• Tidak ada hasil yang ditemukan

B AB I PENDAHULUAN - BAB I PRINT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "B AB I PENDAHULUAN - BAB I PRINT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan ilmu universal yang melandasi teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut diatas, selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika daalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram dan media lain. Dari uraian di atas maka agar pembelajaran matematika berjalan lancar, maka cara mengajarkan harus sesuai dengan perkembangan kognitif serta gaya belajar siswa.

Menurut Hamid [1] Mengapa kita mesti mempelajari perkembangan anak? Sebagai seorang guru setiap tahun akan bertanggung jawab untuk mendidik anak-anak baru . Semakin banyak Anda mempelajari perkembangan anak, semakin banyak pemahaman Anda tentang cara yang tepat untuk mengajari mereka. Perkembangan adalah pola perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional yang dimulai sejak lahir dan terus berlanjut di sepanjang hayat. Kebanyakan perkembangan adalah pertumbuhan, meskipun pada akhirnya ia mengalami penurunan (kematian). Pendidikan harus sesuai dengan perkembangan ini. Artinya, pengajaran untuk anak-anak harus dilakukan pada tingkat yang tidak terlalu sulit dan terlalu menegangkan atau terlalu mudah dan menjemukan.Pola perkembangan anak adalah pola yang kompleks karena merupakan hasil dari beberaa proses: proses biologis, kognitif, dan sosioemosional. Perkmbangan juga dapat dideskripsikan berdasarkan periodenya yang bertujuan untuk mengorganisasi dan pemahaman. Dalam system yang paling banyak dipakai, periode perekembangan meliputi periode bayi, usia balita, periode sekolah dasar, masa remaja, dewasa awal, dewasa tengah, dewasa akhir.

Menurut antoro [2] Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak didik dengan lingkungannya. Kecerdasan merupakan proses yang berkesinambungan yang membentuk struktur yang diperlukan dalam interaksi

(2)

terus menerus dengan lingkungan. Struktur yang dibentuk oleh kecerdasan, pengetahuan sangat subjektif waktu masih bayi dan masa kanak – kanak awal dan menjadi objektif dalam masa dewasa awal. Perkembangan cara berfikir yang berlainan dari masa bayi sampai usia dewasa meliputi tindakan dari bayi, pra operasi, operasi kongkrit dan opersai formal. Proses dibentuknya setiap struktur yang lebih kompleks ini adalah asimilasi dan akomodasi, yang diatur oleh ekuilibrasi.

Karena makalalah ini yang dibahas siswa SMP dimana menurut piaget terletak pada perkembangan operasi berfikir formal.

Dari mengetahui level perkembangan anak SMP kita harus mengetahui gaya belajar siswa. Menurut ameeel [3]: Dengan mengetahui gaya belajar anak, kita bisa membantu menyusun strategi yang sesuai agar efektivitas belajar tercapai.Neil Fleming (seorang ahli pendidikan) mengamati bahwa setiap orang memiliki gaya belajar unik. Di tahun 1987, bersama seorang koleganya, Fleming merumuskan Fleming VARK Learning Model. Teori ini membagi gaya belajar menjadi empat tipe umum, yaitu visual,

auditory, read/write, kinesthetic. Tapi yang lebih sering dibahas hanya tiga (visual, auditory, dan kinesthetic). Read/write merupakan pecahan dari tipe visual, jadi kadang pembahasannya masih disatukan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Level Perkembangan Kognitif Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Gaya Belajar “

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pertanyaan makalah ini secara umum adalah “ bagaimanakah level perkembangan kognitif siswa smp dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari gaya belajar?”.

Adapun pertanyaannya secara khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan kognitif operasi berfikir formal dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari gaya belajar visual ? 2. Bagaimana perkembangan kognitif operasi berfikir formal dalam

memecahkan masalah matematika ditinjau dari gaya belajar auditory ? 3. Bagaimana perkembangan kognitif operasi berfikir formal dalam

memecahkan masalah matematika ditinjau dari gaya belajar kinestetik ?

C. Definisi Operasional

(3)

1. Level adalah tingkatan

2. Perkembangan adalah pola perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional yang dimulai sejak lahir dan terus berlanjut di sepanjang hayat

3. Kognitif adalah potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). 4. Pemecahan masalah adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk

menyelesaikan masalah dengan menggunakan pengetahuan, ketrampilan dan pemahaman yang telah dimilikinya.

5. Matematika adalah suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas.

(4)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Perkembangan Kognitif

Menurut Pungky[4]; Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Menurut Antoro[5] Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelasakan bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek secara bertahap.

Menurut Wikipedia [6]; tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget ;

a. Tahap Sensori-Motorik (usia 0-2 tahun)

Desmita (2009:101) Dikatakan bahwa bayi bergerak dari tindakan reflex instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik.

b. Tahap Pra-Operasional (usia 2-7 tahun)

Pada tahap ini anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dari berbagai gambar. Kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik (Desmita, 2009).

c. Tahap Konkret-Operasional (usia 7-11 tahun)

Ditahap ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda (Desmita, 2009). Tetapi dalam tahapan konkret-operasional masih mempunyai kekurangan yaitu, anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu masalah secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik.

d. Tahap Operasional Formal (usia 11 tahun-dewasa)

(5)

Karena pemakalah meneliti siswa SMP dimana usianya antara 11 tahun keatas, maka masuk pada tahap operasional formal.

Menurut Kustiawati [7]; Tahap operasional formal adalah tahap akhir dari perkembangan intelektual menurut Piaget, sebab setelah itu tidak terjadi lagi peningkatan kualitas intelektual. Berbeda dengan anak yang berada pada tahap sebelumnya, anak operasional formal mampu melakukan penalaran dengan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi, dan generalisasi-generalisasi. Artinya anak-anak operasional formal sudah bisa menggunakan operasi logisnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat verbal, rumit, dan kompleks. Disini logika sudah menjadi alat berpikir anak ini sehingga ia mampu melakukan operasi terhadap operasi. Artinya anak bisa melakukan operasi dengan tidak mengacu pada obyek, tetapi pada sumber yang ditangkap dari relasi yang terkandung dalam informasi (operasi-operasi) yang diberikan dan menggunakannya untuk menemukan hubungan.

Dengan memperhatikan kemampuan-kemampuan tersebut, kita dapat membedakan anak yang berada pada tahap operasional formal dengan anak yang berada pada tahap sebelumnya. Misalnya untuk mengetahui tahap perkembangan anak yang dilakukan dengan memberi tugas (task) konservasi; reaksi dari anak tahap operasional konkrit berbeda dengan anak tahap operasional formal. Boleh jadi bagi anak tahap operasional formal tidak menanggapinya dengan serius karena baginya masalah tersebut sudah jelas.

Menurut Mutaqin [9] ;Lebih lanjut Piaget mengungkapkan bahwa usia siswa SMP masih berada dalam tahapan operasional formal. Namun demikian, meski pada usia tersebut siswa sudah mampu berfikir logis tanpa kehadiran benda kongkrit, akan tetapi kemampuan siswa untuk berfikir abstrak masih belum berkembang dengan baik, sehingga dalam beberapa hal kehadiran peraga atau media belajar lainnya masih dibutuhkan.Proses pembelajaran di kelas pada hakikatnya adalah proses komunikasi, baik komunikasi antara siswa dengan guru, komunikasi antar siswa, atau bahkan komunikasi antara siswa dengan lingkungan belajar. Namun belum tentu proses komunikasi yang terjadi bisa berlangsung efektif. Komunikasi dikatakan berjalan efektif apabila terdapat pemahaman yang sama terhadap sebuah informasi antara sumber pesan dengan penerima pesan. Selanjutnya akan terjadi umpan balik atau komunikasi dua arah apabila penerima pesan bisa berubah fungsi menjadi sumber pesan.

Dalam proses pembelajaran di kelas, isi pesan perupa bahan ajar yang tertuang dalam kurikulum. Sumber pesan adalah guru, buku ajar, sesama siswa, bahkan lingkungan belajar. Sedangkan penerima pesan adalah siswa. Pesan, sumber pesan, saluran/media, dan penerima pesan adalah komponen-komponen dalam proses komunikasi.

(6)

simbol non-verbal atau visual. Arif mengungkapkan (2006:13) bahwa proses penuangan pesan kedalam simbol-simbol disebut encoding. Selanjutnya penerima pesan menafsirkan simbol-simbol komunikasi tersebut sehingga diperoleh pesan. Proses penafsiran simbol-simbil tersebut disebut decoding.

Sering terjadi, pesan yang disampaikan tidak bisa diterima dengan utuh oleh penerima pesan. Hal ini terkait dengan adanya hambatan-hambatan yang terjadi pada proses komunikasi yang berjalan yang dikenal dengan istilah barriers atau noises. Beberapa hal yang bisa menjadi penghambat efektifnya komunikasi diantaranya bisa berupa hambatan psikologis, seperti minat, sikap, kepercayaan, intelegensi, pengetahuan dan hambatan fisik seperti kelelahan, sakit, cacat tubuh.

Berkaitan hal ini, Arsyad (2006:8) menyarankan agar guru merancang proses pembelajaran yang melibatkan semua indera siswa. Guru berupaya untuk menampilkan rangsangan yang dapat diproses dengan berbagai indera. Semakin banyak indera yang terlibat, semakin besar kemungknan informasi yang disampaikan bisa dimengerti siswa. Menurut chatib [ 10]; banyak kegagalan siswa mencerna informasi dari gurunya disebabkan oleh ketidaksesuain gaya mengajar guru dengan gaya belajar siswa. Karena pentingnya pelajaran matematika dan sering sekali siswa mengalami kesusahan dalam memahami materi maka perlu diketahui gaya belajar siswa, agar setiap guru akan masuk ke dunia siswa sehingga mereka merasa nyaman dan tidak berhadapan dengan resiko kegagalan dalam proses belajar.

B. Gaya Belajar

1. Pengertian Gaya Belajar

Menurut M. Joko Susilo (2009: 94) mengatakan sebagai berikut : “gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih seorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memperoleh informasi tersebut”. Sedangkan Bobbi Deporter dan Mike Hernacki (2010:112) mengemukakan bahwa gaya belajar adalah kombinasi bagai mana anda menyerap, dan kemudian mengatur serta mengelola informasi. Senada dengan yang diungkapkan oleh Munif Chatib (2009:136) bahwa gaya belajar adalah cara informasi masuk kedalam otak melalui indra yang kita miliki.

(7)

2. Model Gaya Belajar

Kemampuan seorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah pasti berbeda-beda tingkatannya. Ada yang cepat, sedang ada pula yang sangat lambat. Karenanya mereka harus menempuh cara yang berbeda untuk bias memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama. Terkadang siswa suka guru mereka mengajar dengan menuliskan segalanya dipapantulis, dengan begitu mereka dapat membaca dan mencoba untuk memahaminya. Ada juga siswa yang yang lebih suka guru mereka mengajar dengan menyampaikan materi pelajaran secara lisan, tak ubahnya seperti seorang penceramah yang diharapkan bercerita panjang lebar tentang beragam teori dan banyak ilustrasinya, sedangkan siswa hanya mendengarkan sambil menggambarkan isi ceramah tersebut dalam bentuk yang mereka pahami sendiri. Perbedaan-perbedaan tersebut cara tercepat dan terbaik bagi setiap individu dapat menyerap sebuah informasi dari luar dirinya.

Perbedaan-perbedaan siswa dalam mengelola informasi di atas dipengaruhi oleh adanya perbedaan gaya belajar siswa sesuai dengan kebiasaan dan seleranya. Menurut DePorter dan Hernacki (2009) berpendapat tentang model gaya belajar sebagai berikut :”model gaya belajar mencangkup gaya belajar visual, gaya belajar auditorial, dan gaya belajar kinestetik”. Pemahaman tentang gaya belajar diharapkan dapat menentukan langkah-langkah supaya belajar lebih cepat dan mudah sesuai dengan kondisi masing-masing

a. Gaya Belajar Visual

Gaya belajar visual cenderung lebih dominan dalam penglihatannya dibanding dengan pendengaran dan gerakan-gerakan. Gaya belajar visual cenderung lebih khusus belajar melihat pada focus telaahanya. Menurut DePorter dan Hernacki (2010:116) ciri-ciri gaya belajar visual adalah :

1. Rapi dan teratur

2. Berbicara dengan cepat

3. Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik 4. Teliti terhadap detail

5. Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi

6. Pengeja yang baik dan dapat melihat kata–kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka

7. Mengingat apa yang dilihat, daripada apa yang didengar 8. Mengingat dengan asosiasi visual

(8)

10. Mempunyai masalah untuk mengingat interupsi verbal kecuali juka ditulis, dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya.

11. Pembaca cepat dan tekun

12. Lebih suka membaca daripada dibacakan

13. Membutuhkan pandangan dan tujuan menyeluruh dan sikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau proyek.

14. Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon atau dalam rapat

15. Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain

16. Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak

17. Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato 18. Lebih suka seni daripada music

19. Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan tetapi tidak pandai memilih kata – kata

Ciri gaya belajar diatas yang memegang peran penting yaitu mata/penglihatan ( visual). Dalam hal ini penggunaan metode pengajaran guru lebih dititik beratkan pada peragaan atau media, ajak mereka ke objek-objek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukan alat peraga langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya supaya mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk didepan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berfikir dengan gambar–gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan–tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, video dan lebih suka mencatat detil-detilnya dalam mendapatkan informasi.

b. Gaya Belajar Auditorial

Gaya belajar auditorial adalah gaya belajar yang lebih cenderung melalui suara dalam proses pembelajaran. Menurut DePorter dan Hernacki (2010:117) cirri-ciri gaya belajar auditorial diantaranya :

1. Berbicara pada dirinya sendiri saat bekerja 2. Mudah terganggu oleh keributan

3. Menggerakan bibir merekka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca

4. Senang membaca dengan keras dan mendengarkan

(9)

6. Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita 7. Berbicara dalam irama yang terpola

8. Biasanya pembicara yang fasih 9. Lebih suka musiik dari pada seni

10. Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat

11. Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar

12. Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain

13. Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya 14. Lebuh suka gurauan lisan daripada membaca komik

Ciri-ciri gaya belajar tersebut dapat disimpulkan, siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan penjelasan guru. Gaya belajar auditorial dapat mencerna makna penyampaian melalui suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan bicara dan hal-hal auditorial lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna minim bagi siswa auditorial. Siswa seperti ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca dengan bersuara serta melalui media seperti kaset, radio, dan lain-lain

c. Gaya Belajar Kinestetik

Gaya belajar kinestetik memiliki gaya belajar dengan melakukan segala sesuatu secara langsung melalui gerak dan sentuhan. Menurut DePorter dan Hernacki (2010:118) cirri belajar kinestetik diantaranya :

1. Berbicara dengan perlahan 2. Menanggapi perhatian fisik

3. Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka 4. Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang

5. Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak 6. Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar 7. Belajar melalui manipulasi dan praktik

8. Menghafal dengan cara berjalan dan melihat

9. Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca 10. Banyak menggunakan isyarat tubuh

11. Tidak dapat duduk diam dalam waktulama

12. Tidak dapat mengingat geografi kecuali jika memang telah pernah berada ditempat itu

(10)

14. Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot-mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca

15. Kemungkinan tulisannya jelek 16. Ingin melakukan segala sesuatu

17. Menyukai permainan yang menyibukan

Siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui gerak, menyentuh, dan melakukan. Siswa seperti ini sulit untuk duduk berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan bereksplorasi sangat kuat. Sehingga proses belajar dengan gaya belajar seperti ini harus melalui gerakan dan sentuhan.

(11)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam pandangan Piaget, belajar yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang diturunkan oleh guru, melainkan sesuatu yang berasal dari dalam diri anak sendiri. Belajar merupakan sebuah proses penyelidikan dan penemuan spontan.

(12)

DAFTARPUSTAKA

[1] http://multi-sharing.blogspot.com/2012/04/perkembangan-kognitif-dan bahasa.html#axzz2jycommz/

[2]

http://atariuz.blogspot.com/2013/03/teori-perkembangan-kognitif-piaget.html/diakses selasa, 05 maret 2013

[3] http://mommiesdaily.com/2012/11/13/mengenal-gaya-belajar-anak

[4] http://pungky13.wordpress.com/2012/04/07/makalah-perkembangan-kogniti [5] http://atariuz.blogspot.com/2013/03/teori-perkembangan-kognitif-piaget.html/

diakses

[6] http://id.wikipedia.org/wiki/teori-perkembangan-kognitif

[7]

http://kustiawati.blogspot.com/2009/04/tahap-tahap-perkembangan-kognitif.html

[8] http://edukasi.kompasiana.com/2013/08/21/gaya-belajar-582704.html

[9]

http://matematic-edu.blogspot.com/2013/01/makalah-pembelajaran-matematika.html

Referensi

Dokumen terkait

Dapat menerapkan uji-uji prasyarat pada analisis data antara lain: - Uji Normalitas - Uji Homogenitas - Uji Linearitas Pendekatan: Saintifik Model: Problem Solving

Berdasarkan kegiatan pra-penilaian lapangan (penapisan) yang dilakukan Panel Pakar I terhadap unit manajemen PT Bukit Batu Hutani Alam untuk semua indikator yang terkait dengan

Pengertian ini sejalan dengan pendapat Doney dan Cannon (1997, p. 36) yang menyatakan bahwa rasa percaya timbul sebagai hasil dari kehandalan dan integritas mitra yang

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa suplementasi minyak ikan sebagai sumber vitamin-mineral pada level 100 ml dalam ransum babi landrace fase

Tabel 11 Pengaruh Interaksi Antara Frekuensi Dan Konsentrasi Penyiraman Terhadap Berat Basah, Kadar Klorofil, Dan Luas Daun Tanaman Sawi ( Brassica juncea L.) Pada Umur 50

Berdasarkan Tabel 5 nilai GI dan RGI pada kotoran ayam dan puyuh diantara kisaran 0-1, dengan nilai GI dan RGI pada kotoran puyuh lebih besar dibandingkan pada

Penelitian yang dilakukan oleh Candraditya (2013) hal 3-4 dengan penelitian yang berjudul “Analisis Penggunaan Uang Elektronik (Studi Kasus Pada Mahasiswa Pengguna

Namun, ada juga beberapa faktor yang dimungkinkan untuk menjadikan debitur yang berstatus single menjadi default , yakni dari segi pendapatan yang rendah sehingga jika hanya