• Tidak ada hasil yang ditemukan

K ASUSK ONFLIKA NTAR W ARGA DIK ABUPATENS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "K ASUSK ONFLIKA NTAR W ARGA DIK ABUPATENS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

T

ANGGAPAN

M

ASYARAKAT

T

ERHADAP

K

ONTEN

M

EDIA

M

ASSA

D

ALAM

K

ASUS

K

ONFLIK

A

NTAR

W

ARGA DI

K

ABUPATEN

S

IGI

P

EOPLE

R

ESPONSE

T

OWARD

M

ASS

M

EDIA

N

EWS IN

C

ONFLICT

A

MONG

P

EOPLE IN

S

IGI

R

EGENCY

Hartiningsih

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Banjarmasin

Jl. Yos Sudarso No. 29 Banjarmasin 70119, Kalimantan Selatan, Indonesia. Telp. 0511 - 3353849 Email: hartiningsih@kominfo.go.id

diterima: 4 Agustus 2015 | direvisi: 19 Agustus 2015 | disetujui: 1 September 2015

ABSTRACT

A research about mass media news toward conflict among people in Sigi regency was done in Sigi regency. This study aims to give description about people response in Sigi regency toward mass media news about conflict among people in Sigi regency from neutrality side, news accuracy, positive and negative impact about the news for Sigi people. Through qualitative approach with purposive informant, the result shows that mass media news both print media and electronic media located in Central Sulawesi which informing about conflict in Sigi regency are considered neutral, objective, and accurate. One of those indicators are the information of mass media about Sigi tragedy mostly in line with the fact. The positive thing from that news is the rising of awareness to introspect each other to keep the security and tranquility. The negative thing is information about conflict in difference places could make trauma from the past. It can be conclude that mass media news toward conflict among people in Sigi regency was already in line with the applicable law and ethics. Thus, it is hoped that mass media are still prioritizing consciousness to consider the suitability of the news.

Keywords: Mass Media, Conflict, Among People, News

ABSTRAK

Penelitian konten pemberitaan media massa kasus konflik antar warga di Kabupaten Sigi di lakukan di Kabupaten Sigi. Tujuan penelitian untuk memberikan gambaran mengenai tanggapan masyarakat Kabupaten Sigi terhadap konten pemberitaan media massa dalam kasus konflik antar warga di Kabupaten Sigi dari sudut netralitas, akurasi berita dan dampak positif serta negatifnya berita tersebut bagi masyarakat Sigi. Melalui pendekatan kualitatif dengan infoman yang ditentukan secara porpusive hasil penelitian menunjukkan, bahwa konten pemberitaan media massa baik media cetak, maupun elektronik yang terdapat di Sulawesi Tengah mengenai konflik yang terjadi di Kabupaten Sigi dianggap informan cukup netral, dan juga cukup obyektif serta akurat. Indikasi tersebut antara lain pemberitaan media massa tentang tragedi Sigi sebagian besar sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan. Hal positif dari pemberitaan adalah munculnya kesadaran untuk saling introspeksi menjaga keamanan dan ketentraman. Negatifnya, pemberitaan konflik ditempat yang berbeda dapat menimbulkan kembali rasa troumatik masa lalu. Disimpulkan konten pemberitaan media massa dalam kasus konflik di Kabupaten Sigi telah seasui dengan ketentuan hukum dan etika yang berlaku. Sekalipun demikian, media massa hendaknya tetap mengedepankan hati nurani untuk mempertimbangkan kelayakan berita.

Kata Kunci : Media Massa, Konflik, Warga, Berita

I.

PENDAHULUAN

Kasus konflik di Indonesia secara kuantitas maupun kualitas cukup tinggi. Pada tahun 1991 sampai dengan tahun 2000 terdapat sebanyak 1050 insiden. (Udi Rusadi 2005) mengatakan diantara

(2)

konflik dalam masyarakat baik vertikal maupun horizontal.

Hingga sekarang (2015) konflik pun masih sering terjadi dan bahkan semakin menyebar dihampir seluruh wilayah provinsi di Indonesia. Di Sulawesi Tengah misalnya merupakan salah satu daerah yang masih sering terjadi konflik, terdapat beberapa kabupaten di provinsi tersebut pernah berkonflik seperti : di Kabupaten Poso, Kabupaten Buol yang dikenal dengan insiden Ramadan ber-darah, di Kabupaten Toli Toli dalam kasus Pemilu-kada dan konflik di Kabupaten Sigi dalam konflik antar warga yang terjadi lebih dari puluhan kali sela-ma tahun 2012 dan 2013.

Berbagai permasalahan yang memicu terjadinya konflik di Kabupaten Sigi antara lain kenakalan anak-anak remaja, ada pula yang memprediksikan karena tingginya angka pengangguran, selain dika-renakan akibat dendam lama, kesenjangan sosial, dan ekonomi, pengaruh minuman keras (Miras), miss komunikasi dan berbagai persoalan ketersinggungan lainnya yang membuat antar mereka saling meradang hingga berujung saling serang. Sejumlah desa yang pernah berkonflik di Kabupaten Sigi antara lain Desa Binangga, Beka, Padende, Uluboju, Watunonju, Bo-ra, Sidondo, Pakuli, Kotarindau, Kotapulu dan Pambeve.

Konflik Kabupaten Sigi merupakan salah satu dari sekian konflik yang terjadi di Indonesia yang mendapat sorotan media massa lokal maupun nasional, seperti surat kabar, radio dan televisi.

Bagi media massa konflik merupakan lumbung berita dan momen yang sangat spesial. Tidak satu media pun yang membiarkan kasus konflik berlalu begitu saja karena kasus konflik memiliki nilai berita yang mengandung human interest sangat tinggi atau hard news yang bisa dipastikan mendapar perhatian masyarakat luas.

Ruang gerak media massa dalam berekspresi dan mengeksploitasi insiden dengan menguak berbagai tabir yang terjadi dibalik peristiwa konflik terbuka lebar. Kebebasan media massa dalam mengekspose untuk kepentingan umum memang dijamin oleh undang-undang, yakni Undang Undang nomor 40 tahun 199 tentang Pers yang berbunyi : memenuhi hak masyarakat untuk men getahui, melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, serta dapat memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Kinerja media massa yang profesional dalam peliputan konflik adalah sebuah tuntutan, sebab masalah konflik sangat sensitif. Namun demikian, banyak fakta yang menunjukkan bahwa demi me-ngejar deadline, ingin tampil lebih awal membe-ritakannya kepada masyarakat, maka tidak jarang berita yang disajikan sering mengabaikan akurasi, netralitas dan objektivitas. Hasil penelitian terhadulu mengenai kerusuhan di Sampang terkait Pemilu 1997 yang dilakukan Sudji Siswanto menunjukkan bahwa, sejumlah berita yang dimuat oleh media massa (surat kabar) cukup tinggi.

Hal tersebut adalah sesuatu yang logis karena kerusuhan atau konflik/ pertikaian merupakan mo-men yang penting dan mo-menjadi sorotan utama para awak media, dengan mempertontonkan bagaimana antar pihak yang bertikai saling serang dengan mem-bawa berbagai senjata yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang seakan-akan memberikan suatu gambaran sengitnya konflik yang terjadi.

Praktek media semacam itu kalau dikaitkan dengan aturan yang berlaku tentu bertentangan sebagaimana yang diatur pada Undang Undang penyiaran Bab IV Pelaksanaan Penyiaran Pasal 36 ayat (5) poin B yang menyatakan isi siaran dilarang untuk menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perju-dian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang.

Tujuan utama dari kebebasan pers adalah demi kebebasan masyarakat untuk memperoleh informasi serta mengungkapkan pikiran dan menyatakan pen-dapatnya. Namun kebebasan media massa sekarang memang sering disalahartikan dalam implement-tasinya sebagaimana yang diungkapkan Artakusuma, (1989) yakni kebebasan pers sering disalahartikan, seolah-olah demi kebebasan pers itu semata.

(3)

sepihak melalui media massa misalnya, bisa jadi mendeskripsikan secara general bahwa di daerah itu tidak aman dan tentram. Lokasi tempat tinggal masyarakat yang relatif berdekatan obyek pem-beritaan pun mungkin merasa was-was, tidak tenang, tidak merasa aman, serta kekhawatiran akan terkena imbas dari konflik.

Tanggapan masyarakat terhadap konteks penya-jian dan penyiaran masalah konflik di media massa menjadi urgen untuk diteliti, mengingat media massa sering mengabaikan atauran dan etika yang menjadi pedoman yang berlaku. Disamping itu, media massa memiliki potensi kekuatan untuk membentuk citra atau pandangan masyarakat pada suatu masalah ma-upun dampak yang sangat besar bagi masyarakat. Dengan demikian, fokus permasalahan yang diteliti adalah: Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap konten pemberitaan media massa dalam kasus kon-flik yang terjadi di Kabupaten Sigi dari segi netralitas berita, akurasi berita, dampak positif dan negatifnya berita konflik bagi masyarakat kabupaten Sigi?. Tujuan dari penelitian adalah untuk memberikan gambaran mengenai tanggapan masyarakat Kabu-paten Sigi terhadap konten pemberitaan media massa dalam kasus konflik di Kabupaten Sigi dari sudut netralitas, akurasi berita dan dampak positif dan ne-gatifnya berita konflik bagi masyarakat kabupaten Sigi. Manfaat penelitian ini diharapkan secara teoritis dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan kontekstual media massa. Signifikansi dimensi prak-tis diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa pemikiran untuk sebuah kebijakan yang bermuara pada aspek profesionalisme media massa (pers).

Istilah konflik dalam bahasa Latin adalah Confi-gere yang berarti saling memukul. Dari perspektif il-mu sosiologi, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelom-pok) di mana salah satu pihak berusaha menying-kirkan pihak yang lainnya dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.

Dalam ilmu sosial ada tiga teori konflik yang menonjol yaitu teori konflik Gerritz yaitu tentang primordialisme, kedua teori konflik Karl Marx yaitu tentang pertentangan kelas dan ketiga teori konflik James Scott yaitu tentang Patron Klien.

Penelitian yang terkait dengan konflik atau kerusuhan dalam peliputan media massa telah

dila-kukan oleh banyak peneliti, antara lain seperti yang dilakukan Rusadi (2005) tentang diskursus keru-suhan sosial dalam media massa. Studi kekuasaan di balik sajian berita surat kabar dinya-takan dalam ha-sil penelitian bahwa bahwa media massa mempro-duksi citra ketidakpastian semakin tidak pasti, ke-murnian semakin tidak murni karena media keh-ilangan pegangan dan larut dalam pertarungan keku-asaan. Industri bisa menciptakan, memperbesar, me-nenggelamkan citra pada suatu masalah. Kapasitas tersebut digunakan oleh media dan berbagai pihak untuk melakukan perjuangan dalam perta-rungan da-lam memperoleh kekuasaan. Para pemain dan spesies dalam pertarungan tersebut ialah pemilik media, pe-modal, awak media, elit politik, penguasa, militer. Pertarungan tersebut oleh media dijadikan komoditas dalam memelihara kelanggengan institusi bisnis untuk mempertahankan eksistensinya.

Penelitian lain mengenai Konteks Konflik dan Media Massa dilakukan pula oleh (Siswanto 1999) Diperoleh kesimpulan dari penelitian tersebut terda-pat isu kontroversial tentang kerusuhan Pemilu 1997 yang diekspose oleh media massa dalam berbagai be-rita dengan frekuensi liputan yang sangat tinggi. Di-katakan pula, pada umunya media massa (surat ka-bar) kurang akurat dalam menyajikan berita. Keba-nyakan wartawan karena dikejar deadline dan persa-ingan antar media dalam menyajikan berita aktual menyebabkan mereka tidak melakukan check and recheck.

Apa yang dikatakan dengan media massa, ter-dapat sejumlah versi yang tentang defisi media mas-sa. Arifin (2010) misalnya membaginya kedalam tiga bentuk, yang pertama media yang menyalurkan uca-pan (the spoken word). Karena media tersebut hanya dapat ditangkap melalui indera pendengaran yakni telinga, maka dinamakan juga the auditif media (me-dia dengar). Me(me-dia yang termasuk dalam kategori ini antara lain: telepon, kentongan, dan radio. Yang ter-masuk dalam kategori media massa seperti media radio.

(4)

majalah, buka dan surat kabar. Yang paling familiar disebut sebagai media massa adalah surat kabar.

Ketiga, media yang menyalurkan gambar hidup media ini dapat ditangkap oleh mata dan telinga seka-ligus atau disebut pula sebagai the audio visual media atau media pandang dengar. Media massa yang ter-masuk pada kategori ini adalah media film dan televisi.

Diantara salah satu dari fungsi yang harus dija-lankan oleh media massa sebagaimana disebutkan di atas adalah sebagai media penyampai informasi yang di dalam penelitian ini disebut berita. Bleyer (1991) memberikan batasan bahwa berita adalah sesuatu yang termassa yang dipilih oleh wartawan untuk di-muat dalam surat kabar, karena dia dapat menarik atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar, atau karena dapat menarik pembaca-pembaca terse-but. Sementara William S. Maulsby menurut Dja’far H Assegaff, berita didefinisikan sebabagi suatu penu-turan secara benar, tidak memihak, bersumber dari fakta-fakta dan mempunyai arti penting serta baru terjadi yang dapat menarik perhatian para pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut.

Definisi dari berita dalam arti teknis adalah la-poran tentang fakta atau ide terkini dan dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca, entah karena ia luar bi-asa, entah karena pentingnya, atau akibatnya, entah pula karena ia mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi dan ketegangan. (Assegaff 1991)

Definisi di atas titik beratnya lebih kepada definisi berita media cetak dan ini dipahami karena media cetak lebih awal diketemukan dibandingkan dengan media lainnya, seperti radio dan televisi.

Ketentuan hukum bagaimana media masa men-jalankan tugas, peran dan kewajibannya diatur dalam Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers seperti yang termuat pada Bab II Pasal 5 yang ber-isikan 3 ayat yang mana ayat (1) berbunyi : pers na-sional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan. Ayat (2) Pers wajib melayani hak jawab. Ayat (3) Pers wajib melayani hak koreksi.

Berikutnya pada Pasal 6 mengatur tentang pe-ranan pers yang mana poin (a) disebutkan memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui (b) menegakkan

nilai-nilai dasar demokratis, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan. (c) Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar. (d) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum dan (e) Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Konflik yang cukup banyak terjadi diberbagai wilayah di Indonesia menjadi lumbung informasi bagi media massa. Hampir tiap hari masyarakat disuguhi oleh berita konflik, baik konflik antar warga karena perebutan tapal batas, konflik perebutaan la-han antar warga dengan perusahaan, konflik politik, budaya, ekonomi dan sebagainya.

Konflik yang terjadi di Kabupaten Sigi, Pro-vinsi Sulawesi Tengah, merupakan konflik internal yakni konflik antar warga kampung atau dusun. Ka-sus konflik di kabupaten tersebut dikenal dengan konflik Sigi yang terjadi sekitar 2012 dan 2013. Peristiwa konflik internal tersebut termasuk topik hangat yang diangkat oleh berbagai media massa baik lokal maupun media massa nasional, dan diasumsikan sebagai salah satu lokasi tertinggi kasus konflik karena terjadi puluhan kali di sejumlah desa di Kabupaten Sigi.

II.

METODOLOGI

Penelitian tersebut merupakan penelitian studi kasus dengan lokasi Kabupaten Sigi, Provinsi karena itu pemilihan lokasi dilakukan secara porposive sam-pling yakni Kabupaten Sigi. Kabupaten Sigi meru-pakan salah satu daerah konflik (pasca konflik). Herdiansyah (2010) menyatakan: ”studi kasus adalah suatu model penelitian kualitatif yang terperinci ten-tang suatu unit sosial tertentu selama kurun waktu tertentu”. Lebih diarahkan sebagai upaya untuk me-nelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer (berbatas waktu).

(5)

berla-njut hingga peneliti menentukan informasi yang di-dapat sudah mencukupi. Jumlah informan dimaksud dalam penelitian tersebut hingga berjumlah 10 infor-man terdiri dari : Humas Kabupaten Sigi, Camat Bi-romaru, Kabid Dishubkominfo, berikutnya dari DPRD Kabupaten Sigi bagian media massa, be-rikutnya pendidik (guru), dari TNI ABRI Kecamatan Dolo, Tokoh Masyarakat/ulama, dan unsur pemuda serta anggota KIM.

Sejumlah narasumber tersebut digolongkan ke-dalam beberapa bagian terdiri dari:

Humas Kabupaten Sigi, Camat Biromaru dan Kabid Media Dishubkominfi Sigi disebut sebagai un-sur yang mewakili unun-sur informal. Berikutnya, dari anggota DPRD disebut sebagai unsur legislatif, Guru dan dosen disebut sebagai unsur pendidik, dari ABRI TNI disebut sebagai unsur penegakl hukum, pemuka agama.tokoh masyarakat disebut sebagai unsur infor-mal, dan unsur pemuda serta anggota KIM (Kelo-mpok Informasi Masyarakat) disebut sebagai unsur Ormas. Dengan demikian, informan pada penelitian terbagi dalam 6 unsur.

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wa-wancara mendalam (indepth interview) kepada se-jumlah informan yang ditentukan secara porpusive sampling yakni informan yang dianggap berkom-peten dan dianggap banyak mengetahui perihal kasus insiden Sigi serta muatan media massa terhadap hal itu.

Hasil wawancara ditulis dalam buku catatan yang telah tersedia (notebook). Untuk meng-antisipasi hal-hal yang mungkin saja terabaikan da-lam pencatatan wawancara, peneliti juga menggu-nakan alat perekam untuk merekam semua informasi /keterangan dari wawancara. Hasil wawancara terse-but dijadikan sebagai data primer.

Selain data primer penelitian juga menggali data sekunder berupa monografi Kabupaten Sigi, dan kli-ping berita-berita media massa termasuk klikli-ping be-rita tragedi kerusuhan konflik Sigi.

Berdasarkan teori, agar penelitian kualitatif da-pat betul-betul berkualitas, maka data yang dikum-pulkan harus lengkap yaitu data primer dan sekunder. Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subyek. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari

dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat, SMS, foto-foto, rekaman video, benda-benda lainnya yang dapat meperkaya data primer. (Arikunto 2013)

Data diolah dengan tahapan : melakukan reduk-si data yakni melakukan proses penggabungan dan penyeragaman yang diperoleh menjadi suatu bentuk tulisan yang akan dianalisis. Tahap berikutnya, dis-play data yakni pengolahan data setengah jadi yang sudah seragam dalam bentuk tulisan dan sudah me-miliki alur tema yang jelas ke dalam suatu kate-gorisasi sesuai tema-tema yang sudah dikelom-pokkan serta sudah memecah tema-tema tersebut ke dalam bentuk yang lebih kongkret, selanjutnya veri-fikasi yakni tahap pengelompokan jawaban sesuai dengan variabel permasalahan yang diajukan dengan mengungkap apa dan bagaimana. (Herdiansyah 2010).

Data dianlisis secara deskriptif kualitatif, yakni memberikan gambaran berupa narasi fenomena yang raelistis berdasarkan data lisan, tulisan dan hasil pencermatan obyektif di lapangan.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Akurasi Berita Terhadap Konflik Sigi

Akurasi pemberitaan konteks peliputan media massa lokal kasus konflik di beberapa desa di Kabu-paten Sigi memang diamini oleh sebagian besar informan, dari unsur ligislatif mengatakan :

(6)

Ungkapan dari unsur pemerintah dan penegak hukum mengatakan:

“keakuratan berita kasus konflik yang pernah terjadi di Kabupten Sigi sebagian besar memang akurat. Kisruh itu pula kadang menjadi head line dalam pemberitaan media. Memang, kita tidak bisa menutupi persoalan tentang konflik antar warga di Sigi. Namun satu hal yang terkadang kita kurang respon terhadap liputan media adalah skala kejadian. Maksudnya, insan media pandai menakar mana kejadian yang harus diberitakan mana pula kejadian yang tidak harus masuk ranah media. Contoh konflik yang kecil yang sudah diselesaikan oleh masyarakat desa sendiri, masa harus diberitakan juga, kan tidak perlu. Dampak dari pemberitaan yang tersebar luas di media pula harus dipertimbangkan karena bagaimanapun pasti mengungkap kepedihan dan kesedihan, apa lagi diantara mereka masih ada ikatan persaudaraan, dengan adanya konflik bukan saja dapat menimbulkan kerugian harta benda tetapi juga korban jiwa, dan dikhawatirkan berita yang dilansir justru meningkatkan suhu yang makin memanas. Apa lagi jika yang menjadi korban dalam konflik itu semisal hanya dua orang, di dalam berita media massa disebutkan tiga orang. Pemberitaaan semacam itu kan bisa menyesatkan. Jumlah rumah yang dibakar yang hanya dua atau tidak buah tetapi dalam pemberitaan misalnya disebutkan puluhan buah rumah. Jadi benar apa yang digariskan di dalam peraturannya bahwa media harus mengutamakan ketelitian, kecermatan bukan kecepatan karena dikejar dead line atau keaktualan berita karena dorongan persaingan antar media. Kita tahu, berita yang pertama mereka (masyarakat) ketahui (baca, dengar, tonton) maka itulah yang menjadi pegangan yang dipercaya. Kalaupun tenyata ada ralat belum tentu diikuti masyarakat”

Dari unsur Ormas mengatakan:

“Saat terjadi konflik, seluruh media massa meliput kejadian itu, dan sejumlah media massa pula baik surat kabar maupun televisi meminta keterangan keberbagai pihak seperti ke pihak keamanan/penegak hukum, tokoh masyarakat, dan pihak lainnya yang mungkin mereka anggap mengetahui akar permasalahan terjadinya konflik. Sayangnya media massa tidak mengkonfirmasi keanggota masyarakat yang terlibat. Makanya, kalau kita boleh menilai media kurang cermat juga atau kurang lengkap dalam menghimpun data yang akan diekspos. Harusnya mereka juga mengakomodir informasi dari masyarakat yang memang mengetahui betul akar permasalahan. Memang untuk sementara ini berita yang mereka ungkap ya sesuai saja, tetapi masih banyak lagi yang mungkin tidak terungkap oleh media.”

Masalah konflik baik konflik antar warga, kon-flik lahan dan sebagainya merupakan berita yang cukup sensitif. Para jurnalis harus sangat berhati-hati dalam menyampaikannya kepada publik, kare-na terdapat sedikit kesalahan dalam informasi bisa berakibat sangat fatal. Kasus konflik kerusuhan Pe-milu di Sampang Madura beberapa tahun silam misalnya, berdampak pada intimidasi dan pencarian massa terhadap wartawan yang kurang tepat dalam memberitakan kasus tersebut.

Sisi lain, pemberitaan media massa besar pe-ngaruhnya terhadap pembentukan opini publik. Ke-tika ada pemberitaan yang keliru maka opini yang berkembang akan keliru, demikian pula kesimpulan mereka miliki. Dengan demikian. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar merupakan peran yang harus perhatikan oleh media massa. Sebagaimana yang di-atur oleh Undang-undang nomor 40 tahun 1999 ten-tang pers Pasal 6 poin b yakni: mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.

Koreksi terhadap pers memang pernah dilakukan sebagaimana pengakuan informan dari unsur pemerintah berikut ini:

(7)

terjadi di daerah kita (Sigi) misalnya yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya artinya, pemberitaan itu sepertinya terlalu dibesar besarkan misalnya jumlah kerugian harta benda dan korban terluka atau meninggal. Nah inikan sangat tidak baik dampaknya. Ada lagi kejadian hal kecil yang menurut kacamata kita tidak perlulah dibuat dalam pemberitaan media karena hal biasa, tetapi oleh media menjadi topik berita. Fakta semacam ini maka dengan segera pula kita melakukan klarifikasi dan melakukan konfirmasi pada media bersangkutan Hal ini diperlukan agar tidak semakin memperkeruh suasana dan tidak terjadi pembohongan publik”.

Upaya menghadirkan berita yang teraktual dan terdepan dari media yang lainnya mmerupakan praktik yang sering dilakukan media massa. Sementera praktik yang demikian sering meng-giring media pada penyesatan informasi dan pen-cibiran massa, karena pada gilirannya akan ter-ungkap fakta berita yang sebenarnya. Karena tan-tangan media massa adalah cepat, dapat dan tepat.

Artinya, kasus konflik memang sangat penting untuk diberitakan, banyak hal positif dari pembe-ritaan itu, seperti masyarakat akan lebih berhati-hati, perhatian dari pemerintah maupun aparat penegak hukum terhadap penanganan agar kasusnya tidak meluasnya menjadi tinggi, demikian pula pemuli-hkan keadaan yang lebih kondusif ditangani lebih konsen.

B.

Netralitas Berita Media Massa

Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran pada Bab IV Pelaksanaan Penyiaran Pasal 6 ayat (4) ditulis: Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.

Konteks dengan pelaksanaan Pasal pada ayat tersebut media massa sering mendapat cibiran atau penilaian yang miring, karena prakteknya media massa dalam menjalankan tugas, peran dan fungsinya sering dianggap tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bagaimana pula dengan tanggapan sejumlah informan pada penelitian ini berikut ungkapan mereka. Dari unsur Ormas

mengatakan:

“Netralitas media dalam menyampaikan atau menyajikan berita konflik di Sigi jujur dikatakan secara umum bisa dika-takan netral. Sesekali memang tampak ada yang kurang netral, sama seperti ketika media massa memberitakan kasus politik di tanah air bertepanan dengan pelaksanaan Pilpres. Kita lihat saja da-lam tayangaan televisi semacam ada kubu-kubuan. Yang jelas-jelas dapat terbaca oleh orang awan. Contohnya pemberitaan kisruh dalam tubuh Partai Golongan Karya.

Dalam hal kasus Sigi khususnya yang terjadi di Kecamatan Dolo misalnya, media lebih berpihak pada pemeritaan pertikaian antara massa, jumlah korban dalam pertikaian itu, kerugian harta benda, dan lain sebagainya. namun ketika ada pihak tertentu yang sepertinya ikutan membela salah satu kelompok massa/kanpung tertentu itu tidak muncul pada pemberitaan. Nah apakah media tidak tahu gerak gerik pihak tertentu yang membela atau melindungi kelom-pok itu, atau media sengaja untuk tidak tahu, kita tidak mengerti. Tapi mana mungkin media tidak tahu, karena dalam inseden itu jelas terlihat adalanya ketidakseimbangan atau adanya perla-kuan yang berbeda dari penanganan konflik.

“Perlakuan media massa mmereka ang-gap kurang netral. lainnya sehari panca terjadi peristiwa konflik suasana desa sepi, warga tidak berani keluar rumah dan adanya pihak tertentu yang turut mendobrak kembali sebagian rumah warga di salah desa yang berkonflik, ada pula yang melakukan penjebolan atap rumah, tetapi media tidak dimuat media, demikian pula perlakukan pihak tertentu yang pilih kasih dalam menegakkan hukum tidak pula terangkat dalam kontrol media, Kalaupun ada yang mengetengahkan itu cuma sedikit dan frekuensi pemuatannya pun paling cuma satu kali.

(8)

liputan sejumlah media sudah siap dan selalu sigap dengan liputannya. Secepat kilat mereka sampai ketempat konflik yang jaraknya cukup jauh dari kota ke kabupaten”.

Ungkapan yang berbeda tentang netralitas media diungkapkan oleh unsur pemerintah, pendidik, tokoh masyarakat dan pihak legislatif, pendidik dan penegak hukum mereka mengatakan bahwa:

”Media massa dalam memuat sajian berita kasus konflik antar warga di Kabupaten Sigi cukup netral. Media tidak penah timpang sebelah dalam memuat pemberitaan. Media massa cukup apik, bijak dan selalu berhati-hati dalam memberitakan masalah konflik yang terjadi baik konflik yang terjadi tahun 2012 maupun pada tahun 2013, seperti yang terjadi di desa Rarampadende, Pakuli, Kotarindau, Kotapulu dan beberapa desa lainnya yang sangat tragis dengan pembakaran puluhan buah rumah, semua itu diberitakan secara netral oleh media massa.

Secara ideal media harus bersikap netral tidak memihak pada sudut manapun dalam memberikan informasi, mendidik, dan kontrol sosial untuk kepentingan publik.

Memang agak sulit mendapatkan media massa yang mampu menjalankan perannya yang benar-benar netral. menjadi media yang netral diera kebebasan seperti sekarang ini memang sulit karena hampir semua segi ada unsur politis juga, paling tidak politis media”.

Konteks netralitas pemberitaan kasus konflik antar warga di Sigi beberapa waktu lalu dinilai oleh sebagian besar informan tidak jauh berbeda dengan pandangan informan terhadap akurasi berita artinya, ada sebagian yang beranggapan netral namun ada pula yang beranggapan sebagian media kurang netral. Amir menyimpulkan dalam hal netralitas media dalam menjalankan tugasnya hanyalah teori, tidak ada media massa yang seratuspersen dapat menjalankan tugasnya secara netral.

Ungkapan informan bahwa media massa yang hanya melirik satu sudut pemberitaan tertentu boleh

jadi tutup mata pada fakta lainnya. Dengan kata lain, perlakuan media yang juga tidak memberitakan adanya ketimpangan perlakuan pihak tertentu pula saat konflik berlangsung seperti ungkapan unsur Ormas artinya, masyarakat sekarang adalah masyarakat yang cukup kritis dan cerdas, mereka mampu menilai apakah media massa sudah bekerja secara profesional atau belum.

Media massa sebagai lembaga sosial yang memiliki fungsi umum: memberikan informasi, mendidik, menghibur dan melakukan kontrol sosial. Dalam menjalankan peran dan fungsi tersebut media tidak terlepas dari ketentuan hukum, norma dan etika sebagai acuan dan rujukan.

Wartawan dalam mencari, mengolah dan menyaring berita menjadi suatu berita tentu menurujuk pada ketentuan, noma maupun etika yang berlaku, namun tidak menutup kemungkinan didasarkan pula pada kepribadian, visi dan misa media massa dimana wartawan tersebut bekerja. (Arifin, 2010) mengatakan bahwa kepribadian sebuah media akan tercermin dalam isi, bentuk dan gaya berita yang disajikannya dalam media. Disinilah media memperoleh status, prestise dan kribilitas dalam masyarakat dan sekaligus memperoleh citranya dari khalayak. Ketika media massa dianggap kurang netral dalam melaporkan pemberitaan yang berarti pula media mengurangi citranya dihadapan publik.

C. Positif dan Negatifnya Pemberitaan Konflik Sigi

Dalam upaya menarik pemisra/pembaca dan pendengar berbagai cara digunakan media bahkan sering membuat orang tidak bisa lagi membedakan yang benar, palsu, simulasi, riil dan yang hiperiil. (Haryatmoko, 2007).

Ketentuan pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang di dalam Bab I pasal 3 disebutkan bahwa Wartawan Indonesia tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang menyesatkan, memutar-balikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis dan sensasi berlebihan.

(9)

kasus konflik pada frekuensi yang tinggi dengan tingkat intensitas yang cukup sering.

Satu hal yang sudah biasa dilakukan media massa adalah sedikit sentilan dengan sansasi. Contoh pemberitaan yang ringan bisa menjadi suatu yang penting dan dapat menarik perhatian publik. Cukup banyak pemberitaan yang dapat diambil contoh, suatu berita yang awalnya tidak mendapat perhatian masyarakat, akan tetapi karena rentang waktu yang cukup lama berbulan-bulan, frekuensi pemberitaan yang cukup tinggi maka jadilah sebuah sebuah berita media yang mendapat rating tinggi.

Memang tidak semua peristiwa bisa menjadi berita kata karena tidak semua berita itu manarik perhatian publik. Untuk itu, suatu peristiwa yang menarik perhatian publik membutuhkan ukuran atau nilai sehingga menjadi standar umum dalam peni-laian suatu peristiwa. (Wazis, 2012)

Namun demikian, kasus konflik adalah kasus nerw value yakni peristiwa yang memang menarik perhatian publik dan memiliki nilai human interest. Kasus konflik di Kabupaten Sigi merupakan salah satu peristiwa memperihatikan yang menjadi perha-tian publik yang bukan saja mendapat perhaperha-tian masyarakat Sulawesi Tengah saja, tetapi masyarakat lainnya di berbagai provinsi.

Seperti diketengahkan sebelumnya bahwa Kabupaten Sigi memiliki 15 kecamatan dengan 176 desa dan 1 unit pemukiman transmigrasi, beberapa desa diantaranya yang pernah berkonflik seperti : desa diantaranya meliputi : Desa Bora, Oloboju, Watununjo, Sidondo, Kota rindau, Kotapulu, Desa Pesaku, Kinovaro, Binangga, Desa Rapadende, dan Pakuli,

Selama tahun 2012, paling tidak terdapat puluhan kali insiden konflik terjadi di beberapa de-sa, demikian pula pada tahun 2013. Akan tetapi sejak tahun 2014 hingga sekarang pertengahan tahun 2015, Seluruh informan dari unsur peme-rintah, legislatif, pendidik, tokoh masyarakat, Penegak hukum, dan Ormas menyagatakan:

“Suasana Sigi sudah kondusif, antar warga sepertinya sudah saling menyadari dampak dari konflik, yang tidak saja rusak dan hilangnya harta benda akibat pembakaran sejumlah rumah, sejumlah warga terluka, dan

sejumlah orang kehilangan nyawa atau korban jiwa yang bukan saja pada masyarakat bertikai tetapi juga pada warga dan anak yang tidak berdosa.

Suasana yang kondusif seperti sekarang ini tidak terlepas dari munculnya kesadaran masyarakat akan dampak buruk dan mirisnya pertikaian, disamping pula karena antisipasi dari segenap elemen formal maupun informal, penegak hukum, tokoh agama dan adat, serta berbagai pihak lainnya yang berkompeten yang memberikan pemahaman untuk mempersatukan dan mempererat tali silatur-rahmi antar warga, atau memediasi kese-pakatan damai antar warga yang bertikai.

Hal yang lebih teknis lagi adalah penempatan Kantor Polres Kabupaten Sigi didaerah rawan konflik. Dengan unsur kedekatan kantor pihak kea-manan dengan lokasi rawan konflik tersebut ber-tujuan antara lain : segala geliat atau riak yang mengarah pada konflik cepat tercium dan teranti-sipasi aparat, dan masyarakat yang berkonflik pun berpikir dua kali jika ingin melakukan keonaran.

Konteks pemberitaan media massa dalam ka-sus konflik di Kabupaten Sigi mengandung unsur positif dan negatif. Unsur positif menurut sejumlah sebagian besar informan mengatakan :

Berita konflik di Kabupaten Sigi yang terjadi dibeberapa desa begitu banyak diungkapkan oleh media massa, baik berupa pemberitaan atau sema-cam informasi maupun berita berita fakta semata. Ungapan dari Pemerintah, penegak hukum, dewan, tokoh masyarakat menilai :

(10)

terhadap masyarakat yang bertikai. Unsur negatifnya juga tidak kalah banyak karena adanya pemberitaan pertama, memberikan gambaran bahwa Kabupaten Sigi merupakan salah satu kabupaten yang rawan konflik dengan tingkat kondisi keamanan yang masih diragukan, kedua, menguak gambaran bahwa di tempat itu penyelesaian masalah dilakukan secara kekerasan berikutnya, masih lemahnya perhatian pemerintah setempat terhadap dinamika kehidupan warganya kemudian, pemberitaan konflik bisa jadi menyisakan dendam pada anak cucu-cucu mereka dikemudian hari.- , dan traomatik yang semakin susah untuk dilupakan, apalgi jika ada tayangan atai bearita diserupa diungkap media massa

Tetapi itu sama sekali tidak kita harapkan, karenanya media massa selain bertugas memberitakan atau mengontrol, tetapi juga dapat menanamkan nilai edukasi. Banyak tulisan atau ungkapan yang dapat menyadarkan masyarakat untuk berbuat kepada hal yang lebih baik, untuk menyelesaikan masalah dengan musyawarah dan kepala dingin. Atau menyerahkan semua kasus kepada pihak yang berwenang”.

Diketengahkan sebelumnya bahwa bebe-rapa media massa yang menjadi sumber informasi dan pengetahuan bagi sejumlah informan dalam mencerna konten pemberitaan konflik Sigi maupun berita lainnya adalah : Radar Sulteng, Nuansa Post, Mercusuar dan Sulteng Post. (terbitan lokal). Disamping itu informan juga mengikuti siaran radio seperti : RRI Palu, dan radio Alkhairat. Sedangkan media televisi adalah TVRI Palu dan Nuansa TV.

Pemberitaan konflik yang dilasir media massa tentulah memiliki konsekuensi dampak yakni positif dan negatif bagi masyarakat. Edukasi publik terhadap kasus konflik meru-pakan produk informasi yang paling tepat. Atau berdampak positif. Karenanya media massa patut menanamkan betapa penting hidup rukun

dan saling menghargai serta menghormati antar sesama. Potret kehidupan yang damai mem-bangunan daerah dan manusia yang berkualitas patut ditanamkan oleh media seperti dalam suara pers atau menggali pemberitaan melalui sumber atau tokoh-tokoh yang memiliki kharismatik yang suaranya dapat menjadi pa-nutan masyarakat. Dengan kata lain, media massa tidak terkesan hanya menarik keun-tungan dibalik peristiwa yang menyedihkan dan sangat memperihatinkan.

Media cetak misalnya merupakan media yang memiliki rekam jejak sangat otentik, dapat dibaca ulang, didokumenkan dalam se-buah kliping, dan sebagainya. Karenanya pem-beritaan seperti pada media apakah menim-bukan reaksi dan aksi positif atau negatif sangat tergantung dari ulasan produk berita yang di-olah atau diulas, baik oleh media cetak, televisi maupun radio.

Dampak negatifpun tidak kalah banyak dalam skala besar dapat menurunkan minat in-vestor untuk menanamkan modal, kunjungan wisata yang menurun. Sisi lain, warga ma-syarakat atau orang yang benkunjung ketempat itu senantiasa diselimuti oleh perasaan tidak tenang dan was-was.

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan

(11)

negatif dapat menimbulkan rasa takut dan traumatik yang dalam jika ada tayangan serupa di media massa, rasa tidak aman ketika berada di kabupaten tersebut cukup tinggi, dan juga minyisakan perasaan dendam bagi anak cucu dan keturunan mereka kelak.

B.

Saran

Media massa dalam memerlukan tugas dan fungsinya hendaknya dapat bekerja cepat, dapat dan tepat dan mengedapnankan netralitas.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Pemerintah Kabupaten Sigim Camat biromaru, Dishubkominfo, DPRD Kab. Sigi, Kepala BPPKI Banjarmasin dan sejumlah pihak ang telah mamfasilitasi dan membantu kelancaran penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, A., 2010. Opini Publik. Depok: Kota Penerbit

Arikonto, S., 2013. Prosedur Penelitian. Jakarta: Reneka Cipta

Assegaff, H. D., 1991, Jurnalistik Masa Kini Pengatar Ke Praktik Kewartawanan. Jakarta: Ghalia Indonesia

Darwanto, 2011. Televisi Sebagai Media Pendidikan. Yogyakarta.: Pustaka Pelajar

Harjatmoko, 2007. Etika Komunikasi, Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornograf. Yogyakarta.: Kanisius

Hartiningsih, 2014. Komunikasi Massa, televisi Dan Tayangan Kekerasan Dalam Pendekatan Kasus. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Herdiansyah, H., 2010. Metode Penelitian Kuanlitatif Untuk Ilmu Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba

Kusuma, A., 1998. Kebebasan Pers Untuk kebebasan Masyarakat, Aliansi Jurnalistik Independen, Jakarta : AJI Indonesua

Peraturan Presiden tentang Penyiaran Tahun 2005. Menkumham RI

Rusadi, U., 2005. Diskursur kerusuhan Sosial dalam Media mssa Studi Kekuasaan Dibalik Sajian Berita Surat Kabar. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Vol 44

Siswanto, S., 1998. Peran Surat Kabar dan Kyai Dalam Pembentukan Opini Publik Kasus Kerusuhan Pemilu 1997 di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Jurnal Penelitian dan Komunikasi Pembangunan. Vol.4 (2)

Sugiyono, 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

Suwaso, L., 1998. Wajah Media Massa Kita, Jakarta: AJI Indonesia.

Triasnani, 1999. Apresiasi Masyarakat Jawa Timur terhadap Berita Televisi, Jurnal Penelitian Media Massa.

Undang Undang Pers No 40 tahun l999, Departemen Pengerangan RI, Jakarta.

Undang Undang Penyiaran. No.32 tahun 2002. Menkumham RI

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Suhu Penyimpanan Minuman Susu Fermentasi “Y” Terhadap Aktivitas Antibakteri Pada Kuman Salmonella typhi. Minuman susu fermentasi “Y” merupakan minuman yang

Dalam waktu 1 (satu) tahun Widyaiswara wajib mengumpulkan Angka Kredit dari sub unsur pelaksanaan Dikjartih, evaluasi dan pengembangan Diklat, dan pengembangan profesi

Dilihat dari Usulan Pencairan Dana Desa Tahun Anggaran 2017 bahwa Dana Desa yang diterima oleh pemerintah Desa Salat Baru pada tahap I digunakan untuk

Adapun strategi politik hukum untuk meningkatkan kualitas produktifitas legislasi DPR adalah mengubah haluan politik dari agent/delegate ke trustee, menghilangkan fungsi

Gambar ilustrasi adalah suatu karya seni rupa dua dimensi, yang berupa gambar tangan (manual), ataupun gambar dari hasil olah digital (dari komputer, atau fotografi) atau

Tatakelola dan SDM yang handal dalam menjamin terselenggarannya layanan prima 6.1 Indeks Kepuasan Masyarakat 80,00% • Jumlah kepuasan masyarakat : jumlah

diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas komunikator dan kualitas pesan dalam memberikan sosialisasi karena telah terbukti bahwa keduanya mempunyai pengaruh yang