarakat dipihak lain yang mana perkembangan hukum itu tidak hanya terletak

pada undang-undang, ilmu hukum ataupun putusan hakim tetapi pada masyarakat itu

sendiri.”18

Dalam penjelasan umum Alinea I Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa: “Undang-Undang Dasar suatu Negara ialah sebagian dari hukumnya dasar Negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak

15Burhan Ashofa,Metode Penelitian ilmu Hukum, Rhineka Cipta, Jakarta,1996, hal.19. 16Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta 1988,hal 16

17

(14)

tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis.”19

Pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar

Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum yang

menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar)

maupun hukum yang tidak tertulis (hukum adat).

Seperti dijelaskan pada pasal 131 I.S (Indische Staatssregeling) ayat 2 b (Stb 1925 no .415 jo.577), mengenai dasar berlakunya hukum adat termasuk juga berlakunya hukum waris adat di Indonesia yaitu : “Bagi golongan Indonesia asli (Bumi Putra), golongan Timur Asing dan bagian-bagian dari golongan bangsa tersebut, berlaku peraturan hukum yang didasarkan atas agama dan kebiasaan mereka” Hukum waris adat memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud (Immatereriele Goederen) dari suatu angkatan manusia (Generatie) kepada turunannya.20

Hukum Waris adat di Indonesia tidak lepas dari pengaruh susunan

masyarakat kekerabatannya yang berbeda. Hukum waris adat mempunyai corak

tersendiri dari alam pikiran masyarakat yang tradisional dengan bentuk kekerabatan

yang sistem keturunannya dibedakan dalam dalam tiga corak yaitu :

a. Sistem patrilineal, yaitu sistem yang ditarik menurut garis keturunan bapak dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya daripada kedudukan anak wanita dalam pewarisan (Gayo, Alas, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa Tenggara, Irian).

b. Sistem Matrilineal, yaitu sistem yang ditarik menurut garis keturunan ibu dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari pada kedudukan anak wanita dalam pewarisan (Minangkabau, Enggano, Timor).

c. Sistem Parental, yaitu sistem yang ditarik menurut garis kedua orangtua, atau menurut garis dua sisi. Bapak dan ibu dimana kedudukan pria dan wanita

(15)

tidak dibedakan didalam pewarisan (Aceh, Riau, Jawa, Kalimantan, Sulawesi).21

Selain ketiga sistem kekerabatan adat yang dikenal secara umum di Indonesia,

tetapi berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh Zainuddin Ali,22 bahwa masih

terdapat sistem kekerabatan lainnya yang dianut oleh suku bangsa Indonesia yakni

sistem kekerabatan alternerend yaitu sistem kekerabatan yang berdasarkan pertalian

keturunan melalui kebapakan dan keibuan yang menarik garis keturunan pihak ayah

dan ibu secara berganti-ganti, dan pergantian itu dilakukan apabila ayah atau ibu

memiliki kelebihan diantara keduanya. Sistem kekerabatanalternerendini terdapat di

daerah Kabupaten Donggala, Propinsi Sulawesi Tengah (masyarakat adatKaili, orang

Pamona, orangDa’, dan orangBare’e). Dengan demikian berlakunya sistem hukum

adat di Indonesia tergantung kepada daerahnya masing-masing sesuai adat dan

kebiasaan mereka. Hal ini juga ditegaskan oleh Soepomo yang mengatakan bahwa :

“Hukum Adat merupakan hukum yang melingkupi hukum yang berdasarkan

keputusan-keputusan hukum yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan, dimana

ia memutuskan perkara.”23

2. Konsepsi

Konsep merupakan bagian terpenting dari pada teori. Peranan konsep dalam

penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi

21

Hilman Hadikusuma,op.cit, hal.23. 22 Ali, Zainuddin,

Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hal.27.

(16)

dan realita.24 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi

operasional.25

Konsep dapat dilihat dari segi subjektif dan obyektif. Dari segi subyektif

konsep merupakan suatu kegiatan intelek untuk menangkap sesuatu. Sedangkan dari

segi obyektif, konsep merupakan suatu yang ditangkap oleh kegiatan intelek tersebut.

Hasil dari tangkapan akal manusia itulah yang dinamakan konsep.26 Konsep

merupakan “alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain, seperti asas dan

standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu

dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum.

Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh

suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis”.27

Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang

akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.28

Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau

masalah dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula

fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep

sebenarnya adalah definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala itu. Maka

24 Masri Singarimbun dkk.,Metode Penelitian Survey, Jakarta : LP3ES, 1989, hal.34. 25Sumadi Suryabrata,Metodologi Penelitian, Jakarta : RajaGrafindo, 1998, hal.307

26Komaruddin Yooke Tjuparmah S Komaruddi,Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Jakarta : Bumi Aksara, 2006, hal.122

27Satjipto Rahardjo. Op.cit,hal.70

(17)

konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara

variabel-variabel yang ingin menetukan adanya gejala empiris.29

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsep dalam

penelitian adalah untuk menghubungkan antara abstraksi dengan realita.30 Tujuan

utama konsepsi adalah untuk menghindari salah pengertian dan penafsiran terhadap

istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini.

Beberapa konsep atau istilah yang akan digunakan, agar di dalam penelitian

ini diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian yang sudah ditentukan

sebagai berikut:

a. Hukum Waris Adat

Hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengatur cara

bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta

kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi

berikut”.31

b. Warisan

Warisan adalah soal apakah dan bagaimana pelbagai hak dan kewajiban

kekayaan seseorang pada saat ia meninggal dunia akan beralih kepada

orang yang masih hidup.32

c. Harta Warisan

29Koentjoro Ningrat,Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997, hal.21.

30

Sumadi Suryabrata,Op.Cit, hal.34. 31

Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan R. Ng Surbakti Presponoto, Let. N.Voricin Vahveve, Bandung, 1990, hal.47.

(18)

Harta warisan adalah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang

yang meninggal dunia kepada ahli warisnya.33

d. Harta Bawaan

Harta bawaan atau harta asal adalah harta yang dimiliki seseorang

sebelum kawin dan harta itu akan kembali kepada keluarganya bila ia

meninggal tanpa anak.

e. Harta Perkawinan

Harta perkawinan, atau sering juga disebut harta bersama dalam

perkawinan yaitu harta yang diperoleh suami-isteri selama perkawinan

atas usaha sendiri dan sebagai usaha milik bersama.34

f. Harta Pusaka

Harta pusaka adalah harta warisan yang hanya diwariskan kepada ahli

waris tertentu karena sifatnya tidak terbagi, melainkan hanya dinikmati

atau dimanfaatkan secara bersama oleh semua ahli waris dan

keturunannya.Seperti harta pusaka tinggi di Minangkabau.

g. Harta Menunggu

Harta menunggu adalah harta yang akan diterima oleh ahli waris, tetapi

karena satu-satunya ahli waris yang akan menerima harta itu tidak

diketahui dimana ia berada.

h. Pewaris

33Zainuddin,Ibid, hal. 3-4

(19)

Pewaris adalah orang yang memiliki harta kekayaan yang (akan)

diteruskan atau (akan) dibagi-bagikan kepada ahli waris setelah ia wafat.

Pewaris adalah empunya harta peninggalan, atau empunya harta

warisan.35

i. Ahli Waris

Ahli waris adalah orang yang berhak mendapatkan harta warisan yang

ditinggalkan oleh pewaris.

j. Suku Nias

Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan

kebudayaan yang masih tinggi, orang Nias menamakan diri mereka "Ono

Niha" (Ono = anak/keturunan; Niha = manusia) dan pulau Nias sebagai

"Tanö Niha" (Tanö= tanah).

k. Hukum Adat Nias

Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakó yaitu musyawarah dan

upacara penetapan, pengesahan adat dan hukum yang diberlakukan dalam

lingkungan masyarakat.36

G. Metodologi Penelitian

Metode merupakan suatu cara tertentu yang didalamnya mengandung suatu

teknik yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan tertentu.37 Penelitian

35Hilman Hadikusuma,op.cit, hal.205.

(20)

adalah penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan sesuatu, penelitian tidak lain

dari metode yang dilakukan seorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan

sempurna terhadap sesuatu masalah sehingga pemecahan yang tepat terhadap masalah

tertentu.38

Sugiyono, menyatakan bahwa “metode penelitian pada dasarnya merupakan

cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu yang

bersifat rasional, empiris, sistematis dan valid”39.

1. Jenis Dan Sifat Penelitian

Penelitian ini, menggunakan metode penelitian deskriptif analisis. Metode

deskriptif adalah suatu metode yang meneliti kelompok manusia sebagai suatu objek,

suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas yang bertujuan untuk memberikan

deskripsi gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki40. Penelitian

deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang

berlaku dalam pelaksanaan pembagian warisan pada masyarakat adat Nias.

2. Metode Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis

sosiologis (empiris). Pendekatan yuridis sosiologis digunakan sebagai pendekatan

37Arief Furchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Usaha nasional, Surabaya, 1997, hal. 11.

38 Ibid. 39

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung, CV.Alvabeta, 2008, hal.1.

(21)

masalah untuk mengkaji mekanisme pelaksanaan pembagian warisan melalui

penelitian lapangan yang diharapkan akan diperoleh gambaran yang menyeluruh dan

sistematis. Dalam pembagian warisan di Kabupaten Nias Selatan khususnya di

Kecamatan Teluk Dalam dan Kecamatan Gomo.

3. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif

analisis, yaitu bentuk penelitian yang terbatas untuk mengungkapkan suatu masalah

dan keadaan sebagaimana adanya, sehingga hanya bersifat sekedar mengungkapkan

fakta41 serta bersifat analisis yang dimaksudkan untuk memberi data seakurat

mungkin tentang suatu keadaan atau gejala-gejala lainnya. Dikatakan deskriptif

analisis, karena penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran secara rinci,

sistematis dan menyeluruh mengenai segala hal yang berhubungan dengan

Pelaksanaan Pembagian Warisan secara adat pada masyarakat adat Nias.

4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian meliputi dua kecamatan yang merupakan wilayah

Kabupaten Nias Selatan yakni Kecamatan Teluk Dalam dan Kecamatan Gomo.

Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada faktor masyarakat dilihat dari segi

budaya Nias, masyarakat di kecamatan Gomo dan Telukdalam di kabupaten Nias

Selatan sangat kental dengan budayanyadan masih kukuh dalam mempertahankan

adat istiadat Suku Nias.

(22)

Para pakar budaya dan adat diseluruh Nias mengklaim, bahwa adat dan

budaya mereka berasal dari Gomo.42

5. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek pengamatan atau objek penelitian.43

Menurut pendapat Ronny Hanitijo Soemitro populasi/universe adalah seluruh objek/

seluruh individu/ seluruh kejadian/ seluruh unit yang akan diteliti.44Dalam penelitian

ini, metode penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu

penarikan sampel dilakukan dengan cara mengambil subjek berdasarkan pada tujuan

tertentu. Penggunaan teknikpurposive samplingmenurut Mardalis mempunyai suatu

tujuan/ dilakukan dengan sengaja, sehingga dapat mewakili karakteristik populasi

yang dikenal sebelumnya. Penggunaan teknik ini senantiasa berdasarkan kepada

pengetahuan tentang ciri-ciri tertentu yang telah didapat dari populasi sebelumnya.45

Populasi dan sampel dalam penelitian ini, penarikan sampel dilakukan dengan

carapurposive sampel46yaitu dengan menentukan jumlah sampel penelitian sebanyak

40 (empat puluh) orang masyarakat adat Nias yang berdomisili di kabupaten Nias

Selatan dari keseluruhan populasi yang diperkirakan dapat mewakili. Oleh karenanya

sampel yang menjadi responden dalam penelitian ini diambil dari tiap kecamatan

sebanyak 20 (dua puluh) orang sampel dari Kecamatan Teluk dalam dan 20

42P. Johannes Maria Harmmerle,Op. Cit,hal 48. 43Burhan Ashofa,Op.cit,hal. 79.

44Ronny Hanitijo Soemitro.,Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta,1990, hal.44.

45Mardalis,

(23)

Responden (dua puluh) dari Kecamatan Gomo. Dengan persyaratan dimana yang

menjadi Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat adat Nias yang

pernah melakukan pembagian warisan dan berdomisili di Pulau Nias khususnya di

wilayah Kabupaten Nias Selatan.

Melengkapi data penelitian, diperlukan tambahan informasi dari informan

lainnya yaitu orang yang dianggap mengetahui dan berkompeten dengan objek

penelitian sebagai informan, terdiri dari:

1. Ketua Lembaga Adat Nias Selatan 1 orang

2. Kepala Desa (Daerah Teluk Dalam dan Gomo) 2 orang

3. Kepala Kampung/Pendiri Kampung (si Ulu, si Ila, Balugu) 2 orang

4. Ahli Waris 2 orang

Di daerah Teluk Dalam, kepala kampung/pendiri kampung disebut Si Ulu

sedangkan diwilayah Gomo dikenal dengan istilah Balugu. Masing-masing

mereka otomatis menjadi raja di kampung yang didirikannya.

6. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini meliputi beberapa hal yaitu :

a. Data primer yaitu data yang di peroleh langsung dari sumbernya baik

melalui wawancara, maupun kuisioner.

b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi,

buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian dalam bentuk

laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan.

(24)

Bahan hukum Primer bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari:

(a) Norma (Dasar) atau kaidah dasar, yaitu pembukaan UUD 1945;

(b) Peraturan Dasar: mencakup diantaranya Batang Tubuh UUD 1945

dan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

(c) Peraturan perundang-undangan;

(d) Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti hukum adat;

(e) Yurispudensi;

(f) Traktat;

(g) Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan

penjelasan dan memperkuat bahan hukum primer, seperti hasil-hasil

penelitian, hasil karya pakar hukum, buku teks, buku bacaan hukum,

jurnal-jurnal, serta bahan dokumen hukum lain yang terkait.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang memberikan

petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

seperti kamus hukum, ensiklopedi, kamus bahasa, dan sumber data dari

internet dan lain-lain yang relevan dengan penelitian ini.

7. Alat Pengumpulan Data

Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, maka

(25)

a. Studi dokumen, dilakukan dengan menelaah semua literatur yang

berhubungan dengan topik penelitian yang sedang dilakukan.

b. Kuisioner, dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan kepada

masyarakat yang dijadikan responden untuk dijawabnya.

c. Wawancara, dilakukan secara langsung dengan responden dan informan

dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide).

8. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan, baik berupa pengetahuan

ilmiah, maupun tentang fakta atau gagasan, maka pengumpulan data dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data berupa

peraturan perundang-undangan dan dokumen yang berkaitan dengan objek

penelitian yang bertalian dengan pelaksanaan pembagian warisan pada

masyarakat adat Nias di Kabupaten Nias Selatan.

b. Studi Lapangan (field research), dalam penelitian ini di lakukan untuk

mendapatkan data pendukung yang terkait dengan penelitian ini. Teknik yang

di gunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Wawancara, yaitu tanya jawab langsung dengan informan secara

terstruktur dengan menyiapkan pedoman wawancara yang di arahkan

kepada masalah yang sedang di teliti.

2) Kuisioner, yaitu metode pengumpulan data dengan cara membuat

(26)

teliti, yang pada umumnya dalam daftar pertanyaan itu telah di sediakan

jawaban-jawabanya kepada responden. Dengan Demikian responden

hanya diberi tugas untuk memilih jawaban sesuai dengan seleranya.

Kendatipun demikian, tidak tertutup kemungkinan dalam kuisioner itu

bentuk pertanyaan model essei, dimana hal ini responden sendirilah yang

memberikan jawabannya. Penggunaan kuisioner ini amat efektif bila

jumlah sampelnya banyak.

9. Analisa Data

Metode analisis data digunakan untuk menarik suatu kesimpulan dari hasil

penelitian yang sudah terkumpul, dengan menggunakan metode normatif kualitatif.

Normatif karena penelitian bertolak dari aturan-aturan sebagai normatif hukum positif

sedangkan kualitatif dimaksudkan agar analisis data bertitik tolak pada usaha

penemuan asas-asas dan informasi-informasi.

Data yang diperoleh akan dipilah-pilah sesuai kebutuhan objek penelitian

yang kemudian direduksi secara sistematis sehingga mendapatkan suatu klasifikasi

yang sesuai dengan permasalahan penelitian. Kemungkinan penelitian ini nantinya

akan bersinggungan dengan disiplin ilmu lainnya, namun penelitian ini tetap

merupakan penelitian hukum karena ilmu lain hanya sebagai alat bantu.47 Dengan

demikian data yang terkumpul kemudian dianalisa secara kualitatif sehingga

mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan pembagian warisan pada masyarakat

47Alvi Syahrin,Pengantar Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman

(27)

adat di Kabupaten Nias Selatan di Kecamatan Telukdalam dan Kecamatan Gomo.

Selanjutnya data yang diperoleh dari penelitian, baik data primer maupun data

sekunder, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode induktif, yaitu cara

berfikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum, dilanjutkan dengan

penarikan kesimpulan yang bersifat khusus guna menjawab permasalahan

berdasarkan penelitian dan selanjutnya dari berbagai kesimpulan tersebut diajukan

Referensi

Dokumen terkait

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir Menguasai bahasa Madura lisan dan tulis, reseptif Menilai penggunaan bahasa Madura pada Tingkat keilmuan yang mendukung mata

Analisis univariat dilakukan dengan memasuk- kan data untuk kemudian dideskripsikan proporsi, besar rerata dan simpang baku dari asupan zat besi, seng, tembaga, folat,

Analisis variansi dengan variabel bebas bersifat kualitatif, dapat diselesaikan melalui pendekatan regresi yang variabel bebasnya bersifat kuantitatif, dengan menambahkan variabel

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasamya proses penerjemahan terdiri dari dua tahap: (1) analisis teks asli dan pemahaman makna dan/atau pesan teks asli dan

Praktik pengalaman Lapangan (PPL) adalah kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja keuangan Early Warning System (EWS) yang diwakili oleh rasio likuiditas, rasio retensi sendiri, rasio beban, dan rasio investasi

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori menurut Mottaghipur dan Bickerton (2005, dalam Nazara,2006), psikoedukasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan pada

(2) Pelaksanaan program hubungan masyarakat di MAN 3 Medan telah berjalan baik dengan humas sebagai konseptor dan penanggung jawab dalam merealisasikan program yang telah